Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
1. PICUNGAN
Picungan adalah suatu produk unik yang hanya dapat ditemukan di Provinsi
Banten. Pada dasarnya, picungan adalah produk fermentasi ikan tradisional yang diolah
dengan menggunakan biji picung (Pangium edule) yang dapat memberikan flavor
spesifik terhadap produk. Tujuan utama dari pengolahan menggunakan biji picung ini
adalah untuk pengawetan dalam rangka menciptakan pasar produk yang lebih luas,
pemasaran tidak terbatas hanya pada daerah tempat produk tersebut dibuat, tetapi juga
menjangkau daerah pelosok yang jauh dari pantai.
Bahan Mentah
Semua jenis ikan, baik yang berukuran kecil maupun yang besar dapat
digunakan sebagai bahan mentah pada pengolahan picungan. Sebagian besar bahan
mentah yang digunakan adalah ikan laut, terutama ikan layang, ikan kembung, teri, layur,
tiga wajah, pari dan cucut. Ikan harus dalam keadaan segar untuk menghindarkan
terbentuknya flavor yang tidak dikehendaki pada produk. Pengolah menginformasikan
bahwa mutu picungan yang diolah dari ikan yang telah di-es tidak sebaik mutu produk
yang diolah dari ikan yang tidak di-es.
Biji picung yang digunakan sebaiknya yang masih mentah. Biji picung
mengandung asam sianida yang berasal dari aktivitas ginokardase yang menstimulasi
pelepasan sianida dari senyawa giniokardin glukosida. Peran dari biji picung pada
pengolahan picungan masih belum diketahui secara pasti, tetapi diduga berperan sebagai
sumber kabohidrat untuk fermentasi bakteri asam laktat, yang diindikasikan dengan
cukup rendahnya nilai pH produk ikan picungan, yaitu 5,26 (Tabel 14). Disamping itu,
biji picung diduga memiliki efek disinfeksi terhadap bakteri pembusuk (Emmawati,
1998).
Teknologi Pengolahan
Biji picung harus dibebaskan dari asam sianida sebelum digunakan. Dua cara
yang dapat diterapkan untuk membebaskan asam sianida dari biji picung. Cara pertama,
picung dikupas kulitnya dan kemudian dibelah menjadi dua, setelah itu direndam dalam
http://www.bbrp2b.dkp.go.id 53
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
air mengalir atau pada sungai selama dua hari. Cara kedua dilakukan dengan menjemur
picung yang telah dikupas dan dibelah dua selama dua hari. Sebelum digunakan, picung
yang telah bebas dari sianida dicacah atau diparut.
Pembuangan
insang dan isi Pemfiletan Pemotongan
perut
Campuran picung
dan garam
dimasukkan dalam Pencampuran Pencampuran
insang dan rongga dengan picung dengan picung
perut dan garam dan garam
Fermentasi (2 – 7 hari)
PICUNGAN
Produk ikan picungan yang setelah diproses langsung dijual dan dikonsumsi
proses fermentasi belum sempat terjadi. Fermentasi terjadi bila produk tersebut tidak
segera dipasarkan atau dijual. Selama proses fermentasi, keranjang ditutup yang rapat
untuk menghindarkan dari lalat, karena lalat kemungkinan dapat menyebabkan proses
fermentasi gagal. Aroma dan rasa spesifik picungan berkembang selama fermentasi.
Picungan dapat mengawetkan ikan sampai dua minggu tergantung kepada jenis ikan yang
digunakan. Bagi pengolah, lama fermentasi tidak menjadi masalah, karena proses
fermentasi akan dihentikan begitu ikan terjual. Berdasarkan pengalaman pengolah dan
konsumen, lama fermentasi yang optimum adalah 3 – 7 hari. Selama waktu tersebut,
tekstur ikan masih dalam keadaan kenyal.
Hasil pengamatan Irianto et al. (2003) pada pembuatan ikan picungan dari ikan
pari , ikan kembung dan ikan layur menunjukkan bahwa total jumlah koloni bakteri asam
laktat cenderung meningkat selama fermentasi sembilan hari. Hasil ini mengindikasikan
bahwa lingkungan produk picungan sesuai untuk pertumbuhan bakteri asam laktat.
Karakteristik kimia dan nilai gizi dari picungan sangat dipengaruhi oleh bahan
mentah, jumlah picungan yang ditambahkan dan lama fermentasi. Oleh karena itu,
karakteristik produk akhir sangat spesifik menurut jenis ikan yang digunakan sebagai
bahan mentah dan kondisi pengolahan. Sebagai contoh, Tabel 14 memperlihatkan
komposisi proksimat picungan yang dibuat dari ikan bentong yang difermentasi selama 6
hari.
Tabel 14. Karakteristik kimia dan nilai gizi picungan dari ikan bentong yang difermentasi
selama 6 hari
Parameter Analisis
Kadar air (%) 66,35
Kadar protein (%) 21,69
Kadar lemak (%) 3,08
Kadar abu (%) 6,17
Kadar asam laktat (%) 0,36
pH 5,26
2. BEKASAM
Bekasam adalah produk ikan fermentasi tradisional yang pada awalnya diolah
oleh penduduk bermukim di Muara Sungai Bengawan Solo dan Surabaya, tetapi
kemudian menyebar ke Jawa Tengah, Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah. Produk
tersebut di Kalimantan Tengah disebut dengan wadi (Moeljanto, 1992).
