Вы находитесь на странице: 1из 28

HARUSKAH ANDA PERCAYA KEPADA

TRITUNGGAL?
©1989 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
Cetakan Pertama dalam Bahasa Inggris: 5,000,000 Buah
Kutipan-kutipan ayat diambil dari Alkitab Terjemahan Baru
terbitan Lembaga Alkitab Indonesia, kecuali disebutkan yang lain.
- DIUBAH KE FORMAT HTML OLEH: nono - 2005 -

DAFTAR ISI

Haruskah Anda Mempercayainya?

A . Bagaimana Trinitas Dijelaskan ?


- Di Luar Jangkauan Akal Manusia
- Bukan Allah yang Suka Pada Kekacauan

B. Apakah Itu Benar Benar Ajaran Alkitab ?


- "Tritunggal" Apakah ada dalam Alkitab ?
- Bukti dari Kitab Ibrani
- Bukti dari Kitab Yunani
- Apakah Diajarkan Orang Kristen Awal ?
- Apa yang Diajarkan Ulama Pra-Nicea

C. Bagaimana Trinitas Berkembang ?


- Peranan Konstantin di Nicea
- Perkembangan Selanjutnya
- Kredo Athanasia
- Kemurtadan Dinubuatkan
- Apa yang Mempengaruhi Hal Itu
- Platonisme
- Mengapa Nabi Allah Tidak Mengajarkannya?

D. Apa Yang Alkitab Katakan Mengenai Allah & Yesus ?


- Allah Itu Satu, Bukan Tiga
- Bukan Allah yang Jamak
- Yesus Ciptaan yang Terpisah
- Dapatkah Allah Dicobai ?
- Berapa Besar Harga Tebusan Itu ?
- Satu-Satunya yang Diperanakkan ?
- Apakah Yesus Dianggap Allah ?

E. Apakah Allah Selalu Lebih Unggul Daripada Yesus?


- Yesus Dibedakan Dari Allah
- Hamba Allah
- Allah Lebih Unggul
- Pengetahuan Yesus Terbatas
- Yesus Lebih Rendah
- Yesus Tidak Pernah Mengaku Sebagai Allah

F. Roh Kudus Tenaga Aktif Allah


- Tenaga Aktif
- Kekuatan yang Melimpah
- Bukan suatu Pribadi
- Penolong
- Bukan Bagian Tritunggal

G. Bagaimana Dengan Ayat-Bukti Untuk Trinitas ?


- Tiga dalam Satu
- Aku dan Bapa Adalah Satu
- Menyamakan DiriNya dengan Allah ?
- Setara Dengan Allah ?
- Aku Adalah
- Firman itu Adalah Allah
- Melanggar Aturan
- Tidak Bertentangan
- Harus Selaras Alkitab

H. Sembahlah Allah Menurut Syarat Dia


- Tidak Menghormati Allah
- Tolaklah Tritunggal

Penerbit:
Watch Tower Bible and Tract Society Of New York. Inc.
International Bible Students Association
Brooklyn, New York, U.S.A.

- DIUBAH KE FORMAT HTML OLEH: nono - 2005 -


HARUSKAH ANDA MEMPERCAYAINYA ?

APAKAH anda percaya kepada Tritunggal? Kebanyakan orang dalam usunan Kristen percaya.
Bagaimanapun juga, selama berabad-abad itu merupakan doktrin utama dari gereja-gereja.

Mengingat hal ini, anda tentu berpikir bahwa tidak mungkin ada yang perlu diragukan mengenai
Tritunggal. Namun ada, dan belakangan bahkan beberapa dari para pendukungnya telah menambah
seru perdebatannya.

Mengapa pokok pembicaraan seperti ini harus mendapat lebih banyak perhatian? Karena Yesus
sendiri berkata: “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya
Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” Jadi seluruh masa
depan kita bergantung pada mengenal sifat yang sebenarnya dari Allah, dan hal itu berarti memeriksa
sampai ke akar dari perdebatan mengenai Tritunggal. Maka, tidakkah sebaiknya anda mengujinya
sendiri?-Yohanes 17:3.

Ada berbagai konsep Tritunggal. Tetapi pada umumnya ajaran Tritunggal adalah bahwa didalam
Keilahian ada tiga pribadi, Bapa, Anak, dan Roh Kudus; namun, bersama-sama, mereka hanya satu
Allah. Doktrin itu mengatakan bahwa ketiganya setara, mahakuasa, dan tidak diciptakan, telah
ada kekal selama-lamanya dalam Keilahian.

Namun, orang-orang lain berkata bahwa doktrin Tritunggal itu palsu, bahwa Allah Yang Mahakuasa
berdiri sendiri sebagai Pribadi yang terpisah, kekal, dan mahakuasa. Mereka mengatakan bahwa
Yesus dalam keberadaannya sebelum menjadi manusia, adalah sama seperti para malaikat, pribadi roh
yang terpisah yang diciptakan oleh Allah, dan untuk alasan ini ia pasti mempunyai permulaan. Mereka
mengajarkan bahwa Yesus tidak pernah setara dengan Allah Yang Mahakuasa dalam arti apapun; ia
selalu tunduk kepada Allah dan masih tetap demikian. Mereka juga percaya bahwa roh kudus
bukan pribadi tetapi roh dari Allah, tenaga aktif-Nya.

Para pendukung Tritunggal mengatakan bahwa ini didasarkan, tidak hanya pada tradisi agama
tetapi juga pada Alkitab. Para pengritik doktrin tersebut mengatakan bahwa itu bukan ajaran Alkitab,
sebuah sumber sejarah bahkan berkata: “Asal usul [Tritunggal] sama sekali kafir.”-The Paganism in
Our Christianity.

Jika Tritunggal benar, akan merendahkan Yesus jika dikatakan bahwa ia tidak pernah setara dengan
Allah sebagai bagian dari suatu Keilahian. Namun jika Tritunggal salah, akan merendahkan Allah
Yang Mahakuasa, jika ada pribadi lain yang dikatakan setara dengan Dia, dan bahkan lebih buruk
lagi untuk menyebut Maria sebagai “Bunda Allah.” Jika Tritunggal salah, sungguh tidak menghormati
Allah untuk mengatakan, seperti ditulis dalam buku Catholicism: “Jika [orang] tidak menjaga
Kepercayaan ini utuh dan tidak tercela, [mereka] pasti akan lenyap untuk selamanya. Dan
Kepercayaan Katolik adalah: kita menyembah satu Allah dalam Tritunggal.”

Jadi, ada alasan-alasan yang baik mengapa anda seharusnya ingin mengetahui kebenaran
mengenai Tritunggal. Tetapi sebelum memeriksa asal usulnya dan pengakuannya sebagai
kebenaran, ada gunanya jika doktrin ini didefinisikan lebih terinci. Tepatnya, apa sebenarnya Tritunggal
itu? Bagaimana para pendukungnya menjelaskan ajaran itu?
A . BAGAIMANA TRINITAS DIJELASKAN ?

GEREJA Katolik Roma berkata: “Tritunggal adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan doktrin
utama agama Kristen... Jadi, dalam kata-kata Kredo Athanasia: ‘sang Bapa adalah Allah, sang Anak
adalah Allah, dan Roh Kudus adalah Allah, namun tidak ada tiga Allah melainkan satu Allah.’ Dalam
Tritunggal ini... Pribadi-Pribadinya sama kekal dan setara: semuanya tidak diciptakan dan
mahakuasa.”-The Catholic Encyclopedia.

Hampir semua gereja lain dalam Susunan Kristen menyetujuinya. Misalnya, Gereja Ortodoks Yunani
juga menyebut Tritunggal “doktrin dasar dari Kekristenan,” bahkan mengatakan: “Orang Kristen adalah
orang-orang yang menerima Kristus sebagai Allah.” Dalam buku Our Orthodox Christian Faith, gereja
yang sama berkata: “Allah adalah suatu kesatuan tiga serangkai... Sang Bapa adalah Allah
sepenuhnya. Sang Anak adalah Allah sepenuhnya. Roh Kudus adalah Allah sepenuhnya.”

Jadi, Tritunggal dianggap sebagai “satu Allah dalam tiga Pribadi.” Masing-masing dikatakan tidak
mempunyai permulaan, ada dari kekal sampai kekal. Masing-masing dikatakan mahakuasa, dan
masing-masing tidak lebih besar atau lebih kecil daripada yang lainnya.

Apakah gagasan demikian sukar dimengerti? Banyak orang beriman yang tulus merasa hal itu
membingungkan, bertentangan dengan akal sehat, benar-benar sulit dipahami.

Bagaimana mungkin, sang Bapa adalah Allah, Yesus adalah Allah, dan roh kudus adalah Allah, namun
tidak ada tiga Allah melainkan hanya satu Allah?

“Di Luar Jangkauan Akal Manusia”

KEBINGUNGAN ini tersebar luas. The Encyclopedia Americana mengatakan bahwa Tritunggal
dianggap “di luar jangkauan akal manusia.”Banyak orang yang menerima Tritunggal menganggapnya
demikian. Monsignor Eugene Clark berkata: “Allah itu satu, dan Allah itu tiga. Karena tidak ada ciptaan
yang seperti ini, kita tidak dapat mengertinya, tetapi menerimanya saja.”
Kardinal John O’Connor berkata: “Kami tahu ini suatu misteri yang sangat dalam, yang sama sekali
tidak kita mengerti.”Dan Paus Yohanes Paulus II berkata mengenai “misteri yang tidak dapat dimengerti
tentang Allah Tritunggal.”Jadi, A Dictionary of Religious Knowledge berkata: “Tepatnya apa doktrin itu,
atau bagaimana hal itu harus dijelaskan, para penganut Tritunggal pun tidak mencapai kata sepakat di
antara mereka sendiri.”

Maka, kita dapat mengerti mengapa New Catholic Encyclopedia berkata: “Hanya sedikit diantara guru-
guru teologi Tritunggal di seminari-seminari Katolik Roma yang pada suatu waktu tidak dipojokkan oleh
pertanyaan, ‘Tetapi bagaimana kita akan berkhotbah tentang Tritunggal?’ Dan jika pertanyaan itu
merupakan gejala kebingungan di pihak para siswa, kemungkinan hal itu juga merupakan gejala
kebingungan yang serupa di pihak guru-guru mereka.”

Kebenaran dari pernyataan di atas dapat dibuktikan dengan mengunjungi suatu perpustakaan dan
memeriksa buku-buku yang mendukung Tritunggal. Tak terhitung banyaknya halaman yang ditulis
dalam upaya untuk menjelaskannya. Namun, setelah bersusah payah memeriksa istilah-istilah teologi
yang membingungkan dan penjelasannya, para peneliti masih tetap tidak puas.

Mengenai ini, imam Yesuit Joseph Bracken mengatakan dalam bukunya What Are They Saying About
the Trinity?: “Para imam yang dengan cukup banyak upaya telah mempelajari...
Tritunggal selama tahun-tahun mereka di seminari tentu saja ragu-ragu untuk menyampaikannya
kepada jemaah mereka dari mimbar, bahkan pada hari Minggu. Tritunggal... Untuk apa seseorang akan
membuat umatnya bosan dengan sesuatu yang pada akhirnya pun tidak akan mereka mengerti dengan
benar?” Ia juga berkata: “Tritunggal adalah soal kepercayaan formal, namun hal itu hanya sedikit atau
tidak [berpengaruh] dalam kehidupan dan ibadat Kristen sehari-hari.” Meskipun demikian, ini adalah
“doktrin utama” dari gereja-gereja! Teolog Katolik Hans Kung menyatakan dalam bukunya Christianity
and the World Religions bahwa Tritunggal merupakan satu alasan mengapa gereja-gereja tidak berhasil
membuat kemajuan yang berarti di kalangan orang bukan Kristen. Ia berkata: “Bahkan orang Muslim
yang terpelajar, sama sekali tidak dapat mengerti, sebagaimana juga orang-orang Yahudi sebegitu jauh
tidak dapat memahami, gagasan mengenai Tritunggal... Perbedaan yang dibuat oleh doktrin Tritunggal
antara satu Allah dan tiga hypostase [zat] tidak memuaskan orang Muslim, yang bukannya merasa
mendapat penjelasan, tetapi justru merasa bingung, oleh istilah-istilah teologi yang berasal dari bahasa
Syria, Yunani, dan Latin.

Orang-orang Muslim menganggap ini semua permainan kata... Mengapa seseorang ingin
menambahkan sesuatu kepada gagasan mengenai keesaan dan keunikan Allah yang hanya dapat
mengencerkan atau meniadakan keesaan dan keunikan itu?”

“Bukan Allah yang Suka Pada Kekacauan”


BAGAIMANA doktrin yang begitu membingungkan seperti Tritunggal muncul? The Catholic
Encyclopedia menyatakan: “Sebelum adanya penyingkapan Ilahi, diperlukan sebuah dogma yang
misterius seperti itu.” Sarjana Katolik Karl Rahner dan Herbert Vorgrimler menyatakan dalam
Theological Dictionary mereka: “Tritunggal... dalam arti yang sesungguhnya..., adalah suatu misteri
yang tidak dapat dipahami tanpa wahyu ilahi, dan bahkan setelah disingkapkan tidak dapat dimengerti
sepenuhnya.”

Tetapi, dengan berkukuh bahwa Tritunggal adalah misteri yang begitu membingungkan karena berasal
dari wahyu ilahi, mereka menciptakan problem besar lain. Mengapa? Karena dalam wahyu ilahi itu
sendiri tidak ada pandangan demikian mengenai Allah: “Allah... bukan Allah yang suka pada
kekacauan.”-1 Korintus 14:33, Alkitab dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS).

Mengingat pernyataan itu, mungkinkah Allah akan mencetuskan doktrin mengenai diri-Nya sendiri yang
begitu membingungkan sehingga bahkan para sarjana Ibrani, Yunani, dan Latin tidak dapat
menjelaskannya? Selain itu, apakah orang-orang harus menjadi teolog untuk dapat ‘mengenal satu-
satunya Allah yang benar dan Yesus Kristus yang telah Ia utus?’ (Yohanes 17:3) Jika demikian halnya,
mengapa begitu sedikit dari para pemimpin agama Yahudi yang terpelajar mengakui Yesus sebagai
Mesias?

Sebaliknya, murid-muridnya yang setia, adalah petani-petani, nelayan, pemungut cukai, ibu-ibu rumah
tangga yang sederhana. Orang-orang sederhana tersebut begitu yakin dengan apa yang Yesus ajarkan
tentang Allah sehingga mereka dapat mengajarkannya kepada orang lain dan bahkan rela mati demi
kepercayaan mereka-Matius 15:1-9; 21: 23-32, 43; 23:13-36; Yohanes 7:45-49; Kisah 4:13.

B . APAKAH ITU BENAR-BENAR AJARAN ALKITAB?

ANDAIKAN Tritunggal itu benar, hal itu seharusnya disampaikan dengan jelas dan konsisten dalam
Alkitab. Mengapa? Karena, seperti ditegaskan para rasul, Alkitab adalah penyingkapan Allah mengenai
diri-Nya kepada umat manusia. Dan karena kita perlu mengenal Allah agar dapat menyembah Dia
dengan sepatutnya, Alkitab harus jelas dalam memberi tahu kita siapa Ia sebenarnya.

Orang-orang beriman pada abad pertama menerima Alkitab sebagai penyingkapan Allah yang otentik.
Itu menjadi dasar kepercayaan mereka, wewenang yang mutlak. Misalnya, ketika rasul Paulus
mengabarkan kepada orang-orang di kota Berea, “mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan
hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar
demikian.”-Kisah 17:10,11. Apa yang digunakan oleh pria-pria Allah yang terkemuka di kala itu sebagai
wewenang mereka? Kisah 17:2, 3 (BIS) memberi tahu kita: ‘Paulus seperti biasa... bertukar pikiran
dengan orang-orang di situ mengenai ayat-ayat Alkitab. Berdasarkan ayat-ayat Alkitab ia menjelaskan
dan membuktikan.”Yesus sendiri memberikan teladan dalam menggunakan Alkitab sebagai dasar
ajarannya, dengan berulang kali mengatakan: “Ada tertulis.” “Ia menjelaskan kepada mereka apa yang
tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci.”-Matius 4:4, 7; Lukas 24:27. Jadi, Yesus, Paulus, dan
orang-orang beriman pada abad pertama menggunakan Alkitab sebagai dasar ajaran mereka. Mereka
mengetahui bahwa “semua yang tertulis dalam Alkitab, diilhami oleh Allah dan berguna untuk
mengajarkan yang benar, untuk menegur dan membetulkan yang salah, dan untuk mengajar manusia
supaya hidup menurut kemauan Allah. Dengan Alkitab itu orang yang melayani Allah dapat dilengkapi
dengan sempurna untuk segala macam pekerjaan yang baik.”-2 Timotius 3:16, 17, BIS; lihat juga 1
Korintus 4:6; 1 Tesalonika 2:13: 2 Petrus 1:20, 21. Karena Alkitab dapat “membetulkan yang salah,” ia
seharusnya dengan jelas menyingkapkan keterangan mengenai masalah Tritunggal yang kata orang
merupakan doktrin dasar. Namun apakah para teolog dan sejarawan sendiri mengatakan bahwa hal itu
benar-benar merupakan ajaran Alkitab?

“Tritunggal” apakah ada dalam Alkitab?

