Вы находитесь на странице: 1из 13

c  


 


c   
   

 
 

Tolak ukur keberhasilan dan kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara
diukur dengan angka kematian ibu dan angka kematian perinatal.Diseluruh dunia
terdapat kematian ibu sebesar 500.000 jiwa pertahun dan kematian bayi khususnya
10.000.000 jiwa pertahun. Sebesar 99% terjadi di negara sedang berkembang .

Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003,


angka kematian ibu di Indonesia sebesar 307 per 1000 kelahiran hidup menurutProfil
Kesehatan Indonesia, 2005. Salah satu penyebab langsung kematian ibu adalah karena
infeksisebesar 20-25% dalam100.000 kelahiran hidup.Ketuban pecahdini (KPD)
merupakan penyebab yang paling sering terjadi pada saat mendekati
persalinan.Kejadian KPD mendekati 10% dari semua persalinan.Pada umur kehamilan
kurang dari 34 minggu kejadiannya sekitar 4%.Kemungkinan infeksi ini dapat berasal
dari dalam rahim (intrauterine), biasanya infeksi sudah terjadi tetapi ibu belum
merasakan adanya infeksi misalnya kejadian ketuban pecah dini. Hal ini dapat
menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janinnya .

KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas


dan mortalitas padaibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup
tinggi.Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian
akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju,
partus lama, dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD
terutama pada pengelolaan konservatif. Selain itu terdapat berbagai macam komplikasi
pada neonatus meliputi respiratory distress syndrome, cord compression,
oligohidramnion, enterokolitis nekrotikans, gangguan neurology, infeksi neonatal dan
perdarahan interventrikular.

Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya


infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda -tanda persalinan. Dilema sering



c   
 


terjadi pada penanganan KPD dimana harus segera bersikap aktif terutama pada
kehamilan yang cukup bulan atau harus menunggu sampai terjadinya proses persalinan
sehingga masa tunggu akan memanjang, yang berikutnya akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi. Sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPD
kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat
badan janin yang cukup.

   

Ketuban pecah dini adalah pecahnya amnion atau khorion sebelum terdapat
tanda mulai persalinan. Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses
persalinan berlangsung. Sebagian besar kasus ini terjadi pada waktu mendekati
kelahiran, tetapi saat ketuban pecah sebelum masa gestasi 37 minggu, maka disebut
preterm PROM(PPROM) atau ketuban pecah dini preterm. KPD memanjang (Prolonged
rupture of membrane ) merupakan KPD lebih dari 24 jam yang berhubungan dengan
peningkatan risiko infeksi intra-amnion. Pada kehamilan aterm kurang lebih 8% pasien
mengalami ruptur membran sebalum masa persalinan.

Terdapat berbagai teori yang mendefinisikan KPD seperti teori yang menghitung
berapa jam sebelum in partu, misalnya 2 atau 4 atau 6 jamsebelumin partu.Ada juga
yang menyatakan dalam ukuranpembukaan serviks pada kala I, misalnyaketuban yang
pecah sebelum pembukaan serviks 3 cm pada primigravid atau 5 cm pada multigravid
dan sebagainya.


  

Insiden PROM berkisar 3% sehingga 18.5% dari semua kehamilan.Preterm


PROM berlaku dalam setiap 3% kehamilan dan menyebabkan 1/3 dari kelahiran
prematur.KPD lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang
kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau
PPROM terjadi sekitar 34 % semua kelahiran prematur. KPD merupakan komplikasi
yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang



c   
 


besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD
pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk
menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan repiratory distress
syndrom(RDS)

8% hingga10% wanita dengan PROM adalah aterm dan akan diikuti dengan
persalinan dalam tempoh 24 jam selepas ruptur membran dalam 90% kasus. Bila
PPROM yang berlaku pada minggu ke 28 hingga minggu ke-34, 50% pasien akan
melahirkan dalam tempoh 24 jam dan 80-90% pasien akan melahirkan dalam tempoh
satu minggu. Jika pada minggu kurang dari 26 sering diikuti dengan persalinan dalam
tempoh satu minggu.

c   c

Berbagai faktor risiko berhubungan dengan timbulnya ketuban pecah dini.Ras kulit
hitam cenderung memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan ras kulit putih.
Pasien dengan status sosioekonomi rendah , perokok, riwayat penyakit menular
seksual, riwayat persalinan preterm sebelumnya, perdarahan pervaginam atau distensi
uteri (misal polihidramnion dan gemelli) memiliki risiko tinggi. Tindakan prosedural
seperti amniosentesis juga dapat memicu ketuban pecah dini.

