Вы находитесь на странице: 1из 26

MODUL PELATIHAN PEMBANGUNAN

INDEKS KERENTANAN PANTAI

PENGENALAN PENGINDERAAN JAUH

Di susun oleh :
Risti E. Arhatin

2010
I. Pendahuluan
Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk mendapatkan data/informasi dari
objek atau fenomena tanpa melakukan kontak langsung dengan objek tersebut. Dalam
sistem penginderaan jauh (inderaja) terdapat 4 komponen utama yaitu: (1) sumber
energi, (2) interaksi energi dengan atmosfer, (3) sensor sebagai alat mendeteksi
informasi dan (4) objek yang menjadi sasaran pengamatan.

1. Sumber Energi
Sumber utama enegi dalam inderaja adalah radiasi gelombang elektromagnetik
(REM). REM adalah suatu bentuk dari energi yang hanya dapat diamati melalui
interaksinya dengan objek. Wujud dari energi ini dikenal sebagi sinar X, sinar tampak,
inframerah dan gelombang mikro. REM merupakan bagian dari spektrum yang kontinu.
REM dibentuk sekaligus dalam dua komponen yaitu, komponen listrik dan komponen
magnetik (Gambar 1) dan dipengaruhi oleh sifat elektrik dan magnetik dari objek yang
berinterkasi dengan REM tersebut.

Gambar 1. Radiasi gelombang elektromagnetik dengan komponenya.

Ada dua hipotesa yang umum digunakan untuk menjelaskan sifat dari REM
yakni model gelombang dan model partikel (photon/kuanta). Model gelombang
dipergunakan untuk menjelaskan bagaimana perjalanan REM di ruang angkasa. REM
sebagai gelombang bergerak dengan kecepatan tertentu yang bergantung kepada
panjang gelombang (l). Pada setiap gelombang elektromagnetik berlaku persamaan
berikut:
C=f.l
C= kecepatan gelombang elektromagnetik (m/det) = 3 x 108 m/det
l = panjang gelombang (m)
f = frekuensi (1/det)

1
Bagaian spektrum REM yang digunakan dalam inderaja tertera pada Gambar 2.

Gambar 2. Spektrum REM yang digunakan dalam inderaja (JARS, 1985)

Model partikel dipergunakan untuk menjelaskan besarnya energi yang dikandung


oleh REM. REM dipancarkan dalam bentuk diskrit yang disebut quanta atau photon.
Besarnya energi dari REM memenuhi hukum Plank sebagai berikut:
E=h.f
dimana: E = energi kuantum dalam satuan joule
h = konstanta Planck’s senilai 6,624 x 10 -24 joule.detik
f = frekuensi pancaran (Hz)
Hubungan antara model teori gelombang dan teori kuantum dari REM dituliskan sebagai
berikut:
hC
E=
l
Dengan demikian, kita lihat bahwa tenaga quatum secara proporsional
berbanding terbalik dengan panjang gelombangnya, makin panjang, panjang gelombang
yang digunakan, makin rendah kandungan tenaganya. Sifat ini penting implikasinya
didalam penginderaan jauh karena radiasi panjang gelombang yang panjang yang
dipancarkan secara alamiah seperti pancaran gelombang mikro, lebih sulit diindera dari
pada radiasi dari panjang gelombang yang lebih pendek, seperti misalnya tenaga yang
dipancarkan dari panjang gelombang inframerah termal.

2
2 Interaksi REM dengan Atmosfer
Sebelum REM berinteraksi dengan objek dipermukaan bumi, REM melewati
atmosfer dimana terdapat molekul-molekul atmosferik dan aerosol. Jenis jenis molekul
atmosferik adalah seperti CO2, Ozon, gas nitrogen, dll sedangankan aerosol seperti
uap air, kabut, asap, abu, dll. REM berinteraksi dengan molekul dan aerosol sehingga
terjadi proses hamburan (scattering) atau absorbsi yang mempengaruhi intensitas REM
yang ditransmisikan melalui atmofer. Interaksi ini dapat dijelaskan pada Gambar 3.

Sensor

pantulan
Atmosfer

scattering

i
awan bs
sor
ab

Objek/perairan

Gambar 3. Interaksi REM dengan Atmosfer.

Proses scattering (hamburan) merupakan penyebaran REM oleh partikel-


partikel di atmosfer ke segala arah. Ada 3 jenis scattering yakni (a) Raleigh scattering,
(b) Mie scattering dan (c) Non selective scattering. Raleigh scattering disebabkan oleh
molekul atmosfer yang ukurannya lebih besar dari panjang REM yang dipengaruhi
gelombang tersebut. Mie scattering disebabkan oleh molekul yang ukurannya sama
atau lebih besar dari panjang gelombang REM yang dipengaruhi molekul. Non slectif
scattering disebakan aerosol yang ukurannya jauh lebih besar dari panjang gelombang
REM yang dipengaruhinya.
Absorbsi adalah proses dimana energi REM diserap oleh partikel atmosfer.
Peristiwa ini umumnya terjadi pada pada panjang gelombang inframerah. Bersarnya
pengaruh atmosfer terhadap REM bergantung pada panjang gelombang REM. Akibat
adanya pengaruh atmosfer terhadap pancaran REM maka tidak seluruhnya energi dari
REM dapat diteruskan ke permukaan bumi.

