Вы находитесь на странице: 1из 7

Kriteria Sindroma Metabolik

Bedasarkan ketentuan WHO, dikatakan sindroma metabolik adalah ketika terdapat


adanya impaired fastign glukose disertai dengan dua atau lebih kriteria berikut :
 Rasio pinggang:pinggul : >0,85 untuk wanita
: >0,9 untuk pria atau BMI > 30 kg/m2
 Trigliserida : ≥150 mg/dl
 HDL Kolestrol : < 40 mg/dl
 Tekanan darah : ≥ 140/90 mm Hg
 Mikroalbuminuria : laju ekskresi albumin urin ≥ 20 µg/min
: rasio albumin : kreatinin ≥ 30 mg/g
Sedangkan untuk ketentuan National cholestrol education program adult treatment panel
(NCEP ATP) III adalah ditemukannya tiga atau lebih kriteria berikut :
 Obesitas abdominal > 102 cm untuk pria
 Lingkar pinggang > 88 cm untuk wanita
 Trigliserida ≥ 150 mg/dl
 HDL kolestrol < 40 mg/dl untuk pria dan < 50 mg/dl untuk wanita
 Tekanan darah > 130/85 mm Hg
 Gula darah puasa > 110 mg/dl (Achmad, 2004)

Patofisiologi Sindroma Metabolik


1. Resistensi Insulin
Hipotesis yang paling diterima untuk menggambarkan patofisiologi metabolik
sindrom adalah resistensi insulin. Resistensi insulin terjadi ketika sel dalam tubuh (hati, otot
skelet dan jaringan adiposa) menjadi berkurang tingkat sensitifitasnya dan trutama sensitif
terhadap insulin, hormon yang diproduksi oleh sel beta pankreas yang berfungsi untuk
memfasilitasi absorbsi glukosa. Ketika terjadi resistensi insulin, glukosa tidak dapat lagi
diabsorbsi oleh tubuh dan tertimbun di aliran darah yang menyebabkan kebutuhan insulin
yang meningkat. Produksi insulin yang berlebihan dapat melemahkan sel beta. Sehingga
pankreas sudah tidak dapat lagi memproduksi cukup insulin dan menjadi hiperglikemia.
2. Obesitas dan peningkatan lingkar pinggang
Peningkatan jaringan adipose menyebabkan tingginya perubahan tingkat jaringan
adiposa derivat asam lemak bebas ke hati melalui sirkulasi splanchnic, ketika terjadi
penignkatan lemak subcutan abdominal dapat melepaskan produk lipolisis pada sirkulasi
sistemik dan mencegah efek langsung pada metabolisme hati.
3. Dislipidemia

1
Peningkatan asam lemak bebas ke hati meningkatan produksi VLDL. Dengan kondisi
fisiologi, insulin menghambat sekresi VLDL ke dalam sirkulasi sistemik. Dalam pengaturan
resistensi insulin, peningkatan asam lemak bebas ke hati dan hati meningkatkan
pembentukan trigliseride. Jadi, hipertrigliseridemia adalah refleksi dari resistensi insulin dan
satu dari kriteria penting metabolik sindrom.
4. Intoleransi glukosa
Kerusakan metabolisme glukosa oleh insulin meliputi keagalan untuk menekan
glukoneogenesis di hati dan menjadi sarana pengambilan glukosa oleh jaringan sensitif
insulin. Untuk mengimbangi kerusakan oleh insulin, sekresi insulin harus ditingkatkan untuk
mencegah euglicemia. Jika penyeimbangan ini gagal, kerusakan sekresi insulin dan
hiperglikemia akan terjadi. Meskipun asam lemak bebas dapat merangsang sekresi insulin,
paparan yang berkepanjangan dapat menyebabkan kelebihan asam lemak bebas yang
menyebabkan kegagalan sekresi insulin.
5. Hipertensi
Hubungan antara resistensi insulin dan hipertensi sudah ditetapkan meskipun ada
beberapa mekanisme yang diajukan. Yang pertama, insulin sebagai vasodilasator ketika
diberika intravena pada orang normal, dengan efek sekunder pada reabsorbsi sodium oleh
ginjal. Keadaan resistensi insulin, efek vasodilasator pada insulin bisa jadi menghilang, akan
tetapi fungsi ginjal pada reabsrobsi sodium tetap dipertahankan. Asam lemak itu sendiri
dapat memediasi vasokonstriksi. Hiperinsulinemia dapat menyebabkan pada peningkatan
aktivitas sistem saraf dan menyebabkan terjadinya hipertensi (Handelsman, 2009).