  

Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau
meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya
kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan
serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri.
Penyebab lainnya adalah sebagai berikut :
up Serviks inkompeten.
up Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda, hidramion.
up Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.



c   
 


up Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo
pelvic disproporsi).
up Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban dalam
bentuk proteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah. (Amnionitis/
Korioamnionitis).
up àaktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik)

   

Penelitian terbaru mengatakan PPROM terjadi karena meningkatnya apoptosis
dari komponen sel dari membrane fetal dan juga peningkatan dari enzim protease
tertentu. Kekuatan membran fetal adalah dari matriks extraselular amnion. Kolagen
amnion interstisiel terutama tipe I dan III yang dihasilkan oleh sel mesenkim juga
penting dalam mempertahankan kekuatan membran fetal.

Matrix metalloproteinase (MMP) adalah kumpulan proteinase yang terlibat


dalam remodelling tisu dan degradasi dari kolagen. MMP-2, MMP-3 dan MMP-9
ditemukan dengan konsentrasi yang tinggi pada kehamilan dengan PPROM. Aktivitas
MMP ini diregulasi oleh tissue inhibitors of matrix metalloproteinases (TIMPs). TIMPs
ini pula ditemukan rendah dalam cairan amnion pada wanita dengan PPROM.
Peningkatan enzim protease dan dan penurunan dari inhibitor mendukung teori yang
enzim-enzim ini mempengaruhi kekuatan dari membran fetal.

Selain itu terdapat teori yang mengatakan meningkatnya marker-marker


apoptosis di membran fetal pada PPROM berbanding dengan membran pada kehamilan
yang normal.Banyak penelitian yang mengatakan bahawa PPROM terjadi
karenagabungan dari aktivasi aktititas degradasi kolagen dan kematian sel yang
membawa kepada kelemahan dinding membran fetal .






c   
 



 

up Anamnesis.
Dari anamnesis sahaja bisa menegakkan 90% dari diagnosis.Kadangkala cairan
seperti urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion.Penderita
merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-
tiba dari jalan lahir.Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna,
keluanya cairan tersebut tersebut his belum teratur atau belum ada, dan belum
ada pengeluaran lendir darah.

up Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila
ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan
lebih jelas.

up Pemeriksaan inspekulo
Langkah pertama dalam mendiagnosis KPD karena pemeriksaan dalam seperti
vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi. Cairan yang keluar dari
vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Yang dinilai adalah:
Ap Keadaan umum dari cervix, juga dinilai dilatasi dan pendataran dari
cervix.Dilihat prolaps dari tali pusat atau extrimitas bayi. Bau dari amnion
yang khas juga diperhatikan
Ap Pooling dari cairan amnion pada fornix posterior mendukung diagnosis
KPD.Melakukan perasat vasalva atau menyuruh pasien batuk untuk
memudahkan melihat pooling.
Ap Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine
test.Kertas nitrazine akan berubah kepada biru jika ph cairan diatas 6.0-
6.5.Sekret vagina ibu hamil adalah pH 4-5, dengan kertas nitrazin tidak
berubah warna, tetap kuning Tes ini bisa memberikan hasil positif palsu
bila tersamarkan dengan cairan seperti darah, semen, atau vaginitis
seperti trichomonas.



c   
 


Ap Mikroskopik (tes pakis). Jika dengan pooling dan tes nitrazine masih
samar dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopik dari cairan yang di
ambil dari fornix posterior. Cairan di swab kemudian dikeringkan diatas
gelas objek dan dilihat dibawah mikroskop gamb aran Ǯferningǯ yang
menandakan cairan amnion.
Ap Dilakukan juga kultur dari swab untuk Chlamydia,gonorrhea,dan Group B
streptococcus.

