Вы находитесь на странице: 1из 10

1

BAB I

A. Pendahuluan

Kejadian yang mengguncang WTC di Amerika adalah salah satu bentuk ancaman-ancaman
terhadap keamanan nasional sebuah negara. Dapat kita bayangkan bahwa negara sebesar
Amerika dan memiliki tingkat keamanan yang tinggi tetap saja teroris bisa mengancam negara
itu. Indonesia sebenarnya sebelum terjadinya serangan teror bom di Amerika Serikat pada
tanggal 11 September 2001, dan jauh sebelum terjadinya tragedi bom bali pada tanggal 12
Oktober 2002, sejak tahun 1999 telah mengalami dan mengatasi aksi-aksi teror di dalam negeri.
Data yang ada pada POLRI menunjukkan bahwa pada periode tahun 1999 sampai dengan tahun
2002 bom yang meledak tercatat 185 buah, dengan korban meninggal dunia 62 orang dan luka
berat 22 orang. 1) Peristiwa ledakan bom Bali di kawasan wisata Legian, Kuta, Bali telah
menambah lembaran hitam kejahatan terhadap kemanusiaan di Indonesia.

Dan ancaman tidak hanya berasal dari terorisme saja, ancaman untuk keamanan nasional
bisa berasal dari mana saja. Karena keamanan nasional selalu merupakan persoalan yang sangat
luas dan seringkali kontroversial. Tidak mudah menyepakati bagaimana keamanan nasional
dapat dijamin dan dipelihara. Meskipun demikian, tidak sulit untuk menyetujui bahwa ancaman
terhadap keamanan nasional memiliki tiga karakteristik. Pertama, ancaman-ancaman tersebut
dapat menampilkan dirinya dalam berbagai dimensi, bukan hanya ancaman yang berdimensi
militer melainkan juga ancaman yang berdimensi sosial, kultural, ekonomi, politik, dan ideologi;
kedua, ancaman dapat berasal dari dalam (internal) maupun luar (eksternal) tapal batas negara;
dan, ketiga, ancaman dapat berasal dari kelompok bukan-negara (non-state actors) maupun
negara (state actors).

Perbuatan jahat merupakan fenomena sosial yang senantiasa ada dalam kehidupan
masyarakat dan akan selalu terjadi dan dihadapi oleh seluruh masyarakat di dunia ini. Perbuatan
jahat atau kejahatan dirasakan sangat meresahkan dan mengganggu ketentraman hidup
masyarakat. Pada hakekatnya suatu masyarakat selalu menginginkan adanya kehidupan yang
2

tenang dan teratur, harmonis dan tentram serta jauh dari gangguan kejahatan yang mengancam
kehidupan masyarakat.

Pada pembukaan Undang Undang Dasar 1945 tersirat bahwa pemerintah Repubik
Indonesia memiliki kewajiban untuk melindungi warga negaranya dari setiap ancaman kejahatan
baik bersifat nasional maupun internasional dan berkewajiban untuk mempertahankan
kedaulatan negara serta memulihkan keutuhan dan integritas nasional dari ancaman yang datang
dari dalam maupun luar negeri. Ancaman-ancaman keamanan nasional yang selama ini terjadi
telah mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat, serta telah menjadi ancaman serius
terhadap kedaulatan negara sehingga perlu dilakukan pencegahan dan pemberantasan guna
memelihara kehidupan yang aman, damai dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang
Undang Dasar 1945.

Beberapa waktu yang lalu diajukan mengenai Rancangan Undang-undang Keamanan dan
Keselamatan Negara yang kemudian dikoreksi oleh lembaga legislative menjadi RUU
Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB). Dalam UUD 45 juga diatur mengenai wewenag
presiden dalam mengeluarkan keadaan darurat bahaya bagi negara, diantaranya yaitu diatur
dalam pasal 10 sampai 15 UUD 1945.

Peran negara terhadap keamanan nasional memang sangat berperan penting. Tidak bisa
hanya warga negara saja yang menanggulangi permasalahan ancaman-ancaman keamanan
nasional. Bahkan juga tidak cukup hanya pemerintah saja tetapi segenap elemen yang hidup
dalam suatu wilayah negara Indonesia.

B. Permasalahan

Terkait dengan uraian diatas maka dapat diambil sebuah permasalahan. Yaitu
bagaimanakah penjelasan mengenai peran negara dan pemerintah dalam hal keadaan darurat
negara terkait dengan keamanan nasional.