Pada dasarnya, semua ikan air tawar dapat diolah menjadi bekasam, tetapi setiap
daerah mempunyai pertimbangan tersendiri di dalam memilihi jenis ikan air tawar yang
digunakan sebagai bahan mentah. Ikan yang telah umum digunakan untuk pengolahan
bekasam adalah ikan lele, ikan mas, bader, nila, mujahir (Afrianto dan Liviawaty, 1989).
http://www.bbrp2b.dkp.go.id 56
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
Ikan air Tawar
Penirisan
Penambahan Nasi
Pengemasan
Fermentasi
BEKASAM
http://www.bbrp2b.dkp.go.id 57
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
sebaiknya tidak lebih dari 20% dari berat ikan, kalau lebih akan dihasilkan bekasam yang
sangat asin. Secara tradisional, proses fermentasi dilakukan dalam kuali.
Mutu bekasam dapat diperbaiki dengan menambahkan kultur starter bakteri asam
laktat. Murtini et al. (1997) menggunakan bagian cairan dari asinan sawi dan kubis
sebagai sumber bakteri asam laktat pada pembuatan bekasam ikan gurami. Penggunaan
kedua jenis cairan asinan sebagai sumber bakteri asam laktat secara nyata mempengaruhi
jumlah bakteri asam laktat dan total koloni bakteri anaerob awal, dimana cairan tersebut
menyebabkan jumlah koloni kedua jenis bakteri lebih tinggi. Kadar asam laktat bekasam
meningkat tajam pada fermentasi minggu kedua dan kemudian cenderung menurun.
Nilai pH bekasam cenderung konstan sampai fermentasi minggu keempat dan fermentasi
lebih lanjut menghasilkan peningkatan nilai pH produk yang mungkin disebabkan oleh
penurunan kecepatan pembentukan asam laktat dan meningkatnya kecepatan senyawa
bersifat basa. Penambahan asinan sawi menghasilkan produk yang secara organoleptik
lebih baik, khususnya dalam hal warna. Selama penyimpanan delapan minggu, bekasam
yang diolah dengan menggunakan metoda ini masih tetap disukai sampai akhir
penyimpanan.
Dari uraian di atas diketahui bahwa proses fermentasi pada produk bekasam
terjadi pada ikan dan sumber karbohidrat yang meibatkan bakteri (terutama bakteri asam
laktat), kapang dan khamir. Peranan kapang dan khamir dapat dilihat pada penggunaan
tapai ketan sebagai sumber karbohidrat. Tapai di dalam pengolahannya melalui proses
fermentasi dengan menggunakan ragi. Mikroorganisma yang terdapat pada ragi tapai
adalah Amylomyces rouxii, Rhizopus oryzae, Endomycopsis burtonii, Mucor sp., Candida
utilis, Saccharomycopsis fibuligera, Saccharomyces cerevisiae dan beberapa bakteri
seperti Pediococcus sp., dan Bacillus sp. (Gandjar, 2003).
http://www.bbrp2b.dkp.go.id 58
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
2.3. Mikrobiologi Bekasam
Isolasi bakteri dari produk bekasam ikan lampan, bekasam ikan saluang, bekasam
ikan sepat, dan bekasam ikan betino yang dibeli di Palembang dan dibuat di laboratorium
diperoleh 27 isolat bakteri asam laktat (Sugiyono et al., 1999). Identifikasi lebih lanjut
terhadap isolat tersebut diperoleh bahwa bakteri asam laktat yang terdapat pada bekasam
yang dibeli dari pengolahan adalah Lactobacillus coryneformis dan Lactobacillus spp.
Sedangkan bakteri asam laktat yang diidentifikasi dari bekasam yang dibuat di
labpratorium adalah Lactobacillus spp., Pediococcus sp., Lactobacillus coryneformis dan
Pediococcus damnosus.
Indiati et al (1999) melakukan isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat dari ikan
pede, yaitu bekasam yang diolah dengan menggunakan beras sangrai sebagai sumber
karbohidrat. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa bakteri asam laktat yang dominan
pada produk ikan pede adalah Lactobacillus coryneformis.
Kandungan asam laktat bekasam meningkat setelah melalui proses fermentasi dan
kecepatan peningkatannya secara nyata dipengaruhi oleh sumber karbohidrat yang
digunakan. Kandungan asam laktat bekasam hasil penelitian Murtini et al. (1991) adalah
0,60 – 5,33%.
Komposisi proksimat bekasam yang dibuat dari ikan mas dapat dilihat pada Tabel
15. Kadar garam dan nilai pH bekasam masing-masing adalah 14,95-17,20% dan 4,57-
4,89.