up Pemeriksaan Lab
Ap Pemeriksaan Alpha-fetoprotein (AàP) .Mempunyai konsentrasi tinggi
didalam cairan amnion tetapi tidak di semen atau urin.
Ap Pemeriksaan darah lengkap dan kultur dari urinalysis
Ap Tes Pakis
Ap Tes Lakmus (Nitrazine test)

up Pemeriksaan ultrasonogarphy (USG)


Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri.Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit
(oligohydramions atau anhydramions). Oligihydramions ditambah dengan
anamnesis dari pasien bisa membantu diagnosis tapi bukan menegakkan
diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu dinilai Amniotic fluid index (AàI),
presentasi janin, berat janin , dan usia janin. Ultrasonografi dapat
mengindentifikasikan kehamilan ganda, anormaly janin atau melokalisasi
kantong cairan amnion pada amniosintesis dan sering digunakan dalam
mengevaluasi janin. Ultrasound Ȃguided amnionfusion dengan menggunakan
indigo carmine, dapat dilakukan apabila semua pemeriksaan masih memberikan
hasil yang meragukan.Kemudian tampon dimasukkan kedalam vagina dan
dikeluarkan lalu cairan yang keluar diobservasi.



c   
 


 c

Ketuban pecah dini ternasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalan dalam
mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas
ibu maupun bayinya. Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau
umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann
ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang
lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan
sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk
menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Kasus KPD y ang kurang bulan kalau
menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau
menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru,
harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis
janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama
pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten. 2 faktor yang harus
dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap penderita KPD yaitu
umur kehamilan dan ada tidaknmya tanda-tanda infeksi pada ibu.



Persalinan sebelum minggu ke 32 dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas


neonatal.Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak
dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai pemberian
antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis sehingga mencapai 34 minggu.Namun
begitu, harus di informasikan kepada keluarga pasien bahwa sering kali kehamilan
tersebut akan diikuti dengan persalinan dalam tempoh 1 minggu. Kontraindikasi untuk
melakukan terapi secara konservatif adalah chorioamnionitis, abruptio placentae, dan
nonreassuring fetal testing.

Penderita perlu dirawat di rumah sakit,ditidurkan tidak perlu dilakukan pemeriksaan


dalam untuk mencegah terjadinya infeksi. Denyut jantung bayi harus la dimonitor
secara berterusan. Jika stabil bisa dilakukan tiap 8 jam.Ini karena kompresi dari tali
pusat sering terjadi terutama pada PPROM yang < 32 minggu bisa dilakukan tiap 3-4
minggu jika suspek pertumbuhan janin terhambat. Selain itu perlu diobservasi tanda-



c   
 


tanda vital ibu. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital diperhatikan takikardi , suhu
melebihi 38°C, kontraksi rahim yang regular, nyei tekan pada fundus uterus atau
leukositosis adalah tanda-tanda amnionitis. jika selama menunggu atau melakukan
pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, persalinan diakhiri tanpa
memandang umur kehamilan.Preterm PROM bukan kontraindikasi persalinan
pervaginam.

  

Bila telah dikonfirmasi permatangan paru, resiko melakukan konservatif melebihi


resiko melakukan induksi/augmentasi.Dianjurkan melakukan induksi pada wanita
dengan PPROM melebihi 32 minggu disamping pemberian antibiotik.

!

Tidak dianjurkan untuk memperpanjang masa kehamilan. Induksi persalinan bisa


dilakukan setelah minggu ke 34.Walau pada minggu ke 34 tidak dianjurkan pemberian
kortikosteroid namun pemberian antibiotik untuk B streptococcus sebagai profilaksis
sangat dianjurkan.

"#$ %

Beberpa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya
mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan
komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari
persalinan disebut periode latent Makin muda umur kehamilan makin memanjang
periode latent .

Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan
sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24
jam setelah kulit ketuban pecah,bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah dan
belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, jika gagal
dilakukan bedah caesar. Beberapa meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan)
segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi



c   
 


inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat
diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat
dikurangi.

Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan
janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya.
Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan
ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his
kurang kuat). Induksi dilakukan dengan memerhatikan skor bishop jika > 5 induksi
dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri
persalinan dengan seksio sesaria. (7,9)

 

c&#"&'"#&(

Regimen 12 mg Betamethason(celestone) tiap 24 jam selama dua hari atau


Dexamethasone (Decadron) 12mg/tiap 12 jam secara intramuskular selama dua
hari.Kortikosteroid direkomendasikan dibawah 32 minggu.Pemberian pada 32-34
minggu masih menjadi kontorversi manakala untuk kehamilan 34 minggu keatas tidak
dianjurkan kecuali terbukti paru janin masih belum matang dengan amniosintesis.
Pemberian kortikosteroid pada penderita KPD dengan kehamilan kurang bulan
diharapkan tercapainya pematangan paru janin, mengurangkan komplikasi pada
neonatal seperti pendarahan intraventrikular dan RDS..

")&"

Ampicillin 2 g secara intravena diberikan tiap 6 jam bersamaan dengan erythromycin


250 mg tiap 6 jam selama dua hari.Diikuti dengan pemberian antibiotik oral, amoxicillin
250mg tiap 8 jam dan erythromycin 333 mg tiap 8 jam selama lima hari.Pemberian
antibiotik terbukti memperpanjangkan masa laten dan mengurangi resiko infeksi
seperti postpartum endometritis, chorioamnionitis, neonatal sepsis, neonatal
pneumonia, dan pendarahan intraventricular. Pemberian antibiotik profilaksis dapat
menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin



c   
 


dalam uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada
pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan .

#*+&,&-.",

Terapi tokolitik bisa memperpanjang masa laten sementara tetapi tidak memberikan
efek yang lebih baik pada janin pada pemberiannya.Penelitian tentang pemberian
tokolitik dalam menangani kasus PPROM masih kurang sehinggakan pemberiannya
bukanlah indikasi.

c c

up Infeksi
Walaupun ibu belum menunjukan infeksi tetapi janin mungkin sudah terkena
infeksi intrauteri terlebih dahulu sebelum gejala pada ibu dirasakan.Infeksi ini
melalui ascending fetoplasental infection atau melalui darah, usus, tuba. Infeksi
dapat pula terjadi melalui infeksi intra uterin: Staphylococcus, Streptococcus, E.
Coli, Klebsiella, jamur, virus, bakteri anaerob.

up Partus prematurus

Ketuban yang pecah dapat merangsang janin untuk keluar. Ini dapat dicegah
dengan pemberian tokolitik

up Prolaps Tali Pusat


up Distosia ( partus kering / dry labor)

Menyebabkan gesekan anak dan jalan lahir serta kontraksi uterus tidak simetris
karena bentuk uterus tidak sesuai dengan bentuk janin.



c   
 


TABLE 1
Complications of Preterm PROM

,(,
&$+-,*"&' /

Delivery within one week 50 to 75


Respiratorydistresssyndrome35
Cord compression 32 to 76
Chorioamnionitis 13 to 60
Abruptio placentae 4 to 12
Antepartum fetal death 1 to 2



c   
 





c   
 



 c

1. p Cunningham Gary à, Leveno J Kenneth , Bloom L Steven , Hauth C John , III


Gilstrap Larry , Wenstrom D Katharine . Williams Obstetrics 22ND EDITION
2005 .
2. p Dee Harney M Alan & Pernoll L Martin . Current Obstetric Gynecologic
Diagnostic & Treatment , Lange Medical Book .
3. p Wiknjosastro Hanifa , Saifuddin Bari Abdul , Rachimhadhi Trijatmo . Ilmu
Kebidanan , edisi ketiga , cetakan keempat ; Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo , 1997.
4. p http://www.aafp.org/afp/2006/0215/p659.html
5. p http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview




Вам также может понравиться