Вы находитесь на странице: 1из 21

BAB I PENDAHULUAN Tahun 2641 SM Raja Menes, seorang Pharao meninggal mendadak tidak lama setelah disengattawon.

Tahun 1902, Richet dan Portier menemukan fenomena yang sama, mereka menginjeksianjing dengan ekstrak anemon laut, setelah beberapa lama diinjeksi ulang dengan ekstrak yangsama anjing itu mendadak mati. Fenomena ini mereka sebut aldquo yang berarti anaphylaxis .Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi kontak lagi terhadap antigentersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas yang merupakan suatu reaksi anafikaksis yangdapat berujung pada syok anafikaktik.1,2

Insiden anafilaksis diperkirakan 1-3/10.000 penduduk dengan mortalitas sebesar 1-3 tiap satu juta penduduk. Sementara di Indonesia, khususnya di Bali, angka kematian dilaporkan 2 kasus tiap 10.000 total pasien anafilaksis pada tahun 2005 dan mengalami peningkatan 2 kali lipatpada tahun 2006.2,3 Anafilaksis paling sering disebabkan oleh makanan, obat-obatan, sengatan serangga, danlateks. Gambaran klinis anafilaksis sangat heterogen dan tidak spesifik. Reaksi awalnyacenderung ringan membuat masyarakat tidak mewaspadai bahaya

yang akan timbul, sepertisyok, gagal nafas, henti jantung, dan kematian mendadak.4,5 Walaupun jarang terjadi, syok anafilaktik dapat berlangsung sangat cepat, tidak terduga,dan dapat terjadi di mana saja yang potensial berbahaya sampai menyebabkan kematian.Identifikasi awal merupakan hal yang penting, dengan melakukan anamnesis, pemerikasaanfisik, dan penunjang untuk menegakkan suatu diagnosis serta penatalaksanaan cepat, tepat, danadekuat suatu syok anafilaktik dapat mencegah keadaan yang lebih berbahaya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Secara harafiah, anafilaksis berasal dari kata ana yang berarti balik dan phylaxis yang berarti perlindungan. Dalam hal ini respons imun yang seharusnya melindungi (prophylaxis) justrumerusak jaringan, dengan kata lain kebalikan dari pada melindungi (anti-phylaxis atauanaphylaxis).1,6 Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang diperantarai oleh Immunoglobulin E (hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan curah jantung dan tekananarteri yang menurun hebat. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu reaksi antigen-antibodi yangtimbul segera setelah suatu antigen yang sensitif masuk dalam sirkulasi. Syok anafilaktik merupakan salah satu manifestasi klinis dari anafilaksis yang merupakan syok distributif,ditandai oleh adanya hipotensi yang nyata akibat vasodilatasi mendadak pada pembuluh darahdan disertai kolaps pada sirkulasi darah yang dapat menyebabkan terjadinya kematian. Syok anafilaktik merupakan kasus kegawatan, tetapi terlalu sempit untuk menggambarkan anafilaksissecara

keseluruhan, karena anafilaksis yang berat dapat terjadi tanpa adanya hipotensi, sepertipada anafilaksis dengan gejala utama obstruksi saluran napas.2,5,6 2.2. Epidemiologi Insiden anafilaksis sangat bervariasi, di Amerika Serikat disebutkan bahwa angka kejadiananafilaksis berat antara 1-3 kasus/10.000 penduduk, paling banyak akibat penggunaan antibiotik golongan penisilin dengan kematian terbanyak setelah 60 menit penggunaan obat. Insidenanafilaksis diperkirakan 1-3/10.000 penduduk dengan mortalitas sebesar 1-3/1 juta penduduk.