Tabel 15. Karakteristik Kimia dan Nilai Gizi Bekasam dari Ikan Mas
Parameter
Kadar Air (%) 58,40 – 66,95
Kadar Abu (%) 6,11 – 8,67
Kadar Protein (%) 4,80 – 6,91
Kadar Lemak (%) 5,00 – 5,72
Kadar Garam (%) 14,95 – 17,20
PH 4,57 – 4,89
Kadar Asam Laktat (%) 0,60 – 5,33
Sumber: Murtini et al. (1991)
3. CINCALOK
Cincalok adalah produk fermentasi ikan tradisional yang telah dikenal dari
generasi ke generasi oleh masyarakat Melayu di Provinsi Riau, khususnya Bengkalis.
http://www.bbrp2b.dkp.go.id 59
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
Cincalok juga ditemukan di Penang, Malaysia dan masyarakat di sana menyebutnya
dengan nama yang sama. Produk tersebut di Pontianak disebut dengan mencalok. Di
Bangka terdapat produk yang mirip dengan cincalok disebut dengan rusip yang terbuat
dari ikan ukuran kecil. Produk ini biasanya diproduksi oleh industri skala kecil atau
industri rumah tangga.
Pada umumnya bahan mentah yang digunakan untuk pembuatan cincalok adalah
udang kecil yang biasanya disebut oleh masyarakat setempat udang pepai atau udang
rebon (Schizopodes dan Mytis sp.). Bahan mentah harus dalam keadaan segar.
Udang Rebon
CINCALOK
Tidak ada metoda pengolahan yang baku untuk cincalok. Pada metoda yang
diterapkan oleh pengolah di Bengkalis, udang segar ditambah dengan nasi dan garam
yang dicampur secara merata dalam wadah plastik. Untuk satu kilogram udang ditambah
nasi sebanyak 200-300g, sedangkan garam sebanyak 300g. Selanjutnya wadah tersebut
http://www.bbrp2b.dkp.go.id 60
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
ditutup untuk menghindarkan kontak dengan udara dan diinkubasi selama 4 hari sampai
cairan dilepaskan. Setelah itu campuran tersebut dimasukkan ke dalam botol dan ditutup
rapat. Selanjutnya produk telah siap untuk dipasarkan.
Cara pengolahan cincalok yang lain adalah dengan mencampur udang ukuran
kecil dengan tepung tapioka, garam dan gula, dengan perbandingan 20:1:1:1. Pada cara
ini udang dibuang kulitnya dan kemudian dicuci. Tepung tapioka dilarutkan dalam air,
digelatinisasi dan kemudian dibiarkan sampai dingin. Udang dicampur sampai merata
dengan garam, gula dan tepung tapioka yang telah digelatinisasi. Campuran tersebut
kemudian dimasukkan dalam botol dan ditutup rapat. Akhirnya campuran difermentasi
pada suhu kamar selama 1-2 minggu (Irianto dan Irianto, 1998).
Isolasi bakteri asam laktat yang dilakukan terhadap cincalok yang dibeli dari
pengolah di Bengkalis, Riau didapat tiga isolat. Setelah dilakukan identifikasi diperoleh
informasi bahwa bakteri asam laktat yang beperan di dalam fermentasi produk cincalok
adalah Lactobacillus coryneformis, Pediococcus damnosus dan Pediococcus sp.
(Sugiyono et al., 1999)
Hasil analisis kimia cincalok yang diolah dengan menggunakan metoda yang
menambahkan nasi dan garam seperti pada alur proses Gambar 9. dapat dilihat pada
Tabel 16. Nilai pH cincalok relatif rendah, yaitu 4,82. Sedangkan kandungan garam dan
kadar asamnya cukup tinggi, yaitu masing-masing 10,11% dan 2,34%.
http://www.bbrp2b.dkp.go.id 61
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
4. NANIURA
Naniura adalah produk tradisional ikan fermentasi yang berasal dari daerah
Batak Toba, Sumatera Utara. Naniura dapat digolongkan sebagai produk pangan
semibasah dengan nilai aW 0,8 (Silalahi, 1994).
Bahan mentah yang biasa digunakan untuk pengolahan naniura adalah ikan mas
(Cyprinus carpio). Masyarakat Batak Toba secara tradisional mengawetkan ikan secara
fermentasi dengan mengolahnya menjadi naniura. Silalahi (1994) menggunakan ikan
gabus (Chana striatus) sebagai bahan mentah pada pembuatan naniura dan dapat
menghasilkan produk yang secara organoleptik dapat diterima oleh konsumen.
Pada pengolahan naniura, ikan pertama-tama disiangi dengan membuang isi perut
dan insang. Selanjutnya ikan dicuci dengan air bersih untuk membuang darah. Ikan yang
telah bersih direndam dalam air jeruk nipis dan kemudian dilumuri dengan tumbukan
beras. Cara lain adalah ikan yang telah dibersihkan diberi tumbukan beras dan direndam
dalam asam asetat selama tiga jam. Setelah itu ikan dikemas dan siap untuk dipasarkan
(Gambar 9).
Ikan Mas
Dikemas
Naniura
Bumbu yang digunakan pada pengolahan naniura adalah kunyit, jahe, kencur,
kemiri, bawang putih, bawang merah, ekstrak jeruk nipis dan laos (Napitupulu 1989
dalam Silalahi, 1994).