Obesitas Sentral dan Resistensi Insulin


Obesitas sentral (tipe android/abdominal/viseral) adalah suatu keadaan ketika
terjadi penimbunan lemak secara berlebihan dan jauh melebihi normal di daerah abdomen.
Obesitar sentral merupakan faktor risiko yang sangat berpengaruh dalam mencetuskan
resitensi insulin. Dibandingkan dengan sel lemak perifer, sel lemak sentral lebih resisten
terhadap efek metabolik dari insulin dan lebih sensitif terhadap hormon lipolitik. Dengan
demikian peningkatan pelepasan asam lemak bebas ke aliran darah yang masuk sistem portal
hati menyebabkan pertambahan substrat untuk sintesis trigliserid hepatik dan menggangu
metabolisme insulin. Sel lemak viseral dilaporkan menghasilkan lebih banyak IL-6, TNF-α,
dan resistin sedangkan leptin dan adiponektin dihasilkan dalam jumlah yang lebih sedikit.
Obesitas dapat mempengaruhi organ-organ yang sensitif terhadap insulin
diantaranya :

2
a. Hati : Peningkatan jumlah asam lemak bebas dalam darah dapat merangsang hati untuk
melakukan glukoneogenesis. Hal ini tidak selalu menyebabkan terjadinya peningkatan
produksi produksi glukosa hepatik sebab masih dapat diimbangi oleh peningkatan
sekresi insulin yang menurunkan glikogenolisis. Diabetes yang tidak terkontrol, obesitas
dan jaringan lemak intraabdominal merupakan faktor pendorong kuat penyebab
peningkatan aktifitas glukoneogenesis.
b. Otot Skelet : Otot skelet adalah tempat penimbunan glukosa terbesar sehingga bisa
dikatakan merupakan determinan utama terjadinya resistensi insulin dengan
menurunkan oksidasi glukosa dan sintesis glikogen. Ketidakmampuan otot skelet secara
relatif untuk memetabolisme glukosa ataupun oksidasi lemak bisa merupakan
patogenesis terjadinya resistensi insulin.
c. Pankreas : Pemaparan sel beta pankreas dengan asam lemak bebas dapat menyebabkan
kerusakan pada sel beta. Pemaparan akut asam lemak bebas pada pankreas
menyebabkan peningkatan sekresi insulin. Jika pemaparan berlangsung kronik maka
dapat menyebabkan gangguan pada sekresi insulin. Defek sekresi insulin ditandai dengan
hilangnya sensitifitas sel beta terhadap glukosa plasma yang melebihi normal.
Resistensi insulin pada orang yang mengalami obesitas sentral sangat mungkin
disebabkan oleh efek lipotoksisitas dari asam lemak bebas, gluukotoksisitas dari hiperglikemi
kronik ataupun reaksi inflamasi yang dicetuskan oleh sitokin-sitokin sel lemak. Selain itu
aktifitas lipolisis yang diinduksi sistem saraf simpatik dan kerja hormon insulin juga turut
berperan dalam menggangu sensitifitas insulin dalam tubuh (Nurtanio, 2007).

Penanganan sindroma metabolik


Pendekatan pada sindroma metabolik dapat dilakukan dengan meningkatkan asupan
serta yang dapat menurunkan resistensi insulin, menurunkan asupan lemak jenuh,
meningkatkan konsumsi sayuran dengan karotenoid yang dapat menurunkan insulin saat
puasa, latihan fisik dan mengurangi stress, asupan tinggi magnesium dan chromium yang
dapat menghasilkan perubahan pada sensitifitas insulin (Meletis, 2003).
Ketika diagnosis metabolic syndrome ditetakan, manajemen ditujukan untuk
mengurangi risiko dari CVD dan diabetes type II. Assesment berbagai risiko penyakit jantung
harus dijalankan terkait dengan ;
1. Primary intervention. Manajemen utama pada metabolic syndrome adalah berubah
menuju gaya hidup yang sehat terkait pembatasan kalori untuk mengurangi berat badan,
ativitas fisik sedang dan merubah komposisi diit seperti yang dianjurkan.

