Вы находитесь на странице: 1из 25

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Tujuan 1. Mampu menggunakan rangkaian alat ekstraksi cair cair dengan aliran counter current. 2. Mampu menggunakan konsep perpindahan massa dalam peristiwa ekstraksi 3. Mampu bekerjasama dalam tim dan professional I.2 Latar Belakang Ekstraksi adalah salah satu proses pemisahan atau pemurnian suatu senyawa dari campurannya dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material suatu bahan lainnya. Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan yang menggunakan sifat fisis, yaitu perbedaan kelarutan komponen komponen dalam larutan dengan menggunakan larutan lain sebagai media pemisah. Pemisahan larutan dengan ekstraksi digunakan untuk memisahkan komponen komponen yang mempunyai perbedaan titik didih yang relatif kecil tetapi mempunyai perbedaan kelarutan yang cukup besar dengan suatu pelarut. Ekstraksi cair cair menggunakan prinsip kesetimbangan dengan perpindahan massa zat terlarut (fasa disperse) dan larutan yang diekstraksi kelarutan yang digunakan sebagai pelarut (fasa kontinu). Menurut Ladda (1976), ekstraksi cair-cair digunakan jika pemisahan dengan operasi lainnya tidak dapat dicapai seperti: distilasi, evaporasi, kristalisasi dan lainlain Ekstraksi cair-cair adalah proses pemisahan suatu komponen dari fasa cair ke fasa cair lainnya. Operasi ekstraksi cair-cair terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

1. Kontak antara pelarut (solvent) dengan fasa cair yang mengandung komponen yang akan diambil (solute), kemudian solute akan berpindah dari fasa umpan (diluen) ke fasa pelarut. 2. Pemisahan dua fasa yang tidak saling melarutkan yaitu fasa yang banyak mengandung pelarut disebut fasa ekstrak dan fasa yang banyak mengadung umpan disebut fasa rafinat (Ladda, 1976). Untuk proses ekstraksi yang baik, pelarut harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut (Treybal, 1985): 1. Koefisien distribusi yang besar. 2. Selektivitas tinggi. Faktor ini diperlukan jika terdapat lebih dari satu zat terlarut, karena umumnya hanya diinginkan mengurangi satu zat terlarut saja. 3. Mudah diregenerasi. 4. Kelarutan dalam larutan umpan rendah. 5. Perbedaan densitas dengan umpan cukup besar. 6. Tegangan antar muka menengah. Tegangan antar muka yang terlalu tinggi menyebabkan kesulitan

pembentukan tetes (cairan), sedangkan tegangan antar muka yang terlalu rendah dapat menyebabkan terbentuknya emulsi. 7. Mudah diperoleh dan harganya cukup murah. 8. Tidak korosif, tidak mudah terbakar dan tidak beracun. I.3. Dasar Teori Ekstraksi adalah salah satu memisahkan larutan dua komponen dengan menambahkan komponen ketiga (solvent) yang larut dengan solute tetapi tidak larut dengan pelarut (siluent). Dengan penambahan solvent ini sebagian solute berpindah dari fasa diluent ke fasa solvent (disebut ekstraksi) dan sebagian lagi tetap tinggal didalam fasa diluent (disebut rafinat).

Perbedaan konsentrasi solute didalam suatu fasa dengan konsentrasi pada keadaan setimbang merupakan pendorong terjadi pelepasan solute dari larutan yang ada. Gaya dorong (driving force) yang menyebabkan terjadinya proses ekstraksi dapat ditentukan dengan mengukur jarak sistem dan kondisi setimbang. Pertimbangan pertimbangan pemakaian proses ekstraksi sebagai proses pemisahan antara lain : 1. Komponen larutan sensitive terhadap pemanasan jika digunakan destilasi meskipun pada kondisi vakum. 2. Titik didih komponen komponen dalam campuran berdekatan. 3. Kemudahan menguap (volatility) komponen komponen hampir sama. Mekanisme pemisahan digambarkan secara sederhana pada gambar dibawah berikut ini.