5. PUDU
Pudu adalah produk ikan fermentasi yang diolah dengan menggunakan bahan
mentah ikan air tawar dan berasal dari daerah kepulauan Riau. Produk ini memiliki
kandungan protein, lemak dan serat rendah, tetapi kandungan karbohidratnya tinggi
(Maamoen et al., 2003).
Ikan mujair (Tilapia sp.) dengan ukuran 100-150 gram/ekor adalah ikan air
tawar yang sering digunakan sebagai bahan mentah pada pengolahan pudu. Sedangkan
bahan lain yang biasa ditambahkan adalah air, nasi dan asam kandis (Carcinia parvifoli).
Cara pengolahan pudu menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Maamoen
(2003) dapat dilihat pada Gambar 11. Di dalam pengolahannya, ikan mujair yang telah
dicuci ditambah dengan 20% garam dan 5% nasi, serta asam kandis dan air secukupnya
sampai merata. Setelah itu dimasukkan ke dalam botol dan ditutup rapat. Selanjutnya
difermentasi pada suhu kamar selama dua hari dan produk yang dihasil dari proses ini
siap untuk dijual ke konsumen.
http://www.bbrp2b.dkp.go.id 63
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
Ikan Mujair
PUDU
Tabel 17. Kadar Air, Protein dan Lemak Pudu Ikan Mujair
Parameter Pudu dari Pasar Pudu Produksi Laboratorium
Kadar air (%) 59 58
Kadar protein (%) 15.7 13.5
Kadar lemak (%) 1`.2 1.1
Sumber: Maamoen et al. (2003)
http://www.bbrp2b.dkp.go.id 64
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
PENUTUP
Dari uraian di atas diketahui bahwa produk ikan fermentasi tradisional memiliki
kekhasan dalam teknologi pengolahan, bahan mentah yang digunakan, dan flavor yang
dimiliki. Karena kebanyakan produk tersebut hanya dapat diperoleh pada suatu daerah
tertentu, maka produk ikan fermentasi tradisional dapat dipakai sebagai identitas suatu
daerah, terutama bila produk dengan mutu terbaik dihasilkan oleh daerah tersebut,
sebagai contoh kota terasi Puger di Jember, Jawa Timur.
Dari gambaran cara pengolahan yang diterapkan diketahui bahwa pproduk ikan
fermentasi sebagai produk tradisional memiliki citra baran yang kurang baik, yaitu diolah
dengan tingkat sanitasi dan higiene yang rendah, menggunakan bahan mentah dengan
tingkat mutu atau kesegaran yang rendah, keamanan pangannya tidak terjamin, dan
teknologi yang digunakan secara turun temurun. Pengembangan produk olahan ikan
fefementasi tradisional dapat diarahkan untuk membuat produk olahan tersebut lebih
dikenal luas, tidak hanya bersifat kedaerahan, tetapi dikenal di tingkat nasional atau
mungkin juga di tingkat internasional. Secara keilmuan, beberapa produk – produk ikan
fermentasi telah dikenal secara Internasional, karena telah menarik para peneliti manca
negara untuk ikut mempelajari hal – hal yang terkait dengan proses fermentasi dan flavor
khas yang dimiliki.
http://www.bbrp2b.dkp.go.id 65
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
Pengembangan produk ikan fermentasi tradisional juga dapat dikaitkan dengan
kegiatan wisata. Bagi sebagian kalangan, terutama turis mancanegara, melihat dan
mengamati proses pengolahan produk yang berkonotasi tradisional merupakan suatu
petualangan yang menarik dan mengundang rasa ingin tahu. Sehingga pengembangan
produk ikan fermentasi tradisional yang mengarah dengan menjadikannya sebagai obyek
dalam paket wisata merupakan hal menarik yang dapat dilakukan.
Produk ikan fermentasi tradisional sebagai warisan budaya nenek moyang perlu
dilakukan upaya – upaya untuk melindungi kepemilikannya oleh bangsa Indonesia untuk
menghindarkan klaim atau bahkan dipatenkan oleh bangsa lain.
http://www.bbrp2b.dkp.go.id 66
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
DAFTAR PUSTAKA
Adams, M.R., Cooke, R.D. dan Rattagol, P. 1985. Fermented fish products of South East
Asia. Trop.Sc. 25: 61 - 73
Alm, F. 1965. Scandinavian anchovies and herring tidbits. Di dalam Fish as food vol. III
(Borgstrom, G. ed.). Academic Press. New York. p. 195 - 217
Anggawati, A.M., Indriati, N., Sudrajat,Y., Assastyasih, M and Madden, J.L. 1986.
Seasonal abundance of flies and bacteria at two fish landing sites in Jakarta.
ACIAR Project 8304 Coordination Meeting. Jakarta.
Anonimous. 1979. Penelitian mutu terasi di daerah Sulawesi Selatan. Balai Penelitian
Kimia - Departemen Perindustrian. Ujung Pandang .