3
3 Interaksi Objek dengan REM
Interaksi terrestrial dengan REM lebih mudah untuk dipelajari dibanding dengan
lautan. Pada lingkungan laut, REM pada panjang gelombang tertentu mengalami
transmisi, sehingga energi yang diterima sensor dapat berasal dari; permukaan, material
pada kolom air dan material dasar. REM yang datang pada objek akan berinteraksi
dalam bentuk pantulan, absorbsi dan ditransmisi (Gambar 4). Besarnya energi yang
dipantulkan, diabsorbsi dan ditransimikian memenuhi hukum kekekalan energi
dirumuskan sebagai berikut:
EI (l) = ER (l) + EA (l) + ET (l)
ER (l) = EI (l) - EA (l) - ET (l)
EI = energi yang mengenai objek
ER = energi yang dipantulkan (yang direkam oleh sensor)
EA = energi yang diserap
ET = energi yang ditransmisikan
(l) = panjang gelombang

E I (l )

E R (l )

E T (l ) E A (l )

Gambar 4. Interaksi REM dengan Objek.

Reflectance (R) adalah rasio insiden flux dan flux yang dipantulkan objek (Gambar 5):

I
R=
Rs
I = Incidence Rs = Reflection

permukaan objek permukaan objek

Gambar 5. Energi yang datang ke permukaan dan yang dipantulkan.

4
Besarnya REM yang dipantulkan kembali oleh objek bergantung kepada jenis
dan kondisi objek. Demikian juga halnya jika panjang gelombang yang berbeda
mengenai objek yang sama, akan memberikan pantulan yang berbeda. Sifat-sifat ini
menjadi dasar pengenalan objek dengan inderaja. Jumlah energi yang dipantulkan
suatu objek pada panjang gelombang yang berbeda-beda relatif terhadap energi yang
diterima disebut spectrum reflectance (Gambar 6).

Reflectance (%) Tanah

Vegetasi

Air

60

40

20

Panjang Gelombang (um)

Gambar 6. Spektrum reflectance dari vegetasi, air dan tanah.

Dari Gambar 6 di atas jelas terlihat bahwa objek yang sama mempunyai nilai
pantulan yang berbeda pada panjang gelombang yang berbeda. Misalnya untuk
vegetasi, pada panjang gelombang 0.4 - 0.7 mm (visible) nilai pantulannya adalah
sekitar 10 %, namum pada panjang gelombang 0.8 – 1.3 (inframerah), pantulannya
sekitar 50 %. Pada panjang gelombang yang sama, objek yang berbeda akan
memantulkan energi yang berbeda. Adanya perbedaan pantulan disebabkan materi
yang dikandung masing-masing objek berbeda sehingga, daya pantulnya berbeda.
Adanya interaksi REM dengan objek sehingga keberadan objek dapat di deteksi
dengan sensor satelit. Beberapa parameter dan turunannya yang da[pat dideteksi dari
sensor satelit tertera pada Tabel 1.

5
Tabel 1. Parameter kelautan yang dapat dideteksi/dipelajari dengan inderaja.
No Sensor Parameter dan turunannya
Visible Land use di pantai, perubahan garis pantai, ekosistem terumbu
karang, lamun, mangrove, klorofil, muatan padatan terlarut, batimetri
perairan dangkal, oil spill.
Thermal Suhu Permukaan Laut, upwelling, front, eddy, pencemaran panas,
daerah penangkapan ikan
Microwave Oil spill, arus, salinitas,. tinggi muka laut, gelombang, angin, batimetri
perairan dangkal, perubahan garis pantai

4. Sensor
Sensor adalah alat untuk mendeteksi REM yang diemisi atau dipancarkan oleh
objek. Berdasarkan sumber sumber energi yang dideteksi, sensor dapat dibedakan
menjadi sensor pasif dan sensor aktif. Sensor Pasif adalah sensor yang mendeteksi
pantulan atau emisi REM dari sumber alami. Sensor Aktif adalah sensor yang
mendeteksi respon REM dari objek yang dipancarkan dari sumber energi buatan yang
biasanya dirancang dalam wahana yang membawa sensor. Berdasarkan panjang
gelombang, sensor dibedakan menjadi Sensor Visible (0,4 – 0,7) mm, Sensor Infra
merah (1 – 10) mm dan Sensor gelombang mikro (1 mm – 1 m) seperti tertera pada
Tabel 2. Pada Tabel 3 tertera perbandingan beberapa sensor satelit yang bekerja pada
panjang gelombang visible.