3
2. Secondary intervention. Pada golongan yang jika merubah gaya hidup masih belum
cukup untuk mengurangi risiko penyakit jantung dan diabetes, pemberian obat dapat
diberikan untuk mengatasi sindroma metabolik. Pemberian obat harus mendasari
mekanisme yang terjadi, apakah karena aterogenic dislipidemi, atau kenaikan tekanan
darah, atau resistensi insulin dan hiperglikemia (IDF, 2006).

Faktor risiko penyakit jantung koroner


Berbagai penelitian tentang faktor risiko penyakit jantung telah dilakukan
diantaranya menyebutkan bahwa hiperkolestrol, rendahnya kolestrol HDL, kurang
berolahraga, merokok, dan hipertensi dapat memicu terjadinya penyakit jantung koroner
(Fitriani, 2007).
Menurut Djohan (2004) faktor-faktor risiko terjadinya penyakit ini adalah merokok,
tekanan darah tinggi, peninggian nilai kolestrol di darah, kegemukan, stress, diabetes mellitus
dan riwayat panyakit jantung di keluarga. Dengan bertambahnya umur penyakit ini akan
lebih sering ada. Pria memili risiko yang lebih tinggi dari wanita, tetapi perbedaan ini dengan
meningkatnya umur akan menjadi semakin kecil.

Perbedaan aterosklerosis dan arteriosklerosis


Arteriosklerosis adalah salah satu masalah utama arteri. Penyakit ini terjadi jika
terdapat plak (yang terbuat dari kolestrol, fibrin, platelets dan beberapa bahan lain)
terbentuk pada dinding arteri dan merusak sirkulasi dan aliran darah normal. Arteri menjadi
menyempit dan dindingnya kehilangan elastisitas yang menyebabkan aliran darah
berkurang. Berbeda dengan arteriosklerosis, aterosklerosis merupakan sub grup dari
arteriosklerosis. Arterosklerosis adalah tipe spesifik yang menunjukkan penebalan plak pada
dinding dalam arteri.
Aterosklerosis merupakan pengerasan arteri yang ditandai oleh penimbunan lemak
yang progresif-lambat pada dinding-dinding arteri yang disebut plak sehingga mengurangi
atau memblokir sama sekali aliran darah ke jaringan (Hull, 1996). Kadar kolestrol dan
trigliserida yang tinggi di dalam serum dapat menyebabkan pembentukan aterosklerosis.
Kolestrol dan trigliserida did alam darah terbungkus di dalam protein pengangkut lemak
yang disebut lipoprotein. Lipoprotein berdensitas tinggi (HDL) membawa kelebihan kolestrol
LDL pada pembuluh darah, dan diketahui bersifat protektif melawan arteriosklerosis.
Sedangkan lipoprotein berdensitas rendah (LDL) dan sangat rendah (VLDL) membawa lemak
termasuk kolestrol ke sel perifer di dalam tubuh. Oksidasi kolestrol dan trigliserida
menyebabkan pembentukan radikal bebas yang diketahui merusak sel-sel endotel. Apabila

4
terjadi pada sel endotel arteri maka akan mengakibatkan terjadinya ateriosklerosis (Santoso,
2005).

Komplikasi penyakit jantung koroner


1. Angina pectoris
Angina pektoris dpat timbul saat istirahat, yang berarti proses stenosis melebihi 60%
baik oleh penyempitan kritis maupun bertamabah oleh faktor spasme arteri koroner sendiri
di tempat yang tadinya tidak menimbulkan gejala. Pasokan berkurang sehingga menimbulkan
hipoksia baik karena secara anatomis ada penyempitan yang menyebabkan alirandarah
berkurang tetapi menjadi kritis karena peningkatan kebutuhan akibat akitfitas fisik mapupun
psikis. Bila proses kritis berlanjut maka hipoksia akan menimbulkan gangguan kerusakan
otot jantung, jaringan mati atau nekrosis.
2. Infark miokard
Umumnya terjadi karena aliran darah turun secara mendadak setelah oklusi trombus
pada plak arterrosklerosis yang sudah ada sebelumnya. Pada sebagian besar, infark terjadi
jika plak arterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal memacu
trombogenesis sehinga trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri
koroner. plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap dan inti
kaya lipid (Taufik, 2008).