Anonimous. 1983. The use of crude papain in the hydrolysis of lemuru fish (Sardinella
sp.) for fish sauce preparation. di dalam Annual report 1983. Asean working
group on the management and utilization of food waste materials. Asean
Committee on Science and Technology hal. 119-122
Anonimous. 1985a. Isolation and identification of proteolytic microbe found through the
course of lemuru fish (Sardinella sp) fermentation. di dalam Annual Report
1985. Asean working group on the management and utilization of food waste
materials. Asean Committee on Science and Technology hal. 124-138
Assastyasih, M. and Madden, J.L. 1986. Effect of plant extract on the acceptability of fish
to flies. ACIAR Project 8304 Coordination Meeting. Jakarta.
Basmal, J. 1993. Pembuatan kecap ikan. di dalam Kumpulan hasil hasil penelitian
pascapanen perikanan (Eds. Suparno, Nasran, S. and Setiabudi, E.). Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta. hal.140-141
Beddows, C.G., Ismail, M. dan Steinkraus, K.H. 1976. The use of bromelin in the
hydrolysis of mackerel and the investigation of fermented fish aroma.
J.Fd.Technol. 11: 379 - 388
Beddows, C.G., Aldeshir, A.G. dan Daud, W.J. 1979. Biochemical changes occurring
during the manufacture of budu. J.Scie.Food.Agric. 30: 1097 - 1103
http://www.bbrp2b.dkp.go.id 67
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
Beddows, C.G., Aldeshir, A.G. dan Daud, W.J. 1980. Development and origin of the
volatile fatty acids in budu. J.Scie.Food.Agric. 31: 86 - 92
Beddows, C.G. 1985. Fermented fish and fish products. di dalam Microbiology of
fermented foods vol. 2. (Ed. Wood, B.J.B.). Elsevier Applied Science. London.
hal. 1-39.
Blood, R.M. 1975. Lactic acid bacteria in marinated herring. Di dalam Lactic acid
bacteria in beverage and foods (Carr, J.G., Cutting, C.V. dan Whiting, G.C.
eds.). Academic Press Inc. London. p. 195-229
Budhyatni, S., Murtini, J.T. and Peranginangin, R. 1982. Studi mikroflora pada terasi
bubuk ekspor. Laporan Penelitian Teknologi Perikanan 16: 25-33
Burgess, G.H.O., Cutting, C.L., Lovern, J.A. dan Waterman, J. 1965. Fish handling and
processing. Her Majesy’s Stationary Office. Edinburgh
Burkholder, L., Burkholder, P.R., Chu, A., Kostyk, N. and Roels, O.A. 1968.
Fermentation. Food Tech. 22: 1278-1284.
Chasanah, E. 1991. Fermented product from mackerel Scomber scombrus. Master Thesis.
University of Rhode Island.
Chasanah, E., Hutuely, L. and Hanafiah, T.A.R. 1994. Produk fermentasi ikan dari
Maluku: Perubahan selama fermentasi dan kandungan nutrisi bekasang dari
jeroan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis). Jurnal Pasca Panen Perikanan
Vol. IV (3): 8-14.
Chayovan, S., Rao, R.M., Liuzzo, J.A. dan Khan, M.A. 1983. Chemical characterization
and sensory evaluation of a dietary sodium-potassium fish sauce.
J.Agric.Food.Chem. 31: 859 - 863
Ching, L.H., Mauguin, T.I.S. dan Mescle, J.F. 1992. Application of lactic acid
fermentation. Di dalam Fish processing technology (Hall, G.M. ed.). Blackie
Academic & Professional. New York. 193-211
http://www.bbrp2b.dkp.go.id 68
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
Christensen, C.M. dan Kaufmann, J.A. 1974. Micro-flora. Di dalam Storage of cereal
grains and their products (Christensen, C.M. ed.). Monograph Series
A.Assoc.Cereal Chem. p. 158-192
Crysan, E.V. dan Sand, A. 1975. Microflora of four fermented fish sauces. Applied
Micro. 39(1): 106 - 108
Directorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2007. Kebijakan dan program prioritas tahun
2008. DitJen Perikanan Tangkap. Jakarta.
Dussault, H.P. 1958. The salt tolerance of bacteria from lightly salted fish. Di dalam The
microbiology of fish and meat curing brines (Eddy, B.P. ed.). Her Majesty’s
Stationary Office. London. p. 61 - 67
Efendi, Y. 1992. Isolasi dan identifikasi bakteri pada ikan tukai. Tesis Master. Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Efendi, Y. 1995. Studi pendahuluan tentang pengolahan ikan tukai. Di dalam Prosiding
Simposium Perikanan Indonesia I. Jakarta, 25-27 Agustus, 1993. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta. hal. 152-163.
Erwan, M. 1992. Pengaruh konsentrasi gula dan garam terhadap mutu jambal roti. Skripsi
Sarjana. Bogor
Essuman, K.M. 1992. Fermented fish in Africa (FAO Fisheries Technical Paper 329).