Tabel 2. Klasifikasi Radiasi Elektromagnetik


Jenis Sensor Panjang Gelombang
Visible 0,4 ~ 0,7 mm
Infrared Near infrared 0,7 ~ 1,3 mm
Shortwave infrared 1,3 ~ 3 mm
Intermediate infrared 3 ~ 8 mm
Thermal infrared 8 ~ 14 mm
Far infrared
14mm ~ 1 mm
Microwave Millimeter (EHF) 1 ~ 10 mm
Centimeter (SHF) 1 ~ 10 cm
Decimeter (UHF) 0,1 ~ 1 m

6
Tabel 3. Perbandingan kanal/band SeaWiFS, CZCS dan Landsat-TM
SeaWiFS CZCS Landsat-TM
Kanal/band Kisaran Spektral Kanal/band Kisaran Spektral Kanal/band Kisaran Spektral
(nm) (nm) (nm)

1 402 - 422 1 430-450 1 450 - 520


2 433 - 453 2 510-530 2 520 - 600
3 480 – 500 3 540-560 3 630 - 690
4 500 – 520 4 660-680 4 750 - 900
5 545 –565 5 700-800 5 1550 - 1750
6 660 –680 6 1050-1250 6 10400 - 12500
7 745-785 7 2 080 - 2 350
8 845 - 885

Hal penting diperhatikan untuk sensor adalah karakteristik spektral dan


karakteristik spasial. Karakteristk spektral berhubungan dengan lebar band. Suatu
sensor mempunyai lebar band yang lebih kecil dari sensor yang lain maka sensor itu
dikatakan mempunyai resolusi spektral yang lebih tinggi. Sebagai contoh sensor
Landsat TM band 1 (biru) mempunyai kisaran panjang gelombang (0,45 – 0,52) mm,
sedangkan sensor SeaWiFS band biru mempunyai kisaran antara (0.402-0.422) mm,
maka resolusi spektral sensor SeaWIFS lebih tinggi dari Landsat TM.
Karakteristik geometri berhubungan dengan Angular Field of View (AFOV) dan
Instantaneous Field of View (IFOV). IFOV adalah sudut pandang sesaat yang
berhubungan dengan unit sampling yang menentukan besarnya elemen gambar/pixel
atau area terkecil yang dapat dideteksi sensor (ground resolution/resolusi spasial/pixel)
(Gambar 7). Ukuran pixel bergantung pada IFOV dan ketinggian sensor. Sebagai
contoh, IFOV sebesar 2.5 milli radians, maka luas area terkecil yang dideteksi sensor
adalah 2,5 x 2,5 m pada ketinggian sensor 1000 m. AFOV (sudut scanning) adalah
sudut pandang maksimum sensor yang efektif mendeteksi REM. AFOV menentukan
besarnya luas sapuan (swath width) (Gambar 7).

Gambar 7. IFOV dan AFOV

7
II. Prinsip Pengolahan Data Citra
Beberapa tahapan yang dilakukan terhadap raw data antara lain pemulihan citra,
penajaman citra dan klasifikasi citra (Gambar 8).

Pemulihan Citra

Koreksi Radiometrik

Penajaman Citra

Penajaman Kontras

Komposit

Filter

Klasifikasi Citra

Klasifikasi Unsupervised

Klasifikasi Supervised

Gambar 8. Tahap Pemrosesan Data Citra.

1. Pemulihan Citra (Image Restoration)


Pemulihan citra dilakukan untuk mengembalikan citra sesuai dengan kenampakan
aslinya di muka bumi. Langkah yang dilakukan meliputi koreksi radiometrik dan
koreksi geometrik.
a. Koreksi Radiometrik
Koreksi radiometrik dilakukan untuk memperbaiki kualitas visual dan sekaligus
memperbaiki nilai-nilai pixel yang tidak sesuai dengan nilai pantulan atau
pancaran spektral objek yang sebenarnya. Kesalahan radiometrik ini dapat
disebabkan oleh dua hal, yaitu instrumen sensor dan gangguan atmosfer.
Instrumen sensor ini disebabkan oleh ketidak konsistenan detektor dalam
menangkap informasi. Atmosfer sebagai media radiasi gelombang
elektromagnetik akan menyerap, memantulkan atau menstransmisikan
gelombang elektromagnetik tersebut, hal ini menyebabkan cacat radiometrik
pada citra, yaitu nilai pixel yang jauh lebih tinggi atau jauh lebih rendah dari
pancaran spektral obyek yang sebenarnya.