Gambar 1. Ekstraksi Cair Cair Dalam Kolom Isian Ekstraksi cair cair terjadi berdasarkan pindah massa akibat kontak antara larutan yang dialirkan secara kontinyu (fasa kontinyu) dengan pelarut yang dialirkan

secara terdispersi (fasa terdispersi). Fasa kontinyu dialirkan dari bagian atas kolom isian yang kemudian mengalir turun.Selama mengalir di sepanjang kolom, cairan mengisi celah-celah kosong dan membentuk lapisan tipis pada permukaan bahan isian. Fasa terdispersi dialirkan dari bagian bawah kolom isian yang selama mengalir di sepanjang kolomdimungkinkan mengalami proses proses berikut : 1. Melewati celah-celah kosong 2. Menembus bahan isian 3 Mengalami perpecahan menjadi gelembung dengan ukuran yang lebih kecil akibat bertumbukan dengan bahan isian.

I.3.1. Perpindahan Massa Jika fasa yang saling tidak alrut dikontakkan, maka dalam keadaan tertentu salah satu komponen akan berpindah dari fasa yang satu ke fasa yang lain. Peristiwa ini disebut perpindahan antar fasa. Pada operasi ekstraksi proses perpindahan massa dari fasa rafinat ke fasa ekstrak mengikuti mekanisme difusi antarfasa. Teori dua film dapat digunakan untuk menjelaskan mekanisme perpindahan massa solute (B) dari fasa umpan ke fasa pelarut. Teori tersebut menjelaskan bahwa perpindahan massa B dimulai dari badan utama fasa cair pertama ke batas antar fasa dan perpindahan massa B dari batas antar fasa ke badan utama fasa cair kedua. I.3.2. Koefisien Perpindahan Massa Untuk perpindahan massa antara suatu permukaan antarfasa dan fluida disekitarnya, dapat juga digunakan suatu koefisien perpindahan massa k. besarnya koefisien perpindahan massa dapat ditentukan dari percobaan ekstraksi cair cair, dimana kondisi percobaan digunakan untuk menghitung koefisien perpindahan massa dan sistem tersebut.

Bila fasa cair pertama atau fasa umpan disebut F (feed), fasa cair kedua disebut S (solvent), maka mekanisme perpindahan massa zat terlarut B (solute) dari fasa F ke fasa S dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini. Batas antar fasa
Film

CF Feed Film CFi CSi Solvent CS

Gambar 2. Gradien konsentrasi yang terjadi antar fasa F dan fasa S Laju perpindahan massa B dari fasa umpan (F) ke batas antar fasa dapat ditulis sebagai berikut: NB = kF (CF - CFi) Laju perpindahan massa B dari batas antar fasa ke fasa pelarut (S) adalah: NB = kS (CSi CS) dan mengikuti persamaan: CSi = m CFi (3) (2) (1)

Sedangkan konsentrasi pada batas antar fasa merupakan konsentrasi kesetimbangan

Pada umumnya konsentrasi di batas antar fasa sulit diukur. Sebaliknya konsentrasi fasa umpan (F) dan fasa pelarut (S) mudah ditentukan. Oleh karena itu digunakan koefisien perpindahan massa total. Sehingga laju perpindahan massa B total arah Z adalah: Fasa F : NB = kF a(CF - CF*)Z Fasa S : NB = kS a (CS*- CS )Z CF* = m / CS (4) (5) (6)

Jika persamaan (5) dan (6) didasarkan pada Log-Mean Driving Force dan masingmasing ruas dikalikan dengan luas penampang lintang, maka: Fasa F: NB A= kF a((CF)lmV Fasa S: NB A= kS a((CS)lmV (7) (8)

Persamaan (7) dan (8) berlaku untuk ekstraktor cair-cair bentuk kolom aliran berlawanan arah. Skema ekstraktor tersebut dapat dilihat pada Gambar 3 dibawah ini. LF, CF2 LS, CS1

LF, CF1

LS, CS2

Gambar 3. Ekstraktor bentuk kolom aliran berlawanan arah Neraca massa B di fasa F dapat ditulis sebagai berikut: NB A = LF (CF2 - CF1) Neraca massa B di fasa S dapat ditulis sebagai berikut: NB A = LS (CS2 - CS1)(10) dimana CS1 = 0 (CB di fasa S pada saat masuk kolom tidak ada) Jika persamaan (10) dimasukkan ke persamaan (11) maka akan diperoleh: NB = LS CS2 Log-Mean Driving Force untuk fasa F adalah:
C F 2  C F1

(9)

(11)

(12)

C F l !