Jenis-enis penyakit jantung


1. Gagal Jantung. Gagal jantung merupakan suatu keadaan patologis berupa kelainan fungsi
jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau diserta peninggian
volume diastolik secara abnormal.
2. Infark miokard akut. Infark miokar akut adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran
darah ke otot jantung
3. Angina pektoris. Angina pektoris adalah suatu sindrom klinis berupa serangan sakit dada
yang khas yaitu seperti seperti ditekan atau tersa berat di dada yang sering kali menjalar
ke lengan kiri.
4. Penyakit jantung hipertensif. Terjadinya peningkatan bertahap tahanan pembuluh darah
perifer dan beban akhir ventrikel kiri.
5. Endokarditis infektif. Endokarditis adalah penyakit infeksi oleh mikroorganisme pada
endokard atau katup jantung (Mansjoer, 2000).

5
Olahraga untuk penyakit jantung
Olahraga dibagi menjadi 2 tipe, aerobik dan anaerobik. Olahraga aerobik adalah
olahraga yang dilakukan secara terus menerus dimana kebutuhan oksigen masih dapat
dipenuhi oleh tubuh. Sedangkan olahraga anaerobik adalah olahraga yang kebuthan oksigen
tidak sepenuhnya dapat dipenuhi oleh tubuh. Olahraga aerobik dibagi mejadi 3 yaitu
1. Tipe 1. Olahraga dengan naik turunnya denyut nadi yang relatif stabil. Contoh : jalam,
joging, lari kecil dan bersepeda.
2. Tipe 2. Olahraga dengan naik turunnya secara bertahap. Contohnya senam, renang, dansa
3. Tipe 3. Olahraga dengan naim turunyya nadi secara mendadak, umumnya dalam bentuk
permainan. Contoh : sepak bola, basket, voli, tenis lapangan, tenis meja.
Bagi orang yang memiliki risiko penyakit seperti jantung tidak dianjurkan melakukan
olahraga aerobik tipe 3 dan olahraga anaerobik. Akan tetapi masih boleh melakukan olahraga
aerobik tipe 1 dan sedikit dari aerobik tipe 2. Sedangkan pada penderita obesitas, tidak
dianjurkan melakukan olahraga lari karena akan menimbulkan cedera pada lutut dan
persendian (PKOP, 2006).

6
Daftar pustaka
Achmad, Tri Hnaggono. 2004. Metaboic Syndroem and Diabetic Vascular Disease. Bagian
Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran
Djohan, Bahri Anwar. 2004. Patafisiologi dan Penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner. e-
USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara
Fitriani. 2007. Analisis Faktor Risiko Kejadian Penyakit Jantung Koroner di Rumah Sakit Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar. Makassar : Program Pasca Sarjana Universitas
Hassanuddin
Handelsman, Yehuda. 2009. Metabolic Syndrome Pathophysiology and Clinical Presentation.
Toxicologic Pathology, 37:18-20,2009
Hull, A. 1996. Heart Disease, Hipertension and Nutrition. Health Media of America, Inc.
IDF. 2006. The IDF Consensus Worlwide Definition of The Metabolic Syndrome. International
Diabetes Federation Belgia
Meletis, Chris D. and Jason Barker. 2003. Natural Treatments for Metabolic Syndrome, Using
Nutraceutical to Thwart a Deadly Trend. Alternative and Complementary Therapies-
December 2003
Nurtanio, Natasha dan Wangko, Sunny. 2007. Resistensi Insulin pada Obesitas Sentral. BIK
Biomed., Vol.3, No.3. Juli-September 2007
Pedoman Kesehatan Olahraga di Puskesmas tahun 2006
Santoso, M. 2008. Penyakit Jantung Koroner. SMF Penyakit Dalam RSUD Koja Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Ukrida Jakarta
Taufik, Maulana. 2008. Cardivascular System, Penyakit Jantung Koroner. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara

Вам также может понравиться