8
Cacat radiometrik ini dapat diatasi dengan koreksi radiometrik, sehingga data
terkoreksi dapat dianggap sebagai nilai yang berasal dari respon spektral obyek
di permukaan bumi. Beberapa contoh metode yang dapat dipakai dalam
koreksi radiometrik ini, diantaranya adalah: metode penyesuaian histogram, dan
metode penyesuaian regresi.
b. Koreksi Geometrik
Tujuan koreksi geometri adalah untuk melakukan rektifikasi (pembetulan) atau
restorasi (pemulihan) citra agar koordinatnya sesuai dengan koordinat geografi.
Jenis gangguan yang bersifat geometris dapat berbentuk perubahan ukuran
citra dan perubahan orientasi koordinat citra.
Distorsi geometrik dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu 1) Pembelokan
arah penyinaran menyebabkan distorsi panoramic (look engle), 2) Perubahan
tinggi wahana dan kecepatan wahana menyebabkan perubahan cakupan
(coverage), 3) Perubahan posisi wahana terhadap objek karena gerakan
berputar (roll), berbelok (yow), menggelinding (pith), yang menyebabkan
distorsi, 4) Rotasi bumi dari barat ke timur menyebabkan objek di permukaan
bumi terekam miring ke arah barat, dan 5) Kelengkungan bumi, menyebabkan
ukuran pixel berubah (besar pengaruhnya untuk sensor resolusi rendah.
Berdasarkan faktor-faktor penyebab kesalahan geometris tersebut maka
kesalahan dapat dibedakan menjadi kesalahan sistematis dan non sistematis.
Distorsi/kesalahan sistematis adalah distorsi yang dapat diperkirakan sebelum
peluncuran satelit, dikoreksi dengan menerapkan rumus yang diturunkan
dengan membuat model sistematik atas sumber distorsi. Distorsi/kesalahan
non sistematis adalah distorsi yang tidak dapat diduga sebelum peluncuran
satelit. Distorsi ini dikoreksi dengan menggunakan analisis titik kontrol tanah
(Ground Control Point/GCP).
Analisis GCP dilakukan dengan cara penentuan fungsi transformasi, kemudian
dilanjutkan dengan resampling. Dalam pengambilan GCP diperlukan acuan
atau referensi, acuan tersebut bisa berupa peta, citra yang telah terkoreksi
geometrik atau pengambilan posisi geografis langsung ke lapangan dengan
GPS. Dalam pengambilan titik GCP diusahakan menyebar ke semua lokasi
dan sebaiknya diambil bangunan yang permanent seperti perpotongan jalan, dll
(Gambar 9).

9
u Z
Y
1
V 1
2 2

3 3
4
4

Koordinat citra Koordinat geografis


(raw; colom) (lintang bujur)

Gambar 9. Transformasi koordinat citra ke koordinat peta

Transformasi koordinat (Transformasi Geometrik)


Dengan menggunakan hubungan antar lokasi koordinat titik kontrol yang berada pada
citra dengan lokasi koordinat titik kontrol pada peta (referensi) sehingga, dapat
ditentukan persamaan transformasi dalam registrasi citra adalah:
X = f (u,v)
Y = g (u,v)
Dimana:
(x,y) = koordinat citra
(u,v) = koordinat peta (referensi)
f,g adalah fungsi transformasi
Ada beberapa orde polynomial dalam fungsi tranformasi, yaitu:
A. Linear
X = A0 + A1U + A2V
Y = B0 + B1U + B2V
B. Kuadratik
X = A0 + A1U + A2V + A3UV + A4U2 + A5V2
Y = B0 + B1U + B2V + B3UV + B4U2 + B5V2
C. Kubik
X = A0 + A1U + A2V + A3UV + A4U2 + A5V2 + A6U2 + A7V2
Y = B0 + B1U + B2V + B3UV + B4U2 + B5V2 + B6U2 + B7V2

10
Resampling
Resampling adalah penentuan nilai digital pixel citra setelah mengalami perubahan
posisi hasil koreksi. Selain itu resampling ini juga berfungsi dalam menyesuaikan
ukuran atau resolusi spasial pixel.
Ada tiga macam teknik resampling, yaitu nearest neighbour (tetangga terdekat),
bilinear dan cubic convolution. Teknik resampling dengan nearest neighbour hanya
memerlukan satu titik terdekat.. Teknik bilinear memerlukan 4 titik terdekat
disekitarnya dan nilai pixel baru ditentukan oleh hasil rata-rata 4 buah pixel lama yang
mengelilinginya Sedangkan teknik cubic convolution memerlukan 16 titik di
sekitarnya dan nilai pixel baru ditentukan oleh hasil rata-rata 16 buah pixel lama yang
mengelilinginya.
Ketelitian hasil koreksi bergantung pada ketelitian menentukan posisi titik GCP
berhubungan dengan koordinat peta. Metoda yang digunakan untuk menguji
ketelitian hasil koreksi dapat dilakukan dengan penghitungan Root Mean Square
(RMSerror) dari titik-titik GCP yang diambil dengan formula berikut:

RMS error = (x - u )2 + (y - v )2

Dimana:
x adalah lintang pada peta dan y adalah bujur pada peta
u adalah raw pada citra dan v adalah colom pada citra