CF2 2,3 log C F1

(13)

dimana

CF2 = (CF2 CF2*) dan CF2* = CS1 / m CF1 = (CF1 CF1 ) dan CF1 = CS2 / m
* *

(14) (15)

Sedangkan Log-Mean Driving Force untuk fasa S adalah:

dimana

Sehingga diperoleh koefisien perpindahan massa total untuk fasa F dengan mensubstitusi persamaan (7) ke persamaan (9) dan substitusi persamaan (8) ke persamaan (10) untuk fasa S sebagai berikut:

Fasa S : K S .a ! Neraca massa

Asam propionate diekstrak dari fasa organic (rafinat) = V0 (X1 X2) Asam propionate diekstrak dari fasa air (ekstrak) = Vw (Y1 0) Maka V0 (X1 X2) = Vw (Y1 0) Dimana; Vw = laju alir air (L/detik) V0 = laju alir trichloroethylene (L/detik) X1 = Konsentrasi asam propionate dalam fasa organic di puncak kolom (kg/L) X2 =Konsentrasi asam propionate dalam fasa organic di dasar kolom (kg/L) Y1 = Konsentrasi asam propionate dalam fasa air di dasar kolom (kg/L)

LS C S 2 V (C S l

Fasa F : K F .a !

LF C F 2  C F 1 V C F l

CS1 = (CS1 CS1*) dan CS1* = CF2.

CS2 = (CS2 CS2*) dan CS2* = CF1 .

C S l !

C S 2  C S1

CS 2 2,3 log C S1

(16)

(17) (18)

(19)

(20)

Effisiensi Ekstraksi Koefisien transfer massa (berdasarkan fasa rafinat)

  


 

Log mean driving force

Dimana X1 = driving force di puncak kolom = (X2 0) X2 = driving force di dasar kolom = (X1 X1*) Dimana X1* = konsentrasi dalam fasa organic dalam kesetimbangan dengan konsentrasi Y1 dalam fasa air. Nilai kesetimbangan bisa diperoleh menggunakan koefisien distribusi. I.3.3. Model KoefisienPerpindahan Massa Model koefisien pindah massa sangat dipengaruhi oleh rejim aliran. Rejim aliran dipengaruhi oleh bilangan Reynoldnya.Ada tiga keadaan bilangan Reynold yangmenyebabkan perbedaan rejim aliran khususnya di fasa terdispersi yang juga mempengaruhi pergerakan tetesan didalam kolom isian. Perbedaan itu dinyatakan dengan a Gelembung Diam y Bilangan reynold gelembung kurang dari 10 y Gelembung bergerak di bawah kecepatan turbulennya. y Pergerakan gelembung ke atas diam tidak bergerak baik berotasi maupun berosilasi b. Gelembung Bersikulasi y y y Bilangan reynold gelembung antara 10-200. Laju pergerakannya di bawah kecepatan maksimum Gelembung bergerak sambil berotasi terhadap porosnya

c. Gelembung Berosilasi y y y y y y y I.3.4 Bilangan reynold gelembung lebih dari 200 Di dalam pergerakannya ke atas, gelembung mengalami kembang kempis. Mekanisme pergerakan gelembung yang berosilasi disebabkan oleh adanya vortex, yaitu ada gerakan ke arah . Osilasi yang normal tidak menyebabkan gelembung pecah. Kecepatan jatuhnya gelembung berosilasi tidak berdampak pada frekuensi osilasi. Fasa dispersi mempunyai pengaruh yang kecil terhadap osilasi, kecuali jika viskositasnya sangat tinggi. Osilasi oblate-prolate tidak menyebabkan gelembung pecah ketika ukuran gelembung di bawah maksimum. Perpindahan Massa dalam Kolom Isian (Packing) Fasa kontinyu adalah fasa yang membasahi packing atau fasa yang mempunyai fraksi volume yang lebih besar dari fasa yang lain di dalam kolom atau fasa yang melarutkan fasa lainnya. Fasa dispersi adalah fasa berbentuk butiran di dalam fasa lainnya atau fasa yang mempunyai fraksi volume lebih kecil dibanding fasa lainnya. Jika butiran-butiran ini bergabung maka akan bertambah banyak dan membasahi packing sehingga volume fasa dispersi melebihi fasa kontinyu, maka perpindahan massa persatuan volume akan turun. Jika kondisi ini berlanjut maka akan terjadi flooding dan harus dihindari. Flooding adalah akumulasi butiran fasa dipersi yang terus bertambah dan bersatu dengan lapisan batas menuju aliran masuk fasa dispersi, sehingga kondisi mantap tak tercapai. (Hanson, 1971).

