Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MANAJEMEN KOMUNIKASI
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS INDONESIA
2011
THE CONVERSATION PROCESS
Pada proses conversation atau percakapan terdapat model lima-tahapan di dalamnya, tentang
conversation apa yang hendak dikatakan serta bagaimana suatu conversation dikatakan. Tahapan-
tahapan berikut bergantung pada kepribadian tiap orangnya pada sisi komunikator, budaya, konteks
conversation-nya,dan sebagainya.
Business
Feedforward Feedback
Opening Closing
Opening
Proses pertama adalah membuka (opening) conversation, biasanya diawali dengan salam seperti
“Hai, apa kabar?” atau “Halo, Saya Joe.”. Pengucapan salam ini sebagai pembuka hubungan interaksi
percakapan menuju hubungan yang lebih lanjut lagi. Tahapan ini memungkinkan pesan dikirimkan
secara verbal maupun non-verbal. Tersenyum maupun berjabat tangan merupakan salah satu cara lain
untuk mengucapkan salam pembuka secara non-verbal.
Feedforward
Tahapan kedua, feedforward, merupakan tahapan di mana conversation dilakukan selangkah
lebih maju daripada tahapan sebelumnya. Setelah membuka percakapan, biasanya dua orang yang
saling berbicara mengucapkan ungkapan seperti “Ada yang harus aku beritahu tentang Jack”, atau
“Apakah kau tahu apa yang terjadi kemarin?”, sehingga percakapan-percakapan seperti itu
menimbulkan ide bagi lawan bicara untuk melanjutkan percakapan.
Business
Tahapan ketiga, business atau urusan, merupakan substansi atau fokus dari conversation itu
sendiri. Istilah business digunakan untuk menegaskan bahwa tiap conversation itu bersifat goal-
oriented atau pasti memiliki tujuan. Sehingga dalam conversation seseorang akan berbicara untuk
memenuhi target komunikasi antarpersonalnya untuk seling belajar, menolong, terhubung, dan lain-
lain.
Tahapan business ini merupakan percakapan yang paling panjang karena menjelaskan
keseluruhan alasan seperti bagaimana asyiknya perjalanan liburan, apa yang akan dibicarakan tentang
Jack, dan banyak yang lainnya.
Feedback
Tahapan keempat, feedback atau umpan balik, yang merupakan kebalikan dari langkah kedua di
atas, di mana pada tahapan ini lawan bicara memberi sinyal timbal balik atas percakapan awal yang
dilontarkan, sehingga tahapan business dapat dijawab melalui langkah ini. Misalnya “Baiklah, jadi
aku yang akan memesan tempat dan kau yang berbelanja”, atau “Bukankah itu kelas terburuk yang
pernah kau ikuti?”, dan sebagainya.
Closing
Tahapan terakhir dalam conversation, closing, adalah proses di mana pembicaraan ditutup
sehingga memberi kesan tertentu pada lawan biacara, misalnya “Baiklah, kuharap kau akan
meneleponku balik”, atau “Jangan telepon kami, biar kami yang meneleponmu”. Namun tahapan ini
juga terkadang menjadi bahan awal untuk memulai conversation berikutnya. Misalnya “Jangan lupa
besok bertemu jam 12 siang untuk makan siang bersama” atau “Telepon aku besok pagi”. Ungkapan-
ungkapan ini akan memunculkan percakapan di kemudian hari.
Namun tahapan closing ini juga bisa dikombinasikan dengan tahapan feedback seperti “Dengar,
aku akan memikirkan urusan ini nanti. Oke?”. Setelah seseorang memberi tahu business mereka dan
kita merefleksikan ucapan timbal balik yang dibarengi dengan closing.
Jika Anda adalah seseorang dengan kemampuan berbahasa dan berbicara normal maka:
1. Sebaiknya hindari meneruskan kalimat orang lain ketika orang tersebut kesulitan menemukan
kalimat atau kata yang tepat. Dengan bersikap seperti ini secara tidak lansung kita
menampakkan ketidaksabaran dan sikap tidak ingin meluangkan waktu lebih lanjut untuk
berinteraksi dengan yang bersangkutan.