Idealnya nilai RMS adalah 0 yang berarti tidak ada kesalahan posisi, tetapi peluang
nilai RMS = 0 sulit terjadi, dan biasanya diusahakan lebih kecil dari 1. Nilai RMS 1
berarti kesalahan geometri sama dengan 1 x ukuran pixel citra. Jika citra Landsat-TM
yang dikoreksi berarti kesalahannya 30 meter (ukuran pixelnya). Jika RMS = 0.5,
kesalahan posisi 0.5 x 30 meter = 15 meter.
Akurasi citra output hasil koreksi geometri tergantung pada, 1) Jumlah titik kontrol
yang digunakan, 2) Akurasi koordinat titik kontrol, 3) Letak sebaran titik-titik kontrol
pada citra, 4) Jenis persamaan polinomial yang digunakan dan 5) Model resampling
yang digunakan.

2. Penajaman Citra
Penajaman citra dilakukan untuk mendapatkan tampakan yang kontras pada citra
sehingga memudahkan dalam proses interpretasi serta meningkatkan informasi yang
diperoleh. Ada beberapa macam metode penajaman citra, contohnya Contrast
Enhancement (Linear Contrast Enhancement, Nonlinear Contrast Enhancement),
Rationing, Spatial Filtering (Low Frequency Filtering, High Frequency Filtering), Edge

11
Enhancement (Linear Edge Enhancement, Nonlinear Edge Enhancement).
Composite (False Color Composite, True Color Composite), Special Transformation
(Principal Componen Analisis, Vegetation Index, Texture Tansformation, dll).

3. Klasifikasi Citra (Image Classification)


Klasifikasi data digital ini berangkat dari asumsi bahwa variasi pola peubah ganda
(multivariate) dari digital number pada suatu areal mempunyai hubungan yang sangat
erat dengan kondisi penutupan tanahnya. Diasumsikan juga bahwa penutupan lahan
yang sama akan mempunyai sifat-sifat reflektansi (nilai digital number) yang sama
pula. Sehingga karakteristik statistika dari sekumpulan pixel pada suatu citra akan
mampu membedakan antara penutupan lahan satu dengan lahan yang lainnya.
Klasifikasi dibedakan menjadi 2 macam, yaitu klasifikasi unsupervised/tak
beracuan/tak terbimbing/tak terselia dan klasifikasi supervised/beracuan/ terbimbing/
terselia. Klasifikasi unsupervised dilakukan tanpa menggunakan daerah acuan
(obyek yang akan dikelompokkan tidak dikenal), sehingga klasifikasi ini secara
otomatis diputuskan oleh komputer. Sedangkan klasifikasi supervised didasari
dengan pemasukan contoh obyek (daerah acuan/training area).
Training area harus dapat mewakili dari tiap informasi yang diperlukan. Penentuan
jumlah dan jenis kelas penutupan lahan didasarkan pada variasi warna yang
ditampilkan citra komposit yang didukung oleh data hasil lapangan dan peta yang
tersedia. Dalam pembuatan training area ini diusahakan mendelineasi warna yang
homogen dan mengambil sebanyak mungkin kelas contoh sehingga seluruh warna
pada citra terwakili.
Metode klasifikasi supervised dibagi menjadi 3 macam, yaitu paralleliped, minimum
distance dan maximum likelihood. Paralleliped adalah metode klasifikasi berdasarkan
decision region masing-masing pixel dilihat dari kesamaan nilai reflektansinya pada
suatu citra. Minimum distance adalah metode klasifikasi berdasarkan jarak terdekat
dari nilai spektral rerata tiap-tiap pixel dalam suatu citra. Maximum likelihood adalah
metode klasifikasi berdasarkan kemiripan pixel dengan sekelompok pixel lainnya
dalam suatu citra.
Setelah dilakukan klasifikasi maka langkah selanjutnya adalah memeriksa ketelitian
atau ketepatan hasil klasifikasi tersebut, yaitu mencocokannya dengan peta data
lapangan serta perhitungan luas areal tiap kelas.

Uji Ketelitian Matrik Kontingensi


Matric contingency lebih sering disebut matrik kesalahan (confussion matrix).
Persentase ketelitian suatu kelas diperoleh dari perbandingan jumlah pixel yang

12
benar masuk pada training area dengan jumlah pixel pada training area suatu kelas
dalam matrik kontingensi antar kelas. Persentase ketelitian klasifikasi secara
keseluruhan dihitung dari perbandingan antara jumlah pixel yang benar setiap kelas
dengan total jumlah pixel training area keseluruhan.
Uji ketelitian yang dapat dihitung adalah overall accuracy, producer’s accuracy dan
user’s accuracy.
Secara matematis ukuran akurasi tersebut diformulasikan sebagai berikut:

Overall accuracy =
åX kk
´ 100%
N

X kk
Producer' s accuracy = ´ 100%
X k+

X kk
Users' s accuracy = ´ 100%
X +k

III. Prosedur Pengolahan Data Citra Menggunakan ER Mapper 6.4


Sampai saat ini telah banyak software pengolah citra, diantaranya: ER Mapper,
ERDAS Imagine, Idrisi Kilimanjaro, ENVI, CVIP tools, PCI, ELWIS, dll. Masing-
masing software tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan ER
Mapper yaitu kemampuannya menghemat tempat pada hard disk dan setiap hasil
proses dapat langsung dilihat tampilannya pada layar monitor. Selain dua hal
tersebut kelebihan ER Mapper adalah dalam fungsi koreksi geometrik, dimana
terdapat fasilitas image to image rectification yang memudahkan kita dalam
mengambil titik control bumi (GCP).
ER Mapper dapat dijalankan pada work station dengan sistem operasi unix atau PC
dengan sistem operasi windows NT atau window 95 ke atas.

Cara Memulai Ermapper


Dari menu Start , click All Program, click ER Mapper, kemudian click ER
Mapper 6.4 sehingga akan muncul toolbox seperti di bawah:

Title bar
Menu bar

Toolbar Tombol

13
§ Menu bar, tempat pilihan perintah yang akan digunakan pada pengolahan citra,
dalam bentuk memanjang ke bawah, untuk perintah pada menu bar click nama pada
menu bar, kemudian pilih perintah yang akan dijalankan
§ Tool bar, tempat menampilkan pilihan perintah umum secara cepat, dengan
menggunakan icon-icon, untuk menjalankannya hanya click pada tombol perintah
yang diinginkan.
§ Tool tips, untuk mengetahui fungsi dari suatu icon, letakkan pointer di atas icon
yang ingin diketahui, kemudian akan muncul kalimat (tool tips) yang akan
memberitahukan fungsi dari icon tersebut

Cara Menampilkan Citra


- Pada menu bar click File/New (atau icon )

2
- Kemudian click View/Algoritm pada menu utama atau icon
- Click icon pada toolbox algorithm, akan muncul kotak raster dataset, pilih
direktori dimana data disimpan dan pilih file yang akan ditampilkan
- Pilih data yang akan ditampilkan
- Click OK
- Apabila akan mengubah band yang akan ditampilkan click pada toolbox algorithm

Mengubah Warna Tampilan Citra


- Tampilkan citra
- Pada toolbox algorithm click Surface,
- Pada Color Table click , pilih warna (Misal: rainbow2)

14
Mengubah Ukuran Tampilan
- Click icon pada menu utama, drag mouse diatas citra sesuai luas daerah yang
akan diperbesar
- Untuk mengembalikan tampilan citra seluruhnya, dari menu utama click View/Quick
Zoom/Zoom to All Dataset atau click kanan mouse di atas citra kemudian click Quick
Zoom/Zoom to All Dataset

Menampilkan Nilai Pixel


- Click View/Cell Values Profile atau click kanan mouse di atas citra kemudian click Cell
Values Profile
- Click pointer
- Click kiri mouse di atas citra, sehingga akan ditampilkan nilai pixel seperti gambar di
bawah

Menampilkan Posisi Koordinat


- Click View/Cell Coordinate atau click kanan mouse di atas citra kemudian click Cell
Coordinate
- Click pointer
- Click di atas citra sehingga akan ditampilkan posisi koordinat dari pixel, seperti tertera
pada gambar di bawah

15
Menampilkan Histogram
- Click View/Algorithm
- Click Layer pada Toolbox algorithm
- Kemudian click

Cropping Data Citra


Dalam proses pengolahan citra, biasanya tidak keseluruhan scene dari citra kita
gunakan, unruk mendapatkan daerah yang kita inginkan kita dapat memotong/cropping
citra tersebut. Pemotongan citra dapat kita lakukan berdasarkan koordinat, jumlah pixel
atau hasil zooming daerah.
Urutan dalam proses cropping citra adalah:
- Dari menu utama pilih File/ New (atau icon )
- Kemudian click icon atau View/Algoritm pada menu utama
- Click icon pada kotak algorithm, pilih direktori dimana data disimpan dan pilih
file yang akan ditampilkan
- Click OK
- Pilih lokasi yang akan dicrop, dengan menggunakan dengan cara drag mouse di
atas citra atau kita juga bisa melakukan dengan cara click View/ Geoposition
(apabila sudah diketahui posisi latitude-longitude, easting-northing, atau cell x-cell y),
click Extents pada kotak dialog Algorithm Geopisition Extents
- Ketik posisi yang diinginkan pada latitude-longitude, easting-northing, atau cell x-cell y
- Click OK, maka pada tampilan akan diubah sesuai posisi tersebut