BAB II METODOLOGI PERCOBAAN II.1 Bahan dan Alat

II.1.1 Bahan yang digunakan 1. Chloroform 2. Asam Asetat 3. Larutan NaOH 0,1 M 4. Aquadest 5. Indikator PP II.1.2 Alat yang digunakan 1. Erlenmeyer 250 ml dilengkapi dengan penutup 2 buah 2. Gelas ukur 100 ml 2 buah 3. Corong pisah 250 ml 1 buah 4. Pipet takar 5. Filler 6. Magnetic Stirrer

II.2

Cara kerja

II.2.1 Percobaan 1: Penentuan koefisien distribusi dan mempelajari pengaruh konsentrasi terhadap koefisien distribusi system chloroform asam asetat air. 1. Masukkan 50 ml chloroform dan 50 ml air demin kedalam Erlenmeyer 250 ml 2. Dengan menggunakan filler dan pipet takar, tambahkan 4 ml asam asetat kedalam campuran chloroform air. 3. Tutup Erlenmeyer berisi campuran, kocok sempurna minimal 5 menit.

4. Pindahkan campuran dari Erlenmeyer ke dalam corong pisah. Biarkan campuran sekitar 5 menit dalam corong pisah sampai memisah sempurna.Pisahkan lapisan air dan lapisan organic. 5. Ambil 10 ml sampel lapisan air, titrasi dengan larutan NaOH 0,1 M menggunakan indicator pp. 6. Lakukan juga langkah 5 untuk 10 ml lapisan organic 7. Ulangi langkah 1 sampai 6 untuk konsentrasi asam asetat yang berbeda, misal dengan menambahkan asam asetat 2 ml.

II.2.2. Percobaan 2 : Mempelajari aliran counter current hidrolis dalam kolom packing.
Top electrodes

Aqueous phase

Sovent collection tank, initially empty Water feed tank, initially full

Organic phase Water collection tank, initially empty bottom electrodes Sovent feed tank, initially full

Gambar 4. Sistem Diagram dan Rangkaian Alat untuk Proses dengan Fasa Air sebagai Fasa Kontinu. a) Fasa air sebagai fasa kontinu 1. Isi organik feed tank, L5 (tangki paling bawah) dengan 2 liter fasa organik chloroform 2. Isi water feed tank, L2 dengan 15 liter air. Hidupkan water feed pump (swicth S3), isi kolom dengan air dengan laju alir yang tinggi.

3. Ketika air telah mencapai bagian paling atas packing dalam kolom, kurangi kecepatan alir menajadi 0,2 ltr/menit (misalnya), dan rubah posisi probe kondutivity pada dasar kolom ke posisi on (ke posisi down) 4. Hidupkan pompa fasa organik, atur kecepatan alir pada 0,2 liter/menit (switch S4). Tunggu sampai isi kolom overflow. 5. Perlahan lahan naikkan laju alir fasa air dan fasa chloroform, catat saat terjadinya flooding.