FAO of the United Nation. Roma
Ganjar, I. 2003. Tapai from cassava and cereals. Makalah dipresentasikan pada The First
International Symposium and Workshop on Insight into the World of Indigenous
Fermented Foods for Technology Development and Food Safety. Kasetsart
University, 13 – 17 Agustus, 2003
Hanafiah, T.A.R. 1987. Factors affecting quality of pedah siam. Tesis Master. University
of Washington. Seattle
Haymon, L.W. dan Acton, J.C. 1978. Flavors from lipids by microbiological action. Di
dalam Lipids as a source of flavor (Supran, M.K. ed.). American Chemical
Society. Washington. p. 94 - 115
ICMSF. 1980. Microbial ecology of foods vol. II. Academic Press. New York
Idiyanti, T. and Arbianto, P. 1986. Identifikasi bakteri halofilik pengurai protein pada
fermentasi ikan sisa/kecap ikan. Buletin Limbah Pangan vol. II (3): 149-159
Indriati, N., Irianto, H.E., Amini, S., Sugiyono, Rahayu, U., Sabarudin dan Suarga, E.J.
1999. Isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat dari produk pede tapa (Laporan
Teknis). Bagian Proyek Penelitian dan Pengembangan Perikanan Slipi. Balai
Penelitian Perikanan Laut. Jakarta
Irawadi, T.T. 1979. Pengaruh garam dan glukosa pada fermentasi asam laktat dari ikan
kembung (Scomber negletus). Tesis Master. Institut Pertanian Bogor.
Irianto, H.E. 1990. Studies on the processing of pedah, a traditional Indonesian fermented
fish product. Jurnal Penelitian Pascapanen Perikanan 81: 18-29.
Irianto, H.E. 1999. Picungan, produk tradisional ikan fermentasi dari daerah Banten.
Warta Penelitian Perikanan Indonesia V (1) 20-25.
Irianto, H.E. and Irianto, G. 1998. Traditional fermented fish products in Indonesia. paper
presented in APFIC Working Party on Fish Technology and Marketing, Beijing
Irianto, H.E., Indriati, N., Amini, S. dan Sugiyono. 2003. Study on the processing of
picungan, a traditional fermented fish product from Banten. Di dalam
Proceeding of the JSPS – DGHE International workshop on processing
technology of fisheries products. Semarang, 25 – 26 August 2003 (Ibrahin, R. et
al. eds.). pp. 139 – 144.
Jay, J.M. 1986. Modern food microbiology. Van Nostrand Reinhold Company. New
York
Kamil, N., Hardjo, S. and Muchtadi, D. 1976. Pengaruh penggaraman pada pembuatan
ikan peda. Buletin Penelitian Teknologi Hasil Pertanian 16: 9-18 .
Lee, K.H. 1968. Digestion of fish protein. Susan Taehak You’gu Pogo 8 (1): 51 - 57
Lindgren, S dan Pleje, M. 1983. Silage fermentation of fish or fish waste products with
lactic acid bacteria. J.Sci.Food.Agric. 34: 1057 - 1067
http://www.bbrp2b.dkp.go.id 70
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
Liston, J dan Matches, J.R. 1976. Fish, crustaceans and precooked seafoods. Di dalam
Compedium of methods for the microbiological examination of foods. (Speck,
M.L. eds). American Public Health Association. Washington. p.507 - 521
Lopetcharat, K., Choi, Y.J., Park, J.W. dan Daeschel, M.A. 2001. Fish sauce products
and manufacturing: a review. Food Reviews International 17 (1): 65-88
Maamoen, A., Dahlia dan Lukman, S. 2003. Cencaluk, Pudu some of traditional food
from Riau. Di dalam Proceeding of the JSPS-DGHE International Workshop on
Processing Technology of Fisheries Products “Quality Improvement of
Traditional Fisheries Products in Asian Region” Semarang 25-26 Agustus 2003.
hal. 202 - 206
Mackie, I.M., Hardy, R. and Hobbs, G. 1971. Fermented fish products. FAO Fisheries
Report No. 100. FAO United Nations. Rome.
Magnusson, H. dan Traustadottir, K. 1982. The microbial flora of vacuum packed herring
fillets. J.Food.Technol. 17: 695 – 702
McIver, R.C., Brooks, R.I. dan Reineccius, G.A. 1982. Flavor of fermented fish sauce.
J.Agric.Food.Chem. 30: 1017 - 1020
Menajang, J.I. 1988. Aspek mikrobiologi dalam pembuatan peda ikan kembung
perempuan (Rastrelliger brachysoma). Skripsi Sarjana. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Moeljanto. 1992. Pengawetan dan pengolahan hasil perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Moeljohardjo, D.S. 1972. On the volatile compounds of cooked trassi, a cured shrimp
paste condiment of the Far East. Center for Agricultural Publishing and
Documentation. Wageningen.
Mulyokusumo, E.S. 1974. Kecap kedelai, bungkil kacang, ikan. Terate. Bandung .
Murdinah, Wibowo, S. and Rahayu, S. 1983. Beberapa perubahan hasil olahan tradisional
selama penyimpanan pada suhu dingin. Laporan Penelitian Teknologi
Perikanan 22: 11-21 .