16
- Setelah tampilan sesuai dengan posisi yang kita kehendaki, aktifkan mouse pada
toolbox algorithm
- Copy paste pseudolayer pada menu algoruthm, sejumlah band yang ada, dengan
cara click pada menu algoruthm (misalkan disini dibutuhkan 9 band, yaitu untuk
band 1, band 2, band 3, band 4, band 5, band 6_1, band 6_2, band 7, dan band 8)
- Ubah nama pseudolayer tersebut sesuai dengan band yang akan diisikan, dengan
cara double click pada pesudolayer
- Isikan band sesuai dengan urutan layer dengan cara click tanda panah ke bawah
pada pada menu algorithm
- Select semua layer pada menu algorithm tersebut dengan cara click Shift dan mouse
pada layer B1 sampai B8
- Langkah selanjutnya Click File/Save as
- Berikan nama output
- Pilih type filenya ER Mapper Raster Dataset (.ers)
- Click OK
- Pilih tipe output : Multilayer
- Pilih tipe data : Unsigned8BitInteger
- Click OK

Koreksi Geometrik
- Click Process/Geocoding Wizard
- Click Start
- Click
- Input File : Masukkan citra yang akan dikoreksi
- Click Polynomial setup, pilih polynomial order: linear
- Click GCP Setup, checklist geocoded image, vectors or algorithm, lalu Click
masukkan file referensi
- Click kemuduan ubah datum, proyeksi dan system koordinat yang akan
digunakan

- Click OK

17
- Click GCP Edit
Jendela/window Uncorrected Gcp (Overview Roam Geolink) dan Corrected Gcp
(Overview Roam Geolink) dikecilkan dengan mengklik tombol minimize yang ada
pada sudut kanan atas jendela. Kemudian letakkan jendela Uncorrected GCP zoom
dan Corrected GCP zoom berdampingan, serta ubah ukuran jendela supaya
mempermudah dalam mencari objek yang akan dijadikan titik GCP.
- Tampilkan kedua citra (Uncorrected GCP zoom dan Corrected GCP zoom) dengan
kombinasi komposit yang sama (RGB542) (lihat bab selanjutnya menampilkan citra
komposit)
- Kemudian cari GCP, dengan cara click pada citra yang belum terkoreksi (window
Uncorrected GCP zoom), maka akan mengisi kolom pada cell x dan cell y, kemudian
click pada lokasi yang sama pada citra yang telah terkoreksi (window Corrected GCP
zoom), maka akan mengisi kolom raw y dan raw y

- Kemudian click untuk menambah titik GCP


- Apabila akan menghapus salah satu pasangan GCP, select pasangan titik yang akan
dihapus kemudian click
- Cari GCP sebanyak-banyaknya dan menyebar ke semua lokasi, karena hal ini akan
mempengaruhi keakuratan dalam proses koreksi geometrik.
- Apabila telah mendapatkan sejumlah titik yang mewakili kemudian click icon
(Save) pada toolbox geocoding wizard
- Beri nama file gcp (misal: GCP.gcp)
- Click OK
- Click OK

18
- Click rectify pada toolbox Geocoding Wizard, sehingga muncul gambar seperti di
bawah:

- Click pada geocoding wizard


- Kemudian masukkan nama file output hasil koreksi geometrik
- Click OK
- Ubah cell size x = 30 meter
- Ubah cell size y = 30 meter (sesuai dengan resolusi spasial citra yang kita olah,
apabila Landsat = 30 meter)
- Kemudian click

Penajaman Kontras (Contrast Enhancement)


- Click untuk mengkontraskan citra dengan menghilangkan 1% informasi
- Pengkontrasan secara manual dapat dilakukan dengan cara click sehingga
akan keluar tampilan sebagai berikut:
- Kesembilan icon tersebut adalah berbagai
strect yang dapat digunakan, click salah
satu icon strecth
- Pengkontrasan juga bisa dilakukan dengan
cara mengubah garis transformasi yang
terletak di dalam kotak
- Grafik yang gelap adalah histogram
sebelum distrecth, sedangkan grafik yang
transparan adalah histogram citra setelah
distrecth

19
Filtering Data Citra
- Click icon pada toolbox algorithm

- Click icon , pilih filter yang dikehendaki


- Click OK, maka secara otomatis citra yang kita tampilkan telah terfilter
- Filter ini dapat juga dilakukan secara manual yaitu dengan mengisi jumlah row dan
kolom, masukkan nilai-nilai pada kernel, secara otomatis citra akan terfilter
- Apabila ingin menyimpan hasil filter yang telah kita buat click ,
lalu click Save as

Tampilan Komposit
- Pada menu bar click File/New (atau icon )
- Kemudian click View/Algoritm pada menu utama atau icon , sehingga akan
muncul toolbox algorithm
- Click icon (Load Dataset) pada toolbox algorithm, akan muncul kotak raster
dataset, pilih direktori dimana data disimpan dan pilih file yang akan ditampilkan
- Pilih data yang akan ditampilkan

20
- Click OK
- Kemudian Click sebanyak 3 layer
- Ubah kombinasi band, masukkan band 4 pada Red Layer, band 5 pada Green Layer
dan band 3 pada Blue Layer dengan cara click
- Kemudian Click