2. Hindari mengarahkan orang dalam berbicara. Ketika kita mengingatkan yang bersangkutan
untuk ‘santai’ atau ‘pelan-pelan’ dalam berbicara akan seperti mengejek dan mempersulit
komunikasi selanjutnya.
3. Pertahankan kontak mata. Perlihatkan ketertarikan dan hindari memperlihatkan
ketidaksabaran atau sikap mempermalukan
4. Mintalah klarifikasi (penjelasan) sesuai kebutuhan. Jika Anda tidak mengerti mintalah
penjelasan, jangan pura-pura mengerti jika Anda tidak memahami apa yang dibicarakan.
5. Jangan perlakukan orang yang memiliki masalah bahasa seperti anak-anak.
Jika Anda adalah orang yang memiliki masalah dalam berbicara dan menggunakan bahasa:
1. Biarkan orang lain mengerti kekurangan Anda. Ajak pendengar anda untuk lebih sabar
dengan kekurangan Anda
2. Perlihatkan kenyamanan Anda dalam berkomunikasi. Perlihatkan bahwa Anda memiliki sikap
yang positif.
CONVERSATIONAL MANAGEMENT
Pembicara dan pendengar harus bekerjasama untuk menghasilkan suatu percakapan yang efektif
dan memuaskan kedua belah fihak. Pengelolaan percakapan meliputi bagaimana mengawali suatu
percakapan (initiating), menjaganya (maintaining), dan mengakhiri (closing) percakapan tersebut.
INITIATING CONVERSATION
Beberapa pendekatan dapat dilakukan untuk memulai sebuah percakapan sebagaimana telah
disinggung pada bab-bab sebelumnya.
Self – references : pembicara mengawali sebuah pembicaraan dengan memperkenalkan
sesuatu yang berkaitan dengan dirinya sendiri.
Other – references : pembicara mengawali sebuah percakapan dengan melontarkan sebuah
pertanyaan atau membicarakan orang lain. Perlu diperhatikan,
dianjurkan untuk tidak menyinggung beberapa hal untuk memulai
sebuah percakapan, seperti tentang ras, perbedaan orientasi seks, atau
cacat fisik.
Relational references : pembicaraan yang materinya melibatkan antara dua orang pembicara.
Context references : percakapan seputar hal yang berbau fisik, sosio-psikologis, budaya,
atau konteks yang sifatnya temporer.
Kleinke, 1986 dan Dean, 1990 mengklasifikasikan ada 3 model openers ketika membuka sebuah
percakapan:
1. Cute flippant openers : terlihat sebagai profil yang humoris, indirect, ambigu
2. Innocuous openers : pembicara sangat ambigu, ditandai dengan adanya komentar
yang singkat atau melontarkan pertanyaan terlebih dahulu
3. Direct openers : pembicara menunjukkan secara jelas maksud yang ingin
diutarakan saat mengawali suatu percakapan.
Ada satu keuntungan dari tipe cute-flippant openers, yaitu mereka secara tidak langsung cukup
terlindung dari segala macam penolakan, namun demikian, baik laki-laki maupun perempuan tidak
menyukai model seperti ini. Sebaliknya, baik laki-laki maupun perempuan lebih memilih model
innocuous openers, di mana apabila lawan bicara tidak berkenan untuk berkomunikasi, maka
penolakan tersebut dapat diketahui secara mudah saat awal berkomunikasi. Pada model direct
openers akan terlihat berbeda secara gender. Laki-laki terlihat lebih menyukai direct openers daripada
perempuan, sebab tidak membutuhkan orang lain saat mengawali suatu percakapan. Sedangkan
perempuan lebih memilih openers yang tidak kuat dan rendah hati .
Terdapat sedikit perbedaan di saat melakukan percakapan melalui email. Sebelum pesan anda
dibuka, penerima pesan mengetahui siapa pengirim pesan tersebut, kapan pesan dibuat, atau informasi
lainnya berkaitan dengan pesan tersebut. Secara umum, beberapa openers bersifat direct dan
berhubungan secara dekat dengan penerima pesan.
MAINTAINING CONVERSATION
Prinsip Kooperasi
Ada salah satu prinsip yang harus diingat pada saat seseorang bercakap-cakap dengan orang lain.
Prinsip itu adalah kooperasi atau bekerja sama. Sikap ini bisa ditunjukkan dengan menyatakan setuju
atas pernyataan orang lain guna memudahkan pemahaman atas apa yang diucapkan. De Vito
memaparkan ada 4 peribahasa yang bisa dijadikan acuan dalam setiap percakapan.
1. Peribahasa tentang Kuantitas
Berikan informasi secukupnya. Jangan terlalu banyak, namun jangan terlalu sedikit. Informasi
yang terlalu banyak akan memaksa lawan bicara bertanya: “Apa poin sebenarnya?”
Sementara itu, informasi yang terlalu sedikit akan membuat lawan bicara bertanya tentang
hal-hal yang belum dia mengerti secara utuh.
2. Peribahasa tentang Kualitas
Paparkan suatu hal yang menurut Anda benar adanya dan jangan menyampaikan suatu hal
yang menurut Anda bohong atau tidak sesuai dengan kenyataan. Ingat, dalam setiap
percakapan, Anda harus berasumsi bahwa informasi dari orang lain adalah benar. Jadi, hindari
untuk berbohong, melebih-lebihkan, atau mengalihkan pembicaraan dari masalah yang utama.
3. Peribahasa tentang Relasi
Pilihlah materi percakapan yang relevan.
4. Peribahasa tentang Gaya atau Kebiasaan
Sampaikan pernyatan Anda secara jelas dan jangan ambigu. Perjelas isi pikiran Anda dan
aturlah apa yang ingin Anda sampaikan sehingga bisa menyajikan susunan makna yang
mudah dipahami lawan bicara.
Etika Komunikasi Interpersonal melalui Teknologi Virtual
Anda perlu tahu, berkomunikasi dengan teknologi digital melalui internet ada etikanya. Etika ini
menjadi hal yang sangat penting seiring makin massifnya penggunaan teknologi ini oleh penduduk
dunia. Ada sejumlah prinsip etika yang harus Anda ingat, yakni:
Jangan menerobos ruang pribadi orang lain, semisal membaca file milik orang lain tanpa izin.
Merusak properti milik orang lain, semisal membuat virus komputer atau mengajarkan orang
lain cara membuat bom.
Menyebarkan materi kebohongan atau menyesatkan tentang orang lain, diri Anda sendiri, atau
khasiat obat-obatan medis atau herbal.
Melakukan plagiat atau penjiplakan yakni mengakui karya orang lain sebagai milik Anda
Mencuri sandi, nomor identifikasi pribadi (PIN), atau kode yang berguna untuk melakukan
otorisasi.
Mengkopi perangkat lunak yang tidak Anda bayar
Prinsip Dialog
Bagaimana kecenderungan Anda dalam berkomunikasi? Coba teliti pernyataan-pernyataan
berikut ini:
1. Anda sering menggunakan kritik negatif dan menghakimi atau cenderung menghindarinya?
2. Anda sering memperlihatkan ketidakinginan berkomunikasi dan menyampaikan pesan yang
tidak berhubungan dengan topik pembicaraan atau cenderung menjaga saluran komunikasi
terbuka?
3. Anda jarang menunjukkan lewat kalimat dan rangkuman bahwa Anda mengerti apa yang
dimaksudkan orang lain atau cenderung mengulangi kalimat yang diucapkan orang lain dan
merangkumnya untuk memastikan bahwa pemahaman Anda benar?
4. Anda jarang meminta klarifikasi atas perspektif dan ide orang lain atau Anda meminta sudut
pandang orang lain karena memang tertarik untuk mengetahuinya?
5. Anda sering meminta pernyataan positif tentang diri Anda atau malah menghindarinya?
Pertanyaan pilihan pertama yang ditulis dalam tiap nomor di atas menggambarkan
kecenderungan orang yang melakukan komunikasi monolog. Monolog adalah bentuk komunikasi di
mana satu orang bicara dan yang lain mendengarkan. Tidak ada interaksi yang riil dari kedua
partisipan komunikasi.
Dalam monolog, tidak ada kepedulian akan lawan bicara. Dalam bentuk ini, si komunikator
hanya peduli tentang tujuan-tujuan yang ingin dicapainya dan peduli kepada orang lain ketika dia tahu
bahwa si komunikan dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Dengan demikian, komunikasi yang efektif adalah yang dilakukan atas dasar prinsip dialog.
Dalam dialog terjadi komunikasi dua arah. Tiap orang yang berkomunikasi berperan sebagai
pembicara dan pendengar, pengirim sekaligus penerima pesan. Dalam dialog ada kepedulian akan
orang lain dan hubungan dua orang yang berbicara.
Tujuan dialog adalah untuk membentuk pemahaman yang sama dan empati. Ada sikap
menghargai orang lain, bukan karena apa yang dapat dilakukan atau diberikan oleh orang itu tetapi
semata-mata karena orang tersebut adalah insan manusia dan karenanya patut diperlakukan dengan
jujur dan tulus.
Speaker Cues
Ada 2 tipe yaitu:
1.Turn-Maintaining atau kembali fokus pada inti pembicaraan, caranya dengan :
a. Menarik nafas sejenak untuk kembali fokus
b. Menegaskan dengan isyarat tubuh ketika kita kehilangan fokus pembicaraan
c. Menghindari kontak mata dengan pendengar agar anda terlihat seolah fokus
d. Menjaga intonasi suara agar terlihat materi yang dibicarakan konsisten
e. Jeda pembicaraan dengan “um..”, “oh...” dan lain-lain
2. Turn-Yielding, membelok-belokan pembicaraan agar pendengarnya tidak bosan.bisa
diselingi dengan candaan.
a.Mengakhiri pembicaraan dengan mengurangi intonasi
b.Diam beberapa waktu
c.Memandang langsung lawan bicara (pendengar)
d.Bertanya hal yang umum
e.Mengangguk seolah mengiyakan apa yang diminta pendengar
Listener Cues
Ada 3 tipe antara lain (Kennedy & Camden, 1988):
1. Turn-Requesting, mengingatkan si pembicara untuk kembali ke inti pembicaraan, misalkan
dengan mengatakan “aku ingin berbicara sesuatu”.
2. Turn-Denying, menghindari dari pembicaraan karena topiknya tidak disukai, dengan
mengatakan “saya tidak tahu”.
3. Back-Channeling, menyampaikan dengan jalan belakang (cara lebih halus) tanpa menyakiti
perasaan lawan bicara. Ini juga biasa disebut dengan interupsi, jadi secara baik harus
dikatakan seolah-olah kita terlibat dalam diskusi.
Visualization of Gestures in Conversational Turn-Taking-Situations
Beragam cara untuk bergantian menggunakan isyarat dan bagaimana menyesuaikan dengan
percakapan yang diinginkan dari si pembicara dan pendengarnya dirangkum dalam gambar dibawah
ini :
Conversational Wants
To Speak To Listen
I II
Speaker
Turn-Maintaining Cues Turn-Yielding Cues
III IV
Listener
Turn-Requesting Cues Back Chanelling -Cues
Percakapan Penutup
Menutup sebuah percakapan adalah hal yang seringkali sulit dilakukan. Hal itu dapat menjadi
bagian yang canggung dan tidak nyaman dalam melakukan interaksi interpersonal. Di bawah ini
merupakan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan:
1. Merefleksikan kembali percakapan yang baru dilakukan dan ringkas secara singkat sehingga
bisa menjadi sebuah kalimat penutup. Contohnya: “Saya senang bisa bertemu kembali dengan
kamu dan bisa tahu tentang hasil pertemuan di Kantor Pusat. Kemungkinan kita akan
berjumpa lagi di pertemuan berikutnya.”
2. Menyatakan secara langsung untuk mengakhiri percakapan dan untuk melakukan kegiatan
lain. Contoh: “Saya sesungguhnya masih ingin berbicara dengan kamu tapi saya sekarang
sedang diburu waktu. Sampai ketemu.”
3. Mengarahkan ke waktu yang akan datang. Contohnya: ”Bagaimana kalau kita ketemu minggu
depan dan lanjutkan pembicaraan ini?”
4. Bertanya sebagai penutup. Contohnya: ”Apakah penjelasan saya mengenai hal yang ingin
kamu ketahui sudah jelas?”
5. Menyatakan bahwa kita menyukai interaksi dengan lawan bicara. Contohnya: ”Betul-betul
menyenangkan bisa berbincang-bincang denganmu.”
Dalam percakapan melalui e-mail, menutup percakapan mengikuti prinsip yang sama dengan
percakapan langsung (face-to-face). Tapi sudah pasti bahwa terkadang kita kurang jelas saat
mengakhiri percakapan di e-mail, sebagian disebabkan karena tidak adanya petunjuk non-verbal yang
menyebabkan ambiguitas. Contohnya, ketika kita menanyakan suatu pertanyaan pada seseorang dan
orang tersebut menjawab, apakah kita akan e-mail kembali ke orang tersebut dan mengucapkan terima
kasih? Jika ya, haruskah orang tersebut membalas e-mail kita kembali dan mengucapkan “sama-
sama”? Jika ya, haruskah kita membalas e-mail itu kembali dengan mengucapkan “Saya menghargai
kebaikan Anda karena sudah menjawab pertanyaan saya” Dan, jika ya, haruskah orang tersebut
merespon dengan kalimat seperti “Sama sekali bukan masalah”?
Di satu sisi, kita tidak ingin memperpanjang interaksi melebihi dari yang dibutuhkan; di sisi lain,
ktia tidak ingin meninggalkan kesan tidak sopan. Jadi bagaimana kita memberikan sinyal (secara
sopan) bahwa suatu percakapan e-mail harus diakhiri? Disini diberikan beberapa saran yaitu:
1. Masukkan kedalam e-mail notasi NRN (No Reply Necessary).
2. Jika kita balasan kita berisi informasi yang orang lain butuhkan, akhiri pesan dengan kalimat
seperti “Mudah-mudahan hal ini bisa membantu.”
3. Buat judul atau tuliskan di paling atas FYI (For Your Information), hal ini menunjukkan
bahwa pesan kita hanya untuk mengingatkan.
4. Saat kita memerlukan sebuah informasi, akhiri pesan dengan kalimat “terima kasih
sebelumnya.”
Berikut adalah lima pesan atau maksud yang ingin disampaikan, visualisasikan situasi dimana
Anda membuat suatu alasan.
Pesan yang dimaksud Hubungan Romantisme Ditempat Kerja
Saya mengerti Saya seharusnya menanyakan kepada Saya mengerti bahwa kita
kamu terlebih dahulu, kamu ounya hak kehilangan klien karena ini
untuk marah
Saya melakukannya Saya bertanggung jawab sepenuhnya Saya seharusnya bertindak
berbeda
Saya mohon maaf Saya mohon maaf karena tidak bertanya Saya mohon maaf tidak
kepadamu terlebih dahulu menyesuaikan diri dengan rasa
keberatan klien terhadap
penawaran yang terakhir.
Maafkan saya Maafkan saya? Saya menginginkan kesempatan
lain
Saya akan lebih baik Saya tidak akan pernah meminjamkan Ini tidak akan terjadi lagi
uang kepada orang lain tanpa
mendiskusikannya terlebih dahulu
dengan kamu
Gosip
Gosip adalah pembicaraan sosial yang membahas dan mengevaluasi orang yang tidak hadir saat
pembicaraan berlangsung. Hal ini biasanya terjadi ketika dua orang melakukan percakapan terhadap
pihak ketiga. Pembicaraan yang dilakukan di tempat kerja sebagian besar dihabiskan dengan bergosip.
Salah satu dari berbagai penjelasan yang menyebabkan gosip dapat mengikat kebersamaan dan
solidaritas sekumpulan orang yaitu karena gosip menimbulkan rasa kesetiakawanan (Greengard,
2001; Hafen, 2004). Gosip juga dapat menciptakan dua kelompok yaitu; in-group (kelompok yang
melakukan gosip) dan out-group (kelompok yang digosipkan). Gosip juga menciptakan fungsi
persuasif dalam aturan budaya pada masyarakat. Ketika kita bergosip tentang sesuatu yang salah,
secara tidak langsung hal yang salah tersebut akan turut mempengaruhi aturan yang berlaku di
lingkungan. Pada lingkungan kerja, gosip bisa berdampak baik. Gosip dapat membantu untuk
mengatur perilaku organisasi seperti membantu pekerja untuk lebih mengenal karyawan yang terbaik,
apa saja yang mereka lakukan serta bagaimana mereka dihargai. Namun, gosip juga bisa berdampak
negatif, seperti membuat pekerja lebih mengenal siapa karyawan yang sering melanggar peraturan dan
hukumannya bahkan mengikuti sikap-sikap negatif tersebut.
Banyak orang sering terikat dengan gosip karena banyak penghargaan yang didapat seperti,
untuk mendengar lebih banyak lagi gosip lainnya, mendapatkan sosial status, untuk bersenang-
senang, untuk memperkokoh ikatan sosial, serta untuk membuat perbandingan sosial. Salah satu
penelitian mengemukakan bahwa gosip akan menekankan kita untuk melihat sisi negatif, meskipun
gosip itu positif. Namun studi lain menekankan bahwa gosip positif dapat lebih diterima oleh
kelompok .
Kabar selentingan
Kabar selentingan sama dengan gosip biasa diterjemahkan dengan isu atau rumor. Rumor dalam
organisasi berlaku pada komunikasi informal sebagai sebuah pesan yang tidak bisa dikonfirmasikan
karena dikirim melalui saluran antarpribadi sebagai alatnya. Rumor menyebar dengan cepat karena
hampir seluruhnya lisan dan fakta bahwa rumor dapat melompati saluran-saluran komunikasi yang
formal. Rumor dapat menjadi penyebab krisis di organisasi namun rumor bisa juga beredar atas suatu
krisis di organisasi yang terjadi akibat bila organisasi tidak memberi informasi jelas kepada
publiknya.
Kabar selentingan tidak selamanya tidak berguna, tapi justru bagian penting pada komunikasi
bisnis. Berikut beberapa saran untuk menghadapi Kabar selentingan:
1. Pelajari dengan baik tujuan dari kabar selentingan, terutama keakuratan informasinya.
2. Jangan telan sepenuhnya informasi dari kabar selentingan, meskipun akurat , pasti ada bagian
yang terpotong yang sampai kepada kita
3. Serap Kabar selentingan dengan baik, karena informasi dalam kabar selentingan dapat
menjadi clue bagi kita mengetahui hal-hal yang terjadi pada organisasi
4. Selalu ingat bahwa setiap kabar selentingan yang kita komunikasikan akan dengan cepat
diteruskan lagi ke orang lain. Sehingga jangan sampai ada yang sakit hati dengan yang kita
sampaikan.
KOMENTAR KELOMPOK