Вы находитесь на странице: 1из 19

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Eliminasi produk sisa pencernaan yang teratur merupakan aspek yang penting untuk fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan

masalah pada sistem gas trointestinal dan sistem tubuh lainnya. Karena fungsi usus bergantung pada keseimbangan beberapa factor, pola dan kebiasaan eliminasi bervariasi diantara individu. Namun telah terbukti pengeluaran feses yang sering dalam jumlah besar dan karakteristiknya normal biasanya berbanding lurus dengan rendahny a insiden kanker kolorektal (Robinson dan Weigley, 1989).

Untuk menangani masalah eliminasi pasien, perawat harus memahami eliminasi normal dan factor -faktor yang meningkatkan atau menghambat eliminasi. Asuhan keperawatan yang mendukung akan menghormati privasi dan kebutuhan emosional pasien. Tindakan yang dirancang untuk meningkatkan eliminasi normal juga harus meminimalkan rasa ketidaknyamanan. 1.2 Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu ; 1. Mengetahui jenis -jenis enema. 2. Mengetahui teknik pemberian dan pelaksanaan tindakan enema . 1.3 Manfaat Manfaat dari pembuatan makalah ini yaitu membantu proses

pembelajaran mahasiswa keperawatan khususnya mengenai enema.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Enema adalah tindakan memasukkan cairan ke dalam usus melalui rektum, sehingga cairan tersebut dapat mengalir balik atau tertahan. Istilah ini biasanya didahului dengan nama cairan enema yang digunakan. Lebih lanjut enema dapat diberi nama menurut fungsi cairan tersebut. Enema untuk evakuasi biasanya dibuat secara komersial dalam kemsan kecil -kecil sebagai enema disposabel: zat kimia yang ada dalam enema tersebut akan menarik ke dalam usus sehingga meningkatkan pembilasan dan kontrak si peristaltik usus distal. Jenis enema yang dibiarkan tertahan dalam usus sering digunakan adalah kortison. ( Sue Hinchliff. Kamus Keperawatan Edisi 17 . 1999. hlm 152 ) Enema ( huknah ) adalah memasukkan larutan yang berfungsi sebagai pencahar ke dalam rektum dan kolon. ( Asmadi. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. 2008 : hlm 109 )

BAB 3 LANDASAN TEORI


3.1 Latar Belakang Enema Pada permulaannya tindakan enema dikenal dengan nama Clyster (abad ke 17 M) menggunakan clyster syringe yang terdiri dari tabung syrine, pipa anus dan batang pendorong. Clyster digunakan sejak abad ke 17 (atau sebelumnya) hingga abad ke 19, kemudian digantikan dengan syringe balon, kantong. Pada awal era modern Francis Mauriceau dalam The Diseases of Women bocks, dan

with Child mencatat para bidan memberikan enema pada wanita hamil menjelang
melahirkan. Pada abad ke 20, enema digunakan secara luas di negara tertentu seperti amerika serikat; saat itu enema merupakan ide yang sangat baik untuk cuci kolon pada kasus fever, menjelang partus dengan tujuan untuk mengurangi keluarnya feces saat partus. Beberapa kontroversi diperdebatkan penggunaan enema untuk mempercepat proses melahirkan dengan menstimulasi terjadinya kontrkasi, pada akhirnya enema dengan tujuan ini dilarang karena para obstetrik menggunakan oxytocin sebagai penggantinya selain dikarenakan para ibu hamil merasa tidak nyaman dengan tindakan enema ini. Pada masa John Donne Elegy XVIII, pada masa itu kaum pria menyalahgunakan tindakan enema dengan melukai selaput dara pengantin wanita menggunakan clyster. Clyster juga tercatat pada periode sado -masochistic, pada masa itu mereka menggunakan enema sebagai tindakan disipliner. Khususnya wanita dihukum menggunakan clyster berukuran besar untuk periode tertentu, sebagai contoh ditemukan dalam The Prussian Girl oleh P.N Dedeaux . Clyster merupakan pengobatan yang banyak digemari oleh orang berada dan terhormat di dunia barat hingga abad ke 19.