BAB II
3

PEMBAHASAN

Dalam waktu beberapa tahun terakhir bangsa Indonesia menghadapi berbagai bentuk
gangguan keamanan. Disamping gangguan keamanan dalam bentuk kejahatan yang bersifat
konvensional (ordinary crimes) dan yang menyangkut kekayaan negara, seperti keuangan negara
(korupsi), kekayaan hasil laut (illegal fishing) dan hasil hutan (illegal lodging), kita harus
menghadapi kejahatan lintas negara (transnational crimes). Lebih dari itu bangsa kita juga
mengalami keamanan yang cukup mengganggu sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara,
dalam bentuk peledakan bom (terror), kerusuhan massa, konflik sosial dan gerakan
separatis/pemberontakan bersenjata (gangguan berimplikasi kontijensi).

Dalam konsep-konsep tradisional, para ilmuwan biasanya menafsirkan keamanan yang


secara sederhana dapat dimengerti sebagai suasana bebas dari segala bentuk ancaman bahaya,
kecemasan, dan ketakutan - sebagai kondisi tidak adanya ancaman fisik (militer) yang berasal
dari luar. Walter Lippmann merangkum kecenderungan ini dengan pernyataannya yang terkenal,
“suatu bangsa berada dalam keadaan aman selama bangsa itu tidak dapat dipaksa untuk
mengorbankan nilai-nilai yang dianggapnya penting (vital) .., dan jika dapat menghindari perang
atau jika terpaksa melakukannya, dapat keluar sebagai pemenang.”

Selama ini kita selalu mempersandingkan dua konsep : (1) pertahanan (defence/defense)
dan (2) keamanan (security). “Pertahanan” adalah kata benda yang menggambarkan upaya atau
proses, sedangkan “keamanan” adalah kata benda yang menggambarkan keadaan atau kondisi,
dan merupakan hasil atau “out-come” (dari suatu proses). Istilah “pertahanan” biasanya dikaitkan
dengan bidang politik dan pemerintahan (negara) sementaranistilah “keamanan” mencakup
bidang yang lebih luas, yaitu keamanan Negara dan keamanan kehidupan dalam negara, baik
yang bersifat umum (publik) maupun individu. Upaya pertahanan akan menentukan kondisi
keamanan (negara), tetapi keamanan tidak hanya bergantung kepada upaya pertahanan karena
banyak faktor yang menentukannya. Jika dirumuskan secara teoritis, pertahanan (jika
ditransformasikan kedalam item yang terukur) bukan satusatunya “independent variable” yang
menerangkan keamanan (depedent variable). Berkaiatan dengan topik yang kita bicarakan maka
konsep “keamanan” mencakup keamanan negara dan keamanan umum.
4

Disinilah nantinya peran negara akan diperlukan dalam mempertahankan keamanan


nasional. Negara sebagai suatu kesatuan utuh mempunyai wwewenang untuk mengatur dan
melindungi apa saja yang menjadi kedaulatan sebuah negara. Negara oleh hukum dipandang
sebagai suatu yang mandiri. Di dalam negara pastilah terdapat sebuah pemerintah yang
menjalankan pemerintahan sebuah negara. Pemerintah memiliki dua arti yaitu arti sempit dan
arti luas. Pemerintah dalam arti luas mencakup semua alat kelengkapan negara yang pada
pokoknya terdiri dari cabang-cabang kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif atau alat
kelengkapan negara yang lain yang bertindak untuuk dan atas nama negara. Dalam pengertian
yang sempit pemerintah bermakna cabang dari sebuah kekuasaan eksekutif.

Kewenangan yang dimiliki penguasa negara pada dasarnya adalah bersumber pada
peraturan perundang-undangan tertentu. Hal ini sebagai konsekuensi yang timbul dari sebuah
negara hukum. Peraturan perundang-undangan tersebut bersifat mengikat (gebonden bestur).
Penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat mengikat ini merupakan pelaksanaan dari asas
Wettmatigheid Van Bestur, dimana semua perbuatan pemerintahan harus berdasar pada
wewenang yang diberikan oleh suatu peraturan perundang-undangan yang bersangkutan telah
demikian limitatifnya sehingga tidak memerlukan penafsiran lebih lanjut dalam pelaksannannya.

Akan tetapi dalam beberapa hal, pemerintah diberi kebebasan dalam penggunaan
wewenangnya. Maksudnya adalah pemerintah diberi kebebasan untuk menentukan sendiri
bagaimana mengartikan (menangkap maksud dan tujuan) dari kewenangan untuk
menyelenggarakan pemerintahan yang dibebankan kepadanya. Hal ini terjadi karena dalam
peraturan yang mengikat ada peraturan-peraturan dasar yang memang menentukan keputusan
yang akan akan diambil dan ada yang tidak.