II.2.3. Percobaan 3 : Memperlajari/menghitung neraca massa pada kolom ekstraksi dan menentukan koefisien transfer massa untuk sistem dengan fasa air sebagai fasa kontinu pada berbagai laju alir. 1. Tambahkan 20 ml asam asetat ke dalam 2 liter chloroform. Aduk sempurna, masukkan campuran ke dalam organik feeed (tangki bawah, L5) 2. Atur level control pada dasar kolom (switch elektroda S2) 3. Isi water feed tank dengan 15 liter air, hidupkan water fedd pump, isi kolom dengan air dengan laju alir tinggi. 4. Ketika air telah mencapai puncak packing turunkan laju alir pada 0,2 liter/menit. 5. Nyalakanlah pompa solvent organik, atur laju alir pada 0,2 lliter/menit. 6. Runningkan alt sekitar 20 menit samapi diperoleh kondisi steady state, jaga laju alir supaya konstan selama proses ini berlangsung. 7. Ambil 10 ml sampel dari aliran feed, rafinat, dan ekstrak. 8. Ambil masing masing sampel, lalu titrasi dengan larutan NaOH 0,1 M menggunakan indikator pp (gunakan magnetik stirrer selama melakukan titrasi feed dan rafinat) 9. Ulangi percoban dengan menaikkan lajhu alir fasa air dan fasa organik menjadi 0,3 liter/menit.

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada pecobaan ekstraksi cair cair yang dilakukan dilaboratorium ada tiga macam percobaan yang dilakukan, yaitu ekstraksi secara batch, mengamati ekstraksi secara kontinu. Adapun hasil perhitungan dan pembahasan adalah sebagai berikut.

III.1. Percobaan 1 Pada percobaan ini dilakukan proses ekstraksi asam asetat dari chloroform dan air. Proses ekstraksi dilakukan secara batch, hasil dari percobaan 1 dapat dilihat pada tabel 3.1. Tabel 3.1 Data hasil percobaan ekstraksi cair cair pada sistem chloroform asam asetat air secara batch. Penambahan asam asetat (ml) 2 Volume titran NaOH 0,1M (ml) Chloroform 4,1 4,2 4 11,3 12,7 Air 70,5 74,3 102 103,4 Konsentrasi As. Asetat lapisan air (Y) 0,705 M 0,743 M 1,02 M 1,034 M Konsentrasi As Asetat lapisan organik (X) 0,041 M 0,042 0,113 M 0,127 M 17,145 17,690 9,026 8,142 K= Y/X

III.1.1. Perhitungan Dari hasil percobaan 1 didapat nilai volume NaOH yang digunakan untuk mentitrasi air dan chloroform. Dengan menggunakan rumus V1.N1 = V2.N2, dapat menentukan kadar asam asetat yang terlarut didalam air dan chloroform. Adapun contoh prhitungannya adalah sebagai berikut.  Perhitungan konsentrasi asam asetat pada lapisan air o Titrasi 1 . Dimana volume asam asetat 2 ml, Volume titran NaOH (V2) 70,5 ml, konsentrasi NaOH 0,1 M dan volume air (V1) 10 ml.

V1.N1 = V2.N2 10. N1 = 70,5 x 0,1 N1 = 

o Titrasi 2. Dimana volume asam asetat 2 ml. Volume titran NaOH (V2) 74,3 ml, konsentrasi NaOH 0,1 M dan volume air (V1) 10 ml V1.N1 = V2.N2 10. N1 = 74,3 x 0,1 N1 = 

o Titrasi 3. Dimana volume asam asetat 4 ml, Volume titran NaOH (V2) 102 ml, konsentrasi NaOH 0,1 M dan volume air (V1) 10 ml. V1.N1 = V2.N2 10. N1 = 102 x 0,1 N1 = 

o Titrasi 4. Dimana volume asam asetat 4 ml, Volume titran NaOH (V2) 103,4 ml, konsentrasi NaOH 0,1 M dan volume air (V1) 10 ml. V1.N1 = V2.N2 10. N1 = 103,4 x 0,1 N1 = 

 Perhitungan konsentrasi asam asetat pada lapisan organik o Titrasi 1. Dimana volume asam asetat 2 ml, Volume titran NaOH (V2) 4,1 ml, konsentrasi NaOH 0,1 M dan volume chloroform (V1) 10 ml. V1.N1 = V2.N2 10. N1 = 4,1 x 0,1 N1 = o Titrasi 2. Dimana volume asam asetat 2 ml, Volume titran NaOH (V2) 4,2 ml, konsentrasi NaOH 0,1 M dan volume chloroform (V1) 10 ml.