Klasifikasi Unsupervised
- Dari menu Process/Classification/Isoclass Unsupervised Classification
- Sehingga akan muncul toolbox sebagai berikut:

- Click pada input dataset, pilih file yang akan diklasifikasi


- Click pada output dataset, beri nama file hasil klasifikasi
- Click OK
- Masukkan nilai maksimum iterasinya (misal:20)
- Masukkan maksimum jumlah kelasnya (misalnya 40)
- Masukkan maksimum standart deviasi (misal:2)
- Masukkan Min. distance between class mean (misal:1)
- Click OK
- Click Edit/Edit Class/Region Color and Name…
- Dari klasifikasi akan kita dapatkan jumlah kelas sebanyak 40 atau kurang, kemudian
40 kelas tersebut akan kita jadikan kecil yang lebih kecil lagi(misal menjadi 6 kelas)
- Click pada toolbox Edit Class/Region Details
- Pada toolbox Edit Class/Region Details click Auto-gen color
- Click pada Red band, pilih B4, OK
- Click pada Green band, pilih B5, OK
- Click pada Blue band, pilih B3, OK
- Click Auto-gen

21
- Save
- Click pada toolbox algorithm, maka warna citra hasil klasifikasi unsupervised
akan diubah seperti pada Click Edit/Edit Class/Region Color and Name…
- Langkah selanjutnya kita harus melakukan labelling, caranya yaitu: ganti nama
sesuai dengan obyeknya pada kotak Name, pada toolbox Edit Class/Region Details
sampai ke 40 kelas terlabeli semua
- Click save pada toolbox Edit Class/Region Details
- Kemudian kita harus mengedit ke-40 kelas tersebut menjadi hanya 6 kelas, dengan
menggunakan Edit Formula (icon ), yang ada pada toolbox algorithm
- Click Apply change
- Click Pada menu utama, File/Save as
- Berikan nama output
- Pilih type filenya ER Mapper Raster Dataset (.ers)
- Click OK
- Pilih tipe output : Multilayer
- Pilih tipe data : Unsigned8BitInteger
- OK

Klasifikasi Supervised
- Tampilkan citra komposit 453 (RGB) (cara seperti pada
materi sebelumnya)
- Click Edit/Edit Create Region
- Click Mode Raster region pada toolbox New Map Composition
- Click OK, akan muncul tools
- Click
- Buat poligon, dengan cara click kiri diakhiri dg click kanan
- Click

22
- Beri nama atribut sesuai dengan obyeknya
- Click Apply
- Buat Traning Area dari beberapa kelas (Tabel 1)
- Click Save , pilih save as dalam Raster region
- Save to file: masukkan nama citra yang didigitasi
- Click OK
- Click OK
- Click Close
- Click Process/Calculate Statistic
- Dataset: masukkan citra yang telah ditraining area
- Click OK
- Click OK
- Click Close
- Click Process, Classification, Supervised classification

- Input dataset: masukkan citra yang telah ditraining area


- Output dataset: masukkan nama hasil klasifikasi
- Pilih Classification Tipe Maximum likelihood standar
- OK
- Click Edit/Edit Class/Region Color and Name…
- Dataset: masukkan nama file hasil klasifikasi
- Click OK
- Click Set color, pilih warna, OK (semua kelas lakukan yang sama)
- Save
- Yes

Menampilkan Citra Hasil Klasifikasi


- Pada menu bar click File/New (atau icon )
- Kemudian click View/Algoritm pada menu utama atau icon , sehingga akan
muncul kotak dialog sebagai berikut:

23
- Click kanan pada pseudolayer ubah menjadi class display
- Click icon pada toolbox algorithm, akan muncul kotak raster dataset, pilih
direktori dimana data disimpan dan pilih file yang akan ditampilkan
- Click OK

Menghitung Luasan Hasil Klasifikasi


- Click View/Statistic/Area Summary Report
- Input Dataset: masukkan citra hasil klasifikasi
- Click OK

Tabel 4. Kriteria (Deskripsi) Kelas Tutupan Lahan


Kelas Simbol Kode Gambar
Hutan lahan kering primer / Primary Dry Land Forest Hp 2001

Hutan lahan kering sekunder / Secondary Dry Land Hs 2002


Forest

Hutan mangrove primer / Primary Mangrove Forest Hmp 2004

Semak/belukar / Shrubland B 2007

Perkebunan / Crop Plantation Pk 2010

Sawah / Rice land Sw 20093

Tambak / Fish Pond Tm 20094


Tanah terbuka / Bare land T 2014

24
Lahan Terbangun / Built-up Area / Housing Pm 2012

Tubuh air / Water Body A 5001

Rawa / Swamp Rw 50011

Awan / Cloud Aw 2500

Sumber: Baplan Dep Hut, 2001

BIODATA INSTRUKTUR
Nama : Risti E. Arhatin
Email : ristyend@yahoo.com
No telp : 08129697142
Instansi : Institut Pertanian Bogor

25

Вам также может понравиться