Dengan adanya kewenangan tersebut negara atau pemerintah bisa menentukan situasi
dalam negerinya dalam bahaya atau tidak. Menurut Hukum Tata Negara Darurat (HTN Darurat)
keadaan bahaya atau darurat adalah serangkaian prahara dan wewenang negara secara luar biasa
dan istimewa, untuk dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dapat menghapuskan darurat atau
bahaya yang mengancam, ke dalam kehidupan biasa menurut perundang-undangan dan hukum
yang umum dan biasa.
5

Menurut Sihombing , corak, bentk, dan sumbernya, maka Hukum Tata Negara Darurat itu
dapat digolongkan menjadi empat yaitu:

1. HTN Darurat objektif

2. HTN Darurat Subjektif

3. HTN Darurat Tertulis

4. HTN Darurat Tidak Tertulis

Sedangkan dari isinya, yakni dari tingkatan bahaya darurat dalam HTN Darurat itu dapat
dikelompokkan menjadi:

1. HTN Darurat dalam tingkatan Darurat Sipil

2. HTN Darurat dalam tingkatan Darurat Militer

3. HTN Darurat dalam tingkatan Darurat Perang

Dalam hal keadaan darurat negara juga diatur dalam undang-undang dasar, diantaranya:

1. Menurut UU no.23/Prp/1959

Berdasarkan UUD 1945, Presiden RI disamping sebagai Kepala Negara juga sebagai
Kepala Pemerintahan dengan demikian Presiden juga sebagai Pejabat Administrasi Negara.
Presiden sebagai Kepala Negara mendapat pengaturan mulai pasal 10 sampai dengan pasal 15
UUD 1945. Dalam pasal 12 UUD 1945 disebutkan bahwa Presiden menyatakan keadaan bahaya,
syarat-syarat dan akibat-akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan UU. dengan demikian
pasal ini menyerahkan pengaturan lebih lanjut mengenai syarat-syarat dan akibat-akibatnya
keadaan bahaya kedalam suatu UU organik, yaitu UU yang dibentuk atas perintah langsung dari
ketentuan/ pasal-pasal dalam UUD 1945

Seperti yang diungkapkan diatas bahwa presiden juga sebagai Pejabat Administrasi Negara
maka presiden dilengkapi dengan wewenang untuk membuat berbagai keputusan. Keputusan
administrasi negara terdiri dari tiga bentuk yaitu peraturan perundang-undangan, ketetapan dan
6

bentuk yang bukan peraturan perundang-undangan dan bukan pula ketetapan (peraturan
kebijakan).

Undang-undang yang mengatur keadaan darurat pertama kali muncul pada UU


No.23/Prp/1959 tentang keadaan bahaya. Pokok isi undang-undang tersebut adalah:

1. Tingkatan keadaan bahaya dibedakan sebagai Darurat Sipil, Darurat militer dan Darurat
Perang

2. Presiden/ Panglima Tertinggi Angkatan Perang menyatakan seluruh atau sebagian


wilayah negara RI dalam keadaan bahaya

3. Pemberlakuan keadaan bahaya terserah kepada Presiden

Apabila diamati maka disinilah letak kebebasan ysng diberikan kepada Presiden untuk
menentukan sendiri isi dan keputusan tentang pernyataan negara dalam keadaan bahaya. Maka
ditinjau dari kajian hukum administrasi wewenang pemerintahan ini disebut sebagai wewenang
yang mengandung suatu ruang gerak kebebasan. Kebebasan yang dimaksud adalah agar
Presiden/ pemerintah diberi kebebasan untuk menentukan sendiri bagaimana mengartikan
maksud dan tujuan dari kewenangan yang diberikan oleh UU No. 23/Prp/ 1959 untuk
menyatakan negara dalam keadaan darurat, dan darurat yang dikategorikan didalam undang-
undang tersebut adalah darurat sipil, darurat militer dan darurat perang.

2. Menurut RUU Perubahan atau RUU Tentang Penanggulangan Keadaan Bahaya (RUU
PKB)

RUU ini merupakan bentuk perubahan atau penyempurnaan dari RUU sebelumnya yang
banyak dikritik dan di tentang oleh masyarakat. Pokok bahasan RUU ini adalah:

1. Keadaan bahaya meliputi keadaan khusus, keadaan darurat dan keadaan perang

2. Presiden menyatakan keadaan bahaya setelah mendapat laporan dari Gubernur,


setelah mendapart persetujuan DPR dan dikonsultasikan DPR
7

3. Memberlakukan keadaan khusus, daruurat dan perang dibatasi antara 3-6 bulan,
bisa dievaluasi dan diperpanjang

4. Dalam keadaan khusus:

a. pelaksana keadaan khusus adalah Gubernur dibantu Tim yang terdiri dari
Kapolda, Komandan TNI Daerah, Kejati, Pimpinan DPRD dan unsur masyarakat

b. penangkapan terhadap orang hanya bisa dilakukan bila ada bukti permulaan
yang cukup, pemindahan orang hanya untuk keselamatan dan penutupan wilayah
hanya untuk wilayah di daerah keadaan khusus.