SEBUAH publikasi Protestan berkata: “Kata Tritunggal tidak terdapat dalam Alkitab... Ia baru mendapat
tempat secara resmi dalam teologi gereja pada abad ke-4.” (The Illustrated Bible Dictionary) Dan
seorang yang berwewenang dalam agama Katolik mengatakan bahwa Tritunggal “bukanlah... secara
langsung firman dari Allah.” -New Catholic Encyclopedia. The Catholic Encyclopedia juga
mengomentari: “Dalam Alkitab belum terdapat satu istilah pun untuk menyatakan ke-Tiga Pribadi Ilahi
tersebut secara bersama. Kata triaz [tri’as] (asal kata dari trinitas bahasa Latin) mula-mula ditemukan
dalam [tulisan] Teofilus dari Antiokhia kira-kira tahun 180 M.... Tidak lama kemudian itu muncul dalam
bentuk Latinnya trinitas dalam [tulisan] Tertullian.” Namun, hal ini sendiri tidak membuktikan bahwa
Tertullian mengajarkan Tritunggal. Karya tulis Katolik Trinitas - A Theological Encyclopedia of the Holy
Trinity misalnya, menyatakan bahwa beberapa dari kata-kata Tertullian belakangan digunakan oleh
orang-orang lain untuk menjelaskan Tritunggal. Kemudian ia memperingatkan: “Tetapi kesimpulan yang
tergesa-gesa tidak dapat diambil hanya berdasarkan pemakaian, karena ia tidak menerapkan kata-kata
tersebut untuk teologi Tritunggal.”

Bukti dari Kitab-Kitab Ibrani


MESKIPUN kata “Tritunggal” tidak dapat ditemukan dalam Alkitab, apakah setidak-tidaknya gagasan
tentang Tritunggal dengan jelas diajarkan di dalamnya? Sebagai contoh, apa yang ditunjukkan oleh
Kitab-Kitab Ibrani (“Perjanjian Lama”)? The Encyclopedia of Religion mengakui: “Para teolog dewasa ini
setuju bahwa Alkitab Ibrani tidak memuat doktrin tentang Tritunggal.” Dan New Catholic Encyclopedia
juga mengatakan: “Doktrin Tritunggal Kudus tidak diajarkan dalam P[erjanjian] L[ama].”
Demikian pula, dalam bukunya The Triune God, imam Yesuit Edmund Fortman mengakui: “Perjanjian
Lama... tidak secara tegas ataupun samar-samar memberi tahu kepada kita mengenai Allah Tiga
Serangkai yang adalah Allah, Anak dan Roh Kudus... Tidak ada bukti bahwa penulis tulisan suci
manapun bahkan menduga adanya suatu [Tritunggal] di dalam Keilahian... Bahkan mencari di dalam
[”Perjanjian Lama”] kesan-kesan atau gambaran di muka atau ‘tanda-tanda terselubung’ mengenai
trinitas dari pribadi-pribadi, berarti melampaui kata-kata dan tujuan dari para penulis tulisan-tulisan
suci.”-Cetak miring red. Penyelidikan dalam Kitab-Kitab Ibrani itu sendiri akan membuktikan komentar-
komentar ini. Jadi, tidak ada ajaran yang jelas mengenai Tritunggal dalam 39 buku pertama dari Alkitab
yang membentuk kanon yang asli dari Kitab-Kitab Ibrani yang terilham.

Bukti dari Kitab-Kitab Yunani


MAKA, apakah Kitab-Kitab Yunani Kristen (“Perjanjian Baru”) dengan jelas berbicara tentang suatu
Tritunggal? The Encydopedia of Religion mengatakan: “Para teolog setuju bahwa Perjanjian Baru juga
tidak memuat doktrin yang jelas mengenai Tritunggal.” Imam Yesuit Fortman mengatakan: “Para penulis
Perjanjian Baru... tidak memberi kita doktrin Tritunggal yang resmi atau dirumuskan, juga tidak ajaran
yang jelas bahwa dalam satu Allah terdapat tiga pribadi ilahi yang setara... Di mana pun kita tidak
menemukan doktrin tritunggal dari tiga subyek kehidupan dan kegiatan ilahi yang berbeda dalam
Keilahian yang sama. ”The New Encyclopaedia Britannica menyatakan: “Kata Tritunggal atau doktrinnya
yang jelas tidak terdapat dalam Perjanjian Baru.”Bernhard Lohse mengatakan dalam A Short History of
Christian Doctrine: “Sejauh itu menyangkut Perjanjian Baru, seseorang tidak menemukan di dalamnya
doktrin Tritunggal yang aktual.” The New International Dictionary of New Testament Theology juga
mengatakan: “P[erjanjian] B[aru] tidak memuat doktrin Tritunggal yang diperkembangkan. ‘Alkitab tidak
memuat deklarasi yang terus terang bahwa Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah dari zat yang sama’
[kata teolog Protestan Karl Barth].”Profesor E. Washburn Hopkins dari Universitas Yale meneguhkan:
“Bagi Yesus dan Paulus doktrin tritunggal jelas tidak dikenal;... mereka tidak mengatakan apa-apa
mengenai itu.”-Origin and Evolution of Religion. Sejarawan Arthur Weigall menyatakan: “Yesus Kristus
tidak pernah menyebutkan perwujudan demikian, dan di manapun dalam Perjanjian Baru tidak terdapat
kata ‘Tritunggal.’ Gagasannya baru diterima oleh Gereja tiga ratus tahun setelah kematian Tuhan
kita.”-The Paganism in Our Christianity. Jadi, ke-39 buku dari Kitab-Kitab Ibrani ataupun kanon dari ke-
27 buku yang terilham dari Kitab-Kitab Yunani Kristen tidak ada yang memuat ajaran yang jelas
mengenai Tritunggal.
Apakah Diajarkan oleh Orang-Orang Kristen yang Mula-Mula?
APAKAH orang-orang Kristen yang mula-mula mengajarkan Tritunggal? Perhatikan komentar-komentar
berikut dari para sejarawan dan teolog: “Kekristenan yang mula-mula tidak mempunyai doktrin
Tritunggal seperti yang setelah itu dirinci dalam kredo-kredo.”-The New International Dictionary of New
Testament Theology. “Namun orang-orang Kristen yang pertama pada awal mula tidak pernah
mempunyai pikiran untuk menerapkan gagasan [Tritunggal] kepada kepercayaan mereka sendiri.
Mereka memberikan pengabdian mereka kepada Allah Bapa dan kepada Yesus Kristus, Anak Allah, dan
mereka mengakui... Roh Kudus; tetapi tidak ada buah pikiran bahwa ketiga pribadi ini adalah suatu
Tritunggal, setara dan dipersatukan dalam Satu.”-The Paganism in Our Christianity. “Pada mulanya
kepercayaan Kristen bukan kepada Allah Tiga Serangkai... Halnya tidak demikian pada zaman rasul-
rasul atau sebelumnya, seperti diperlihatkan dalam P[erjanjian] B[aru] dan tulisan-tulisan Kristen yang
awal lainnya. ”Encyclopedia of Religion and Ethics. “Perumusan ‘satu Allah dalam tiga Pribadi’ tidak
ditetapkan dengan tegas, dan pasti belum dilebur sepenuhnya ke dalam kehidupan Kristen dan
pengakuan imannya, sebelum akhir abad ke-4... Di antara Bapa-Bapa Rasuli, tidak pernah bahkan
sedikit pun ada yang mendekati sikap atau pandangan seperti itu.” - New Catholic Encyclopedia.

Apa yang Diajarkan oleh Bapa-Bapa Pra-Nicea


BAPA-BAPA pra-Nicea diakui sebagai guru-guru agama yang terkemuka pada abad-abad permulaan
setelah kelahiran Kristus. Apa yang mereka ajarkan patut diperhatikan. Justin Martyr, yang meninggal
kira-kira tahun 165 M., menyebut pramanusia Yesus sebagai malaikat yang diciptakan yang “tidak sama
dengan Allah yang menciptakan segala perkara.” Ia mengatakan bahwa Yesus lebih rendah daripada
Allah dan “tidak pernah melakukan sesuatu kecuali yang Pencipta... ingin ia lakukan dan katakan.”
Irenaeus, yang meninggal kira-kira tahun 200 M., mengatakan bahwa pramanusia Yesus
keberadaannya terpisah dari Allah dan lebih rendah daripada Dia. Ia memperlihatkan bahwa Yesus tidak
setara dengan “Allah yang benar dan satu-satunya,” yang “lebih tinggi di atas segala-galanya, dan
selain Dia tidak ada yang lain.” Clement dari Aleksandria, yang meninggal kira-kira tahun 215
M, menyebut Yesus dalam keberadaannya sebelum menjadi manusia sebagai “suatu ciptaan” tetapi
menyebut Allah sebagai “yang tidak diciptakan dan tidak dapat binasa dan satu-satunya Allah yang
benar.” Ia mengatakan bahwa sang Anak “adalah nomor dua setelah satu-satunya Bapa yang
mahakuasa” tetapi tidak setara dengan Dia. Tertullian, yang meninggal kira-kira tahun 230 M.,
mengajarkan keunggulan Allah. Ia berkata: “Sang Bapa berbeda dari Anak (yang lain), karena Ia lebih
besar; sebagaimana yang memperanakkan berbeda dari yang diperanakkan, ia yang mengutus
berbeda dari dia yang diutus.” Ia juga berkata: “Ada masanya ketika sang Anak tidak ada... Sebelum
semua perkara ada, Allah berada sendirian.” Hippolytus, yang meninggal kira-kira tahun 235 M.,
mengatakan bahwa Allah adalah “Allah yang esa, Pribadi yang pertama dan satu-satunya, Khalik dan
Tuhan dari semua,” “tidak ada yang [memiliki umur yang sama] dengan Dia... Tetapi Ia adalah Esa,
berada sendirian; yang, karena menghendakinya, membuat ada apa yang dulunya tidak ada,” seperti
misalnya pramanusia Yesus yang diciptakan. Origen, yang meninggal kira-kira tahun 250 M.,
mengatakan bahwa “sang Bapa dan Anak adalah dua hakekat... dua hal sehubungan dengan pokok
dasar mereka,” dan bahwa “dibandingkan dengan Bapa, [Anak] adalah terang yang sangat kecil.”
Meringkaskan bukti sejarah, Alvan Lamson mengatakan dalam The Church of the First Three Centuries:
“Doktrin Tritunggal yang modern dan populer... tidak mendapat dukungan dari bahasa Justin [Martyr]:
dan pernyataan ini dapat diperluas sehingga berlaku juga untuk semua Bapa pra-Nicea; yaitu, untuk
semua penulis Kristen selama tiga abad setelah kelahiran Kristus. Memang, mereka berbicara
mengenai sang Bapa, Anak dan... Roh kudus, tetapi tidak sebagai [pribadi-pribadi] yang setara, tidak
berjumlah satu zat, tidak sebagai Tiga dalam Satu, dalam arti apapun yang sekarang diterima oleh para
penganut Tritunggal. Justru sebaliknyalah yang merupakan fakta. ”Jadi, bukti dari Alkitab dan dari
sejarah membuat jelas bahwa Tritunggal tidak dikenal sepanjang zaman Alkitab dan selama beberapa
abad setelahnya.
C . BAGAIMANA DOKTRIN TRITUNGGAL BERKEMBANG?

SAMPAI di sini saudara mungkin bertanya: ‘Jika Tritunggal bukan ajaran Alkitab, bagaimana itu menjadi
doktrin Susunan Kristen?’ Banyak orang berpikir bahwa ini dirumuskan pada Konsili di Nicea pada
tahun 325 M. Tetapi, hal itu tidak sepenuhnya tepat. Konsili Nicea memang meneguhkan bahwa Kristus
adalah dari zat yang sama seperti Allah, dan hal ini menjadi fondasi untuk teologi Tritunggal di kemudian
hari. Tetapi konsili ini tidak menyusun Tritunggal, karena dalam konsili itu sama sekali tidak
disebutkan mengenai roh kudus sebagai pribadi ketiga dari suatu Keilahian tiga serangkai.

Peranan Konstantin di Nicea


SELAMA bertahun-tahun, ada banyak tentangan atas dasar Alkitab terhadap gagasan yang makin
berkembang bahwa Yesus adalah Allah. Dalam upaya untuk mengakhiri pertikaian itu, penguasa Roma
Konstantin memanggil semua uskup ke Nicea. Yang hadir kira-kira 300, sebagian kecil dari jumlah
keseluruhan.
Konstantin bukan seorang Kristen. Menurut dugaan, ia belakangan ditobatkan, tetapi baru dibaptis pada
waktu sedang terbaring sekarat. Mengenai dirinya, Henry Chadwick mengatakan dalam The Early
Church: “Konstantin, seperti bapanya, menyembah Matahari Yang Tidak Tertaklukkan;... pertobatannya
hendaknya tidak ditafsirkan sebagai pengalaman kerelaan yang datang dari batin... Ini adalah masalah
militer. Pengertiannya mengenai doktrin Kristen tidak pernah jelas sekali, tetapi ia yakin bahwa
kemenangan dalam pertempuran bergantung pada karunia dari Allah orang-orang Kristen.”
Peranan apa yang dimainkan oleh kaisar yang tidak dibaptis ini di Konsili Nicea? Encyclopaedia
Britannica menceritakan: “Konstantin sendiri menjadi ketua, dengan aktif memimpin pertemuan dan
secara pribadi mengusulkan... rumusan penting yang menyatakan hubungan Kristus dengan Allah
dalam kredo yang dikeluarkan oleh konsili tersebut, ‘dari satu zat dengan Bapa’... Karena sangat segan
terhadap kaisar, para uskup, kecuali dua orang saja, menandatangani kredo itu, kebanyakan dari
mereka dengan sangat berat hati. ”Karena itu, peran Konstantin penting sekali. Setelah dua bulan debat
agama yang sengit, politikus kafir ini campur tangan dan mengambil keputusan demi keuntungan
mereka yang mengatakan bahwa Yesus adalah Allah. Tetapi mengapa? Pasti bukan karena keyakinan
apapun dari Alkitab. “Konstantin pada dasarnya tidak mengerti apa-apa tentang pertanyaan pertanyaan
yang diajukan dalam teologi Yunani,” kata A Short History of Christian Doctrine. Yang ia tahu adalah
bahwa perpecahan agama merupakan ancaman bagi kekaisarannya, dan ia ingin memperkuat wilayah
kekuasaannya.
Namun, tidak seorang uskup pun di Nicea mengusulkan suatu Tritunggal. Mereka hanya memutuskan
sifat dari Yesus tetapi bukan peranan roh kudus. Jika suatu Tritunggal merupakan kebenaran Alkitab
yang jelas, tidakkah mereka seharusnya mengusulkannya pada waktu itu?

Perkembangan Selanjutnya
SETELAH Konsili Nicea, perdebatan mengenai pokok ini terus berlangsung selama puluhan tahun.
Mereka yang percaya bahwa Yesus tidak setara dengan Allah bahkan mendapat angin lagi untuk
beberapa waktu. Namun belakangan, Kaisar Theodosius mengambil keputusan menentang mereka. Ia
meneguhkan kredo dari Konsili Nicea sebagai standar untuk daerahnya dan mengadakan Konsili
Konstantinopel pada tahun 381 M. untuk menjelaskan rumus tersebut. Konsili tersebut menyetujui untuk
menaruh roh kudus pada tingkat yang sama dengan Allah dan Kristus. Untuk pertama kali, Tritunggal
Susunan Kristen mulai terbentuk dengan jelas. Tetapi, bahkan setelah Konsili Konstantinopel, Tritunggal
tidak menjadi kredo yang diterima secara luas. Banyak orang menentangnya dan karena itu mengalami
penindasan yang kejam. Baru pada abad-abad belakangan Tritunggal dirumuskan dalam
kredo-kredo yang tetap. The Encyclopedia Americana mengatakan: “Perkembangan penuh dari ajaran
Tritunggal terjadi di Barat, pada pengajaran dari Abad Pertengahan, ketika suatu penjelasan dari segi
filsafat dan psikologi disetujui.”

Kredo Athanasia
TRITUNGGAL didefinisikan lebih lengkap dalam Kredo Athanasia. Athanasius adalah seorang pendeta
yang mendukung Konstantin di Nicea. Kredo yang memakai namanya berbunyi:
“Kami menyembah satu Allah dalam Tritunggal... sang Bapa adalah Allah, sang Anak adalah Allah, dan
Roh Kudus adalah Allah; namun mereka bukan tiga allah, tetapi satu Allah.”
Tetapi, para sarjana yang mengetahui benar masalahnya setuju bahwa Athanasius tidak menyusun
kredo ini. The New Encyclopasdia Britannica mengomentari: “Kredo itu baru dikenal oleh Gereja Timur
pada abad ke-12. Sejak abad ke-17, para sarjana pada umumnya setuju bahwa Kredo Athanasia tidak
ditulis oleh Athanasius (meninggal tahun 373) tetapi mungkin disusun di Perancis Selatan pada abad
ke-5... Pengaruh kredo itu tampaknya terutama ada di Perancis Selatan dan Spanyol pada abad ke-6
dan ke-7. Ini digunakan dalam liturgi gereja di Jerman pada abad ke-9 dan kira-kira tidak lama setelah
itu di Roma.”

Jadi dibutuhkan waktu berabad-abad sejak zaman Kristus bagi Tritunggal untuk dapat diterima secara
luas dalam Susunan Kristen. Dan dalam semua hal tersebut, apa yang membimbing keputusan-
keputusannya? Apakah Firman Allah, atau apakah pertimbangan para pendeta dan politik? Dalam
Origin and Evolution of Religion, E. W. Hopkins menjawab: “Definisi ortodoks yang terakhir dari
tritunggal sebagian besar adalah masalah politik gereja.”