William Laighton dari Por tsmouth, New Hampshire merupakan orang pertama yang mendapat hak paten untuk kursi enema pada 8 agustus 1846. Hingga kini berbagai inovasi bentuk enema dan jenis enema dibuat dengan tujuan untuk mempermudah dalam cara pemberian, faktor kenyamanan dan simpel. 3.2 Tujuan Enema Enema dilakukan untuk mengobati penyakit ringan seperti sakit perut, kembung; namun pada perkembangannya digunakan untuk berbagai tujuan yang berbeda seperti telah diuraikan dalam sejarah dilakukannya tindakan ini. Pada akhirnya setelah ilmu pengetahuan medis berkembang dengan adanya penelitian dan ditemukannya berbagai peralatan medis, penggunaan enema saat ini jauh lebih spesifik dari masa awal keberadaannya. 3.3 Manfaat Enema
y

Merangsang gerakan usus besar, berbeda dengan laxat ive. Perbedaan utama terletak pada cara penggunaannya, laxative biasanya diberikan per oral sedangkan enema diberikan langsung ke rectum hingga kolon. Setelah seluruh dosis enema hingga ambang batas daya tampung rongga kolon diberikan, pasien akan buang ai r bersamaan dengan keluarnya cairan enema ke dalam bedpan atau di toilet. , larutan garam isotonik sangat sedikit mengiritasi rektum dan kolon, mempunyai konsentrasi gradien yang netral. Larutan ini tidak menarik elektrilit dari tubuh seperti jika menggunakan air biasa dan larutan ini tidak masuk ke membran kolon seperti pada penggunaan phosphat. Dengan demikian larutan ini bisa digunakan untuk enema dengan waktu retensi yang lama, seperti melembutkan feses pada kasus fecal impaction.

Membersihkan kolon bagian bawah (desenden) menjelang tindakan operasi seperti sigmoidoscopy atau colonoscopy. Untuk kenyamanan dan mengharapkan kecepatan proses tindakan enema dapat diberikan disposibel enema dengan konsentrasi lebih kental berbahan dasar air yg berisikan sodium phospat atau sodium bikarbonat.

Sebagai jalan alternatif pemberian obat. Hal ini dilakukan bila pemberian obat per oral tidak memungkinkan, seperti pemberian antiemetik untuk mengurangi rasa mual, beberapa anti angiogenik lebih baik diberikan tanpa melalui saluran pencernaan , pemberian obat kanker, arthritis, pada orang lanjut usia yang telah mengalami penurunan fungsi organ pencernaan, menghilangkan iritable bowel syndrome menggunakan cayenne pepper untuk squelch iritasi pada kolon dan rectum dan untuk tujuan hidrasi.

Pemberian obat topikal seperti kortikosteroid dan digunakan untuk mengobati peradangan usus besar.

mesalazine yang

Pemeriksaan radiologi seperti pemberian barium enema. Enema berisi barium sulphat , pembilasan dengan air atau saline d ilakukan setelah selesai dengan tujuan untuk mengembalikan fungsi normal dari kolon tanpa komplikasi berupa konstipasi akibat pemberian barium sulphat.

3.4 Indikasi Enema 3.4.1 Konstipasi Konstipasi berhubungan dengan jalur pembuangan yang kecil, kering, kotoran yang keras, atau tidak lewatnya kotoran di usus untuk beberapa waktu. Ini terjadi karena pergerakan feses melalui usus besar lambat dimana reabsorbsi cairan terjadi di usus besar. Konstipasi berhubungan dengan pengosongan kotoran yang sulit dan meningkatnya usaha atau tegangan dari otot -otot volunter pada proses defekasi. Ada banyak penyebab konstipasi : 1. Kebiasaan buang air besar (b.a.b) yang tidak teratur Salah satu penyebab yang paling sering menyebabkan konstipasi adalah kebiasaan b.a.b yang tidak teratur. Refleks defekasi yagn normal dihambat atau diabaikan, refleks -refleks ini terkondisi menjadi semakin melemah. Ketika kebiasaan diabaikan, keinginan untuk defekasi hilang. Anak pada masa bermain biasa mengabaikan refleks -refleks ini; orang dewasa mengabaikannya karena tekanan waktu dan pekerjaan.

Klien yang dirawat inap bisa menekan keinginan buang air besar karena malu menggunakan bedpan atau karena proses defekasi yang sa ngat tidak nyaman. Perubahan rutinitas dan diet juga dapat berperan dalam konstipasi. Jalan terbaik untuk menghindari konstipasi adalah membiasakan b.a.b teratur dalam kehidupan. 2. Penggunaan laxative yang berlebihan Laxative sering digunakan untuk men ghilangkan ketidakteraturan buang air besar. Penggunaan laxative yang berlebihan mempunyai efek yang sama dengan mengabaikan keinginan b.a.b refleks pada proses defekasi yang alami dihambat. Kebiasaan pengguna laxative bahkan memerlukan dosis yang lebih besar dan kuat, sejak mereka mengalami efek yang semakin berkurang dengan penggunaan yang terus -menerus (toleransi obat). 3. Peningkatan stres psikologis Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan menghambat gerak peristaltik usus melalui kerja dari epinefrin dan sistem syaraf simpatis. Stres juga dapat menyebabkan usus spastik (spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon ). Yang berhubungan dengan konstipasi tipe ini adalah kram pada abdominal, meningkatnya jumlah mukus dan adanya pe riode pertukaran antara diare dan konstipasi. 4. Ketidaksesuaian diet Makanan lunak dan rendah serat yang berkurang pada feses menghasilkan produks ampas sisa yang tidak cukup untuk merangsang refleks pada proses defekasi. Makan rendah serat seperti; beras, telur dan daging segar bergerak lebih lambat di saluran cerna. Menin gkatnya asupan cairan dengan makanan seperti itu meningkatkan pergerakan makanan tersebut. 5. Obat-obatan Banyak obat-obatan dengan efek samping berupa konstipasi. Beberapa di antaranya seperti ; morfiin, codein, sama halnya dengan obat -obatan adrenergi k dan antikolinergik, melambatkan pergerakan kolon melalui kerja mereka pada sistem syaraf pusat. Penyebab lainnya seperti: zat besi, mempunyai efek menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus menyebabkan konstipasi. Zat besi juga mempuny ai efek mengiritasi dan dapat menyebabkan diare pada sebagian orang. 6. Latihan yang tidak cukup

Pada klien dengan masa rawat inap yang lama, otot secara umum akan melemah, termasuk otot abdomen, diafragma, dasar pelvik, yang digunakan pada proses defekasi. Kurangnya latihan secara tidak langsung dihubungkan dengan berkurangnya nafsu makan dan kemungkinan kurangnya jumlah serat yang penting untuk merangsang refleks pada proses defekasi. 7. Umur Pada manula, otot -otot dan tonus spinkter semakin melemah turut berperan sebagai penyebab punurunan kemampuan defekasi. 8. Proses penyakit Beberapa penyakit pada usus dapat menyebabkan konstipasi, beberapa di antaranya obstruksi usus, nyeri ketika defekasi berhubungan dengan hemorhoid, yang membuat orang mengh indari defekasi; paralisis, yang menghambat kemampuan klien untuk buang air besar; terjadinya peradangan pelvik yang menghasilkan paralisis atau atoni pada usus. Konstipasi bisa jadi beresiko pada klien, regangan ketika b.a.b dapat menyebabkan stres pada abdomen atau luka pada perineum (post operasi); Ruptur dapat terjadi jika tekanan saat defekasi cukup besar. Ditambah lagi peregangan sering bersamaan dengan tertahannya napas. Gerakan ini dapat menyebabkan masalah serius pada orang dengan sakit jantung, t rauma otak, atau penyakit pada pernapasan. Tertahannya napas meningkatkan tekanan intra torakal dan intrakranial. Pada kondisi tertentu, tekanan ini dapat dikurangi jika seseorang mengeluarkan napas melalui mulut ketika mengejan/regangan terjadi. Bagaimanapun, menghindari regangan merupakan pencegahan yang terbaik. 3.4.2. Impaksi Feses (tertahannya feses) Impaksi feses dapat didefenisikan sebagai suatu massa atau kumpulan yang mengeras, feses seperti dempul pada lipatan rektum. Impaksi terjadi pada retensi yang lama dan akumulasi dari bahan -bahan feses. Pada impaksi yang gawat feses terkumpul dan ada di dal am colon sigmoid. Impaksi feses ditandai dengan adanya diare dan kotoran yang tidak normal. Cairan merembes keluar feses sekeliling dari massa yang tertahan. Impaksi dapat juga dinilai dengan pemeriksaan digital pada rektum, selama impaksi massa yang menge ras sering juga dapat dipalpasi.

Diare yang bersama dengan konstipasi, termasuk gejala yang sering tetapi tidak ada keinginan untuk defekasi dan nyeri pada rektum. Hadirnya tanda tanda umum dari terjadinya penyakit ; klien menjadi anoreksia, abdomen menja di tegang dan bisa juga terjadi muntah. Penyebab dari impaksi feses biasanya kebiasaan buang air besar yang jarang dan konstipasi. Obat -obat tertentu juga berperan serta pada impaksi. Barium digunakan pada pemeriksaan radiologi pada saluran gastrointestin al bagian atas dan bawah dapat menjadi faktor penyebab, sehingga setelah pemeriksaan ini hasil pengukuran diperoleh untuk memastikan pergerakan barium. Pada orang yang lebih tua, faktor -faktor yang beragam dapat

menyebabkan impaksi; asupan cairan yang kur ang, diet yang kurang serat, rendahnya aktivitas, melemahnya tonus otot. Pemeriksaan digital harus

dilakukan dengan lembut dan hati -hati karena rangsangan pada nervus vagus di dinding rektum dapat memperlambat kerja jantung pasien.

10

BAB 4 PEMBAHASAN
4.1Jenis enema (huknah) Enema adalah memasukkan suatu larutan ke dalam rektum dan kolon sigmoid. Alasan utama enema ialah untuk meningkatkan defekasi dengan menstimulasi peristaltik. Volume yang dimasukkan memecahkan massa feses, merenggangkan dinding rektum dan mengawali refleks defekasi. Enema juga diberikan sebagai alat transportasi obat -obatan yang menimbulkan efek lokal pada mukosa rektum. Jenis-jenis enema antara lain:

1. Cleansing Enema
Merangsang peristaltik dengan mengiritasi kolon melalui pemasukkan sejumlah cairan, efektif setelah 5 sd. 10 menit Ada 2 macam: Enema tinggi: Membersihkan semua kolon dengan 1000 ml cairan (dewasa). Umumnya dilakukan untuk persiapan operasi Enema rendah: Membersihkan rektum dan kolon sigmoid dengan 500ml cairan. Selama tindakan ini posisi klien dipertahankan miring ke kiri

2. Carminatif Enema
Merangsang keluarnya flatus dengan cara merangsang peristaltik dengan memasukkan 60 sd. 180ml caira n (dewasa).

3. Retention Enema
Memasukkan minyak ke rektum sigmoid Melembutkan feces Melicinkan rektum/anal sehingga memudahkan pelepasan feces

4. Return Flow Enema/Harris Flush


Irigasi kolon untuk melepaskan flatus dengan memasukkan 100 -200ml cairan Merangsang peristaltik usus dan merangsang pengeluaran feces

11

Tipe Enema antara lain: 1. Tap Water (hipotonik): 500 -1000ml Diberikan perlahan untuk mencegah keracunan air dan kelebihan sirkulasi 2. Normal Salin = 9ml NaCl dalam 1000ml air = 1 sdt garam meja dalam 500ml air. Cocok untuk bayi dan anak karena dapat menjaga keseimbangan cairan 3. Cairan Hipertonik 120 -180 ml. Untuk klien yang tidak toleran pada cairan yang banyak. 4. Cairan Sabun, Komposisi tergantung kondisi klien dan frekuensi enema = 5ml sabun (1sdt) + 1000ml air hangat atau normal salin = 20ml sabun dalam 1000ml air 5. Minyak 90-120 ml minyak (preparat komersial) 6. Carminative. Contoh: MGW solution (30ml Magnesium,60ml gliserin dan 90ml air)

CATATAN:     Frekuensi enema yang terlalu sering dapat merusak reflek defekasi normal. Cairan sabun yang terlalu banyak dapat mengiritasi mukosa kolon Cairan hipertonik seperti fosfat akan mengiritasi mukosa dan menarik cairan disekitar jaringan kolon (osmosis) Cairan hipotonik seperti air dapat diserap masuk ke aliran darah. Akibatnya bisa menjadi keracunan air.  Tidak aman bagi klien dengan gangguan ginjal dan jantung (gagal jantung akut)   Jenis enema harus dikolaborasi dengan dokter Suhu: Dewasa: 40-43C (105-110F) Anak-anak: 37,7C (100F)  Oil retention enema: 33C Suhu yang terlalu tinggi dapat mengiritasi mukosa Suhu yang terlalu rendah dapat menyebabkan spasme otot sphingter ani  Volume cairan yang diberikan sesuai macam,usia dan kemampuan klien  Lamanya pemberian enema tergantu ng tujuan dan kemampuan musculus

sphincter ani , biasanya 5-10menit

12

4.2 Teknik Pemberian Enema 4.2.1. Menggunakan selang rectal

A. Peralatan yang dibutuhkan Wadah enema Larutan hangat sesuai kebutuhan klien (dengan sabun,garam atau aditif lainnya yang terlarut didalamnya) a. Dewasa Volume cairan: 700ml - 1000ml Suhu: 40,5 C 43 C b. Remaja Volume cairan: 500ml - 700ml Suhu: 37 C c. Usia sekolah Volume cairan: 300ml - 500ml Suhu: 37 C d. Toddler Volume cairan: 250ml 350ml Suhu: 37 C e. Bayi Volume cairan: 150ml 250ml Suhu: 37 C Selang rectal dnegan ujung bulat Ukuran dewasa: No. 22 -30G Fr Ukuran anak: No.12 -18GFr
y y y y y y y y

Selang untuk menghubungkan selang rectal ke wadah Klem pengatur pada selang Termometer mandi untuk mengukur suhu larutan Pelumas larut dalam air Bantalan tahan air Selimut mandi Kertas toilet Pispot

13

y y y y y y

Bengkok Wash lap Handuk Sabun Sarung tangan bersih Bed pan (jika ruang terbuka)

B. Prosedur Tindakan 1 Jelaskan prosedur kepada klien 2 Tutup ruangan dengan tirai atau bedpan 3 Klien disiapkan dalam posisi miring kekiri (Posisi Sims) dengan menekuk lutut dan tangan ke arah umbilikus 4 Letakkan bantalan tahan air di bawah panggul dan bokong klien 5 Selimuti tubuh dan ekstremitas bawah klien dengan selimut mandi (hanya area anal yang terbuka) 6 Susun wadah enema,hubungkan selang,klem dan selang rectal. a. Dewasa: 22 26GFr b. Anak-anak: 10 12 GFr c. Bayi: 10-12 GFr 7 Tutup klem pengatur 8 Masukkan larutan hangat ke dalam wadahhingga memenuhi selang (tidak menyisakan udara dalam selang) lalu diklem 9 Periksa suhu larutan dengan thermometer mandi atau dengan meneteskan sedikit larutan di atas pergelangan tangan sebelah dalam. 10 Letakkan pispot ke dekat tempat tidur klien 11 Kenakan sarung tanga n 12 Berikan pelumas 3 sd. 4 inchi pada ujung selang rectal dengan jelli 13Instruksikan klien untuk relaks,motivasi untuk nafas dalam dan

mengehembuskan nafas perlahan lewat mulut lalu perlahan,regangkan gluteus sampai rectal klien tampak 14 Observasi rectal: adakah tanda -tanda hemoroid 15 Masukkan ujung selang rectal ke dalam rectal,mengarah ke umbilicus sd: a. Dewasa: 7,5 cm 10 cm b. Anak-anak: 7,5cm 5 cm

14

c. Bayi: 2,5 3,5 cm Tarik selang dengan segera bila menemukan obstruksi.

16 Selang terus dipegang sd. cairan yang telah disiapkan masuk semua ke dalam wadah 17 Angkat wadah yang telah diisi cairan setinggi panggul klien,buka klem pengatur dan biarkanla rutan masuk perlahan -lahan 18 Angkat wadah,tinggikan a. Dewasa: 30cm-45cm di atas rectal b. Anak-anak: 10 cm-15 cm di atas rectal c. Bayi: 7.5 cm di atas rectal Lamanya waktu untuk memasukkan cairan sd. habis disesuaikan dnegan volume larutan (1 liter dalam 10 menit) 19 Rendahkan posisi wadah yang berisi cairan bila klien mengeluh kram atau b ila cairan keluar dari rectal 20 Klem selang setelah semua cairan masuk 21Motivasi klien untu nafas dalam dan menghembuskannya lewat mulut sambil mengambil beberapa lembar tisue toilet letakkan pada rectal klien dan tarik selang perlahan -lahan 22 Jelaskan kepada klien: a. untuk menahan larutan selama mungkin b. akan muncul perasaan distensi dan itu adalah normal c. pada klien bayi/toddler; tutupi rectal dengan memegang gluteus dengan telapak tangan selama beberapa menit 23 Rapikan perlatan dan letakkan semua pada trolley/dressing 24Tanyakan kepada klien apakah merasa ingin BAB, Jika YaTanyakan apakah klien akan: BAB ditempat tidur dengan menggunakan pispot atau BAB di toilet 25 Bantu klien ke toilet atau pasang pispot bila klien tidak mampu berjalan ke toilet 26.A. BAB ditempat tidur dengan menggunakan pispot 1. Letakkan pispot menempel dibawah gluteus klien

15

2. Bantu klien untuk mengubah posisi; miring letak pispot tepat dibawah gluteus klien

terlentang dengan

3. Siapkan air hangat dalam wa sh kom dan wash lap 4. Angkat pispot dari gluteus klien 5. Observasi feces klien a. Banyaknya b. Warna c. Konsistensi 6. Bersihkan rectal klien dengan menggunakan sabun dan bilas dengan air hangat 7. Cuci tangan,lepaskan sarung tangan,cuci tangan menggunak an sabun di bawah air mengalir 8. Dokumentasi B. BAB di toilet 1. Bantu klien menuju toilet 2. Informasikan kepada klien untuk menekan bel bila perlu bantuan perawat 3. Informasikan kepada klien untuk tidak menyiram toilet 4. Observasi karakter feses a. Banyaknya b. Warna c. Konsistensi 5. Cuci tangan,lepaskan sarung tangan,cuci tangan menggunakan sabun di bawah air mengalir 6. Dokumentasi 4.2.2 Menggunakan kontainer enema dispossible A. Peralatan yang diperlukan Larutan hangat sesuai kebutuhan klien Kontainer enema:tube,klem, kanul rectal Sarung tangan bersih Pelumas yang larut dalam air Bantalan tahan air Selimut mandi

16

Kertas toilet Pispot Wash kom Wash lap Sabun Handuk Bed pan (jika ruang terbuka)

B. Prosedur Tindakan 1 Jelaskan prosedur kepada klien 2 Tutup ruangan dengan tirai atau bedpan 3 Klien disiapkan dalam posisi miring kekiri (Posisi Sims) dengan menekuk lutut dan tangan ke arah umbilikus 4 Letakkan bantalan tahan air di bawah panggul dan bokong klien 5 Selimuti tubuh dan ekstremitas bawah klien dengan selimut mandi (hanya area anal yang terbuka) 6 Letakkan pispot dekat tempat tidur 7 Cuci tangan 8 Pakai sarung tangan bersih 9 Lepaskan penutup plastik pada ujung selang rectal.Meskipun ujung selang sudah mengandung pelumas,jika diperlukan dapat ditambahkan jeli 10Instruksikan klien untuk relaks,motivasi untuk nafas dalam dan

mengehmbuskan nafas perlahan lewat mulut lalu perlahan,regangkan gluteus sampai rectal klien tampak 11 Observasi rectal: adakah tanda -tanda hemoroid 12 Masukkan ujung selang rectal ke dalam rectal,mengarah ke umbilicus sd: a. Dewasa: 7,5 cm 10 cm b. Anak-anak: 7,5cm 5 cm c. Bayi: 2,5 3,5 cm Tarik selang dengan segera bila menemukan obstruksi 13Tekan kontainer deng an satu tangan dan tangan yang lainnya memegang selang rectal (supaya posisinya tidak berubah/bergeser)

17

14Masukkan semua larutan dalam container sd.habis (sesuai kebutuhan klien,biasanya cairan dikemas dalam botol berisi 250ml) Ulangi prosedur no.12-13. 15 Motivasi klien untuk nafas dalam dan menghembuskannya lewat mulut sambil mengambil beberapa lembar tisue toilet letakkan pada rectal klien dan tarik selang perlahan-lahan 16 Jelaskan kepada klien: a. untuk menahan larutan selama mungkin b. akan muncul perasaan distensi dan itu adalah normal c. pada klien bayi/toddler; tutupi rectal dengan memegang gluteus dengan telapak tangan selama beberapa menit 17 Rapikan perlatan dan letakkan semua pada trolley/dressing 18 Cuci tangan,lepaskan sarung tangan dan c uci tangan dengan sabun dan air mengalir 19Tanyakan kepada klien apakah merasa ingin BAB Jika Ya, Tanyakan apakah klien akan: BAB ditempat tidur dengan menggunakan pispot atau BAB di toilet 20 Bantu klien ke toilet atau pasang pispot bila klien tidak mampu berjalan ke toilet 21. A. BAB ditempat tidur dengan menggunakan pispot 1. Letakkan pispot menempel dibawah gluteus klien 2. Bantu klien untuk mengubah posisi; miring terlentang dengan letak pispot tepat dibawah gluteus klien 3. Siapkan air hangat dalam wash kom dan wash lap 4. Angkat pispot dari gluteus klien 5. Observasi feces klien a. Banyaknya b. Warna c. Konsistensi 6. Bersihkan rectal klien dengan menggunakan sabun dan bilas dengan air hangat 7. Cuci tangan,lepaskan sarung tangan,cuci tangan menggunakan sabun di bawah air mengalir

18

8. Dokumentasi B. BAB di toilet 1. Bantu klien menuju toilet 2. Informasikan kepada klien untuk menekan bel bila perlu bantuan perawat 3. Informasikan kepada klien untuk tidak menyiram toilet 4. Observasi karakter feses a. Banyaknya b. Warna c. Konsistensi 5. Cuci tangan,lepaskan sarung tangan,cuci tangan menggunakan sabun di bawah air mengalir 6. Dokumentasi

19

BAB 5 KESIMPULAN
Enema merupakan tindakan keperawatan untuk meningkatkan defekasi dengan menstimulasi peristaltik. Enema terbagi atas beberapa jenis yaitu Cleansing enema,carminatif enema, retention enema, dan Return Flow enema. Enema memiliki dua teknik pemberian yaitu menggunakan selang rectal dan menggunakan container enema dispossible.

20

DAFTAR PUSTAKA
Potter dan Perry. Fundamental Keperawatan . 2005. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. Asmadi. Konsep dan Aplikasi kebutuhan Dasar Klien . 2008. Jakarta : Salemba Medika. Hinchliff, Sue. Kamus Keperawatan . 1999. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.

21

Вам также может понравиться