Вы находитесь на странице: 1из 11

1.

KOMUNIKASI

DENGAN

AUDITOR

PENDAHULU

(SEBELUM

PENUNJUKKAN) Seksi 315 parg. 3 Auditor harus tidak menerima suatu perikatan sampai komunikasi antara auditor pendahulu dan auditor pengganti dievaluasi. Namun, auditor dapat membuat proposal untuk perikatan audit sebelum melakukan komunikasi dengan auditor pendahulu. Sifat proposal ini belum final sampai komunikasi dengan auditor pendahulu dievaluasi. Permintaan keterangan kepada auditor pendahulu merupakan suatu prosedur yang perlu dilaksanakan, karena mungkin auditor pendahulu dapat memberikan informasi yang bermanfaat kepada auditor pengganti dalam mempertimbangkan penerimaan atau penolakan perikatan. Auditor pengganti harus selalu memperhatikan antara lain, bahwa auditor pendahulu dan klien mungkin berbeda pendapat tentang penerapan prinsip akuntansi, prosedur audit, atau hal-hal signifikan yang serupa.

Auditor pengganti harus meminta keterangan yang spesifik dan masuk akal kepada auditor pendahulu yang nantinya akan membantu dalam memutuskan penerimaan atau penolakan perikatan. Hal-hal yang dimintakan keterangan harus mencakup:
a. Informasi yang kemungkinan berkaitan dengan integritas manajemen. b. Ketidaksepakatan dengan manajemen mengenai penerapan prinsip akuntansi, prosedur audit, atau soal-soal signifikan yang serupa. c. Komunikasi dengan komite audit atau pihak lain dengan kewenangan dan tanggung jawab setara tentang kecurangan, unsur pelanggaran hukum oleh klien, dan masalah masalah yang berkaitan dengan pengendalian intern. d. Pemahaman auditor pendahulu tentang alasan penggantian auditor. 2. PEMBUATAN SURAT PERIKATAN (ENGAGAMENT LETTER) seksi 320 parg. 4 Baik klien maupun auditor berkepentingan untuk mengirim surat perikatan, lebih baik sebelum dimulainya suatu perikatan, untuk menghindari salah paham berkenaan dengan perikatan tersebut. Surat perikatan dapat pula mendokumentasikan dan menegaskan penerimaan auditor atas penunjukan perikatan, tujuan dan lingkup audit, dan luasnya tanggung jawab auditor kepada klien dan bentuk laporan. Umumnya surat perikatan berisi:

a. Tujuan audit atas laporan keuangan. b. Tanggung jawab manajemen atas laporan keuangan. c. Lingkup audit, termasuk penyebutan undang-undang, peraturan, pernyataan dari badan profesional yang harus dianut oleh auditor. d. Bentuk laporan atau bentuk komunikasi lain yang akan digunakan oleh auditor untuk menyampaikan hasil perikatan. e. Fakta bahwa karena sifat pengujian dan keterbatasan bawaan lain suatu audit, dan dengan keterbatasan bawaan pengendalian intern, terdapat risiko yang tidak dapat dihindari tentang kemungkinan beberapa salah saji material tidak dapat terdeteksi. f. Akses yang tidak dibatasi terhadap catatan, dokumentasi, dan informasi lain apa pun yang diminta oleh auditor dalam hubungannya dengan audit. g. Pembatasan atas tanggung jawab auditor. h. Komunikasi melalui e-mail. Auditor dapat pula memasukkan hal berikut ini dalam surat perikatan auditnya:
a. b. c. d. e. Pengaturan berkenaan dengan perencanaan auditnya. Harapan untuk menerima konfirmasi tertulis dari manajemen tentang representasi yang dibuat dalam hubungannya dengan audit. Permintaan kepada klien untuk menegaskan bahwa syarat-syarat perikatan telah sesuai dengan membuat tanda penerimaan surat perikatan audit. Penjelasan setiap surat atau laporan yang diharapkan oleh auditor untuk diterbitkan bagi kliennya. Basis perhitungan fee dan pengaturan penagihannya.

3. PERSIAPAN PELAKSANAAN AUDIT (Seksi 311) A. Perencanaan Audit Standar pekerjaan lapangan pertama mengharuskan bahwa Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan, antara lain: a. Masalah yang berkaitan dengan bisnis entitas dan industri yang menjadi tempat usaha entitas tersebut (lihat paragraf 07). b. Kebijakan dan prosedur akuntansi entitas tersebut. c. Metode yang digunakan oleh entitas tersebut dalam mengolah informasi akuntansi yang signifikan (lihat paragraf 09), termasuk penggunaan

organisasi jasa dari luar untuk mengolah informasi akuntansi pokok perusahaan. d. Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan. e. Pertimbangan awal tentang tingkat materialitas untuk tujuan audit. f. Pos laporan keuangan yang mungkin memerlukan penyesuaian (adjustment). g. Kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian audit, seperti risiko kekeliruan atau kecurangan yang material atau adanya transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. h. Sifat laporan auditor yang diharapkan akan diserahkan (sebagai contoh, laporan auditor yang tentang laporan ke keuangan Bapepam, konsolidasian, laporan khusus laporan untuk keuangan B. Supervisi
Supervisi mencakup pengarahan usaha asisten dalam mencapai tujuan audit dan penentuan apakah tujuan tersebut tercapai. Para asisten harus diberitahu tanggung jawab mereka dan tujuan prosedur yang mereka laksanakan. Mereka harus diberitahu hal-hal yang kemungkinan berpengaruh terhadap sifat, lingkup, dan saat prosedur yang harus dilaksanakan, seperti sifat bisnis entitas yang bersangkutan dengan penugasan dan masalah-masalah akuntansi dan audit. Auditor yang bertanggung jawab akhir untuk setiap audit harus mengarahkan asisten untuk mengemukakan pertanyaan akuntansi dan auditing signifikan yang muncul dalam audit, sehingga auditor dapat menetapkan seberapa signifikan masalah tersebut.

diserahkan

menggambarkan kepatuhan klien terhadap kontrak perjanjian).

4. PENETAPAN STRATEGI MENYELURUH / seksi 312 A. Resiko audit Adanya risiko audit diakui dengan pernyataan dalam penjelasan tentang tanggung jawab dan fungsi auditor independen yang berbunyi sebagai berikut: Karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, bukan mutlak, bahwa salah saji material terdeteksi. Risiko audit adalah risiko yang timbul karena auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Laporan keuangan mengandung salah saji material apabila laporan keuangan tersebut mengandung salah saji yang dampaknya, secara individual atau keseluruhan, cukup signifikan sehingga dapat mengakibatkan laporan

keuangan tidak disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Salah saji dapat terjadi sebagai akibat dari kekeliruan atau kecurangan. Istilah kekeliruan berarti salah saji atau penghilangan yang tidak disengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan. Kekeliruan mencakup: a. Kesalahan dalam pengumpulan atau pengolahan data yang menjadi sumber penyusunan laporan keuangan. b. Estimasi akuntansi yang tidak masuk akal yang timbul dari kecerobohan atau salah tafsir fakta. c. Kekeliruan dalam penerapan prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan. 5 Meskipun kecurangan merupakan pengertian yang luas dari segi hukum kepentingan auditor secara khusus berkaitan dengan tindakan curang yang menyebabkan salah saji material dalam laporan keuangan. Dua tipe salah saji yang relevan dengan pertimbangan auditor dalam audit laporan keuangan (2 tipe ini dijelasakan pada Seksi 316): a. salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan, dan b. salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva.
B. Materialitas

Pada waktu menyimpulkan apakah dampak salah saji, secara individual atau secara gabungan, material, auditor biasanya harus mempertimbangkan sifat dan jumlah dalam kaitannya dengan sifat dan jumlah pos dalam laporan keuangan yang diaudit Pertimbangan auditor mengenai materialitas merupakan pertimbangan profesional dan dipengaruhi oleh persepsi auditor atas kebutuhan orang yang memiliki pengetahuan memadai dan yang akan meletakkan kepercayaan terhadap laporan keuangan. Pertimbangan kualitatif. mengenai Materialitas materialitas adalah yang digunakan oleh auditor dihubungkan dengan keadaan sekitarnya dan mencakup pertimbangan kuantitatif maupun besarnya informasi akuntansi yang apabila terjadi penghilangan atau salah saji, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, mungkin dapat mengubah atau mempengaruhi pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan atas informasi tersebut. Definisi tersebut mengakui keadaan pertimbangan yang materialitas dan perlu dilakukan dengan baik memperhitungkan melingkupi melibatkan

pertimbangan kuantitatif maupun kualitatif.

5. PEMBUATAN

RENCANA

AUDIT

(Seksie

312

parg.

12)

.....TOLONG

DILANJUTKAN MERANGKUM DARI SEKSI 312 MULAI DARI PARG. 12..... PENETAPAN RESIKO BAWAAN

a. Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalian yang terkait. Risiko salah saji demikian adalah lebih besar pada saldo akun atau golongan transaksi tertentu dibandingkan dengan yang lain.

b. RESIKO PENGENDALIAN

Risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas.
c. DETEKSI

Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi merupakan fungsi efektivitas prosedur audit dan penerapannya oleh auditor. Risiko ini timbul sebagian karena ketidakpastian yang ada pada waktu auditor tidak memeriksa 100% saldo akun atau golongan transaksi, dan sebagian lagi karena ketidakpastian lain yang ada, walaupun saldo akun atau golongan transaksi tersebut diperiksa 100%.

6. PEMBUATAN PROGRAM AUDIT PROGRAM AUDIT (311.05) Standar auditing yang berlaku umum menyatakan bahwa dalam merencanakan audit, auditor harus mempertimbangkan sifat, luas dan saat pekerjaan yang harus dilaksanakan serta harus mempersiapkan suatu program audit tertulis untuk setiap audit. Program audit (audit program) tersebut menyatakan bahwa prosedur audit yang diyakini oleh auditor merupakan hal yang penting untuk mencapai tujuan audit. Bentuk program audit akan sangat beragam tergantung pada kondisi audit, praktik, serta kebijakan kantor akuntan tersebut.

Program audit juga mendokumentasikan strategi audit. Biasanya auditor berusaha menyeimbangkan prosedur audit top-down dan buttom-up ketika mengembangkan suatu program audit. Strategi audit meliputi keseimbangan antara prosedur pelaksanaan untuk memperoleh pemahaman tentang bisnis klien dengan pengendalian internnya, membandingkan saldo keuangan dengan jumlah yang diharapkan, serta menentukan keseimbangan antara pengujian pengendalian dan pengujian subtantif. Elemen Kunci Program Audit : Top-down : Mengevaluasi bukti tentang laporan keuangan yang diharapkan dari pengetahuan atas entitas serta bisnis dan industrinya

Prosedur Analitis Prosedur Awal Pengujian Estimasi Akuntansi Pengujian Penyajian dan Pengungkapan Pengujian Pengendalian Pengujian Transaksi Pengujian Saldo

Bottom-up : Mengevaluasi bukti transaksi pendukung dan akumulasinya dalam laporan keuangan

Prosedur analitis (analytical procedur) Meneliti hubungan yang dapat diterima antara data keuangan dan data non-keuangan untuk mengembangkan harapan atas saldo laporan keuangan

Prosedur awal. Meliputi prosedur untuk memperoleh pemahaman atas: 1. factor persaingan bisnis dan idustri klien, 2. struktur pengendalian internnya, auditor juga melaksanakan

prosedur awal untuk memastikan bahwa catatan-catatan dalam buku pembantu sesuai dengan akun pengendali dalam buku besar Pengujian estimasi akuntansi . Bisanya meliputi pengujian subtantif atas saldo. Namun mengevaluasi kelayakan estimasi akuntansi yang dicantumkan dalam laporan keuangan bisanya memerlukan pemahaman ats bisnis dan indusri, oleh karena itu pengujian estimasi akuntansi memiliki komponen prosedur audit top-down yang signifikan. Pengujian pengendalian (tests of control)adalah pengujian pengendalian intern yang ditetapkan oleh strategi audit dan auditor. Pegujian transaksi adalah pengujian subtantif yang terutama meliputi tracing atau vouching transaksi berdasarkan bukti documenter yang mendasari. Pengujian saldo (tests of balances) berfokus pada perolehan bukti secara langsung tentang saldo akun serta item-item yang membentuk saldo tersebut Pengujian penyajian dan pengungkapan (test of presentation and disclosure) mengevalusi penyajian secara wajar semua pengungkapan yang dipersyaratka oleh GAAP.

Maksud suatu program audit adalah untuk mengatur secara sistematis prosedur audit yang dilaksakan selama audit belangsung, Auditor menentukan tujuan audit spesifik yang telah dikembangkan berdasarkan asersi audit ketika mengembangkan program audit. Sebuah contoh program audit yang berkaitan dengn pengujian subtantif atas assersi piutang usaha disajikan dalam gambar 6-9. Pengujian pengendalian tidak

disajikan dalam contoh ini karena pengujian harus dibuat sesuai dengn pengendalian intern klien.

Auditor mempertimbangkan bauran dari prosedur audit (prosedur analitis, tracing dan voucing, konfirmasi dan sebagainya) yang secara ekonomis dapat memberikan audior keyakinan yang memadai tentang tujuan audit, dan akhir nya tentang laporan keuangan secara keseuruhan. Oleh karena itu, auditor merencanakan bukti audit yang harus diperoleh dalam pelaksaan suatu audit. Sebagaimana telah dibahas dalam bab sebelumnya, keputusan tentang bukti berkaitan dengan keputusan

tentang materialitas dan resiko audit. Bab ini memberikan gambaran umum tentang pilihan-pilihan prosedur audit yang tersedia bagi auditor, bab7,8 dan9 akn dibahas tentang pertimbangan program audit yang spesipik

Selama

audit

belangsung perlunya

perubahan

kiondisi prosedur

yangterjadi audit yang

dapat teah

menyebabkan

memodifikasi

direncanakan. Auditor harus senantiasa mewaspadai pengaruh bukti audit pada kebutuhan untuk memodifikasi ringkup awal pada suatu audit.

7. PENENTUAN WAKTU PELAKSANAAN PROSEDUR AUDIT (Seksi 313 parg. 10)

Ketika merencanakan audit, auditor tidak hanya harus memutuskan prosedur apa akan dilaksanakan (sifat) dan berapa banyak item yang yang harus diperiksa (luas) tetapi juga kapan prosedur itu harus diterapkan (penetapan waktu). Penetapan waktu yang direncanakan dengan baik akan memungkinkan auditor untuk menjadwalkan waktunya dan waktu asistennya secara lebih baik serta mendorong efisensi audit.

Ketika melakukan audit atas laporan keuangan, umumnya auditor menetapkan kerangka waktu auditing dalam satu tahun. Secara teori, audit dimulai pada hari pertama tahun berjalan dan berlanjut sampai akhir tahun. Dalam kenyataannya, audit terus berlangsung hingga setelah akhir tahun karena jumlah dalam akun neraca biasanya tidak dapat diketahui sampai akhir tahun. Jumlah akun neraca tersebut tidak dapat diaudit seluruhnya sampai semuannya diketahui. Sebagai contoh, menurut sistem periodik, persediaan akhir tidak dapat diketahui sampai jumlah itu dihitung dan dijumlahkan pada akhir tahun. Pengujian audit diklasifikasikan berdasarkan penentuan waktu dalam melaksanakan pekerjaan : a. Sebelum akhir tahun (pekerjaan interim) b. Setelah akhir tahun (pekerjaan akhir tahun) Bagian signifikan dari pekerjaan audit pada beberapa klien dapat dilakukan sebagai pekerjaan interim. Dengan melakukan beberapa tugas audit sebelum akhir tahun, auditor dapat mengurangi beban kerja akhir tahun. Hal ini terutama menjadi penting apabila auditor melayani berbagai klien dengan akhir tahun yang sama (misalnya, 31 Desember), yang akan membuat beban pekerjaan menjadi berat kecuali beberapa tugas audit diahlikan ke tanggal sebelumnya. Demikain juga, jika batas waktu audit laporan keuangan di perpendek setelah akhir tahun, maka auditor akan lebih praktis melakukan lebih banyak pengujian interim. a. Pengujian Pengendalian Interim. Penetapan resiko pengendalian seringkali dilakukan sebagai pekerjaan interim. Apabila hal ini terjadi, maka auditor akan menetapkan resiko pengendalian selama periode yang telaah dan menentukan bukti tambahan apa yang harus diperoleh selama periode tersisa.

Untuk melakukan penentuan ini, auditor harus mempertimbangkan signifikansi asersi yang tercakup, mengevaluasi tingkat efektivitas perancangan dan pengoperasian prosedur tersebut, hasil pengujian pengendalian yang digunakan untuk melakukan evaluasi, periode tersisa dan bukti tentang perancangan atau operasi yang merupakan hasil pengujian substantive yang dilakukan selama periode tersisa. Selain itu auditor harus menemukan bukti tentang sifat dan luas dari setiap perubahan penting dalam pengendalian internal yang terjadi selanjutnya pada periode interim. b. Pengujian Substantif interim Terkadang ketika auditor menemukan bahwa penetapan resiko pengendalian adalah rendah pada tanggal interim, maka auditor juga dapat melakukan pengujian substantif tertentu, seperti mengkonfirmasi piutang, per tanggal interim. Penetapan resiko yang rendah akan memungkinkan auditor untuk mengurangi pengujian substantif. Dalam kasus ini auditor telah mengurangi pengujian substantif (konfirmasi piutang) dengan mengubah waktu pengujian ketimbang mengubah sifat atau luas pengujian. Meskipun auditor lebih menekankan pada penetapan resiko pengendalian pengendalian daripada pengujian substantif ketika melaksanakan pekerjaan interim (interim work), namun auditor dapat melakukan pengujian substantif pada tanggal interim tanpa memperhatikan tingkat resiko pengendalian yang ditetapkan. Dalam praktiknya, pengujian substantif umumnya dilakukan untuk jenis-jenis pengujian substantif berikut : Pengujian transaksi pada akun neraca seperti property, investasi, hutang, dan ekuitas (misalnya, untuk mendukung saldo akhir peralatan, penambahan dan pengendalian penarikan vouching)

Pengujian transaksi pada akun pendapatan dan beban (misalnya, vouching semua beban yang dikeluarkan dalam jumlah dolar tertentu) Beberapa prosedur analitis (misalnya menghitung persentase laba kotor bulanan). Auditor dapat melakukan pengujian substantif ini meskipun penetapan tingkat resiko pengendalian yang direncanakan tinggi. Lebih lanjut, pelaksanaan pengujian tersebut pada tanggal interim seringkali efisien dan efektif.

Вам также может понравиться