Kemurtadan Dinubuatkan
SEJARAH yang tidak baik dari Tritunggal ini cocok dengan apa yang Yesus dan rasul-rasulnya
nubuatkan akan terjadi setelah zaman mereka. Mereka mengatakan bahwa akan ada kemurtadan,
penyelewengan, penyimpangan dari ibadat sejati sampai kembalinya Kristus, yaitu saat ibadat sejati
akan dipulihkan sebelum hari manakala Allah membinasakan sistem perkara-perkara ini tiba.
Mengenai “Hari” itu, rasul Paulus mengatakan: “Sebelum Hari itu haruslah datang dahulu murtad dan
haruslah dinyatakan dahulu manusia durhaka. “ (2 Tesalonika 2: 3, 7) Belakangan, ia menubuatkan:
“Sesudah aku pergi, serigala-serigala yang ganas akan masuk ke tengah-tengah kamu dan tidak akan
menyayangkan kawanan itu. Bahkan dari antara kamu sendiri akan muncul beberapa orang, yang
dengan ajaran palsu mereka berusaha menarik murid-murid dari jalan yang benar dan supaya mengikut
mereka.” (Kisah 20:29, 30) Murid-murid Yesus yang lain juga menulis mengenai kemurtadan ini dengan
golongan pendetanya yang “durhaka.”-Lihat, misalnya, 2 Petrus 2: 1; 1 Yohanes 4:1-3; Yudas 3, 4.
Paulus juga menulis: “Akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi
mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya.
Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng.” -2 Timotius 4:3,
4. Yesus sendiri menjelaskan siapa yang ada di balik kemurtadan dari ibadat sejati. Ia mengatakan
bahwa ia telah menabur benih yang baik tetapi musuhnya, Setan, akan menabur lalang di ladang. Maka
ketika muncul tunas pertama dari gandum, muncul juga lalang. Jadi, penyimpangan dari Kekristenan
sejati harus diharapkan terjadi sampai tiba musim menuai, pada waktu Kristus akan membereskan
perkara-perkara. (Matius 13:24-43) The Encyclopedia Americana mengomentari: “Ajaran Tritunggal dari
abad ke-4 tidak dengan saksama mencerminkan ajaran Kristen yang mula-mula mengenai sifat Allah;
sebaliknya, ini adalah penyimpangan dari ajaran tersebut. ”Maka, dari mana asalnya penyimpangan
ini?-1 Timotius 1: 6

Apa yang Mempengaruhi Hal Itu


DI SELURUH dunia zaman purba, di Babel dulu, jibadat kepada dewa-dewa kafir yang dikelompokkan
dalam tiga serangkai, sangat umum. Pengaruh itu juga umum di Mesir, Yunani, dan Roma pada abad-
abad sebelum, selama, dan setelah Kristus. Dan setelah rasul-rasul meninggal, kepercayaan kafir
tersebut menyusup ke dalam Kekristenan. Sejarawan Will Durant mengatakan: “Kekristenan tidak
memusnahkan kekafiran; ia menerimanya... Dari Mesir datang gagasan mengenai trinitas ilahi.” Dan
dalam buku Egyptian Religion, Siegfried Morenz berkata: “Tritunggal merupakan hal yang terutama
menyita perhatian para teolog Mesir... Tiga allah digabung dan diperlakukan seperti satu pribadi tunggal,
disapa dalam bentuk tunggal. Dengan cara ini kekuatan rohani dari agama Mesir memperlihatkan
hubungan yang langsung dengan teologi Kristen.”
Jadi, di Aleksandria, Mesir, tokoh-tokoh gereja dari akhir abad ketiga dan permulaan abad keempat,
seperti Athanasius, memperlihatkan pengaruh ini pada waktu mereka merumuskan ide-ide yang
mengarah kepada Tritunggal. Pengaruh mereka sendiri meluas, sehingga Morenz menganggap “teologi
Aleksandria sebagai penghubung antara warisan agama Mesir dan Kekristenan.”
Dalam kata pengantar buku History of Christianity dari Edward Gibbon, kita membaca: “Jika Kekafiran
ditaklukkan oleh Kekristenan, halnya juga benar bahwa Kekristenan telah dirongrong oleh Kekafiran.
Keilahian yang murni dari orang-orang Kristen yang mula-mula... diubah, oleh Gereja Roma, menjadi
dogma trinitas yang tidak dapat dimengerti. Banyak dari kepercayaan kafir, yang diciptakan oleh orang-
orang Mesir dan diidealkan oleh Plato, dipertahankan sebagai sesuatu yang patut dipercayai.”
A Dictionary of Religious Knowledge menyatakan bahwa Tritunggal “adalah suatu penyelewengan yang
dipinjam dari agama-agama kafir, dan dicangkokkan ke dalam iman Kristen.” Dan The Paganism in Our
Christianity berkata: “Asal usul [Tritunggal] seluruhnya kafir.”
Itu sebabnya, dalam Encyclopedia of Religion and Ethics, James Hastings menulis: “Dalam agama di
India, misalnya, kita temukan kelompok tiga serangkai Brahma, Syiwa, dan Wisnu; dan dalam agama
Mesir kelompok tiga serangkai Osiris, Isis, dan Horus... Bukan hanya dalam agama-agama dalam
sejarah, kita temukan Allah dianggap sebagai suatu Tritunggal. Kita khususnya dapat mengingat
pandangan Neo-Platonik mengenai Realitas yang Paling Tinggi,” yang “diwakili secara tiga serangkai.”
Apa hubungan antara filsuf Yunani Plato dengan Tritunggal?

Platonisme
PLATO, menurut perkiraan, hidup dari tahun 428 sampai 347 sebelum Kristus. Meskipun ia tidak
mengajarkan Tritunggal dalam bentuknya yang sekarang, filsafatnya membuka jalan untuk itu.
Belakangan, gerakan filsafat yang mencakup kepercayaan kepada kelompok-kelompok tiga serangkai
bermunculan, dan semua ini dipengaruhi oleh gagasan Plato mengenai Allah dan alam.

Nouveau Dictionnaire Universel (Kamus Universal Baru) bahasa Perancis mengatakan mengenai
pengaruh dari Plato: “Tritunggal menurut Plato, yang sebenarnya hanyalah penyusunan kembali dari
tritunggal-tritunggal yang lebih tua dan berasal dari orang-orang zaman dulu, tampaknya merupakan
tritunggal yang rasional dan filosofis dari sifat-sifat yang melahirkan ketiga hypostase (zat) atau pribadi
ilahi yang diajarkan oleh gerejagereja Kristen... Konsep filsuf Yunani mengenai trinitas ilahi ini... dapat
ditemukan dalam semua agama [kafir] kuno.”

The New Schaff-Herzog Encyclopedia of Religious Knowledge memperlihatkan pengaruh dari filsafat
Yunani ini: “Doktrin mengenai Logos dan Tritunggal menerima bentuknya dari Bapa-Bapa Yunani,
yang... sangat dipengaruhi, secara langsung atau tidak langsung, oleh filsafat Plato... Bahwa kesalahan
dan kerusakan menyusup ke dalam Gereja dari sumber ini tidak dapat disangkal.”

The Church of the First Three Centuries mengatakan: “Doktrin Tritunggal dibentuk secara bertahap dan
baru belakangan terhitung;... ia berasal dari sumber yang sama sekali tidak dikenal dalam Kitab-Kitab
Suci Yahudi maupun Kristen;... ia tumbuh, dan dicangkokkan ke dalam Kekristenan, melalui tangan
Bapa-Bapa pengikut Plato.” Menjelang akhir abad ketiga M., “Kekristenan” dan filsafat Plato yang baru,
berpadu secara tidak terpisahkan. Sebagaimana dinyatakan Adolf Harnack dalam Outlines of the
History of Dogma, doktrin gereja kemudian “berakar dengan kuat di tanah Hellenisme [paham Yunani
kafir]. Dengan demikian ini menjadi suatu misteri bagi bagian terbesar dari orang-orang Kristen.”
Gereja mengaku bahwa doktrin-doktrin barunya didasarkan atas Alkitab. Namun Harnack mengatakan:
“Dalam kenyataan di kalangannya sendiri [gereja] mengesahkan spekulasi Hellenik, pandangan dan
kebiasaan takhyul dari ibadat kafir yang bersifat misteri. ”Dalam buku A Statement of Reasons, Andrews
Norton menyatakan tentang Tritunggal: “Kita dapat menelusuri sejarah doktrin ini dan menemukan
sumbernya, bukan dalam wahyu Kristen, melainkan dalam filsafat Plato... Tritunggal bukan doktrin dari
Kristus dan Rasul-Rasulnya, melainkan suatu fiksi dari sekolah para pengikut Plato.”
Jadi, pada abad keempat M., kemurtadan yang dinubuatkan oleh Yesus dan para rasul mulai
berkembang penuh. Perkembangan dari Tritunggal hanya satu bukti dari ini. Gereja-gereja yang murtad
juga mulai menganut gagasan kafir lain, seperti api neraka, kekekalan jiwa, dan penyembahan berhala.
Secara rohani, Susunan Kristen telah memasuki abad-abad kegelapannya yang telah dinubuatkan,
dikuasai oleh golongan pendeta “manusia durhaka” yang terus bertambah besar.-2 Tesalonika 2:3, 7.

Mengapa Nabi-Nabi Allah Tidak Mengajarkannya?


MENGAPA, selama ribuan tahun, tidak seorang pun dari nabi-nabi Allah mengajarkan umat-Nya
mengenai Tritunggal? Pada kesempatan terakhir, tidakkah Yesus akan menggunakan kecakapannya
sebagai Guru Agung untuk menjelaskan Tritunggal kepada para pengikutnya? Apakah Allah akan
mengilhami ratusan halaman dari Alkitab namun tidak menggunakan pengajaran ini untuk mengajarkan
Tritunggal jika hal itu memang “doktrin utama” dari iman? Apakah orang-orang Kristen harus percaya
bahwa berabad-abad setelah Kristus dan setelah mengilhami penulisan Alkitab, Allah akan mendukung
perumusan suatu doktrin yang tidak dikenal oleh hamba-hamba-Nya selama ribuan tahun, doktrin yang
merupakan “misteri yang tidak dapat dimengerti” “di luar jangkauan akal manusia,” doktrin yang diakui
mempunyai latar belakang kafir dan “sebagian besar adalah masalah politik gereja?”
Bukti dari sejarah sudah jelas: Ajaran Tritunggal adalah penyimpangan dari kebenaran, kemurtadan
darinya.
D . APA YANG ALKITAB KATAKAN MENGENAI ALLAH DAN
YESUS?

JIKA orang membaca Alkitab dari depan sampai belakang tanpa memiliki gagasan
sebelumnya mengenai Tritunggal, apakah mereka dengan sendirinya akan sampai
pada konsep tersebut? Sama sekali tidak. Apa yang dengan sangat jelas akan timbul
dalam pikiran seorang pembaca yang netral ialah bahwa Allah saja Yang Mahatinggi,
sang Pencipta, terpisah dan berbeda dari pribadi manapun, dan bahwa Yesus, bahkan
dalam keberadaannya sebelum menjadi manusia, juga terpisah dan berbeda, suatu
makhluk yang diciptakan, lebih rendah daripada Allah.

Allah Itu Satu, Bukan Tiga

AJARAN Alkitab bahwa Allah itu esa atau satu disebut monoteisme. Dan L. L. Paine,
profesor sejarah gereja, menyatakan bahwa monoteisme dalam bentuknya yang paling
murni tidak mengizinkan adanya Tritunggal: “Perjanjian Lama secara tegas adalah
monoteistis. Allah adalah suatu pribadi tunggal. Gagasan bahwa suatu tritunggal dapat
ditemukan di dalamnya... sama sekali tidak berdasar. ”Apakah ada perubahan dari
monoteisme setelah Yesus datang ke bumi? Paine menjawab: “Mengenai hal ini tidak
ada pemisah antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Tradisi monoteistis terus
dilanjutkan. Yesus adalah seorang Yahudi, dilatih oleh orang-tua Yahudi dalam kitab-
kitab Perjanjian Lama. Ajarannya sepenuhnya Yahudi: memang suatu injil baru,
namun bukan suatu teologi baru... Dan ia menerima sebagai kepercayaannya sendiri
ayat agung dari monoteisme Yahudi: ‘Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita
adalah satu Allah’ ”Kata-kata tersebut terdapat dalam Ulangan 6:4. New Jerusalem
Bible (NJB) Katolik berbunyi: “Dengarlah, Israel: Yahweh Allah kita adalah esa, satu-
satunya Yahweh.”[1] Dalam tata bahasa dari ayat itu. kata ìesaî tidak mengandung
sifat jamak untuk menyatakan bahwa kata itu mempunyai arti yang lain, yaitu bukan
satu pribadi.

Catatan kaki:

[1] Nama Allah dinyatakan “Yahweh” dalam beberapa terjemahan, “Jehovah” dalam
terjemahan-terjemahan lain (dalam bahasa Inggris).

Rasul Kristen Paulus tidak menunjukkan adanya perubahan dalam sifat Allah, bahkan
setelah Yesus datang ke bumi. Ia menulis: “Allah adalah satu.” -Galatia 3: 20, lihat
juga 1 Korintus 8:4-6. Ribuan kali dalam seluruh Alkitab, Allah disebutkan sebagai
satu Pribadi. Bila Ia berfirman, ini adalah sebagai satu Pribadi yang tidak terbagi.
Alkitab benar-benar sangat jelas dalam hal ini. Seperti Allah katakan: “Aku ini
[Yehuwa], itulah namaKu; Aku tidak akan memberikan kemuliaanKu kepada yang
lain. “ (Yesaya 42 :8) “Akulah Yahweh Allahmu... Engkau tidak boleh memiliki allah-
allah lain kecuali aku.” (Cetak miring red.)-Keluaran 20: 2, 3, JB.
Untuk apa semua penulis Alkitab yang diilhami Allah akan berbicara mengenai Allah
sebagai satu Pribadi jika Ia sebenarnya adalah tiga Pribadi? Apa gunanya hal itu,
selain dari menyesatkan orang? Tentu, jika Allah terdiri dari tiga Pribadi, la akan
menyuruh para penulis Alkitab-Nya untuk membuat hal itu benar-benar jelas sehingga
tidak mungkin ada keraguan mengenai hal itu. Sedikitnya para penulis Kitab-Kitab
Yunani Kristen yang mempunyai hubungan pribadi dengan Anak Allah sendiri tentu
akan berbuat demikian. Ternyata tidak. Sebaliknya, apa yang dinyatakan dengan
sangat jelas oleh para penulis Alkitab ialah bahwa Allah adalah satu Pribadi;
Pribadi yang unik, tidak terbagi-bagi yang tidak setara dengan siapapun juga: “Akulah
[Yehuwa] dan tidak ada yang lain; kecuali Aku tidak ada Allah. “ (Yesaya 45:5)
“Engkau sajalah yang bernama [Yehuwa], Yang Mahatinggi atas seluruh
bumi.”-Mazmur 83 :19.

Bukan Allah yang Jamak

YESUS menyebut Allah “satu-satunya Allah yang benar.” (Yohanes 17:3) Ia tidak
pernah menyebut Allah sebagai ilahi yang terdiri dari pribadi-pribadi jamak. Itulah
sebabnya dalam Alkitab tidak ada satu pribadi pun selain Yehuwa yang disebut Yang
Mahakuasa. Jika tidak, arti kata “mahakuasa” tidak berlaku lagi. Yesus maupun roh
kudus tidak pernah disebut demikian, karena hanya Yehuwa yang paling tinggi.
Dalam Kejadian 17:1 Ia berkata: “Akulah Allah Yang Mahakuasa.” Dan Keluaran
18:11 berbunyi: “[Yehuwa] lebih besar dari segala allah.”
Dalam Kitab-Kitab Ibrani, kata ‘eloh’ah (allah) mempunyai dua bentuk jamak, yaitu,
‘elo-him’ (allah-allah) dan ‘elo-heh’ (allah-allah dari). Bentuk-bentuk jamak ini
umumnya memaksudkan Yehuwa, dan dalam hal itu kata-kata tersebut diterjemahkan
dalam bentuk tunggal sebagai “Allah.” Apakah bentuk-bentuk jamak tersebut
menyatakan suatu Tritunggal? Tidak. Dalam A Dictionary of the Bible, William Smith
berkata: “Gagasan khayalan bahwa [’elo-him’] memaksudkan tritunggal dari pribadi-
pribadi dalam Keilahian, sekarang hampir tidak mempunyai pendukung lagi di
kalangan para sarjana. Hal itu adalah apa yang disebut para ahli tata bahasa bentuk
jamak dari keagungan, atau itu menyatakan kepenuhan dari kekuatan ilahi. Kuasa
keseluruhan yang diperlihatkan oleh Allah.”

The American Journal of Semitic Languages and Literatures mengatakan tentang ‘elo-
him.’ “Ini hampir selalu dijelaskan dengan suatu predikat kata kerja tunggal, dan
membutuhkan atribut kata sifat tunggal.” Untuk menggambarkan ini, gelar ‘elo-him’
muncul 35 kali secara tersendiri dalam kisah penciptaan, dan setiap kali kata kerja
yang menggambarkan apa yang Allah katakan dan lakukan adalah dalam bentuk
tunggal. (Kejadian 1:1-2:4) Jadi, publikasi itu menyimpulkan: “[’Elo-him’] agaknya
harus dijelaskan sebagai bentuk jamak yang bersifat intensif, yang menyatakan
kebesaran dan keagungan. ”‘Elo-him’ bukan berarti “pribadi-pribadi,” melainkan
“allah-allah.” Jadi mereka yang berkukuh bahwa kata ini menyatakan suatu Tritunggal
menjadikan diri sendiri politeis, penyembah lebih dari satu Allah. Mengapa? Karena
ini berarti ada tiga allah dalam Tritunggal. Namun hampir semua pendukung
Tritunggal menolak pandangan bahwa Tritunggal terdiri dari tiga allah yang terpisah.
Alkitab juga menggunakan kata-kata ‘elo-him’ dan ‘elo-heh’ bila menyebutkan
sejumlah allah-allah berhala yang palsu. (Keluaran 12:12; 20:23). Namun pada
kesempatan lain hal itu bisa memaksudkan hanya satu allah palsu, seperti ketika
orang-orang Filistin menyebutkan “Dagon, allah mereka [’elo-heh’].” (Hakim 16:23,
24) Baal disebut “allah [’elo-him]” (1 Raja 18:27) Selain itu, ungkapan ini digunakan
untuk manusia. (Mazmur 82:1, 6) Musa diberi tahu bahwa dia akan menjadi “Allah
[’elo-him’]” bagi Harun dan bagi Firaun.-Keluaran 4:16; 7:1.