5. Dalam keadaan darurat:

a. penguasa darurat di daerah adalah Panglima TNI Daerah dibantu TIM


pengendali yang terdiri dari Gubernur, Kapolda, Kejati, Pimpinan DPRD dan
unsur masyarakat

b. atas perintah penguasa darurat pusat, Panglima dengan pertimbangan ketertiban


dan kesejahteraan umum, dapat membatasi pengerahan orang, melakukan
pemeriksaan, mengatur pos dan telekomunikasi, mewajibkan orang untuk
kepentingan Hankam, mengatur lalulintas darat, udara dan perairan.

6. Dalam keadaan perang dengan persetujuan DPR, Presiden menyatakan perang


maka Presiden akan dibantu Tim.

RUU ini memberikan kewenangan kepada pemerintah yaitu Gubernur untuk daerah atau
Presiden untuk nasional, hanya dapat memberlakukan keadaan khusus atau keadaan darurat atau
keadaan perang jika disetujui oleh DPRD untuk Gubernur dan DPR untuk Presiden. Dalam RUU
ini juga kewenangan yang dimiliki untuk menyatakan keadaan darurat adalah merupakan
kewenangan bebas pula, karena pemerintah memiliki kewenangan untuk menilai kapan keadaan
bahaya dalam negara itu akan terjadi dengan pertimbangan demi ketertiban dan kesejahteraan
umum.
8

Adanya unsur DPR dan DPRD dalam menentukan suatu keadaan darurat yang ada dalam
RUU tersebut dapat dilihat sebagai suatu tindakan pengawasan sesuai dengan fungsinya sebagai
pengawas fungsi pemerintahan dan agar kewenangan bebas yang diberikan oleh undang-undang
tidak melampaui batas.

Dalam RUU ini juga kekuatan militer bukanlah segalanya ketika mengalami keadaan
darurat. Hukum sipil tetap berlaku di daerah yang dinyatakan sebagai keadaan darurat, aparat
bisa menangkap seseorang dengan bukti cukup bila disangka melakukan kesalahan. Tetapi tetap
diproses sesuai dengan hukum sipil.

BAB III

PENUTUP
9

Dalam waktu beberapa tahun terakhir bangsa Indonesia menghadapi berbagai bentuk
gangguan keamanan. Disamping gangguan keamanan dalam bentuk kejahatan yang bersifat
konvensional (ordinary crimes) dan yang menyangkut kekayaan negara. Keamanan nasional
adalah kepentingan segenap warga negara, akan tetapi pencegahan dan penanggulangan
ancaman-ancaman terhadap keamanan nasional adalah tugas negara dan pemerintah karena
negara dan pemerintah diberi kewenangan itu dan diatur dalam undang-undang,

UU No.23/Prp/1959, pasal 10 sampai dengan pasal 15 UUD 1945, RUU Tentang


Penanggulangan Keadaan Bahaya, adalah contoh bagaimana kewenangan negara dan pemerintah
dalam menyatakan keadaan darurat itu diatur oleh undang-undang. Kewenangan ini diberikan
secara bebas dalam pengartian dan pelaksanaannya sesuai dengan pengartian dari pemerintah
atau negara, akan tetapi agar kewenangan ini tidak melampaui batas maka diperlukan adanya
pengawas-pengawas diantaranya DPR dan DPRD.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA
10

Http://www.kompas.com

Http://www.pikiranrakyat.com
Muchsan, 1992, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintahan Dan Peradilan
Tata Usaha Di Indonesia, Liberty: Yogyakarta.
Niti Baskasra, Tubagus Ronny Rahman, Prof. Dr. ,2002.,Paradoksal Konflik dan Otonomi
Daerah, Peradaban: Jakarta.
Sihombing, Herman, 1996, Hukum Tata Negara Darurat Di Indonesia, Djambatan: Jakarta.

Jurnal:

Anggoro, Dr. Kusnanto, Keamanan Nasional, Pertahanan Negara, Dan Ketertiban Umum, 14
Juli 2003

Вам также может понравиться