Murdinah. 1993. Kecap lambung ikan kakap. di dalam Kumpulan hasil hasil penelitian
pascapanen perikanan (Eds. Suparno, Nasran, S. and Setiabudi, E.). Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta. hal.149-151 .
http://www.bbrp2b.dkp.go.id 71
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
Murtini, J.T., Ariyani, F., Anggawati, A.M. and Nasran, S. 1991. Pengolahan bekasam
ikan mas (Cyprinus carpio). Jurnal Penelitian Pascapanen Perikanan 71: 11-23
.
Murtini, J.T. 1992. Bekasam ikan mas. di dalam Kumpulan hasil hasil penelitian
pascapanen perikanan (Eds. Suparno, Nasran, S. and Setiabudi, E.). Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta. hal.135-139 .
Murtini, J.T., Yuliana, E., Nurjanah and Nasran, S. 1997. Pengaruh penambahan starter
bakteri asam laktat pada pembuatan bekasam ikan sepat (Trichogaster
trichopterus) terhadap mutu dan daya awetnya. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia III (2): 71-82 .
Murtini, J.T. 1995. Sumbangan protein dari produk fermentasi ikan untuk meningkatkan
gizi masyarakat. Di dalam Prosiding Widyakarya Nasional Khasiat Makanan
Traditional. Kantor Menteri Urusan Pangan Republik Indonesia. Jakarta.
hal.384-391
Nickerson, J.T. dan Sinskey, A.J. 1972. Microbiology of foods and food processing.
American Elsevier Publishing Co. New York
Nuraniekmah, S.R. 1996. Pengaruh suhu perendaman terhadap aktivitas enzim proteolitik
dan perkembangan bakteri pada pembuatan jambal roti dari ikan manyung
(Arius thalassius). Skripsi Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor .
Nur, M.A. and Sjachri, M. 1979. Pengaruh beberapa perlakuan terhadap sifat fisik dan
kimia dari produk akhir pada pengolahan ikan peda cara laboratoris. Di dalam
Laporan Lokakarya Teknologi Pengolahan Ikan Secara Tradisional. Lembaga
Penelitian Teknologi Perikanan. Jakarta. hal.91-94
Orejana, F.M. 1983. Fermented fish products. Di dalam Handbook of tropical foods
(Chan, H.T. ed.). Marcel Dekker Inc. New York. p. 255 - 295
Orejana, F.M. dan Liston, J. 1981. Agents of proteolysis and its inhibition inpatis (fish
sauce) fermentation. J.Food.Scie 47: 198 - 203
Orillo, C.A. dan Pederson, C.S. 1968. Lactic acid bacteria fermentation of burong dalag.
Applied Microbiology 16 (11): 1669 – 1671
Owen, J.D. dan Mendoza, L.S. 1985a. Enzimatically hydrolysed and bacterially
fermented fishery products. J.Food.Technol. 20: 273 – 293
Owen, J.D. dan Mendoza, L.S. 1985b. South Asian fermented fishery products. IFST
Proceeding 18 (3): 174 - 177
http://www.bbrp2b.dkp.go.id 72
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
Poernomo, A., Suryaningrum, T.D., Ariyani, F. and Putro, S. 1984. Nilai gizi dan
mikrobiologi produk perikanan tradisional. Laporan Penelitian Teknologi
Perikanan 30: 9-19 .
Praptiningsih, Y.S., Hartanti, S., Sudewo, A. and Maryanto. 1988. Penggunaan starter
pada pembuatan terasi. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor .
Putri, S.D. 1989. Pengaruh kadar garam terhadap mutu ikan tukai (Effects of salt amount
on the quality of ikan tukai). Skripsi Sarjana. Bung Hatta University. Padang
Rahayu, W.P., Ma'oen, S., Suliantari and Fardiaz, S. 1992. Teknologi fermentasi produk
perikanan. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Rose, A.H. 1982. History and scientific basis of microbial activities in fermented foods.
Di dalam Fermented foods (Rose, A.H. ed.). Academic Press. London. p. 1-13
Sarnianto, P., Irianto, H.E. and Putro, S. 1984. Studies on the histamine contents of
fermented fishery products. Laporan Penelitian Teknologi Perikanan 32: 35-39
Saisithi, P., Kasemsarn, B., Liston, J. Dan Dollar, A.M. 1966. Microbiology and
chemistry of fermented fish. J.Food.Scie. 31: 105 - 110
Setiabudi, E., Subroto, W. and Bustaman, S. 1984. Pengaruh kadar garam terhadap mutu
bekasang selama process fermentasi. Laporan Penelitian Teknologi Perikanan
46: 11-15 .
Silalahi, J.R.S. 1994. Studi pengolahan naniura ikan gabus (Ophiocephalus striatus)
dengan penambahan asam asetat berbeda. Skripsi Sarjana. Riau University.
Riau .