Jelas, menggunakan gelar-gelar ‘elo-him’ dan ‘elo-heh ‘untuk allah-allah palsu, dan
bahkan manusia, tidak menyatakan bahwa masing-masing adalah allah-allah yang
jamak; demikian juga menerapkan ‘elo-him’ atau ‘elo-heh’ pada Yehuwa tidak berarti
bahwa Ia lebih dari satu Pribadi, terutama bila kita mempertimbangkan bukti dari
ayat-ayat lain dalam Alkitab mengenai pokok ini.

Yesus Ciptaan yang Terpisah

KETIKA berada di atas bumi, Yesus adalah seorang manusia, meskipun manusia yang
sempurna karena Allah telah memindahkan daya kehidupan dari Yesus ke dalam
rahim Maria. (Matius 1: 18-25) Namun itu bukan awal kehidupannya. Ia sendiri
menyatakan bahwa ia “telah turun dari sorga.” (Yohanes 3:13) Jadi wajarlah bila ia
belakangan berkata kepada para pengikutnya: “Bagaimanakah, jikalau kamu melihat
Anak Manusia [Yesus] naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada?”-Yohanes 6:62.

Jadi. Yesus sudah hidup di surga sebelum datang ke bumi. Tetapi apakah sebagai salah
satu pribadi dalam Keilahian tiga serangkai yang mahakuasa dan kekal? Tidak, karena
Alkitab dengan jelas menerangkan bahwa sebelum menjadi manusia, Yesus adalah
suatu makhluk roh yang diciptakan sama seperti malaikat-malaikat adalah makhluk-
makhluk roh yang diciptakan oleh Allah. Para malaikat maupun Yesus tidak hidup
sebelum mereka diciptakan. Yesus, sebelum hidup sebagai manusia, adalah ‘yang
sulung dari segala yang diciptakan.’ (Kolose 1:15) Ia adalah “permulaan dari ciptaan
Allah.” (Wahyu 3:14) “Permulaan” [bahasa Yunani, ar-khe’] tidak dapat ditafsirkan
bahwa Yesus adalah ‘pemula’ dari ciptaan Allah. Dalam tulisan-tulisannya di Alkitab,
Yohanes menggunakan berbagai bentuk dari kata Yunani ar-khe’ lebih dari 20 kali,
dan ini selalu mempunyai arti umum “permulaan.” Ya, Yesus diciptakan oleh Allah
sebagai permulaan dari ciptaan-ciptaan Allah yang tidak kelihatan.
Perhatikan betapa erat hubungan antara acuan-acuan kepada asal usul Yesus dengan
pernyataan-pernyataan yang diungkapkan oleh “hikmat” kiasan dalam buku Amsal di
Alkitab: “TUHAN [Yahweh, NJB] telah menciptakan aku sebagai permulaan
pekerjaanNya, sebagai perbuatanNya yang pertama-tama dahulu kala. Sebelum
gunung-gunung tertanam dan lebih dahulu dari pada bukit-bukit aku telah lahir;
sebelum Ia membuat bumi dengan padang-padangnya atau debu dataran yang pertama
[”unsur-unsur pertama dari dunia,” NJB].” (Amsal 8: 12, 22, 25, 26)
Meskipun istilah “hikmat” digunakan untuk mempersonifikasi pribadi yang Allah
ciptakan, kebanyakan sarjana setuju bahwa ini sebenarnya adalah kata kiasan untuk
Yesus sebagai makhluk roh sebelum hidup sebagai manusia.

Sebagai “hikmat” sebelum menjadi manusia, Yesus selanjutnya berkata bahwa ia


berada “di sampingNya [Allah], seorang pekerja ahli.” (Amsal 8: 30. JB) Selaras
dengan peranan sebagai pekerja ahli ini, Kolose 1:16 (BIS) mengatakan tentang Yesus
bahwa “melalui dialah Allah menciptakan segala sesuatu di surga dan di atas bumi.”

Jadi melalui pekerja ahli inilah, seolah-olah mitra kerja-Nya yang lebih muda, Allah
Yang Mahakuasa menciptakan semua perkara lain. Alkitab meringkaskan masalahnya
sebagai berikut: “Bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, yang dari padaNya
berasal segala sesuatu... dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang melalui dia,
segala sesuatu telah dijadikan.” (Cetak miring red.)-1 Korintus 8:6, Revised Standard
Version, edisi Katolik; BIS. Tiada sangsi lagi bahwa kepada pekerja ahli inilah Allah
berkata: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita.”
(Kejadian 1: 26) Ada yang mengatakan bahwa “Kita” dalam pernyataan ini
menunjukkan suatu Tritunggal. Namun jika anda mengatakan, ‘Baiklah kita membuat
sesuatu untuk diri kita,’ tidak seorang pun akan secara wajar memahami bahwa ini
menyatakan beberapa orang digabungkan menjadi satu di dalam diri anda. Anda
hanya memaksudkan bahwa dua pribadi atau lebih akan bersama-sama mengerjakan
sesuatu. Maka, demikian pula, ketika Allah menggunakan “Kita,” Ia hanya menyapa
suatu pribadi lain, makhluk roh-Nya yang pertama, sang pekerja ahli, pramanusia
Yesus.

Dapatkah Allah Dicobai?

DALAM Matius 4:1, Yesus dikatakan “dicobai Iblis.” Setelah menunjukkan kepada
Yesus semua kerajaan dunia dengan kemegahannya,” Setan berkata: “Semua itu akan
kuberikan kepadaMu, jika Engkau sujud menyembah aku.” (Matius 4:8, 9) Setan
berupaya untuk membuat Yesus tidak loyal kepada Allah. Tetapi ujian keloyalan
macam apakah itu jika Yesus adalah Allah? Dapatkah Allah memberontak melawan
diri-Nya sendiri? Tidak, tetapi malaikat-malaikat dan manusia dapat memberontak
melawan Allah dan telah berbuat demikian. Cobaan atas Yesus hanya masuk akal jika
ia, bukan Allah, melainkan suatu pribadi yang terpisah yang mempunyai kehendak
bebasnya sendiri, pribadi yang bisa saja tidak loyal jika ia memutuskan demikian,
seperti halnya malaikat atau manusia. Sebaliknya, kita tidak dapat membayangkan
bahwa Allah dapat berdosa dan tidak loyal kepada diri-Nya sendiri. “PekerjaanNya
sempurna... Allah yang setia,... adil dan benar Dia.” (Ulangan 32:4) Jadi jika Yesus
adalah Allah, ia tidak mungkin dicobai.-Yakobus 1:13. Karena bukan Allah, Yesus
bisa saja tidak loyal. Namun ia tetap setia, dengan mengatakan: “Enyahlah, Iblis!
Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan [Yehuwa, NW], Allahmu, dan
hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!”-Matius 4:10.

Berapa Besar Harga Tebusan Itu?

SALAH satu alasan utama Yesus datang ke bumi juga mempunyai hubungan langsung
dengan Tritunggal. Alkitab menyatakan: “Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi
pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus, yang telah
menyerahkan diriNya sebagai tebusan [yang sesuai, NW] bagi semua manusia.”-1
Timotius 2: 5,6. Yesus, yang tidak lebih dan tidak kurang daripada seorang manusia
sempurna, menjadi tebusan yang dengan tepat mengganti rugi apa yang telah
dihilangkan Adam -hak untuk hidup sebagai manusia sempurna di bumi. Jadi Yesus
dengan tepat dapat disebut “Adam yang akhir” oleh rasul Paulus, yang berkata dalam
ikatan kalimat yang sama: “Sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan
Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan
dengan Kristus.” (1 Korintus 15: 22, 45) Kehidupan manusia yang sempurna dari
Yesus adalah “tebusan yang sesuai” yang dituntut oleh keadilan ilahi-tidak lebih, tidak
kurang. Suatu prinsip dasar bahkan dari keadilan manusia ialah bahwa harga yang
dibayar harus sesuai dengan kesalahan yang dilakukan.
Tetapi, jika Yesus adalah bagian dari suatu Keilahian, harga tebusan akan sangat jauh
lebih tinggi daripada apa yang dituntut oleh Taurat Allah sendiri. (Keluaran 21:23-25;
Imamat 24:19-21) Yang berdosa di Eden hanya seorang manusia sempurna, Adam,
bukan Allah. Maka tebusan itu, agar benar-benar selaras dengan keadilan Allah, harus
tepat sama nilainya-seorang manusia sempurna, “Adam yang akhir.” Maka, ketika
Allah mengutus Yesus ke bumi sebagai tebusan itu, Ia menjadikan Yesus sebagai
sesuatu yang akan memenuhi keadilan, bukan suatu inkarnasi, bukan manusia-allah,
melainkan manusia sempurna, “lebih rendah daripada malaikat-malaikat.” (Ibrani 2:9;
bandingkan Mazmur 8: 6, 7.) Bagaimana mungkin suatu bagian dari Keilahian yang
mahakuasa Bapa, Anak, atau roh kudus-dapat lebih rendah daripada malaikat
malaikat?

Bagaimana “Satu-Satunya yang Diperanakkan”?

ALKITAB menyebut Yesus “Anak Tunggal” atau dalam bahasa Inggris, “only-
begotten Son” (“Anak satu-satunya yang diperanakkan”). (Yohanes 1:14; 3:16, 18; 1
Yohanes 4:9) Para penganut Tritunggal mengatakan bahwa karena Allah itu kekal,
maka Anak Allah juga kekal. Namun bagaimana seseorang bisa menjadi anak dan
pada waktu yang sama umurnya setua ayahnya? Para penganut Tritunggal
mengatakan bahwa dalam hal Yesus, “satu-satunya yang diperanakkan” tidak sama
dengan definisi kamus untuk “memperanakkan” yang adalah “memberi kehidupan
sebagai bapa.” (Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary) Mereka berkata bahwa
dalam hal Yesus ini memaksudkan “sifat dari hubungan tanpa asal usul,” semacam
hubungan anak tunggal tetapi tanpa ia diperanakkan. (Vine’s Expository Dictionary of
Old and New Testament Words, karya Vine) Apakah hal itu kedengaran masuk akal
bagi anda? Dapatkah seorang pria menjadi ayah seorang anak tanpa memperanakkan
dia?
Selain itu, mengapa Alkitab menggunakan kata Yunani yang sama untuk “satu-
satunya yang diperanakkan” (seperti diakui oleh Vine tanpa penjelasan apapun) untuk
menggambarkan hubungan antara Ishak dengan Abraham? Ibrani 11:17 menyebut
Ishak sebagai “anaknya [Abraham] yang tunggal,” atau dalam bahasa Inggris “anak
satu-satunya yang diperanakkan.” Tidak mungkin ada keraguan bahwa dalam hal
Ishak, ia satu-satunya yang diperanakkan dalam arti yang normal, tidak sama dalam
umur atau kedudukkan dengan ayahnya.
Kata dasar bahasa Yunani untuk “satu-satunya yang diperanakkan” yang digunakan
untuk Yesus dan Ishak ialah monogenes’, dari mo’nos, yang berarti “satu-satunya,”
dan gi’no-mai, sebuah akar kata yang berarti “menghasilkan,” “menjadi (menjadi
ada),” kata Exhaustive Concordance oleh Strong. Maka, monogenes’ didefinisikan
sebagai: “Satu-satunya yang dilahirkan, satu-satunya yang diperanakkan, artinya satu-
satunya anak.”-A Greek and English Lexicon of the New Testament, oleh E.
Robinson. Theological Dictionary of the New Testament,, dengan penyunting Gerhard
Kittel, berkata: “[Monogenes] berarti ‘keturunan satu-satunya’ yaitu, tanpa saudara
laki-laki atau perempuan.” Buku ini juga menyatakan bahwa dalam Yohanes 1:18; 3:
16, 18; dan 1 Yohanes 4:9, “hubungan Yesus tidak hanya disamakan dengan hubungan
seorang anak tunggal atau satu-satunya anak dengan ayahnya. Ini memang hubungan
antara anak satu-satunya yang diperanakkan oleh sang Bapa.”

Jadi, kehidupan Yesus, Anak satu-satunya yang diperanakkan, mempunyai permulaan.


Dan Allah Yang Mahakuasa dengan tepat dapat disebut Yang Memperanakkan dia,
atau Bapa-Nya dalam arti yang sama seperti seorang ayah jasmani di bumi, seperti
Abraham, memperanakkan seorang anak. (Ibrani 11:17) Maka, bila Alkitab menyebut
Allah sebagai “Bapa” dari Yesus, ini memaksudkan tepat seperti yang dikatakannya
-bahwa mereka adalah dua pribadi yang terpisah. Allah yang senior. Yesus yang
yunior -dalam hal waktu atau umur, kedudukan, kuasa, dan pengetahuan. Bila
seseorang mempertimbangkan bahwa Yesus bukan satu-satunya makhluk roh, anak
Allah yang diciptakan di surga, halnya menjadi jelas mengapa istilah “Anak Tunggal”
atau “Anak satu-satunya yang diperanakkan” digunakan dalam hal Yesus. Tidak
terhitung banyaknya makhluk roh lain yang diciptakan, malaikat-malaikat, juga
disebut “anak-anak Allah,” dalam arti yang sama seperti halnya Adam, karena daya
kehidupan mereka berasal dari Allah Yehuwa, Sumber Kehidupan. (Ayub 38:7;
Mazmur 36:10; Lukas 3:38) Namun mereka semua diciptakan melalui “Anak
Tunggal,” yang adalah pribadi satu-satunya yang langsung diperanakkan oleh Allah.-
Kolose 1 :15-17.

Apakah Yesus Dianggap Allah?

MESKIPUN Yesus sering disebut Anak Allah dalam Alkitab, tidak seorang pun pada
abad pertama pernah menganggap dia sebagai Allah Anak. Bahkan hantu-hantu, yang
‘percaya bahwa hanya ada satu Allah,’ mengetahui dari pengalaman mereka di alam
roh bahwa Yesus bukan Allah. Maka, dengan tepat mereka menyapa Yesus sebagai
“Anak Allah” yang terpisah. (Yakobus 2:19: Matius 8:29) Dan ketika Yesus mati, para
prajurit Roma yang kafir itu yang sedang berjaga cukup mengetahui untuk dapat
mengatakan bahwa apa yang mereka dengar dari para pengikut Yesus pasti benar,
bukan bahwa Yesus adalah Allah, melainkan bahwa “sungguh, ia ini adalah Anak
Allah.”-Matius 27: 54. Maka, ungkapan “Anak Allah” menunjuk kepada Yesus
sebagai makhluk yang terpisah dan diciptakan, bukan bagian dari Tritunggal. Sebagai
Anak Allah, ia tidak mungkin Allah sendiri, karena Yohanes 1:18 berkata: “Tidak
seorangpun yang pernah melihat Allah. ”Murid-murid memandang Yesus sebagai
‘pengantara yang esa antara Allah dan manusia,’ bukan sebagai Allah sendiri. (1
Timotius 2:5) Karena menurut definisi seorang pengantara adalah seorang yang
terpisah dari mereka yang membutuhkan pengantara, suatu kontradiksi jika Yesus
adalah satu kesatuan dengan salah satu pihak yang ia coba perdamaikan. Itu berarti ia
pura-pura menjadi pengantara, padahal bukan. Alkitab memang jelas dan konsisten
berkenaan hubungan antara Allah dengan Yesus. Allah Yehuwa saja Yang Mahakuasa.
Ia secara langsung menciptakan pramanusia Yesus. Jadi, Yesus mempunyai permulaan
dan tidak pernah dapat setara dengan Allah dalam kuasa atau kekekalan.

E . APAKAH ALLAH SELALU LEBIH UNGGUL DARIPADA


YESUS?

YESUS tidak pernah mengaku sebagai Allah. Segala sesuatu yang ia katakan tentang dirinya
menunjukkan bahwa ia tidak menganggap dirinya sama dengan Allah dalam hal apapun -tidak dalam
hal kuasa, tidak dalam pengetahuan, tidak dalam umur. Dalam setiap periode keberadaannya, tidak
soal di surga atau di atas bumi, ucapan-ucapan dan tingkah lakunya mencerminkan kedudukan yang
lebih rendah daripada Allah. Allah selalu yang lebih unggul, Yesus adalah pribadi yang lebih rendah
yang diciptakan oleh Allah

Yesus Dibedakan Dari Allah


BERULANG kali, Yesus menunjukkan bahwa ia adalah makhluk yang terpisah dari Allah dan bahwa ia,
Yesus, mempunyai Allah di atas dirinya, Allah yang ia sembah, Allah yang ia sebut “Bapa.” Dalam doa
kepada Allah, yaitu sang Bapa, Yesus berkata, “Engkau, satu-satunya Allah yang benar.” (Yohanes
17:3) Dalam Yohanes 20:17 ia berkata kepada Maria Magdalena:
“Aku akan pergi kepada BapaKu dan Bapamu, kepada AllahKu dan Allahmu.” Dalam 2 Korintus 1:3
rasul Paulus meneguhkan hubungan ini: “Terpujilah Allah, Bapa [dari] Tuhan kita Yesus Kristus.” Karena
Yesus mempunyai Allah, Bapanya, ia tidak mungkin pada waktu yang sama juga adalah Allah itu.
Rasul Paulus tidak mempunyai keraguan untuk menyebut Yesus dan Allah sebagai pribadi-pribadi yang
terpisah dan berbeda: “Bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa,... dan satu Tuhan saja, yaitu
Yesus Kristus.” (1 Korintus 8:6) Rasul itu menunjukkan perbedaannya ketika ia menyebutkan “di
hadapan Allah dan Kristus Yesus dan malaikat malaikat pilihanNya.” (1 Timotius 5:21) Jadi sama seperti
Paulus menyebut Yesus dan para malaikat sebagai pribadi-pribadi yang berbeda satu sama lain di
surga, demikian pula Yesus berbeda dengan Allah. Kata-kata Yesus dalam Yohanes 8:17, 18 juga
penting. Ia berkata: “Dalam kitab Tauratmu ada tertulis, bahwa kesaksian dua orang adalah sah; Akulah
yang bersaksi tentang diriKu sendiri, dan juga Bapa, yang mengutus Aku, bersaksi tentang Aku.” Di sini
Yesus menunjukkan bahwa ia dan sang Bapa, yaitu Allah Yang Mahakuasa, harus dua kesatuan yang
berbeda, jika tidak bagaimana mungkin benar-benar ada dua saksi?
Yesus selanjutnya menunjukkan bahwa ia adalah pribadi yang terpisah dari Allah dengan mengatakan:
“Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorangpun yang baik selain dari pada Allah saja.” (Markus 10:18)
Jadi Yesus mengatakan bahwa tidak ada pribadi lain manapun yang sebaik Allah, bahkan Yesus sendiri
tidak. Allah adalah baik dengan cara yang membuat Ia terpisah dari Yesus.

Hamba Allah yang Menundukkan Diri


BERULANG kali, Yesus memberikan pernyataan-pernyataan seperti: “Anak tidak dapat mengerjakan
sesuatu dari diriNya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya.” (Yohanes 5:19) “Aku telah
turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendakKu, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah
mengutus Aku.” (Yohanes 6:38) “AjaranKu tidak berasal dari diriKu sendiri, tetapi dari Dia yang telah
mengutus Aku.” (Yohanes 7:16) Bukankah yang mengutus lebih unggul dari yang diutus?
Hubungan ini nyata dalam perumpamaan Yesus tentang kebun anggur. Ia menyamakan Allah, Bapanya,
dengan pemilik kebun anggur, yang pergi ke luar negeri dan meninggalkan kebun itu dalam tangan para
penggarap, yang melambangkan imam-imam Yahudi. Ketika sang pemilik kemudian mengutus seorang
hamba untuk mendapatkan hasil dari kebun anggur itu, para penggarap memukul hamba tersebut dan
mengusirnya dengan tangan kosong. Kemudian sang pemilik mengutus hamba yang kedua, dan
kemudian yang ketiga, yang kedua-duanya mendapat perlakuan sama. Akhirnya, pemilik kebun itu
berkata: “Aku akan menyuruh anakku [Yesus] yang kekasih, tentu ia mereka segani.” Namun para
penggarap yang korup itu berkata: “Ia adalah ahli waris, mari kita bunuh dia, supaya warisan ini menjadi
milik kita. Lalu mereka melemparkan dia ke luar kebun anggur itu dan membunuhnya.” (Lukas 20:9-16)
Jadi Yesus menggambarkan kedudukannya sendiri sebagai pribadi yang diutus oleh Allah untuk
melakukan kehendak Allah, sama seperti seorang ayah mengutus seorang anak yang tunduk. Para
pengikut Yesus selalu memandangnya sebagai hamba Allah yang menundukkan diri, bukan sebagai
pribadi yang sama dengan Allah. Mereka berdoa kepada Allah mengenai “Yesus, HambaMu yang
kudus, yang Engkau urapi,... tanda-tanda dan mujizat-mujizat [dilakukan] oleh nama Yesus, HambaMu
yang kudus.”-Kisah 4:23, 27, 30.

Allah Lebih Unggul Sepanjang Zaman.


PADA awal mula pelayanan Yesus, ketika ia ke luar dari air pembaptisan, suara Allah dari surga
berkata: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepadaNyalah Aku berkenan.” (Matius 3:16, 17) Apakah Allah
berkata bahwa Ia adalah Anak-Nya sendiri, bahwa Ia berkenan kepada diri-Nya sendiri, bahwa Ia
mengutus diri-Nya sendiri? Tidak, Allah sang Pencipta mengatakan bahwa Ia, sebagai yang lebih
unggul, berkenan kepada pribadi yang lebih rendah, Anak-Nya, Yesus, untuk melakukan pekerjaan yang
ada di hadapan. Yesus menyatakan keunggulan Bapanya ketika ia berkata: “Roh Tuhan [Yehuwa, NW]
ada padaKu, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang
miskin.” (Lukas 4:18) Pengurapan adalah pemberian wewenang atau tugas oleh orang yang lebih tinggi
kepada seseorang yang masih belum mempunyai wewenang. Di sini, Allah adalah jelas yang lebih
unggul, karena Ia mengurapi Yesus, memberinya wewenang yang tidak ia miliki sebelumnya.
Yesus membuat jelas keunggulan Bapanya ketika ibu dari dua murid memohon agar putra-putranya
masing-masing duduk di sebelah kanan dan di sebelah kiri Yesus bila ia memerintah dalam
Kerajaannya. Yesus menjawab: “Hal duduk di sebelah kananKu atau di sebelah kiriKu, Aku tidak berhak
memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa BapaKu [yaitu Allah] telah
menyediakannya.” (Matius 20:23) Jika Yesus adalah Allah Yang Mahakuasa, ia berhak memberikan
kedudukan tersebut. Namun Yesus tidak dapat melakukan itu, karena ini adalah hak Allah, dan Yesus
bukan Allah. Doa Yesus sendiri merupakan contoh yang ampuh dari kedudukannya yang lebih rendah.
Ketika Yesus akan mati, ia memperlihatkan siapa pribadi yang lebih unggul daripada dia dengan
berdoa: “Ya BapaKu, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari padaKu; tetapi bukanlah kehendakKu,
melainkan kehendakMulah yang terjadi.” (Lukas 22:42) Kepada siapakah ia berdoa? Kepada sebagian
dari dirinya sendiri? Tidak, ia berdoa kepada pribadi yang sama sekali terpisah darinya, Bapanya, Allah,
yang kehendak-Nya lebih unggul dan bisa saja berbeda dari kehendaknya sendiri, satu-satunya Pribadi
yang dapat ‘mengambil cawan ini.’ Kemudian, ketika mendekati kematian, Yesus berseru: “Allahku,
Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Markus 15: 34) Kepada siapakah Yesus berseru?
Kepada dirinya sendiri atau bagian dari dirinya? Pasti seruan itu, “Allahku,” tidak berasal dari seseorang
yang menganggap dirinya sendiri Allah. Dan jika Yesus adalah Allah, maka oleh siapa ia ditinggalkan?
Dirinya sendiri? Hal itu tidak masuk akal. Yesus juga berkata: “Ya Bapa, ke dalam tanganMu
Kuserahkan nyawaKu” (Lukas 23:46) Jika Yesus adalah Allah, mengapa ia harus menyerahkan
nyawanya kepada sang Bapa? Setelah Yesus mati, ia berada dalam kuburan selama sebagian dari tiga
hari. Jika ia adalah Allah, maka Habakuk 1:12 (NW) keliru ketika berkata: “Allahku, Yang Mahakudus,
Engkau tidak mati.” Namun Alkitab berkata bahwa Yesus mati dan tidak sadar dalam kuburan. Dan
siapakah yang membangkitkan Yesus dari antara orang mati? Dan jika ia benar-benar mati, ia tidak
mungkin membangkitkan dirinya sendiri. Sebaliknya jika ia tidak benar-benar mati, kematiannya yang
pura-pura tidak akan membayar harga tebusan untuk dosa Adam. Tetapi ia benar-benar membayar
harga itu sepenuhnya melalui kematiannya yang sungguh-sungguh. Jadi “Allah [yang] membangkitkan
[Yesus] dengan melepaskan Dia dari sengsara maut.” (Kisah 2:24) Yang lebih unggul, Allah Yang
Mahakuasa, membangkitkan yang kurang unggul, hamba-Nya Yesus, dari kematian.

Apakah kesanggupan Yesus untuk melakukan mukjizat-mukjizat, seperti membangkitkan orang,


menunjukkan bahwa ia adalah Allah? Nah, rasul-rasul dan nabi Elia serta nabi Elisa juga mempunyai
kuasa itu, namun hal itu tidak membuat mereka lebih tinggi daripada manusia. Allah memberikan kuasa
untuk melakukan mukjizat-mukjizat kepada nabi-nabi, Yesus, dan rasul-rasul untuk menunjukkan bahwa
Ia mendukung mereka. Namun hal itu tidak membuat mereka semua bagian dari Keilahian yang jamak.

Pengetahuan Yesus Terbatas


KETIKA Yesus memberikan nubuatnya mengenai akhir sistem ini, ia berkata: “Tetapi tentang hari atau
saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa
saja.” (Markus 13:32) Jika Yesus adalah Anak yang setara, bagian dari Keilahian, ia pasti mengetahui
apa yang diketahui sang Bapa. Namun Yesus tidak tahu, karena ia tidak setara dengan Allah.
Demikian pula, kita membaca dalam Ibrani 5:8 bahwa Yesus “belajar menjadi taat dari apa yang telah
dideritaNya.” Dapatkah kita membayangkan bahwa Allah harus belajar sesuatu? Tidak, tetapi Yesus
memang demikian, karena ia tidak mengetahui segala sesuatu yang Allah ketahui. Dan ia harus belajar
sesuatu yang Allah tidak akan pernah perlu pelajari -ketaatan. Allah tidak pernah harus menaati
siapapun.
Perbedaan antara apa yang Allah ketahui dan apa yang Kristus ketahui juga nyata ketika Yesus
dibangkitkan ke surga untuk tinggal bersama Allah. Perhatikan kata-kata pertama dari buku Alkitab yang
terakhir: “Wahyu Yesus Kristus, yang dikaruniakan Allah kepadaNya.” (Wahyu 1:1) Jika Yesus sendiri
adalah bagian dari Keilahian, apakah ia perlu diberi Wahyu oleh bagian lain dari Keilahian itu -Allah?
Pasti ia sudah mengetahui semuanya, karena Allah mengetahuinya. Namun Yesus tidak tahu, karena ia
bukan Allah.

Yesus Tetap Lebih Rendah Kedudukannya


DALAM kehidupannya sebelum menjadi manusia, dan juga ketika ia berada di atas bumi, Yesus lebih
rendah dari Allah. Setelah dibangkitkan, ia tetap berada dalam kedudukan yang lebih rendah, nomor
dua.
Ketika berbicara tentang kebangkitan Yesus, Petrus dan orang-orang yang besertanya mengatakan
kepada Sanhedrin Yahudi: “Dialah [Yesus] yang telah ditinggikan oleh Allah sendiri dengan [”ke,” NW]
tangan kananNya.” (Kisah 5:31) Paulus berkata: “Allah sangat meninggikan Dia.” (Filipi 2:9) Jika Yesus
adalah Allah, bagaimana mungkin Yesus ditinggikan, yaitu dinaikkan kepada kedudukan yang lebih
tinggi yang sudah ia miliki sebelumnya? Ia tentu sudah merupakan bagian dari Tritunggal dengan
kedudukan yang tinggi. Jika, sebelum ditinggikan, Yesus setara dengan Allah, meninggikan dia lebih
tinggi lagi akan membuatnya lebih unggul daripada Allah. Paulus juga berkata bahwa Kristus masuk “ke
dalam sorga sendiri untuk menghadap hadirat Allah guna kepentingan kita.” (Ibrani 9:24) Jika anda
muncul di hadapan hadirat seseorang, bagaimana mungkin anda adalah orang itu juga? Tidak mungkin.
Anda harus berbeda dan terpisah. Demikian pula, tepat sebelum dilempari batu sampai mati, sang
martir Stefanus “menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan
Allah.” (Kisah 7:55) Maka jelas, ia melihat dua pribadi yang terpisah -namun tidak melihat roh kudus,
tidak melihat Keilahian Tritunggal. Dalam kisah di Wahyu 4: 8 sampai 5: 7, Allah diperlihatkan duduk di
atas takhta surgawi-Nya, tetapi Yesus tidak. Ia harus menghampiri Allah untuk mengambil gulungan dari
tangan kanan Allah. Ini menunjukkan bahwa di surga Yesus bukan Allah tetapi terpisah dari Dia.
Sesuai dengan yang dikatakan di atas, Bulletin of the John Rylands Library di Manchester, Inggris,
berkata: “Dalam kehidupannya di surga setelah dibangkitkan, Yesus digambarkan tetap memiliki
kepribadian tersendiri sebagai individu dalam segala hal, yang berbeda dan terpisah dari pribadi Allah
tepat seperti ketika ia hidup di atas bumi sebagai Yesus di bumi. Di samping Allah dan dibandingkan
dengan Allah, ia memang muncul sebagai suatu pribadi surgawi lain lagi di tempat surgawi Allah, sama
seperti para malaikat -walaupun sebagai Anak Allah, ia berada dalam tingkatan yang berbeda, dan
mempunyai kedudukan jauh di atas mereka.” -Bandingkan Filipi 2 :11.
Bulletin juga berkata: “Namun, apa yang dikatakan mengenai kehidupan dan fungsi-fungsinya sebagai
Kristus surgawi tidak berarti ataupun menyatakan bahwa dalam status ilahi ia berdiri setingkat dengan
Allah sendiri dan adalah sepenuhnya Allah. Sebaliknya, dalam gambaran Perjanjian Baru mengenai
pribadi surgawi dan pelayanannya kita melihat seorang tokoh yang terpisah dari Allah dan lebih rendah
daripadaNya.”
Di masa depan yang kekal di surga, Yesus akan terus menjadi hamba Allah yang terpisah dan lebih
rendah. Alkitab mengatakannya sebagai berikut: “Kemudian tiba kesudahannya, yaitu bilamana Ia
[Yesus di surga] menyerahkan Kerajaan kepada Allah Bapa ... maka Ia sendiri sebagai Anak akan
menaklukkan diriNya di bawah Dia, yang telah menaklukkan segala sesuatu di bawahNya, supaya Allah
menjadi semua di dalam semua.”-1 Korintus 15:24, 28.

Yesus Tidak Pernah Mengaku Sebagai Allah


SIKAP Alkitab jelas. Allah Yang Mahakuasa, Yehuwa, bukan hanya suatu Pribadi yang terpisah dari
Yesus tetapi sepanjang zaman Ia adalah Pribadi yang lebih unggul daripada Yesus. Yesus selalu
dinyatakan sebagai hamba Allah yang rendah hati, terpisah dan lebih rendah. Itulah sebabnya Alkitab
dengan jelas mengatakan bahwa “Kepala dari Kristus ialah Allah” dalam arti yang sama bahwa “Kepala
dari tiap-tiap laki-laki ialah Kristus.” (1 Korintus 11:3) Dan itulah sebabnya Yesus sendiri berkata: “Bapa
lebih besar dari padaAku.”-Yohanes 14: 28. Faktanya ialah, Yesus bukan Allah dan tidak pernah
mengaku demikian. Hal ini diakui oleh semakin banyak sarjana. Seperti dikatakan Bulletin dari Rylands:
“Faktanya harus dihadapi bahwa penelitian Perjanjian Baru selama kira-kira tiga puluh atau empat puluh
tahun belakangan ini telah menuntun semakin banyak sarjana Perjanjian Baru yang ternama kepada
kesimpulan bahwa Yesus ... jelas tidak pernah menganggap dirinya sendiri Allah.”
Bulletin itu juga mengatakan tentang orang-orang Kristen abad pertama: “Maka, ketika mereka
menyebut [Yesus] dengan gelar-gelar penghormatan seperti Kristus, Anak manusia, Anak Allah dan
Tuhan, ini adalah cara mengatakan bahwa ia adalah, bukan Allah, melainkan yang melakukan
pekerjaan Allah. ” Jadi, bahkan ada sarjana-sarjana yang mengakui bahwa gagasan Yesus adalah Allah
bertentangan dengan seluruh kesaksian Alkitab. Di sana, Allah selalu yang lebih unggul, dan Yesus
adalah hamba yang lebih rendah.

F . ROH KUDUS TENAGA AKTIF ALLAH

MENURUT doktrin Tritunggal, roh kudus adalah pribadi ketiga dari Keilahian, setara dengan sang Bapa
dan sang Anak. Seperti dikatakan buku Our Orthodox Christian Faith: “Roh Kudus adalah Allah
sepenuhnya.”
Dalam Kitab-Kitab Ibrani, kata yang paling sering digunakan untuk “roh” ialah ru’ach, yang berarti
“nafas; angin; roh.” Dalam Kitab-Kitab Yunani, kata tersebut ialah pneu’ma, yang mempunyai arti sama.
Apakah kata-kata ini menunjukkan bahwa roh kudus adalah bagian dari suatu Tritunggal?

Tenaga Aktif
“ROH kudus” yang digunakan dalam Alkitab n menyatakan bahwa ini adalah suatu kekuatan atau
tenaga yang dikendalikan yang digunakan oleh Allah Yehuwa untuk melaksanakan berbagai maksud-
tujuan-Nya. Sampai taraf tertentu, ini dapat disamakan dengan listrik, tenaga yang dapat digunakan
untuk melakukan beragam fungsi.
Dalam Kejadian 1:2 Alkitab berkata bahwa “Roh [bahasa Ibrani, ru’ach] Allah melayang-layang di atas
permukaan air.” Di sini, Roh Allah adalah tenaga aktif-Nya yang bekerja untuk membentuk bumi.
Allah menggunakan roh-Nya untuk memberikan penerangan kepada mereka yang melayani Dia. Daud
berdoa: “Ajarlah aku melakukan kehendakMu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya Roh[ru’ach]Mu yang
baik itu menuntun aku di tanah yang rata!” (Mazmur 143:10) Ketika 70 pria yang cakap ditunjuk untuk
membantu Musa, Allah berkata kepadanya: “Sebagian dari Roh [ru’ach] yang hinggap padamu itu akan
Kuambil dan Kutaruh atas mereka.” -Bilangan 11:17.
Nubuat Alkitab dicatat ketika orang-orang dari Allah ‘didorong oleh Roh [bahasa Yunani, dari pneu’ma]
Kudus.” (2 Petrus 1:20, 21) Dengan cara ini Alkitab “diilhamkan Allah.”
Kata Yunani untuk itu ialah The-o’pneu-stos, yang berarti “dinafaskan oleh Allah.” (2 Timotius 3:16) Dan
roh kudus membimbing orang-orang tertentu untuk mendapat penglihatan-penglihatan atau mimpi-
mimpi nubuat. -2 Samuel 23:2; Yoel 2:28, 29; Lukas 1:67; Kisah 1:16; 2:32, 33
Roh kudus mendorong Yesus untuk pergi ke padang gurun setelah ia dibaptis. (Markus 1:12) Roh itu
seperti api dalam diri hamba-hamba Allah, yang menyebabkan mereka mendapatkan kekuatan dari
tenaga itu. Dan ini memungkinkan mereka untuk berbicara dengan berani dan tabah. -Mikha 3:8; Kisah
7:55-60; 18:25; Roma 12:11; 1 Tesalonika 5:19.
Melalui roh-Nya, Allah melaksanakan vonisNya atas manusia dan bangsa-bangsa. (Yesaya 30: 27, 28;
59:18, 19) Dan roh Allah dapat sampai ke mana-mana, bertindak demi orang-orang atau melawan
mereka. -Mazmur 139:7-12.

Kekuatan yang Melimpah-limpah


ROH Allah dapat juga memberikan “kekuatan yang melimpah-limpah [”melebihi yang normal,” NW]”
kepada mereka yang melayani Dia. (2 Korintus 4:7) Ini memungkinkan mereka untuk bertekun dalam
ujian iman atau melakukan hal-hal yang sewajarnya tidak dapat mereka lakukan.
Sebagai contoh, mengenai Simson, Hakim 14:6 menceritakan:
“Pada waktu itu berkuasalah Roh TUHAN [Yahweh, JB] atas dia, sehingga singa itu dicabiknya ... tanpa
apa-apa di tangannya.” Apakah suatu pribadi ilahi benar-benar memasuki atau berkuasa atas Simson,
menggunakan tubuhnya untuk melakukan apa yang ia lakukan? Tidak, ini benar-benar “kuasa TUHAN
[yang] membuat Simson kuat.” -Today ‘s English Version (TEV).
Alkitab berkata bahwa ketika Yesus dibaptis, roh kudus turun ke atasnya dalam bentuk seekor burung
merpati, tidak dalam bentuk manusia. (Markus 1:10) Tenaga aktif dari Allah ini memungkinkan Yesus
untuk menyembuhkan orang sakit dan membangkitkan orang mati. Seperti dikatakan dalam Lukas 5:17:
“Kuasa Tuhan [Allah] menyertai Dia [Yesus], sehingga Ia dapat menyembuhkan orang sakit.”
Roh Allah juga memberi kuasa kepada murid-murid Yesus untuk melakukan hal-hal yang bersifat
mukjizat. Kisah 2:1-4 menceritakan bahwa murid-murid itu sedang berkumpul bersama pada hari
Pentakosta ketika ‘tiba-tiba turun dari langit bunyi seperti tiupan angin keras. Maka penuhlah mereka
dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan
oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya.’
Jadi roh kudus memberi Yesus dan hamba-hamba Allah yang lain kuasa untuk melakukan apa yang
biasanya tidak dapat dilakukan oleh manusia.

Bukan suatu Pribadi


TETAPI, bukankah ada ayat-ayat Alkitab yang menyebut roh kudus dengan istilah-istilah yang
menyatakan ia seolah-olah suatu pribadi? Memang, namun perhatikan apa yang dikatakan teolog
Edmund Fortman mengenai hal ini dalam The Triune God:
“Walaupun roh ini sering dipersonifikasikan, tampak jelas sekali bahwa para penulis kitab-kitab suci [dari
Kitab-Kitab Ibrani] tidak pernah menganggap atau menyatakan bahwa roh ini adalah suatu pribadi
tersendiri.”
Dalam Alkitab, bukan suatu hal yang tidak lazim jika sesuatu dipersonifikasikan. Hikmat dikatakan
mempunyai anak-anak. (Lukas 7:35, Bode) Dosa dan kematian dikatakan berkuasa. (Roma 5 :14, 2 1)
Dalam Kejadian 4:7 The New English Bible (NE) berkata: “Dosa adalah hantu yang mendekam di pintu,”
dosa dipersonifikasikan sebagai suatu roh jahat yang mendekam di pintu Kain. Tetapi, tentu dosa bukan
suatu pribadi roh; demikian pula mempersonifikasikan roh kudus tidak membuatnya menjadi suatu
pribadi roh.
Demikian pula, dalam 1 Yohanes 5:6-8 bukan hanya roh tetapi juga “air dan darah” dikatakan memberi
“kesaksian.” Namun air dan darah jelas bukan pribadi-pribadi, demikian pula roh kudus bukan suatu
pribadi.
Selaras dengan ini ialah penggunaan umum dari kata “roh kudus” dalam Alkitab dengan cara yang tidak
menunjukkannya sebagai suatu pribadi, seperti pada waktu menyejajarkannya dengan air dan api.
(Matius 3:11; Markus 1:8) Orang-orang dianjurkan agar menjadi penuh dengan roh kudus dan bukan
dengan anggur. (Efesus 5:18) Mereka dikatakan dipenuhi dengan roh kudus dengan cara yang sama
seperti mereka dipenuhi dengan sifat-sifat seperti hikmat, iman, dan sukacita. (Kisah 6:3; 11: 24; 13:52)
Dan dalam 2 Korintus 6:6 roh kudus dimasukkan di antara sejumlah sifat. Pernyataan-pernyataan
seperti itu tidak akan digunakan jika roh kudus benar-benar suatu pribadi.
Kemudian, walaupun beberapa ayat Alkitab mengatakan bahwa roh itu berbicara, ayat-ayat lain
menunjukkan bahwa ini sebenarnya dilakukan melalui manusia atau malaikat. (Matius 10:19, 20; Kisah
4:24, 25; 28:25; Ibrani 2:2) Tindakan roh dalam peristiwa-peristiwa tersebut adalah seperti gelombang
radio yang mengirimkan berita dari satu orang kepada orang lain di tempat yang jauh.
Dalam Matius 28:19 disebutkan “nama ... Roh Kudus.” Namun kata “nama” tidak selalu berarti nama
pribadi, dalam bahasa Yunani maupun bahasa Indonesia. Bila kita mengatakan “atas nama hukum” kita
tidak menunjuk seseorang. Kita memaksudkan apa yang diwakili oleh hukum itu, yaitu wewenangnya.
Word Pictures in the New Testament karya Robertson mengatakan:
“Penggunaan nama (onoma) di sini umum dilakukan dalam Septuaginta dan papirus lain untuk kuasa
atau wewenang.” Jadi pembaptisan ‘dalam nama Roh Kudus’ menyatakan seseorang mengakui
wewenang roh itu, bahwa ini berasal dari Allah dan berfungsi melalui kehendak ilahi.

Penolong
YESUS menyebut roh kudus sebagai “seorang Penolong,” dan ia berkata bahwa roh ini akan mengajar,
membimbing, dan berbicara. (Yohanes 14:16, 26; 16:13) Kata Yunani yang ia gunakan untuk penolong
(para’kletos) adalah kata yang berjenis laki-laki atau maskulin. Jadi ketika Yesus menyatakan apa yang
akan dilakukan penolong itu, ia menggunakan kata ganti nama pribadi laki-laki. (Yohanes 16:7, 8)
Sebaliknya, bila kata Yunani yang berjenis netral untuk roh (pneu’ma) digunakan, kata ganti yang netral
“it” dalam bahasa Inggris itulah yang digunakan.

Kebanyakan penerjemah yang menganut Tritunggal menyembunyikan fakta ini, seperti diakui oleh New
American Bible Katolik berkenaan Yohanes 14:17: “Kata Yunani untuk ‘Roh’ ialah berjenis netral, dan
walaupun kita menggunakan kata ganti nama pribadi dalam bahasa Inggris (‘he,’ ‘his,’ ‘him’),
kebanyakan MSS [manuskrip] Yunani menggunakan kata [bahasa Inggris] ‘it.’”
Jadi bila Alkitab menggunakan kata ganti nama pribadi berjenis laki-laki sehubungan dengan para’kletos
dalam Yohanes 16:7, 8, hal ini sesuai dengan peraturan tata bahasa, bukan menyatakan suatu doktrin.

Bukan Bagian dari suatu Tritunggal


BERBAGAI sumber mengakui bahwa Alkitab tidak mendukung gagasan bahwa roh kudus adalah
pribadi ketiga dari suatu Tritunggal. Sebagai contoh:
The Catholic Encyclopedia: “Kita tidak menemukan satu ayat pun dalam Perjanjian Lama yang dengan
jelas menunjukkan adanya suatu Pribadi Ketiga.”
Teolog Katolik Fortman: “Orang-orang Yahudi tidak pernah menganggap roh itu sebagai suatu pribadi;
juga tidak ada bukti yang kuat bahwa ada penulis Perjanjian Lama yang menganut pandangan ini ...
Roh Kudus biasanya dinyatakan dalam Sinoptiks [Injil-Injil] dan dalam buku Kisah sebagai suatu
kekuatan atau kuasa ilahi.”
New Catholic Encyclopedia: “P[erjanjian] L[ama] dengan jelas tidak menggambarkan roh Allah sebagai
suatu pribadi. Roh Allah hanyalah kuasa dari Allah. Jika ini kadang-kadang dinyatakan sebagai sesuatu
yang berbeda dari Allah, ini adalah karena nafas Yahweh bertindak di luar diri-Nya.” Buku itu juga
mengatakan: “Mayoritas naskah-naskah P[erjanjian] B[aru] menyatakan roh Allah sebagai sesuatu,
bukan seseorang; ini terutama terlihat dalam kesejajaran antara roh dan kuasa Allah.” -Cetak miring red.
A Catholic Dictionary: “Secara keseluruhan, Perjanjian Baru, seperti [Perjanjian] Lama, berbicara
tentang roh itu sebagai suatu energi atau kuasa ilahi.”
Jadi, orang-orang Yahudi maupun orang-orang Kristen yang mula-mula tidak memandang roh kudus
sebagai bagian dari suatu Tritunggal. Ajaran itu muncul berabad-abad kemudian. Seperti dikatakan A
Catholic Dictionary: “Pribadi ketiga itu diteguhkan pada Konsili Aleksandria pada tahun 362 ... dan
akhirnya oleh Konsili Konstantinopel pada tahun 381”-kira-kira tiga setengah abad setelah roh kudus
memenuhi murid-murid pada hari Pentakosta!
Tidak, roh kudus bukan suatu pribadi dan bukan bagian dari suatu Tritunggal. Roh kudus adalah tenaga
aktif Allah yang Ia gunakan untuk melaksanakan kehendak-Nya. Roh kudus tidak setara dengan Allah
tetapi selalu dipakai oleh-Nya dan lebih rendah daripada Dia.

- DIUBAH KE FORMAT HTML OLEH: nono - 2005 -

G . BAGAIMANA DENGAN “AYAT-AYAT BUKTI” UNTUK


TRITUNGGAL?

DIKATAKAN bahwa beberapa ayat Alkitab memberikan bukti untuk mendukung Tritunggal. Tetapi,
apabila kita membaca ayat-ayat tersebut, kita harus selalu mengingat bahwa bukti-bukti Alkitab maupun
sejarah tidak mendukung Tritunggal.
Ayat-ayat Alkitab apapun yang diajukan sebagai bukti harus dipahami sejalan dengan konteks dari
ajaran seluruh Alkitab yang konsisten. Sering kali arti yang sesungguhnya dari ayat yang diajukan
tersebut dijelaskan oleh konteks atau ikatan kalimat ayat-ayat sebelum dan sesudahnya.

Tiga dalam Satu


NEW Catholic Encyclopedia mengajukan tiga “ayat bukti” demikian tetapi juga mengakui: “Doktrin
Tritunggal Kudus tidak diajarkan dalam P[erjanjian] L[ama]. Dalam P[erjanjian] B[aru] bukti yang tertua
terdapat dalam surat-surat Paulus, khususnya 2 Kor 13.13 [ayat 14 dalam beberapa Alkitab], dan 1 Kor
12.4-6. Dalam keempat Injil bukti mengenai Tritunggal secara jelas hanya terdapat dalam rumus
pembaptisan di Mat 28.19.”
Dalam ayat-ayat tersebut ketiga “pribadi” itu didaftarkan sebagai berikut. Dua Korintus 13:13 (14)
menggabungkan ketiganya dengan cara berikut: “Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah,
dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian.” Satu Korintus 12:4-6 berbunyi:
“Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh. Dan ada rupa-rupa pelayanan, tetapi satu Tuhan. Dan ada
berbagai-bagai perbuatan ajaib, tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya dalam semua
orang.” Dan Matius 28:19 berbunyi:
“Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan
Anak dan Roh Kudus.”
Apakah ayat-ayat ini menyatakan bahwa Allah, Kristus, dan roh kudus membentuk suatu Keilahian
Tritunggal, bahwa ketiganya sama dalam bentuk, kekuasaan, dan kekekalan? Tidak, tidak demikian,
sama halnya menyebutkan tiga orang, seperti Amir, Budi dan Bambang, tidak berarti bahwa mereka tiga
dalam satu.
Bukti semacam ini, menurut Cyclopedia of Biblical, Theological, and Ecclesiastical Literature karya
McClintock dan Strong, “hanya membuktikan bahwa ada tiga subyek yang disebutkan, ... tetapi hal itu
sendiri tidak membuktikan bahwa ketiga-tiganya pasti tergabung dalam satu sifat ilahi, dan memiliki
kemuliaan ilahi yang sama.”
Meskipun mendukung Tritunggal, sumber itu mengatakan mengenai 2 Korintus 13:13 (14): “Kita tidak
dapat dengan tepat menarik kesimpulan bahwa mereka memiliki wewenang yang sama, atau sifat yang
sama.” Dan mengenai Matius 28:18-20 dikatakan: “Tetapi, ayat ini jika diambil begitu saja, tidak akan
membuktikan dengan pasti bahwa ketiga subyek yang disebutkan masing-masing adalah satu pribadi,
atau bahwa mereka setara atau bersifat ilahi.”
Ketika Yesus dibaptis, Allah, Yesus, dan roh kudus juga disebutkan dalam konteks yang sama. Yesus
“melihat roh Allah seperti burung merpati turun ke atasNya.” (Matius 3:16) Tetapi, ini tidak berarti bahwa
ketiganya adalah satu.
Abraham, Ishak, dan Yakub banyak kali disebutkan bersama-sama, tetapi hal itu tidak membuat mereka
menjadi satu. Petrus, Yakobus dan Yohanes disebutkan bersama-sama, tetapi itu tidak membuat
mereka menjadi satu juga. Lagi pula, roh Allah turun ke atas Yesus pada saat pembaptisannya, yang
menunjukkan bahwa sebelum itu Yesus tidak diurapi dengan roh. Maka, bagaimana mungkin ia menjadi
bagian dari suatu Tritunggal padahal ia tidak selalu satu dengan roh kudus?

Kutipan lain yang menyebutkan ketiganya bersama-sama terdapat dalam beberapa terjemahan Alkitab
yang lebih tua dalam 1 Yohanes 5:7. Namun, para sarjana mengakui bahwa kata-kata ini pada mulanya
tidak terdapat dalam Alkitab, tetapi baru ditambahkan belakangan. Kebanyakan terjemahan modern
dengan benar menghilangkan ayat yang palsu ini.
“Ayat-ayat bukti” yang lainnya hanya mengupas hubungan antara dua -sang Bapa dan Yesus. Mari kita
bahas beberapa dari antaranya.

“Aku dan Bapa Adalah Satu”


AYAT itu, dalam Yohanes 10:30, sering dikutip untuk mendukung Tritunggal, meskipun pribadi ketiga
tidak disebutkan di sana. Tetapi Yesus sendiri menunjukkan apa yang ia maksud dengan menjadi “satu”
dengan sang Bapa. Dalam Yohanes 17:21, 22, ia berdoa kepada Allah agar murid-muridnya “semua
menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga
di dalam Kita, ... supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu.” Apakah Yesus berdoa
agar semua muridnya menjadi satu kesatuan tunggal? Tidak, Yesus jelas berdoa agar mereka
dipersatukan dalam pikiran dan tujuan, seperti halnya dia dan Allah. -Lihat juga 1 Korintus 1:10.

Dalam 1 Korintus 3:6, 8, Paulus berkata: “Aku menanam, Apolos menyiram, ... Baik yang menanam
maupun yang menyiram adalah sama.” Paulus tidak memaksudkan bahwa ia dan Apolos adalah dua
pribadi di dalam satu; ia memaksudkan bahwa mereka menjadi satu dalam tujuan. Kata Yunani yang
Paulus gunakan di sini untuk “sama” (hen) berjenis netral, secara aksara: “satu (perkara),” yang
menunjukkan persatuan dalam tindakan. Ini adalah kata yang sama yang Yesus gunakan dalam
Yohanes 10:30 untuk menjelaskan hubungannya dengan Bapanya. Ini juga kata yang sama yang Yesus
gunakan dalam Yohanes 17:21, 22. Jadi ketika ia menggunakan kata “satu” (hen) dalam kasus-kasus
ini, ia memaksudkan persatuan dalam pikiran dan tujuan.
Mengenai Yohanes 10:30, John Calvin (seorang penganut Tritunggal) mengatakan dalam buku
Commentary on the Gospel According to John: “Orangorang zaman dulu menyalahgunakan ayat ini
untuk membuktikan bahwa Kristus adalah ... dari zat yang sama dengan sang Bapa. Karena di sini
Kristus tidak berbicara mengenai persatuan dalam zat, tetapi mengenai kesepakatan antara dia dengan
sang Bapa.”
Dalam konteks dari ayat-ayat setelah Yohanes 10:30, Yesus dengan tegas menjelaskan bahwa kata-
katanya bukan pengakuan dirinya sebagai Allah. Ia bertanya kepada orang-orang Yahudi yang salah
mengambil kesimpulan itu dan ingin melemparinya dengan batu: “Mengapa kalian mengatakan aku
menghujat Allah karena berkata aku Anak Allah? Padahal aku dipilih oleh Bapa dan diutus ke dunia.”
(Yohanes 10:31-36, BIS) Tidak, Yesus tidak mengaku bahwa ia, Allah Anak, melainkan Anak Allah.

“Menyamakan DiriNya dengan Allah?”


AYAT lain yang diajukan untuk mendukung Tritunggal adalah Yohanes 5:18. Di sana dikatakan bahwa
orang-orang Yahudi (seperti dalam Yohanes 10:31-36) ingin membunuh Yesus karena ia “menyamakan
diriNya dengan Allah.”
Tetapi siapa yang mengatakan bahwa Yesus menyamakan dirinya dengan Allah? Bukan Yesus. Ia
membela diri menghadapi tuduhan-tuduhan palsu ini langsung dalam ayat berikutnya (19): “Maka Yesus
menjawab mereka, katanya: ... ‘Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diriNya sendiri jikalau tidak
Ia melihat Bapa mengerjakannya.’”
Dengan ini Yesus menunjukkan kepada orang-orang Yahudi bahwa ia tidak sama dengan Allah dan
karena itu tidak dapat bertindak atas prakarsanya sendiri. Dapatkah kita membayangkan seseorang
yang setara dengan Allah Yang Mahakuasa berkata bahwa ia “tidak dapat mengerjakan sesuatu dari
diriNya sendiri?” (Bandingkan Daniel 4:34, 35.) Menarik, bahwa ikatan kalimat dari Yohanes 5:18
maupun 10:30 menunjukkan bahwa Yesus membela dirinya terhadap tuduhan-tuduhan palsu dari
orang-orang Yahudi, yang seperti para penganut Tritunggal, mengambil kesimpulan-kesimpulan yang
salah!

“Setara Dengan Allah?”


DALAM Filipi 2:6 Alkitab Katolik Douay Version (Dy) tahun 1609 berkata mengenai Yesus: “Yang karena
dalam rupa Allah, tidak menganggap salah kesetaraannya dengan Allah.” King James Version (KJ)
tahun 1611 juga berkata serupa. Sejumlah versi terjemahan seperti itu masih digunakan oleh beberapa
orang untuk mendukung gagasan bahwa Yesus setara atau sama dengan Allah. Tetapi perhatikan
bagaimana terjemahan-terjemahan lain menyatakan ayat ini:
1869: “yang, karena dalam rupa Allah, tidak menganggap sebagai sesuatu yang harus diupayakan agar
[ia] menjadi sama dengan Allah.” The New Testament oleh G. R. Noyes.
1965: “Ia -yang benar-benar bersifat ilahi!- tidak pernah dengan sombong menganggap dirinya sama
dengan Allah.” Das Neue Testament, edisi revisi, oleh Friedrich Pfafflin.
1968: “yang, meskipun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sesuatu hal yang
dengan serakah harus ia miliki.” La Bibbia Concordata.
1976: “Ia senantiasa memiliki sifat Allah, tetapi ia tidak pernah berpikir bahwa ia perlu berupaya dengan
paksa untuk menjadi sama dengan Allah.” Today’s English Version.
1984: “yang, meskipun berada dalam rupa Allah, tidak pernah berupaya untuk merampas [kedudukan],
yaitu, bahwa ia harus sama dengan Allah.” New World Translation of the Holy Scriptures.
1985: “Yang, dalam rupa Allah, tidak menganggap kesamaan dengan Allah sebagai sesuatu yang harus
dikejar.” The New Jerusalem Bible.
Tetapi, beberapa orang mengatakan bahwa bahkan terjemahan-terjemahan yang lebih saksama ini
memaksudkan (1) Yesus sudah setara dengan Allah tetapi tidak ingin berkukuh memegang hal itu atau
bahwa (2) ia tidak perlu mengejar kesamaan dengan Allah karena memang ia sudah setara.
Sehubungan dengan ini, Ralph Martin, dalam The Epistle of Paul to the Philippians. berkata mengenai
bahasa Yunani aslinya: “Namun, dipertanyakan apakah makna dari kata kerja itu dapat bergeser dari
arti yang sebenarnya yaitu ‘merampas’, ‘merebut dengan kekerasan’ dan diubah menjadi
‘mempertahankan.’” The Expositor’s Greek Testament juga berkata: “Kami tidak dapat menemukan ayat
yang menyebutkan bahwa arpazw [harpa’zo] atau kata-kata turunannya memiliki makna ‘memiliki,’
‘mempertahankan.’ Tampaknya hal itu selalu berarti ‘merebut,’ ‘merampas dengan kekerasan’. Jadi
tidak boleh ada penggeseran dari makna yang sebenarnya yaitu ‘berupaya mendapat’ menjadi makna
yang sama sekali berbeda yaitu, ‘mempertahankan.’”
Dari pembahasan ini terlihat dengan jelas bahwa para penerjemah dari Alkitab seperti Douay dan King
James membuat perubahan-perubahan untuk mendukung Tritunggal. Sebaliknya dari mengatakan
bahwa Yesus merasa pantas untuk setara dengan Allah, Filipi 2:6 dalam bahasa Yunani, bila dibaca
secara obyektif, justru menunjukkan sebaliknya, bahwa Yesus merasa hal itu tidak pantas.
Ikatan kalimat dari ayat-ayat sebelum dan sesudahnya (3-5, 7, 8) membuat jelas bagaimana ayat 6
harus dipahami. Orang-orang Filipi dianjurkan: “Hendaklah dengan rendah hati yang seorang
menganggap yang lain lebih utama [”mulia,” Dy] dari pada dirinya sendiri.” Kemudian Paulus
menggunakan Kristus sebagai contoh yang sangat baik untuk sikap ini:
“Biarlah pikiran ini ada dalam kamu, yang juga ada dalam Kristus Yesus.” (Dy) “Pikiran” apa?
‘Menganggap bahwa bukan sesuatu yang salah untuk setara dengan Allah?’ Tidak, itu justru
bertentangan dengan pokok yang sedang ditekankan di sini! Sebaliknya, Yesus, yang ‘menganggap
Allah lebih mulia dari pada dirinya sendiri,’ tidak akan pernah ‘berupaya menjadi sama dengan Allah.’
Tetapi sebaliknya ia “merendahkan diriNya dan taat sampai mati.”
Tentu, semua ini tidak mungkin berlaku atas suatu bagian dari Allah Yang Mahakuasa. Pembicaraan ini
adalah mengenai Yesus Kristus, yang dengan sempurna menggambarkan pokok yang ditandaskan
Paulus di sini -yaitu pentingnya kerendahan hati dan ketaatan kepada yang lebih tinggi dan Pencipta,
Allah Yehuwa.

“Aku Adalah”
DALAM Yohanes 8:58 sejumlah terjemahan, misalnya The Jerusalem Bible mengutip Yesus berkata:
“Sebelum Abraham jadi, Aku adalah.” Apakah, seperti dinyatakan oleh para penganut Tritunggal, Yesus
di sini sedang mengajarkan bahwa ia dikenal dengan gelar “Aku adalah?” Dan, sesuai dengan
pengakuan mereka, apakah ini memaksudkan bahwa ia adalah Yehuwa yang terdapat dalam Kitab-
Kitab Ibrani, karena dalam Keluaran 3:14 berbunyi: “Firman Allah kepada Musa; AKU ADALAH AKU?”
Dalam Keluaran 3:14 ungkapan “AKU ADALAH” digunakan sebagai gelar bagi Allah untuk menunjukkan
bahwa Ia sungguh-sungguh ada dan akan melaksanakan janji-Nya. The Pentateuch and Haftorahs,
dengan penyunting Dr. J. H. Hertz, berkata mengenai ungkapan ini: “Bagi orang-orang Israel dalam
perbudakan, arti kata-kata ini adalah, ‘Meskipun Ia belum menunjukkan kuasa-Nya terhadap kamu, Ia
akan melakukan hal itu; Ia kekal dan pasti akan membebaskanmu.’ Kebanyakan penerjemah modern
mengikuti Rashi [komentator Alkitab dan Talmud berkebangsaan Perancis] dalam menerjemahkan
[Keluaran 3:14] ‘Aku akan menjadi apa yang Aku akan menjadi. ‘ “

Pernyataan dalam Yohanes 8:58 jauh berbeda dari yang digunakan dalam Keluaran 3:14. Yesus tidak
menggunakan hal itu sebagai nama atau gelar, ia menggunakannya untuk menunjukkan
keberadaannya sebelum menjadi manusia. Maka, perhatikan bagaimana beberapa terjemahan Alkitab
lain menyatakan Yohanes 8:58:

1869: “Sejak sebelum Abraham ada, aku telah ada.” The New Testament, oleh G. R Noyes.
1935: “Aku ada sebelum Abraham lahir!” The Bible -An American Translation, oleh J. M. P. Smith dan E.
J. Goodspeed.
1965: “Sebelum Abraham lahir, aku sudah menjadi siapa aku ini.” Das Neue Testament, oleh Jorg Zink.
1981: “Aku sudah hidup sebelum Abraham lahir!” The Simple English Bible.
1984: “Sebelum Abraham menjadi ada, Aku telah ada.” New World Translation of the Holy Scriptures.
1985: “Sebelum Abraham lahir aku sudah ada.” Alkitab dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari.
1987: “Sebelum Abraham jadi, Aku Ada.” Terjemahan Baru.

Lembaga Alkitab Indonesia

Jadi, makna yang sesungguhnya dari bahasa Yunani yang digunakan di sini adalah bahwa ‘anak
sulung’ Allah yang diciptakan, Yesus, telah ada lama sebelum Abraham lahir.
Kolose 1: 15; Amsal 8:22, 23,30; Wahyu 3:14.

Sekali lagi, ikatan kalimatnya menunjukkan bahwa ini adalah pengertian yang benar. Kali ini orang-
orang Yahudi ingin melempari Yesus dengan batu karena mengaku “telah melihat Abraham” padahal
seperti mereka katakan, ia belum berumur 50 tahun. (Ayat 57) Tanggapan Yesus yang wajar adalah
memberitahukan kebenaran mengenai usianya. Jadi pantas jika ia mengatakan kepada mereka bahwa
ia “sudah hidup sebelum Abraham lahir!” -The Simple English Bible.

“Firman itu Adalah Allah”


YOHANES 1:1 berbunyi: “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan
Firman itu adalah Allah.” Para penganut Tritunggal mengaku bahwa ini berarti “Firman itu” (Yunani, ho
lo’gos) yang datang ke bumi sebagai Yesus Kristus adalah Allah Yang Mahakuasa sendiri.
Tetapi, perhatikan bahwa di sini pula ikatan kalimatnya memberikan dasar untuk pengertian yang benar.
Ayat itu berbunyi “Firman itu bersama-sama dengan Allah.” (Cetak miring red.) Seseorang yang
“bersama-sama” dengan pribadi lain tidak mungkin sama dengan pribadi yang lain itu. Sesuai dengan
ini, Journal of Biblical Literature, dengan penyunting imam Yesuit Joseph A. Fitzmyer, mengomentari
bahwa jika bagian akhir dari Yohanes 1:1 dianggap mengartikan Allah sendiri, hal ini “akan bertentangan
dengan ungkapan sebelumnya,” yang mengatakan bahwa Firman itu bersama-sama dengan Allah.
Perhatikan juga, bagaimana terjemahan-terjemahan lain menyatakan bagian dari ayat ini:
1808: “dan firman itu adalah suatu allah.” The New Testament in an Improved Version, Upon the Basis
of Archbishop Newcome’s New Translation With a Corrected Text.
1864: “dan suatu allah firman itu.” The Emphatic Diaglott terjemahan baris demi baris, oleh Benyamin
Wilson.
1928: “dan Firman itu adalah “suatu pribadi ilahi.” La Bible du Centenaire, L’Evangile selon Jean, oleh
Maurice Goguel.
1935: “dan Firman itu ilahi.” The Bible -An American Translation, oleh J. M. P. Smith dan E. J.
Goodspeed.
1946: “dan Firman itu memiliki sifat ilahi.” Das Neue Testament, oleh Ludwig Thimme.
1950: “dan Firman itu adalah suatu allah.” New World Translation of the Christian Greek Scriptures.
1958: “dan Firman itu adalah suatu Allah.” The New Testament oleh James L. Tomanek.
1975: “dan suatu allah (atau, memiliki sifat ilahi) Firman itu.” Das Evangelium nach Johannes, oleh
Siegfried Schulz.
1978: “dan bersifat ilahi Logos itu.” Das Evangelium nach Johannes, oleh Johannes Schneider.
Dalam Yohanes 1:1 kata benda Yunani the-os’ (allah) muncul dua kali. Yang pertama memaksudkan
Allah Yang Mahakuasa, dengan siapa Firman itu ada bersama-sama (“Firman itu [lo’gos] bersama-
sama dengan Allah [bentuk dari the-os’”). The-os’ yang pertama didahului oleh kata ton (bahasa Inggris,
the), suatu bentuk kata sandang tertentu bahasa Yunani yang menunjuk kepada identitas yang pasti,
dalam hal ini Allah Yang Mahakuasa (“Firman itu bersama-sama dengan Allah [bahasa Inggris, “(the)
God”]”).
Sebaliknya, tidak ada kata sandang di depan kata the-os’ yang kedua dalam Yohanes 1:1. Jadi
terjemahan yang aksara akan berbunyi, “Firman itu allah.” Namun kita telah melihat bahwa banyak
terjemahan menyebutkan the-os’ (kata benda yang menjadi predikat) yang kedua ini sebagai “bersifat
ilahi,” “seperti allah,” atau “suatu allah.” Dengan wewenang apa mereka melakukan ini?
Bahasa Yunani Koine (sehari-hari) mempunyai kata sandang tertentu (bahasa Inggris, the), namun tidak
memiliki kata sandang tidak tentu (bahasa Inggris, a atau an, atau suatu). Jadi bila sebuah kata benda
yang menjadi predikat tidak didahului oleh kata sandang tertentu, bisa jadi ini tidak tentu, bergantung
pada ikatan kalimatnya.
Journal of Biblical Literature berkata bahwa istilah-istilah “yang mempunyai predikat [tanpa kata
sandang] yang mendahului kata kerja, terutama mengandunq arti kualitatif [menunjukkan sifat sesuatu].”
Seperti dikatakan Journal, ini menunjukkan bahwa lo’gos bisa disamakan dengan suatu allah. Juga
dikatakan tentang Yohanes 1:1: “Kekuatan kualitatif dari predikatnya begitu menonjol sehingga kata
bendanya [the-os’l tidak dapat dianggap tertentu.”
Jadi Yohanes 1:1 menonjolkan sifat dari Firman, bahwa ia “ilahi,” “seperti allah,” “suatu allah,” namun
bukan Allah Yang Mahakuasa. Ini selaras dengan ayat-ayat lain dalam Alkitab, yang menunjukkan
bahwa Yesus, yang di sini disebut “Firman” dalam peranannya sebagai Juru Bicara Allah, adalah suatu
pribadi lebih rendah yang taat, diutus ke bumi oleh Atasan-Nya, Allah Yang Mahakuasa.
Ada banyak ayat-ayat Alkitab lain yang oleh hampir semua penerjemah secara konsisten disisipi kata
sandang “suatu” (bahasa Inggris, a) pada waktu mereka menerjemahkan kalimat-kalimat Yunani yang
mempunyai susunan yang sama ke dalam bahasa-bahasa lain. Sebagai contoh, dalam Markus 6:
49, ketika murid-murid melihat Yesus berjalan di atas air, King James Version menyatakan: “Mereka
mengira bahwa ini adalah suatu roh.” Dalam bahasa Yunani Koine, tidak ada kata “suatu” di depan
“roh.” Namun hampir semua terjemahan dalam bahasa lain menambahkan kata “suatu” agar cocok
dengan ikatan kalimatnya. Dengan cara yang sama, karena Yohanes 1:1 memperlihatkan bahwa
Firman itu bersama-sama dengan Allah, ia tidak mungkin adalah Allah melainkan “suatu allah,” atau
“ilahi.”
Joseph Henry Thayer, seorang teolog dan sarjana yang ikut mengerjakan American Standard Version,
menyatakan dengan sederhana: “Logos itu ilahi, bukan Pribadi ilahi tertinggi itu sendiri.” Dan imam
Yesuit John L. McKenzie menulis dalam karyanya Dictionary of the Bible: “Yoh 1:1 harus dengan
saksama diterjemahkan ... ‘firman itu suatu pribadi ilahi.’”

Melanggar Aturan?
TETAPI, ada yang mengatakan bahwa terjemahan-terjemahan seperti itu melanggar suatu aturan
dalam tata bahasa Yunani Koine yang diterbitkan oleh sarjana bahasa Yunani E. C. Colwell pada tahun
1933. Ia menegaskan bahwa dalam bahasa Yunani sebuah kata benda yang menjadi predikat
“mempunyai kata sandang [tertentu] bila kata itu sesudah kata kerja;
[tetapi] tidak mempunyai kata sandang [tertentu] bila mendahului kata kerjanya.” Dengan ini ia
maksudkan bahwa sebuah kata benda yang menjadi predikat yang mendahului kata kerjanya harus
dimengerti seolah-olah mempunyai kata sandang tertentu (bahasa Inggris, “the”) di depannya. Dalam
Yohanes 1: 1 kata benda kedua (the-os’), predikatnya, sebelum kata kerjanya -“dan [the-os’] adalah
Firman itu.” Jadi, kata Colwell, Yohanes 1:1 harus dibaca “dan Allah [bahasa Inggris, “(the) God”] adalah
Firman itu.”
Namun pertimbangkan dua contoh yang terdapat dalam Yohanes 8:44. Di sana Yesus berkata tentang
si Iblis: “Ia adalah pembunuh manusia” dan “ia adalah pendusta.” Sama seperti dalam Yohanes 1: 1,
kata-kata benda yang menjadi predikat (“pembunuh manusia” dan “pendusta”) dalam bahasa Yunani
mendahului kata kerja (“adalah”). Tidak ada kata sandang tidak tentu di depan masing-masing kata
benda karena dalam bahasa Yunani Koine tidak ada kata sandang tidak tentu. Namun kebanyakan
terjemahan menyisipkan kata “adalah” atau “adalah seorang” (bahasa Inggris, a) karena tata bahasa
Yunani dan ikatan kalimatnya menuntut itu. -Lihat juga Markus 11:32; Yohanes 4:19; 6:70; 9:17; 10:1;
12:6.
Colwell harus mengakui ini sehubungan dengan kata benda yang menjadi predikatnya, karena ia
berkata: “[Kata sandangnya] tidak tertentu [”suatu” atau “seorang”] dalam hal ini, hanya bila ikatan
kalimatnya menuntut hal tersebut.” Jadi ia pun mengakui bahwa bila ikatan kalimat menuntut hal itu,
para penerjemah dapat menyisipkan kata sandang tidak tentu di depan kata benda dalam susunan
kalimat sejenis ini.
Apakah ikatan kalimatnya menuntut kata sandang tidak tentu dalam Yohanes 1: 1 ? Ya, karena bukti
dari seluruh Alkitab menunjukkan bahwa Yesus bukan Allah Yang Mahakuasa. Jadi, yang harus
membimbing penerjemah dalam hal-hal seperti itu bukan peraturan tata bahasa dari Colwell yang
meragukan, tetapi ikatan kalimatnya. Dan jelas dari banyak terjemahan-terjemahan yang menyisipkan
kata sandang tidak tentu “suatu” dalam Yohanes 1:1 dan di ayat-ayat lain, bahwa banyak sarjana tidak
menyetujui peraturan yang dibuat-buat seperti di atas, demikian juga Firman Allah.

Tidak Bertentangan
APAKAH mengatakan bahwa Yesus Kristus adalah “suatu allah” bertentangan dengan ajaran Alkitab
bahwa hanya ada satu Allah? Tidak, karena kadang-kadang Alkitab menggunakan istilah itu untuk
memaksudkan pribadi yang berkuasa. Mazmur 8:6 (Klinkert) berbunyi: “Engkau telah menjadikan dia
[manusia] kurang sedikit dari pada segala malaekat [bahasa Ibrani, ‘elohim’, NW, pribadi-pribadi seperti
Allah”].” Dalam pembelaan Yesus terhadap tuduhan orang Yahudi, bahwa ia mengaku sebagai Allah, ia
mengatakan bahwa “Taurat menggunakan kata allah-allah untuk mereka kepada siapa firman Allah
ditujukan,” yaitu yang dimaksudkan hakim-hakim manusiawi. (Yohanes 10: 34, 35, Jerusalem Bible;
Mazmur 8Z:1-6) Bahkan Setan disebut “ilah zaman ini” dalam 2 Korintus 4:4.
Yesus mempunyai kedudukan yang jauh lebih tinggi daripada para malaikat, manusia yang tidak
sempurna, atau Setan.
Karena pribadi-pribadi itu disebutkan sebagai “allah-allah,” pribadi-pribadi yang berkuasa, tentu Yesus
pun dapat dianggap “suatu allah” dan memang demikian. Karena kedudukannya yang unik dalam
hubungannya dengan Yehuwa, Yesus adalah “Allah Yang Perkasa [”Berkuasa,” NW].” -Yohanes 1: 1;
Yesaya 9: 5.
Namun bukankah “Allah Yang Berkuasa” dengan huruf-huruf besar menunjukkan bahwa Yesus dalam
hal tertentu setara dengan Allah Yehuwa? Sama sekali tidak. Yesaya hanya menubuatkan ini sebagai
salah satu dari empat nama yang akan diberikan kepada Yesus, dan dalam bahasa Indonesia nama-
nama tersebut ditulis dengan huruf besar. Tetapi, sekalipun Yesus disebut “Berkuasa,” hanya ada satu
pribadi yang “Mahakuasa.” Menyebut Allah Yehuwa “Mahakuasa” tidak akan mempunyai arti jika tidak
ada pribadi-pribadi lain yang juga disebut allah-allah namun menduduki jabatan lebih rendah.
Bulletin of the John Rylands Library di Inggris menyatakan bahwa menurut teolog Katolik Karl Rahner,
meskipun the-os’ digunakan dalam ayat-ayat seperti Yohanes 1: 1 untuk menyebutkan Kristus, “dalam
ayat-ayat tersebut the-os’ tidak pernah digunakan sedemikian rupa sehingga menyatakan Yesus sama
dengan Dia yang di tempat lain dalam Perjanjian Baru disebut sebagai ‘ho Theos,’ yaitu, Allah Yang
Paling tinggi.” Dan Bulletin menambahkan: ‘Jika para penulis Perjanjian Baru menganggap sangat
penting agar orang-orang yang setia mengakui Yesus sebagai ‘Allah,’ mengapa pengakuan semacam
ini tidak ada sama sekali dalam Perjanjian Baru?’

Tetapi bagaimana dengan kata-kata rasul Tomas, “Ya Tuhanku dan Allahku!” kepada Yesus dalam
Yohanes 20:28? Bagi Tomas, Yesus adalah seperti “allah,” terutama dalam mukjizat yang ia lihat yang
mendorongnya untuk mengeluarkan seruan itu. Beberapa sarjana mengatakan bahwa Tomas mungkin
hanya mengucapkan seruan keheranan yang emosional, yang diucapkan kepada Yesus namun
ditujukan kepada Allah. Dalam hal apapun, Tomas tidak berpikir bahwa Yesus adalah Allah Yang
Mahakuasa, karena ia dan semua rasul lain tahu bahwa Yesus tidak pernah mengaku dirinya sebagai
Allah melainkan mengajar bahwa Yehuwa saja “satu-satunya Allah yang benar.”
Yohanes 17:3.
Sekali lagi, ikatan kalimatnya membantu kita memahami hal ini. Beberapa hari sebelumnya Yesus yang
telah dibangkitkan menyuruh Maria Magdalena memberi tahu murid-murid: “Aku akan pergi kepada
BapaKu dan Bapamu, kepada AllahKu dan Allahmu.” (Yohanes 20:17) Meskipun Yesus sudah
dibangkitkan sebagai roh yang berkuasa, Yehuwa masih tetap Allahnya. Dan Yesus terus menyebut Dia
demikian bahkan dalam buku terakhir dari Alkitab, setelah ia dimuliakan. -Wahyu 1: 5,6: 3:2,12.
Tepat tiga ayat setelah seruan Tomas, dalam Yohanes 20:31, Alkitab menjelaskan masalahnya lebih
lanjut dengan menyatakan “Semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa
Yesuslah Mesias, Anak Allah,” bukan bahwa ia adalah Allah Yang Mahakuasa. Dan ini berarti “Anak”
secara aksara, sebagaimana seorang ayah aksara dan seorang anak, bukan sebagai suatu bagian
yang misterius dari Keilahian Tritunggal.

Harus Selaras Dengan Alkitab


ORANG-ORANG mengatakan bahwa beberapa ayat lain mendukung Tritunggal. Namun sama dengan
yang telah dibahas di atas, bila diperiksa dengan saksama. ayat-ayat itu tidak benar-benar
mendukungnya. Ayat-ayat tersebut hanya menggambarkan bahwa dalam mempertimbangkan
pernyataan yang dikatakan mendukung Tritunggal, seseorang harus bertanya:
Apakah penjelasannya selaras dengan ajaran yang konsisten dari seluruh Alkitab -bahwa hanya Allah
Yehuwa yang Paling Tinggi? Jika tidak, maka penjelasannya pasti salah.
Kita juga perlu ingat bahwa tidak ada satu “ayat bukti” pun yang mengatakan bahwa Allah, Yesus, dan
roh kudus adalah satu dalam suatu Keilahian yang misterius. Tidak ada satu ayat pun dalam Alkitab
yang mengatakan bahwa ketiga-tiganya sama dalam zat, kuasa, dan kekekalan. Alkitab konsisten
dalam menyingkapkan bahwa Allah Yang Mahakuasa, Yehuwa, adalah satu-satunya Pribadi Yang
Paling Tinggi, Yesus adalah Anak-Nya yang diciptakan, dan roh kudus adalah tenaga aktif Allah.

- DIUBAH KE FORMAT HTML OLEH: nono - 2005 -

H . SEMBAHLAH ALLAH MENURUT SYARAT-SYARAT DIA


YESUS berkata dalam doa kepada Allah: “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal
Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.”
(Yohanes 17: 3) Pengenalan atau pengetahuan macam apa? “[Allah] menghendaki supaya semua
orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan [yang saksama, NW] akan kebenaran.” (1 Timotius
2:4) The Amplified Bible menerjemahkan bagian terakhir dari ayat ini sebagai berikut:
“Mengetahui dengan tepat dan benar tentang Kebenaran [ilahi].”
Jadi Allah ingin agar kita mengenal Dia dan maksud-tujuan-Nya dengan saksama selaras dengan
kebenaran ilahi. Dan Firman Allah, Alkitab, adalah sumber dari kebenaran tersebut. (Yohanes 17:17; 2
Timotius 3: 16,17) Bila orang belajar dengan saksama apa yang Alkitab katakan tentang Allah, maka
mereka tidak akan menjadi seperti orang-orang yang disebut dalam Roma 10:2, 3, yang “sungguh-
sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar.” Atau seperti orang-orang Samaria,
kepada siapa Yesus berkata: “Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal. “
Yohanes 4:22.

Maka, jika kita ingin mendapat perkenan Allah, kita perlu bertanya kepada diri kita sendiri: Apa yang
Allah katakan mengenai diri Dia sendiri? Bagaimana Ia ingin disembah? Apa maksud-tujuanNya dan
bagaimana kita harus menyesuaikan diri dengan itu? Pengetahuan yang saksama tentang kebenaran
akan memberi kita jawaban-jawaban yang benar atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dengan
demikian kita dapat menyembah Allah menurut syarat-syarat Dia.

Tidak Menghormati Allah


“SIAPA yang menghormati Aku, akan Kuhormati,” kata Allah. (1 Samuel 2 :30) Apakah kita menghormati
Allah dengan menyebut pribadi lain setara dengan Dia? Apakah kita menghormati Dia dengan
menyebut Maria “Bunda Allah” dan “Perantara ... antara sang Pencipta dengan makhluk-makhluk
ciptaan-Nya,” seperti disebutkan dalam New Catholic Encyclopedia? Tidak, gagasan tersebut menghina
Allah. Tidak ada pribadi manapun yang setara dengan Dia, Ia juga tidak mempunyai ibu jasmani, karena
Yesus bukan Allah. Dan tidak ada “Perantara” perempuan karena Allah hanya mengangkat ‘satu
pengantara antara Allah dan manusia,’ yaitu Yesus. -1 Timotius 2:5; 1 Yohanes 2:1,2.
Tiada sangsi lagi, doktrin Tritunggal telah membingungkan dan mengencerkan pengertian orang tentang
kedudukan Allah yang sesungguhnya. Hal itu menghalangi orang untuk dengan saksama mengenal
Penguasa Universal, Allah Yehuwa, dan untuk menyembah Dia menurut syarat-syarat-Nya. Seperti
dikatakan teolog Hans Kung: “Untuk apa seseorang ingin menambahkan sesuatu kepada gagasan
tentang keesaan dan keunikan Allah yang hanya dapat mengencerkan atau meniadakan keesaan dan
keunikan itu?” Namun itulah yang telah dilakukan dengan percaya kepada Tritunggal.
Mereka yang percaya kepada Tritunggal tidak “berpegang kepada Allah dalam pengetahuan yang
saksama.” (Roma 1:28, NW; Bode) Ayat itu juga berkata: “Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-
pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas.” (Terjemahan Baru) Ayat 29-
31 menyebutkan beberapa dari hal-hal yang “tidak pantas” itu, seperti ‘pembunuhan, perselisihan, tidak
setia, tidak penyayang, tidak mengenal belas kasihan.’ Justru hal-hal itulah yang telah dipraktikkan oleh
agama-agama yang menerima Tritunggal.
Sebagai contoh, para penganut Tritunggal sering menganiaya dan bahkan membunuh orang-orang
yang menolak doktrin Tritunggal. Dan mereka bahkan telah bertindak lebih jauh. Mereka telah
membunuh sesama penganut Tritunggal dalam masa perang. Apa yang lebih “tidak pantas” lagi
daripada orang Katolik membunuh orang Katolik, orang Ortodoks membunuh orang Ortodoks, orang
Protestan membunuh orang Protestan-semua dalam nama Allah Tritunggal yang sama?
Namun, Yesus dengan jelas berkata: “Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah
murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” (Yohanes 13:35) Firman Allah berbicara lebih
banyak mengenai hal ini, dengan berkata:
“Inilah tandanya anak-anak Allah dan anak-anak Iblis: setiap orang yang tidak berbuat kebenaran, tidak
berasal dari Allah, demikian juga barangsiapa yang tidak mengasihi saudaranya.” Mereka yang
membunuh saudara-saudara rohani mereka disamakan dengan “Kain, yang berasal dari si jahat [Setan]
dan yang membunuh adiknya.” -1 Yohanes 3: 10-12.
Jadi, diajarkannya doktrin-doktrin yang membingungkan tentang Allah telah menimbulkan tindakan-
tindakan yang melanggar hukum-hukum-Nya. Sesungguhnya, apa yang telah terjadi dalam seluruh
Susunan Kristen adalah seperti digambarkan oleh teolog Denmark Søren Kierkegaard: “Susunan
Kristen telah menyingkirkan Kekristenan tanpa benar-benar menyadarinya.”
Keadaan rohani Susunan Kristen sesuai dengan apa yang ditulis rasul Paulus: “Mereka mengaku
mengenal Allah, tetapi dengan perbuatan mereka, mereka menyangkal Dia. Mereka keji dan durhaka
dan tidak sanggup berbuat sesuatu yang baik.”
Titus 1: 16.
Tidak lama lagi, pada waktu Allah mengakhiri sistem yang jahat yang ada sekarang, Susunan Kristen
yang menganut Tritunggal akan dimintai pertanggungjawaban. Dan ia akan mendapat vonis yang
mencelakakan karena tindakan-tindakan dan doktrin-doktrinnya yang tidak menghormati Allah. -Matius
24: 14,34; 25:3134, 41, 46; Wahyu 17:1-6, 16; 18:1-8, 20, 24; 19: 17-21.
Tolaklah Tritunggal
KEBENARAN Allah tidak dapat dikompromikan. Maka, menyembah Allah menurut syarat-syarat Dia
berarti menolak doktrin Tritunggal. Doktrin tersebut bertentangan dengan apa yang dipercayai dan
diajarkan oleh para nabi, Yesus, rasul-rasul, dan orang Kristen yang mula-mula. Hal itu bertentangan
dengan apa yang Allah katakan mengenai diriNya dalam Firman-Nya sendiri yang terilham. Maka, Ia
menasihati:
‘Akuilah bahwa aku Allah, dan tak ada lainnya, dan tak ada yang seperti aku.’ -Yesaya 46:9, BIS.
Kepentingan Allah dirugikan dengan membuat Dia membingungkan dan misterius. Sebaliknya, makin
bingung orang mengenai Allah dan maksud tujuan Dia, makin senang musuh Allah, Setan si Iblis, ‘ilah
dunia ini.’ Dialah yang menganjurkan doktrin palsu tersebut untuk ‘membutakan pikiran orang-orang
yang tidak percaya.’ (2 Korintus 4:4)
Dan doktrin Tritunggal juga menjadi alat bagi golongan pendeta yang ingin mempertahankan kendali
mereka atas orang-orang, karena mereka memberi kesan seolah-olah para teolog saja yang dapat
mengertinya. -Lihat Yohanes 8:44.
Pengetahuan yang saksama tentang Allah benar-benar mendatangkan kelegaan. Hal itu membebaskan
kita dari ajaran-ajaran yang bertentangan dengan ajaran Firman Allah dan dari organisasi-organisasi
yang telah murtad. Seperti Yesus katakan: “Kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan
memerdekakan kamu.” -Yohanes 8:32.

Dengan menghormati Allah sebagai yang paling tinggi dan menyembah Dia menurut syarat-syaratNya,
kita dapat menghindari hukuman yang segera akan Ia timpakan atas Susunan Kristen yang murtad.
Sebaliknya kita dapat menantikan perkenan Allah pada waktu sistem ini berakhir:
“Dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap
hidup selama-lamanya.”
1 Yohanes 2:17.

Вам также может понравиться