V1.N1 = V2.N2 10. N1 = 4,2 x 0,1 N1 = 

o Titrasi 3. Dimana volume asam asetat 4 ml, Volume titran NaOH (V2) 11,3 ml, konsentrasi NaOH 0,1 M dan volume chloroform (V1) 10 ml. V1.N1 = V2.N2 10. N1 = 11,3 x 0,1 N1 = 

o Titrasi 4. Dimana volume asam asetat 4 ml, Volume titran NaOH (V2) 12,7 ml, konsentrasi NaOH 0,1 M dan volume chloroform (V1) 10 ml. V1.N1 = V2.N2 10. N1 = 12,7 x 0,1 N1 = 

Dari hasil perhitungan nilai konsentrasi asam asetat pada lapisan air dan chloroform, dapat dihitung nilai koefisien distribusi (k) dengan menggunakan rumus k = , dimana Y adalah konsentrasi asam asetat pada lapisan air dan X adalah konsentrasi asam asetat pada lapisan organik. Adapun perhitungan nilai koefisien distribusi (k) pada percobaan ini adalah sebagai berikut. o Perhitungan koefisien distribusi pada titrasi 1 


k = 17,195 o Perhitungan koefisien distribusi pada titrasi 2 




k = 17,690 o Perhitungan koefisien distribusi pada titrasi 1

k = 9,026 o Perhitungan koefisien distribusi pada titrasi 1 




k = 8,142 III.1.2 Pembahasan Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa semakin besar volume asam asetat yang digunkan, maka semakin besar nilai konsentrasi asam asetat yang terkandung didalam air. Besarnya nilai konsentrasi asam asetat didalam air dibuktikan dengan besarnya volume NaOH yang digunakan untuk mentitrasi. Hal ini dikarenakan semakin banyak asam asetat yang digunakan maka semakin besar pula volume asam asetat yang dapat larut dalam air. Asam asetat dapat berikatan dengan air dan chloroform, namun kekuatan ikatannya berbeda. Air dan asam asetat dapat berikatan karena sama sama bersifat polar, sedangkan asam asetat dapat berikatan dengan chloroform karena sama sama senyawa organik. Ikatan antara asam asetat dengan air lebih kuat daripada ikatan antara asam asetat dengan chloroform, karena ikatan antara asam asetat dengan air didasarkan atas kepolaran keduanya. Oleh karena itu, pelarut non polar seperti chloroform tidak dapat memutus ikatan yang terjadi antara air dengan asam asetat. Hal inilah yang menyebabkan kelarutan asam asetat di air lebih tinggi daripada kelarutan asam asetat di chloroform.

III.2. Percoban 2 Pada percobaan ini dilakukan proses ekstraksi cair cair secara kontinu dnegan menggunakan kolom packing dimana ir bertindak sebagai fasa kontinu. Pada percobaan ini digunakan jenis aliran counter current dimana air (fasa ringan) mengalir dari chloroform (fasa batch) mengalir dari atas.

III.2.1 Hasil Hasil pengamatan pada percobaan 2 :  Apakah ada perbedaan dalam ukuran fasa terdispersi ? Berdasarkan pada percobaan yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa adanya perbedaan ukuran tetesan dari fasa terdispersi  Apakah yang terjadi jika laju alir dinaikkan ? Jika laju alir dinaikkan terlihat adanya pergerakan butiran fasa terdispersi semakin cepat.  Adakah perngaruh laju alir terhadap terjadinya flooding ? Ada, karena peningkatan laju alir akan meningkatkan volume fluida yang masuk dan menyebabkan terjadinya flooding. III.2.2 Pembahasan Berdasarkan atas percobaan ekstraksi cair cair yang telah dilakukan secara kontinu di kolom packing, dapat dilihat bahwa adanya perbedaan ukuran butiran fase terdispersi. Perbedaan ini dikarenakan letak cincin cincin didalam kolom packing tidak berukuran, sehingga ketika terjadinya tumbukan antara chloroform dengan cincin tersebut, akan merubah bentuk dan ukuran dari butiran butiran chloroform. Pada percobaan ini juga dilakukan peningkatan laju alir dari air (fasa kontinu). Ketika laju alir air dinaikkan, pergerakan dari butiran butiran chloroform tidak mengalami perubahan yang berarti. Namun ketika laju alir chloroform ditingkatkan, maka pergerakan butiran butiran terlihat semakin cepat. Hal ini diakibatkan karena volume chloroform didalam kolom meningkat sehingga semakin banyak chloroform yang ingin turun. Chloroform yang ingin berkontak dengan cincin cincin pada packing akan pecah membentuk butiran butiran kecil yang turun secara cepat. Peningkatan laju alir yang berlebih juga akan mengakibatkan terjadinya flooding jika volume fluida yang masuk telah melebihi kapsitas kolom.

III.3. Percobaan 3 Pada percobaan ini dilakukan proses ekstraksi secara kontinu dengan air sebagai fasa kontinu. Pada percobaan ini juga dilakukan variasi kecepatan aliran dan konsentrasi asam asetat pada umpan. III.3.1 Ekstraksi dengan umpan 2 liter chloroform, 20 ml asetat dengan kecepatan 318 ml/menit. Percobaan ini menggunakan umpan sebanyak 2 liter chloroform, 20 ml asam asetat dengan kecepatan aliran 318 ml/menit. Aliran yang digunakan adalah aliran counter current dengan air dialirkan dari bawah dan chloroform dialirkan dari atas. Hasil dari percobaan ini dapat dilihat pada data percobaan Dari data percobaan yang telah didapatkan dapat dihitung nilai kecepatan transfer massa dan koefisien transfer massanya. a. Neraca massa  Neraca massa untuk asam asetat diekstrak pada fasa organik (rafinat) V1. N1 = V2. N2 (Rafinat/ bawah kolom) 10 N1 = 0.4. 0,1 N1 = 0,004 M X2 = N1. Mr = 0,004 = 0,24 = 0,24 x 10-3 V1. N1 = V2. N2 (puncak kolom) 10 N1 = 33. 0,1 N1 = 0,33 M X1 = N1. Mr = 0,33 . 60 . 60

= 19,8 = 19,8 x 10-3 Vo = 318 ml/menit = 5,3 x 10-3 L/s rafinat = Vo (X1 X2) = 5,3 x 10-3 L/s (19,8 0,24) 10-3 kg/l = 103,668 x 10-6  Neraca massa untuk asam asetat diekstrak pada fasa air (ekstrak) V1. N1 = V2. N2 (puncak kolom) 10 N1 = 3,6. 0,1 N1 Y1 = 0,036 M = N1. Mr = 0,036 = 2,16 = 2,16 10-3 Vw (Y1 0) = Vo (X1 X2) Vw(2,16 10-3 0) = 103,668 x 10-6 . 60

Vw = 4,8 10-2L/s

b. Koefisient transfer massa Koefisient distribusi (k) dari percobaan 1 = 9,026 k= Y = N1 pada fase ekstrak

9,026 = x = 3,99 x 10-3 M = 4 x 10-3 M

X* = x. Mr = 4 x 10-3 . 60

= 240 x 10-3 = 0,24 x 10-3 x1 = x2 0 = 0,24 x 103 0 = 0,24 x 10-3 x2 = x1 x* = (19,8 x 10-3 0,24 x 10-3) = 19,56 x 10-3 Log mean driving force = = = 4,39 x 10-3 Mean driving force = 1,01
             

Koefisien transfer massa = =

= 3,4 x 10-5

III.3.2. Ekstraksi dengan umpan 1,3 liter rafinat percobaan (a) dan 13 ml asam asetat dengan kecepatan 154 ml/menit. Pada percobaan ini dilakukan ekstraksi cair cair secara kontinu dengan menggunakan umpan 1,3 chloroform rafinat percobaan (a),13 ml asam asetat dengan kecepatan aliran 154 ml/menit. Berdasarkan data yang didapat dari percobaan, dapat dihitung nilai dari kecepatan transfer massa dan koefisien transfer massa. a. Neraca massa  Neraca massa untuk asam asetat diekstrak pada fasa organik (rafinat) V1. N1 = V2. N2 (Rafinat/ bawah kolom) 10 N1 = 0.2. 0,1 N1 = 0,002 M X2 = N1. Mr

= 0,002 = 0,12

. 60

= 0,12x 10-3 V1. N1 = V2. N2 (puncak kolom) 10 N1 = 18,2. 0,1 N1 = 0,182 M X1 = N1. Mr = 0,182 = 10,92 = 10,92x 10-3 Vo = 2,567x 10-3 L/s rafinat = Vo (X1 X2) = 2,567 x 10-3 L/s (10,92 0,12) 10-3 kg/l = 27,72 x 10-6  Neraca massa untuk asam asetat diekstrak pada fasa air (ekstrak) V1. N1 = V2. N2 (puncak kolom) 10 N1 = 4,3. 0,1 N1 Y1 = 0,043 M = N1. Mr = 0,043 = 2,58 = 2,58 x 10-3 Vw (Y1 0) = Vo (X1 X2) Vw(2,58 x 10-3 0) = 27,72 x 10-6 Vw = 1,074 10-2L/s . 60 . 60

b. Koefisien transfer massa k= Y = N1 pada fasa ekstrak 9,026 = x = 4,76 x 10-3 M

X* = x. Mr = 4,76 x 10-3 = 0,286 x 10-3 x1 = x2 0 = 0,12 x 10-3 0 = 0,12 x 10-3 x2 = x1 x* = (11,16 x 10-3 0,286 x 10-3) = 10,874x 10-3 Log mean driving force = = = 2,39 x 10-3 Mean driving force = 1,006 Koefisien transfer massa = =
            

. 60

= 9,77 x 10-6 III.3.3 Pembahasan Dari data hasil percobaan, dapat dilihat bahwa kandungan asam asetat di fasa ekstrak meningkat seiring dengan penurunan laju alir. Peningkatan kandungan asam asetat ini disebabkan karena penurunan kecepatan laju alir akan mengakibatkan waktu tinggal pada kolom packing akan semakin lama sehingga waktu kontak akan semakin lama pula. Peningkatan waktu kontak ini yang mengakibatkan kadar asam asetat yang berpindah ke fasa air semakin meningkat pula.

Dari hasil perhitungan dapat dilihat pengaruh perubahan kecepatan terhadap nilai kecepatan transfer massa dan koefisien transfer massa. Terjadi penurunan nilai kecepatan transfer massa dan peningkatan nilai koefisien transfer massa seiring dengan menurunnya kecepatan laju alir. Hal ini diakibatkan karena penurunan waktu kontak karena berkurangnya kecepatan laju aliran.

BAB IV KESIMPULAN 1. Ekstraksi merupakan salah satu proses pemisahan/pemurnian suatu senyawa dari campuran dengan menggunakan pelarut, yang mana pelarut yang digunakan dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material atau bahan lainnya. 2. Air dapat mengekstrak asam asetat dari chloroform karena air dan asam asetat bersifat polar, sedangkan chloroform bersifat non polar sehingga ikatan air asam asetat lebih kuat daripada ikatan chloroform asam asetat air. 3. Peningkatan konsentrasi asam asetat dalam sistem air asam asetat chloroform akan menurunkan koefisien distribusi karena asam asetat yang bersifat semipolar akan menyatu air yang bersifat polar dengan chloroform yang bersifat non polar. Jadi, dengan peningkatan jumlah aasm asetat, nilai koefisien distribusi akan terus menurun hingga nilainya menjadi satu (1), yaitu ketika chloroform dan air telah saling melarutkan. 4. Peningkatan laju alir pada kolom packing merunkan laju perpindahan massa dan meningkatkan koefisien perpindahan massa, hal ini diakibatkan oleh waktu tinggal solven akan semakin tinggi jika laju alir dinaikkan.

DAFTAR PUSTAKA

Hanson, C., 1971, Recent Advanved in Liquid-Liquid Extraction, Pergamon Press Ltd. Headington Hill Hall, Oxford. Laddha, G. S., and Degalesan, T. E., 1976, Transport Phenomena in Liquid Exctraction, Tata Mc Graw-Hill Publishing Co. Ltd., New Delhi. Tim Penyusun, 2011, Penuntun Praktikum Laboratorium Teknik Kimia II,Edisi 2.Prodi Teknik Kimia.Pekanbaru. Treyball, R. E., 1985, Mass Transfer Operation, 3 ed., Mc Graw Hill Book Co., Singapore. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-industri/teknologi-proses/ekstraksicair/ http://www.scribd.com/doc/49237774/SARGA-Nopember-2010

Вам также может понравиться