Sjachri, M. and Nur, M.A. 1979. Pengaruh penggunaan anti mikotik (asam sorbat) dan
antioksidan (BHA) terhadap sifat-sifat kimia ikan peda. Di dalam Laporan
Lokakarya Teknologi Pengolahan Ikan Secara Tradisional. Lembaga Penelitian
Teknologi Perikanan. Jakarta. hal.162-166
Smith, G. 1989. Investigation into the quality of cured fish. Food.Scie. and Tech. Today
3(1): 35-37
Soedarmo, P. and Sediaoetama, A.D. 1977. Ilmu Gizi. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta.
http://www.bbrp2b.dkp.go.id 73
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
Stanton, W.R. dan Yeoh, Q.L. 1977. Low salt fermentation method for conserving trash
fish waste under SE Asian. di dalam Proceeding of conference on processing
and marketing tropical fish. Tropical Product Institute. London. p. 277-282
Subroto, W., Hutuely, L., Haerudin, N.H. and Purnomo, A.H. 1985. Penelitian
pendahuluan kecap ikan secara hidrolisis enzymatis. Laporan Penelitian
Teknologi Perikanan 42: 5-13 .
Sugiyono, Irianto, H.E., Indriati, N., Amini, S., Rahayu, U., Sabarudin dan Suarga, E.J.
1999. Isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat dari produk bekasam (Laporan
Teknis). Bagian Proyek Penelitian dan Pengembangan Perikanan Slipi. Balai
Penelitian Perikanan Laut. Jakarta
Sugiyono, Irianto, H.E., Indriati, N., Amini, S., Rahayu, U., Sabarudin dan Suarga, E.J.
1999. Isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat dari produk cincalok (Laporan
Teknis). Bagian Proyek Penelitian dan Pengembangan Perikanan Slipi. Balai
Penelitian Perikanan Laut. Jakarta
Sukarsa, D.R. 1978. Pemanfaatan jeroan ikan sebagai hasil ikutan dari pengawetan ikan.
Jurnal Penelitian Teknologi Hasil Perikanan 1: 11-52 .
Sukarsa, D. 1979. Pembuatan peda dari ikan air tawar. Di dalam Laporan Lokakarya
Teknologi Pengolahan Ikan Secara Tradisional. Lembaga Penelitian Teknologi
Perikanan. Jakarta. hal.94-100 .
Sumanti, D.M. 1988. Identifikasi dan sifat-sifat bakteri halofilik yang diisolasi dari
produk fermentasi jeroan ikan cakalang (Identification and characteristics of
halophyllic bacteria isolated from fermentation of skipjack viscera). Tesis
Master. Institut Pertanian Bogor. Bogor .
Suparno and Silowati, T. 1982. Pembuatan kecap ikan dari ikan kembung (Rastrelliger
spp.) secara hidrolisis asam (Preparation of fish sauce from mackerel -
Rastrelliger spp. by acid hydrolysis). Laporan Penelitian Teknologi Perikanan
20: 29-36 .
Suparno and Murtini, J. 1992. Terasi bubuk (Powder terasi). di dalam Kumpulan hasil
hasil penelitian pascapanen perikanan (Compilation of research results of
fishery post-harvest) (Eds. Suparno, Nasran, S. and Setiabudi, E.). Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta. hal.137-139 .
http://www.bbrp2b.dkp.go.id 74
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
Susilowati, R.F.R. 1989. Mempelajari sifat fisiologi bakteri yang diisolasi dari terasi.
Skripsi Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor .
Suwandi, I. 1988. Mempelajari sifat fisiologi bakteri halotoleran yang diisolasi dari ikan
peda. Skripsi Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Tanikawa, E., Motohiro, T. dan Akiba, M. 1985. Marine products in Japan. Koseisha
Koseikaku Co. Ltd. Tokyo
Tedja, T. and Nur, M.A. 1979. Mempelajari pengaruh bakteri asam laktat pada fermentasi
ikan bergaram. Di dalam Laporan Lokakarya Teknologi Pengolahan Ikan
Secara Tradisional. Lembaga Penelitian Teknologi Perikanan. Jakarta.
hal.153-156 .
van Veen, A.G. 1953. Fish preservation in Southeast Asia. Advance in Food Research 4:
209-231.
van Veen, A.G. 1965. Fermented and dried seafood products in Southeast Asia. Di dalam
Fish as food vol. 3 (Ed. Borgstrom, G.). Academic Press. New York. hal.
227-247.
Voskresensky, N.A. 1965. Salting of herring. di dalam Fish as food vol. 3. (Ed.
Borstrom, G.). Academic Press. New York. hal. 107-131.
Vo-Van, K., Kusakabe, I. dan Murakami, K. 1984. The aminopeptidase activity in fish
sauce. Agric.Biol.Chem. 48 (2): 525 - 527
Ward, D.R. dan Baj, N.J. 1988. Factors affecting microbiological quality of seafoods.
Food Technology (3): 85 – 89
Wheaton, F.W. dan Lawson, W. 1985. Processing aquatic food product. John Wiley &
Sons, Inc. New York
Winarno, F.G., Fardiaz, S. and Daulay, D. 1973. Indonesian fermented foods. Bogor
Agricultural University. Bogor.
http://www.bbrp2b.dkp.go.id 75
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
Yunizal. 1998. Pengolahan terasi udang. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Vol. XX (1): 4-6
http://www.bbrp2b.dkp.go.id 76
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan