Вы находитесь на странице: 1из 12

Penentuan Kadar Magnesium Oksida (MgO) dan Fosfor Pentaoksida (P2O5) dalam Semen Portland

Oleh: Ike Dayi Febriana Ajeng Diyan Pratiwi (0810920037) (0810923033)

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semen berasal dari kata cement dalam bahasa inggris yang berarti pengikat atau perekat. Perkataan cement itu sendiri diambil dari kata latin cementum yaitu nama yang diberikan kepada batu kapur yang serbuknya telah dipergunakan sebagai bahan adukan (mortar) lebih dari 2.000 tahun yang lalu di negara Italia. Semen adalah suatu bahan perekat hidrolis berupa serbuk halus yang dapat mengeras apabila tercampur dengan air. Semen terdiri dari batu gamping yang mengandung kalsium oksida (CaO), tanah liat (lempung) yang mengandung silika oksida (SiO2), aluminium oksida (Al2O3), besi oksida (Fe2O3) dan gips yang berfungsi untuk mengontrol pengerasan. Semen memiliki 4 unsur pokok, yaitu :
1. Batu kapur (CaO) sebagai sumber utama, terkadang terkotori oleh SiO2,

Al2O3, dan Fe2O3.


2. Tanah liat yang mengandung senyawa SiO2, Al2O3, dan Fe2O3. 3. Bila perlu ditambahkan pasir kwarsa / batu silika, ini di tambahkan apabila

pada tanah liat mengandung sedikit SiO2.


4. Pasir besi / biji besi, ini ditambahkan apabila tanah liat mengandung sedikit

Fe2O3. Tipe-tipe semen Portland : 1. Tipe I (Ordinary Portland Cement) Semen Portland tipe ini digunakan untuk segala macam konstruksi apabila tidak diperlukan sifat-sifat khusus, misalnya tahan terhadap sulfat, panas hiderasi, dan sebagainya. Semen ini mengandung 5 % MgO dan 2,5 -3% SO3. 2. Tipe II (Moderate Heat Portland Cement) Semen ini digunakan untuk bahan konstruksi yang memerlukan sifat khusus tahan terhadap sulfat dan panas hiderasi yang sedang, biasanya digunakan

untuk daerah pelabuhan dan bangunan sekitar pantai. Semen ini mengandung 20% SiO2, 6 % Al2O3, 6% Fe2O3, 6% MgO, dan 8% C3A. 3. Tipe III (High Early Strength Portland Cement) Semen ini merupakan semen yang digunakan biasanya dalam keadaankeadaan darurat dan musim dingin. Digunakan juga pada pembuatan beton tekan. Semen ini memiliki kandungan C3S yang lebih tinggi dibandingkan semen portland tipe I dan tipe II sehingga proses pengerasan terjadi lebih cepat dan cepat mengeluarkan kalor. Semen ini tersusun dari 3,5-4% Al 2O3, 6% Fe2O3, 35% C3S, 6% MgO, 40% C2S dan 15% C3A. 4. Tipe IV (Low Heat Portland Cement) Semen tipe ini digunakan pada bangunan dengan tingkat panas hiderasi yang rendah misalnya pada bangunan beton yang besar dan tebal, baik sekali untuk mencegah keretakan. Low Heat Portland Cement ini memiliki kandungan C3S dan C3A lebih rendah sehingga kalor yang dilepas lebih rendah. Semen ini tersusun dari 6,5 % MgO, 2,3 % SO3, dan 7 % C3A. 5. Tipe V (Super Sulphated Cement) Semen yang sangat tahan terhadap pengaruh sulphat misalnya pada tempat pengeboran lepas pantai, pelabuhan, dan terowongan. Komposisi komponen utamanya adalah slag tanur tinggi dengan kandungan aluminanya yang tinggi, 5% terak portland cement , 6% MgO, 2,3 % SO3, dan 5 % C3A. Pada umumnya semua standard semen membatasi kandungan MgO dalam semen Portland, karena MgO akan menimbulkan magnesia expansion pada semen setelah jangka waktu lebih daripada setahun, berdasarkan persamaan reaksi berikut : MgO + H2O Mg(OH)2 Reaksi tersebut diakibatkan karena MgO bereaksi dengan H2O menjadi magnesium hidroksida yang mempunyai volume yang lebih besar. Kandungan P2O5 dalam semen harus kurang dari 1% karena sifat fosfor pentaoksida korosif dan beracun.

1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana penentuan kadar Magnesium Oksida (MgO) dalam semen portland? 2. Bagimana penentuan kadar Fosfor Pentaoksida (P2O5) dalam semen portland? 1.3 Tujuan 1. Mengetahui metode penentuan kadar Magnesium Oksida (MgO) dalam semen portland. 2. Mengetahui metode penentuan kadar Fosfor Pentaoksida (P2O5) dalam semen portland.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Penentuan Kadar Magnesium Oksida (MgO) dengan Metode SNI 15-2049-2004 Prinsip penentuan kadar MgO berdasarkan metode gravimetri. Logam magnesium diendapkan dalam bentuk MgNH4PO4 kemudian dipijarkan sehingga terbentuk Mg2P2O7, melalui penyetaraan maka dapat ditentukan kadar MgO. Preparasi sempel untuk penentuan MgO harus dibebaskan dari senyawa CaO dan Mn2O3. Filtrat campuran kelompok senyawa amonium hidroksida dinetralkan dengan penambahan HCl hingga mencapai titik akhir indikator metil merah (warna cenderung merah), kemudian ditambah 6 tetes HCl berlebih sehingga senyawa benar-benar asam. Selanjutnya filtrat dipisahkan dari logam mangan dengan cara, filtrat dijenuhkan hingga volume kira-kira 100 ml, kemudian ditambahkan 40 ml air brom jenuh dan ditambah 10 ml NH4OH hingga larutan bersifat basa. Larutan tersebut dipanaskan selama 5 menit dan di dalam beaker glass dimasukkan sedikit sobekan kertas saring untuk mencegah bumping dan pengendapan awal mangan oksida hidrat. Setelah pemanasan, larutan didiamkan hingga terbentuk endapan mangan dioksida kemudian disaring, filtrat ditampung dalam beaker glass. Filtrat hasil penyaringan tersebut ditambah dengan HCl hingga asam dengan indikator kertas lakmus. Setelah itu, filtrat didihkan hingga bromin menguap. Kemudian dalam filtrat ditambah dengan 5 ml HCl dan diencerkan hingga volume 200 ml. Dalam filtrat yang telah diencerkan, ditambahkan beberapa tetes indikator metil merah dan 30 ml larutan amonoium oksalat hangat. Larutan kemudian dipanaskan hingga temperatur 70-80oC dan ditambah NH4OH setetes demi setetes hingga terjadi perubahan warna dari merah ke kuning. Larutan didiamkan tanpa pemanasan selama 60 menit, sambil diaduk sesekali selama 30 menit pertama. Endapan yang terbentuk disaring dan filtrat ditampung dalam wadah beaker glass. Endapan dicuci dengan aquades panas sebanyak 8 sampai 10 kali dengan total aquades yang digunakan tidak lebih dari 75 ml. Endapan digunakan untuk analisis CaO sedangkan filtratnya digunakan untuk penentuan kadar MgO.

Filtrat diasamkan dengan HCl dan diuapkan dengan pendidihan hingga volume kurang lebih 250 ml. Selanjutnya larutan didinginkan hingga sama dengan temperatur ruang, kemudian ditambah dengan (NH4)2HPO4 sebanyak 10 ml dan diaduk sambil penambahan 30 ml NH4OH. Setelah NH4OH ditambahkan seluruhnya, pengadukan diperpanjang sekitar 10 15 menit. Kemudian larutan didiamkan selama 8 jam pada temperatur kamar. Endapan yang terbentuk disaring menggunakan kertas saring dan dicuci dengan NH4OH sebanyak 5 sampai 6 kali. Endapan dipijarkan dalam cawan porselin yang telah diketahui massanya. Tahapan pemijaran, mula-mula dipanaskan hingga kertas saring menjadi arang, kemudian pembakaran, dan pemijaran pada 1100 oC selama 30 menit sampai 45 menit. Reaksi yang terjadi : MgCl2 + NH4OH Mg(OH)2 + NH4Cl Mg(OH)2 + (NH4)2HPO4 MgNH4PO4 + NH4OH + H2O Reaksi pemijaran : 2 MgNH4PO4 Mg2P2O7 + 2NH3 + H2O Untuk meningkatkan ketelitian metode ini, maka perlu dibuat blanko. Perlakuan pada pembuatan blanko sama dengan perlakuan pada sampel. Blanko ini berfungsi untuk mengetahui keberadaan senyawa magnesium yang berasal dari pereaksi yang digunakan, sehingga diperoleh massa murni endapan adalah : Massa murni = massa endapan massa endapan blanko Berdasarkan reaksi di atas maka kadar MgO dapat diketahui dengan cara faktor gravimetri : 2 x Mr MgO Mr Mg2P2O7 2 x Mr MgO = 2 x 40 g/mol = 80 g/mol Mr Mg2P2O7 = 222 g/mol Faktor gravimetri = 0,3603 % MgO = (massa endapan murni : massa sampel) x faktor gravimetri x 100%

Apabila metode penentuan MgO ini dibandingkan terhadap metode alternatif lain, maka memiliki presisi sebesar 0,16 dan akurasi 0,2%. 2.2 Penentuan Kadar Fosfor Pentaoksida (P2O5) dengan Metode SNI 15-2049-2004 Penentuan P2O5 dalam semen Portland digunakan metode uji kolorimetri, dimana biasanya tidak ada unsur lain yang dapat mengganggu dalam semen Portland. Adapun instrumen yang digunakan yakni spektrofotometer yang dilengkapi dengan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 725 nm. Pereaksi yang digunakan adalah ammonium molibdat yang perlakuannya adalah dimasukkan 500 mL H2SO4 10,6 N dalam labu takar 1 liter, kemudian dilarutkan 25 gram ammonium molibdat (NH4)6Mo7O24.4 H2O) dalam 250 mL air hangat dan dipindahkan ke dalam labu takar yang berisi H2SO4 sambil digoyangkan, dan setelah dingin, lalu diencerkan hingga 1 liter air dan disimpan dalam botol plastik. Digunakan asam molibdat yang nantinya akan menghasilkan kompleks berwarna biru yang disebut kompleks biru-molibdenum jika direaksikan dengan H2SO4. Pereaksi yang kedua adalah asam askorbat dimana untuk proses

pelarutannya lebih baik digunakan yang paling halus. Asam askorbat digunakan untuk memberikan suasana asam dan juga sebagai pereduksi. Selain itu, juga ada asam klorida baku sebanyak 540 ml yang diencerkan dengan air hingga 1 liter dan dibakukan terhadap larutan NaOH baku dengan indicator phenolphthalein. Proses ini dilakukan untuk mengetahui normalitas larutan tersebut. Pereaksi keempat adalah larutan baku fosfat A dan B, dimana yang membedakan adalah perlakuannya. Untuk yang A, kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4) yang telah kering dilarutkan dalam air dan diencerkan hingga 1 liter dalam labu takar. Sedangkan untuk yang B, larutan tersebut diperoleh dari larutan A dengan diencerkan 50 mL dengan air hingga volume 500 mL. NaOH 1N juga digunakan sebagai pereaksi dimana 40 gram NaOH dilarutkan dalam air, lalu ditambahkan 10 mL larutan jenuh barium hidroksida (Ba(OH)2) yang baru disaring dan diencerkan dengan air yang baru saja dididihkan hingga 1 liter, lalu didinginkan. Kemudian larutan dikocok selama

beberapa jam, lalu disaring ke dalam botol plastic. Botol harus dalam keadaan tertutup rapat untuk melindungi larutan dari CO2 yang ada dalam udara. Setelah itu dibakukan terhadap asam phtalat atau asam benzoat secara asidimetri dan setelahnya normalitas larutan ditetapkan. Pereaksi yang terakhir adalah asam sulfat baku (10,6 N 0,1 N), dimana dalam labu ukur 1 liter ditambahkan dengan air hingga 500 mL, lalu ditambahkan 300 mL H2SO4, lalu diencerkan dengan 1 liter air. Setelah itu dibakukan terhadap larutan NaOH baku dengan phenolftalein sebagai indicator dan ditetapkan normalitasnya. Setelah semua pereaksi disiapkan seperti yang disebutkan di atas, maka langkah selanjutnya adalah disiapkan larutan fosfat dari 0-0,5% yang dibuat dari larutan baku fosfat B dan 25 mL HCl 6,5 N pada labu takar 250 mL, lalu diencerkan dengan air hingga tanda batas. Sederetan larutan baku fosfat B yang volumenya: 0; 12,5; 25; 50; 74; 100 dan 125 mL setara dengan kadar P2O5 dalam contoh semen sebesar 0 ; 0,05; 0,10; 0,20; 0,30; 0,40; dan 0,50%. Lalu kemudian disiapkan blangko, aquades ditambah 25 mL HCl baku dalam labu takar 250 mL dan ditanda bataskan dengan aquades. Selanjutnya, pada larutan baku fosfat 0 0,5% dan larutan blangko, masing-masing ditambah dengan 5 ml ammonium molibdat dan 0,1gram asam askorbat. Setelah itu, nilai absorban (absorban baku dikurangi absorban blangko) diplotkan sebagai ordinat dan sebagai absis digunakan konsentrasi P2O5. Untuk penentuan pada sampel, sampel sebanyak 0,25 gram dipindahkan dalam gelas kimia 250 mL. Untuk mencegah penggumpalan , sampel dibasahi dengan 10 mL air dingin. Lalu ditambahkan 25 mL HCl baku dan digest dengan dibantu pemanasan sedang dan diaduk hingga larutan sempurna, lalu disaring dalam labu takar 250 mL dan dicuci kertas saring serta endapan silica yang terpisah dengan air panas. Kemudian larutan didinginkan dan diencerkan dengan air hingga 250 mL. Selanjutnya 50 mL aliquot dipindahkan dari contoh ke dalam gelas kimia 250 mL dan ditambahkan 5 mL ammonium molibdat dan 0,1 gram serbuk asam askorbat , lalu diaduk hingga larut sempurna. Setelah itu, larutan dipanaskan hingga mendidih selama 1,5 0,5 menit, didinginkan lalu

dipindahkan dalam labu takar lalu dibilas dengan sedikit air dan diencerkan dengan air hingga 50 mL. Kemudian dilakukan pengukuran blanko pada panjang gelombang 725 nm. Setelah itu, 50 mL larutan blangko diukur absorban. Untuk memperoleh nilai absorban akhir, nilai absorban ini dikurangi dengan nilai absorban yang didapat pada larutan contoh. Terakhir, presentase P2O5 dalam contoh dapat direkam dengan menggunakan nilai absorban murni yang diperoleh pada kurva kalibrasi. Reaksi yang terjadi adalah :
3 H2SO4 + (NH4)6MoO24.4H2O KH2PO4 + HCl

7 H2MoO4 + 3(NH4)2SO4

KCl + H3PO4 H3P[Mo12O40] + 10 H2O

H3PO4 + 12 H2MoO4

Penentuan kadar P2O5 sampel dalam sampel dapat dibuat dengan cara :
1. Pembuatan kurva baku dari KH2PO4

Sb.Y y=ax

Sb. X Keterangan: Sb. X : konsentrasi Sb. Y : absorbansi 2. Untuk mengetahui konsentrasi dalam 250 ml sampel Kadar P2O5 = (250 ml / 50 ml) x C Keterangan : C= konsentrasi P2O5 dalam 50 mL hasil dari persamaan ini y=ax Apabila metode penentuan P2O5 ini dibandingkan dengan metode alternatif 0,03%. lain, maka tingkat presisinya sebesar 0,03 dan akurasi sebesar :

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Prinsip dasar penentuan kadar Magnesium Oksida (MgO) dalam semen berdasarkan metode gravimetri dimana logam magnesium diendapkan dalam bentuk MgNH4PO4 kemudian dipijarkan sehingga terbentuk Mg2P2O7, melalui penyetaraan maka dapat ditentukan kadar MgO. Apabila dibandingkan dengan metode alternarif lain, tingkat presisi dicapai sebesar 0,16 dan akurasi 0,2%. Prinsip dasar penentuan kadar Fosfor Pentaoksida (P2O5) dalam semen berdasarkan metode kolorimetri dimana penambahan reagen asam askorbat dan ammonium molidat terhadap filtrat sampel akan memberikan warna birumolibdem yang dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 725 nm. Apabila disbanding dengan metode alternatif lain, tingkat presisi dicapai sebesar 0,03 dan akurasi sebesar 0,03%.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional, SNI Standar Nasional Indonesia, http://pustan.bpkimi.kemenperin.go.id/files/SNI%2015-2049-2004.pdf, diakses pada tanggal 19 Maret 2011. Hariawan , Julian Bagus, 2007, Pengaruh Perbedaan Karakteristik Type Semen Ordinary Portland Cement (OPC) dan Portland Composite Cement (PCC) Terhadap Kuat Tekan Mortar, http://library.gunadarma.ac.id/abstraction_10302047skripsi_ftsp.pdf, diakses pada tanggal 21 Maret 2011. Purijatmiko, Aries, 2010, Semen Portland (Portland Cement) , http://arpumiko.blogspot.com/2010/07/proses-produksi-semen-portland.html, diakses pada tanggal 22 Maret 2011. Putra, Siswanto, 2010, Semen Portland, http://antochaniago.wordpress.com/2010/05/01/semen-portland, diakses pada tanggal 22 Maret 2011. Tisdale, S. L. and W. L. Nelson, 1975, Soil Fertility and Fertilizer, Mac Millan Company, New York.

Вам также может понравиться