Sementara di Indonesia, khususnya di Bali, angka kematian dari kasus anafilaksis dilaporkan 2kasus/10.000 total pasien anafilaksis pada tahun 2005 dan mengalami

peningkatan prevalensipada tahun 2006 sebesar 4 kasus/10.000 total pasien anafilaksis.2,3 Anafilaksis dapat terjadi pada semua ras di dunia. Beberapa sumber menyebutkan bahwaanafilaksis lebih sering terjadi pada perempuan, terutama perempuan dewasa muda denganinsiden lebih tinggi sekitar 35% dan mempunyai risiko kira-kira 20 kali lipat lebih tinggidibandingkan laki-laki. Berdasarkan umur, anafilaksis lebih sering pada anak-anak dan dewasamuda, sedangkan pada orang tua dan bayi anafilaksis jarang terjadi.3,5 2.3. Faktor Predisposisi dan Etiologi Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko anafilaksis adalah sifat alergen, jalur pemberian obat, riwayat atopi, dan kesinambungan paparan alergen. Golongan alergen yangsering menimbulkan reaksi anafilaksis adalah makanan, obatobatan, sengatan serangga, danlateks. Udang, kepiting, kerang, ikan kacangkacangan, biji-bijian, buah beri, putih telur, dansusu adalah makanan yang biasanya menyebabkan suatu reaksi anafilaksis. Obat-obatan yangbisa menyebabkan anafikasis seperti antibiotik khususnya penisilin, obat anestesi intravena,relaksan otot, aspirin, NSAID, opioid, vitamin B1, asam folat, dan lain-lain. Media kontrasintravena, transfusi darah, latihan fisik, dan cuaca dingin juga bisa menyebabkan

anafilaksis.1,4,5

2.4. Patofisiologi Coomb dan Gell (1963) mengelompokkan anafilaksis dalam hipersensitivitas tipe I ( Immediate type reaction). Mekanisme anafilaksis melalui 2 fase, yaitu fase sensitisasi dan aktivasi. Fasesensitisasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya olehreseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Sedangkan fase aktivasi merupakanwaktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama sampai timbulnyagejala.1,4,5,6

Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkapoleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimanaia akan mensekresikan sitokin (IL4, IL13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadisel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Ig E spesifik untuk antigen tersebut kemudianterikat pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.1,4,5,6 Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksipada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergenyang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahanvasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah preformed mediators.1,4,5,6 Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yangakan menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelahdegranulasi yang disebut newly formed mediators. Fase Efektor adalah waktu terjadinya responyang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil denganaktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin yang memberikan efek bronkokonstriksi,meningkatkan

permeabilitas kapiler

nantinya menyebabkan edema, sekresi mucus,

danvasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkankontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek bronkospasme dan

meningkatkanpermeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin leukotrien yang dihasilkan menyebabkanbronkokonstriksi.1,4,5,6 Vasodilatasi pembuluh darah yang terjadi mendadak menyebabkan terjadinya fenomenamaldistribusi dari volume dan aliran darah. Hal ini menyebabkan penurunan aliran darah balik sehingga curah jantung menurun yang diikuti dengan penurunan tekanan darah. Kemudianterjadi penurunan tekanan perfusi yang berlanjut pada

hipoksia ataupun anoksia jaringan yangberimplikasi pada keaadan syok yang membahayakan penderita. 2,6

2.5. Manifetasi Klinis Manifestasi klinis anafilaksis sangat bervariasi. Secara klinik terdapat 3 tipe dari reaksianafilaktik, yaitu reaksi cepat yang terjadi beberapa menit sampai 1 jam setelah terpapar denganalergen; reaksi moderat terjadi antara 1 sampai 24 jam setelah terpapar dengan alergen; sertareaksi lambat terjadi lebih dari 24 jam setelah terpapar dengan alergen.6,7 Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru menjadi berat, tetapi kadangkadanglangsung berat. Berdasarkan derajat keluhan, anafilaksis juga dibagi dalam derajat ringan,sedang, dan berat. Derajat ringan sering dengan keluhan kesemutan perifer, sensasi hangat, rasasesak dimulut, dan tenggorok. Dapat juga terjadi kongesti hidung, pembengkakan periorbital,pruritus, bersin-bersin, dan mata berair. Awitan gejala-gejala dimulai dalam 2 jam pertama setelah pemajanan. Derajat sedang dapat

mencakup semua gejala-gejala ringan ditambahbronkospasme dan edema jalan nafas atau laring dengan dispnea, batuk dan mengi. Wajahkemerahan, hangat, ansietas, dan gatal-gatal juga sering terjadi. Awitan gejala-gejala samadengan reaksi ringan. Derajat berat mempunyai awitan yang sangat mendadak dengan tanda-tanda dan gejala-gejala yang sama seperti yang telah disebutkan diatas disertai kemajuan yangpesat kearah bronkospame, edema laring, dispnea berat, dan sianosis. Bisa diiringi gejaladisfagia, keram pada abdomen, muntah, diare, dan kejang-kejang. Henti jantung dan koma jarangterjadi. Kematian dapat disebabkan oleh gagal napas, aritmia ventrikel atau renjatan yang irreversible.5,6,8 Gejala dapat terjadi segera setelah terpapar dengan antigen dan dapat terjadi pada satuatau lebih organ target, antara lain kardiovaskuler, respirasi, gastrointestinal, kulit, mata, susunansaaraf pusat dan sistem saluran kencing, dan sistem yang lain. Keluhan yang sering dijumpaipada fase permulaan ialah rasa takut, perih dalam mulut, gatal pada mata dan kulit, panas dankesemutan pada tungkai, sesak, serak, mual, pusing, lemas dan sakit perut.1,4,5 Pada mata terdapat hiperemi konjungtiva, edema, sekret mata yang berlebihan. Padarhinitis alergi dapat dijumpai allergic shiners, yaitu daerah di bawah palpebra inferior yangmenjadi gelap dan bengkak. Pemeriksaan hidung bagian luar di bidang alergi ada beberapatanda, misalnya: allergic salute yaitu pasien dengan menggunakan telapak tangan menggosok ujung hidungnya ke arah atas untuk menghilangkan rasa gatal dan melonggarkan sumbatan; allergic crease garis melintang akibat lipatan kulit ujung hidung; kemudian allergic facies terdiri dari pernapasan mulut, allergic shiners dan kelainan gigi geligi. Bagian dalam hidungdiperiksa untuk menilai warna mukosa, jumlah, dan bentuk sekret, edema, polip hidung, dan deviasi septum. Pada kulit

terdapat eritema, edema, gatal, urtikaria, kulit terasa hangat ataudingin, lembab/basah, dan diaphoresis.4,6 Pada sistem respirasi terjadi hiperventilasi, aliran darah paru menurun, penurunan saturasioksigen, peningkatan tekanan pulmonal, gagal nafas, dan penurunan volume tidal. Saluran nafasatas bisa mengalami gangguan jika lidah atau orofaring terlibat sehingga terjadi stridor Suara bisa serak bahkan tidak ada suara sama sekali jika edema terus memburuk. Obstruksi salurannapas yang komplit adalah penyebab kematian paling sering pada anafilaksis. Bunyi napasmengi terjadi apabila saluran napas bawah terganggu karena bronkospasme atau edema mukosa.Selain itu juga terjadi batuk-batuk, hidung tersumbat, serta bersin-bersin.4,6 Keadaan bingung dan gelisah diikuti pula oleh penurunan kesadaran sampai terjadi komamerupakan gangguan pada susunan saraf pusat. Pada sistem kardiovaskular terjadi hipotensi,takikardia, pucat, keringat dingin, tanda-tanda iskemia otot jantung (angina), kebocoran endotelyang menyebabkan terjadinya edema, disertai pula dengan aritmia. Sementara pada ginjal, terjadihipoperfusi ginjal yang mengakibatkan penurunan pengeluaran urine (oligouri atau anuri) akibatpenurunan GFR, yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya gagal ginjal akut. Selain ituterjadi peningkatan BUN dan kreatinin disertai dengan perubahan kandungan elektrolit padaurine.4,6 Hipoperfusi pada sistem hepatobilier mengakibatkan terjadinya nekrosis sel sentral,peningkatan kadar enzim hati, dan koagulopati. Gejala yang timbul pada sistem gastrointestinalmerupakan akibat dari edema intestinal akut dan spasme otot polos, berupa nyeri abdomen,mual-muntah atau diare. Kadang kadang dijumpai perdarahan rektal yang terjadi akibat iskemiaatau infark usus.4,6 Depresi sumsum tulang yang menyebabkan terjadinya koagulopati, gangguan fungsitrombosit, dan DIC dapat terjadi pada sistem hematologi. Sementara gangguan pada sistemneuroendokrin dan metabolik, terjadi supresi kelenjar adrenal, resistensi insulin, disfungsi tiroid,dan perubahan status mental. Pada keadaan syok terjadi perubahan metabolisme dari aerobmenjadi anaerob sehingga terjadi peningkatan

asam laktat dan piruvat. Secara histologis terjadikeretakan antar sel, sel membengkak, disfungsi mitokondria, serta kebocoran sel.4,6

2.6. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium diperlukan karena sangat membantu menentukan diagnosis,memantau keadaan awal, dan beberapa pemeriksaan digunakan untuk memonitor hasilpengbatan serta mendeteksi komplikasi lanjut. Hitung eosinofil darah tepi dapat normal ataumeningkat, demikian halnya dengan IgE total sering kali menunjukkan nilai normal.Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari suatukeluarga dengan derajat alergi yang tinggi. Pemeriksaan lain yang lebih bermakna yaitu IgE spesifik dengan

RAST (radioimmunosorbent test) atauELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay test ), namun memerlukan biaya yang mahal.1,4,5 Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit untuk mencari alergen penyebab yaitu denganuji cukit (prick test), uji gores (scratch test), dan uji intrakutan atau intradermal yang tunggalatau berseri (skin end-point titration/ SET). Uji cukit paling sesuai karena mudah dilakukan dandapat ditoleransi oleh sebagian penderita termasuk anak, meskipun uji intradermal (SET) akanlebih ideal. Pemeriksaan lain sperti analisa gas darah, elektrolit, dan gula darah, tes fungsi hati,tes fungsi ginjal, feses lengkap, elektrokardiografi, rontgen thorak, dan lain-lain.1,4,5 2.7. Diagnosis Pada pasien dengan reaksi anafilaksis biasanya dijumpai keluhan 2 organ atau lebih setelah terpapar dengan alergen tertentu. Untuk membantu menegakkan diagnosis maka American Academy of Allergy,Asthma and Immunology telah membuat suatu kriteria.5,7 Kriteria pertama adalah onset akut dari suatu penyakit (beberapa menit hingga beberapajam) dengan terlibatnya kulit, jaringan mukosa atau kedua-duanya (misalnya bintik-bintik kemerahan pada seluruh tubuh, pruritus, kemerahan, pembengkakan bibir, lidah, uvula), dansalah satu dari respiratory compromise (misalnya sesak nafas,

bronkospasme, stridor, wheezing , penurunan PEF, hipoksemia) dan penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan dengandisfungsi organ sasaran (misalnya hipotonia, sinkop, inkontinensia).5,7 Kriteria kedua, dua atau lebih gejala berikut yang terjadi secara mendadak setelahterpapar alergen yang spesifik pada pasien tersebut (beberapa menit hingga beberapa jam), yaitu keterlibatan jaringan mukosa kulit (misalnya bintik-bintik kemerahan pada seluruh tubuh,pruritus, kemerahan, pembengkakan bibir-lidahuvula); Respiratory compromise (misalnya sesak nafas, bronkospasme, stridor, wheezing, penurunan PEF, hipoksemia); penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan (misalnya hipotonia, sinkop, inkontinensia); dan gejalagastrointestinal yang persisten (misalnya nyeri abdominal, kram, muntah).5,7 Kriteria ketiga yaitu terjadi penurunan tekanan darah setelah terpapar pada alergen yangdiketahui beberapa menit hingga beberapa jam (syok anafilaktik). Pada bayi dan anak-anak,tekanan darah sistolik yang rendah (spesifik umur) atau penurunan darah sistolik lebih dari 30%.Sementara pada orang dewasa, tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau penurunandarah sistolik lebih dari 30% dari tekanan darah awal.5,7

2.8. Diagnosis Banding Beberapa keadaan dapat menyerupai reaksi anafilaktik. Gambaran klinis yang tidak spesifik darianafilaksis mengakibatkan reaksi tersebut sulit dibedakan dengan penyakit lainnya yangmemiliki gejala yang sama. Hal ini terjadi karena anafilaksis mempengaruhi seluruh sistemorgan pada tubuh manusia sebagai akibat pelepasan berbagai macam mediator dari sel mast danbasofil, dimana masing-masing mediator tersebut memiliki afinitas yang berbeda pada setiapreseptor pada sistem organ. Beberapa kondisi yang menyerupai reaksi anafilaksis dan syok anafilaktik adalah reaksi vasovagal, infark miokard akut, reaksi hipoglikemik, reaksi histeris, Carsinoid syndrome, Chinese restaurant syndrome, asma bronkiale, dan rhinitis alergika.1,6

Reaksi vasovagal, sering dijumpai setelah pasien mandapat suntikan. Pasien tampak pingsan, pucat dan berkeringat. Tetapi dibandingkan dengan reaksi anafilaktik, pada reaksivasovagal nadinya lambat dan tidak terjadi sianosis.

Meskipun tekanan darahnya turun tetapimasih mudah diukur dan biasanya tidak terlalu rendah seperti anafilaktik.

Sementara infark miokard akut, gejala yang menonjol adalah nyeri dada, dengan atau tanpa penjalaran. Gejalatersebut sering diikuti rasa sesak tetapi tidak tampak tandatanda obstruksi saluran napas.Sedangkan pada anafilaktik tidak ada nyeri dada.1,6 Reaksi hipoglikemik, disebabkan oleh pemakaian obat antidiabetes atau sebab lain.Pasien tampak lemah, pucat, berkeringat, sampai tidak sadar. Tekanan darah kadang-kadangmenurun tetapi tidak dijumpai tanda-tanda obstruksi saluran napas. Sedangkan pada reaksianafilaktik ditemui obstruksi saluran napas. Sedangkan pada reaksi histeris, tidak dijumpaiadanya tanda-tanda gagal napas, hipotensi, atau sianosis. Pasien kadang-kadang pingsanmeskipun hanya sementara. Sedangkan tanda-tanda diatas dijumpai pada reaksi anafilaksis.1,6

Carsinoid syndrome, dijumpai gejala-gejala seperti muka kemerahan, nyeri kepala, diare,serangan sesak napas seperti asma.Chinese restaurant syndrome, dapat dijumpai beberapakeadaan seperti mual, pusing, dan muntah pada beberapa menit setelah mengkonsumsi MSGlebih dari 1gr, bila penggunaan lebih dari 5 gr bisa menyebabkan asma. Namun tekanan darah,kecepatan denyut nadi, dan pernapasan tidak berbeda nyata dengan mereka yang diberi makanantanpa MSG.1,6 Asma bronkiale, gejala-gejalanya dapat berupa sesak napas, batuk berdahak, dan suaranapas mengi (wheezing). Dan biasanya timbul karena faktor pencetus seperti debu, aktivitasfisik, dan makanan, dan lebih sering terjadi pada pagi hari. Rhinitis alergika, penyakit inimenyebabkan gejala seperti pilek, bersin, buntu hidung, gatal

hidung yang hilang-timbul, mataberair yang disebabkan karena faktor pencetus seperti debu, terutama di udara dingin.1,6 2.9. PenatalaksanaanTindakan Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan alergen baik peroral maupunparenteral, maka tindakan pertama yang paling penting dilakukan adalah mengidentifikasi danmenghentikan kontak dengan alergen yang diduga menyebabkan reaksi anafilaksis.

Segerabaringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkantekanan darah. 1,2,4,5,6,9

Tindakan selanjutnya adalah penilaian airway, breathing, dan circulation dari tahapanresusitasi jantung paru untuk memberikan kebutuhan bantuan hidup dasar. Airway, penilaianjalan napas. Jalan napas harus dijaga tetap bebas agar tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakangmenutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan triple airway manuver yaitu ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segeraditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.

Breathing support segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-tanda bernapasspontan, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang disertaiudem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderitayang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harusdiberikan bantuan napas dan oksigen 5-10 liter /menit.

Circulation support

yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.1,2,4,5,6,9 Obat-obatan Sampai sekarang adrenalin masih merupakan obat pilihan pertama untuk mengobati syok anafilaksis. Obat ini berpengaruh untuk meningkatkan tekanan darah, menyempitkan pembuluhdarah, melebarkan bronkus, dan meningkatkan aktivitas otot jantung. Adrenalin bekerja sebagai penghambat pelepasan histamin dan mediator lain yang poten.

Mekanisme kerja adrenalin adalahmeningkatkan cAMP dalam sel mast dan basofil sehingga menghambat terjadinya degranulasiserta pelepasan histamine dan mediator lainnya. Selain itu adrenalin mempunyai kemampuanmemperbaiki kontraktilitas otot jantung, tonus pembuluh darah perifer dan otot polos bronkus. Adrenalin selalu akan dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah arteri dan memicudenyut dan kontraksi jantung sehingga menimbulkan tekanan darah naik seketika dan berakhir dalam waktu pendek.4,10 Pemberian adrenalin secara intramuskuler pada lengan atas, paha, ataupun sekitar lesipada sengatan serangga merupakan pilihan pertama pada penatalaksanaan syok anafilaktik.Adrenalin memiliki onset yang cepat setelah pemberian intramuskuler. Pada pasien dalamkeadaan syok, absorbsi intramuskuler lebih cepat dan lebih baik dari pada pemberian subkutan.Berikan 0,5 ml larutan 1 :1000 (0,3-0,5 mg) untuk orang dewasa dan 0,01 ml/kg BB untuk anak.Dosis diatas dapat diulang beberapa kali tiap 5-15 menit, sampai tekanan darah dan nadimenunjukkan perbaikan.4,6,10,11 Adrenalin sebaiknya tidak diberikan secara intravena kecuali pada keadaan tertentu sajamisalnya pada saat syok (mengancam nyawa) ataupun selama anestesia. Pada saat pasien tampak sangat kesakitan serta kemampuan sirkulasi dan absorbsi injeksi intramuskuler yang benar-benar diragukan, adrenalin mungkin diberikan dalam injeksi intravena lambat dengan dosis 500 mcg (5ml dari pengenceran injeksi adrenalin 1:10000) diberikan dengan kecepatan 100 mcg/menit dandihentikan jika

respon dapat dipertahankan. Pada anak-anak dapat diberi dosis 10 mcg/kg BB(0,1 ml/kg BB dari pengenceran injeksi adrenalin 1:10000) dengan injeksi intravena lambatselama beberapa menit. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2-4ug/menit. Individu yang mempunyai resiko tinggi untuk mengalami syok anafilaksis perlumembawa adrenalin setiap waktu dan selanjutnya perlu diajarkan cara penyuntikkan yang benar.Pada kemasan perlu diberi label, pada kasus kolaps yang cepat orang lain dapat memberikanadrenalin tersebut. (Pamela, adrenalin, draholik)4,6,10 Pengobatan tambahan dapat diberikan pada penderita anafilaksis, obat-obat yang seringdimanfaatkan adalah antihistamin, kortikosteroid, dan bronkodilator.

Pemberian antihistaminberguna untuk menghambat

proses vasodilatasi dan

peningkatan peningkatan permeabilitasvaskular yang diakibatkan oleh pelepasan mediator dengan cara menghambat pada tempatreseptor-mediator tetapi bukan bukan merupakan obat pengganti adrenalin. Tergantung beratnyapenyakit, antihistamin dapat diberikan oral atau parenteral. Pada keadaan anafilaksis beratantihistamin dapat diberikan intravena.Untuk AH2 seperti simetidin (300 mg) atau ranitidin (150mg) harus diencerkan dengan 20 ml NaCl 0,9% dan diberikan dalam waktu 5 menit. Bilapenderita mendapatkan terapi teofilin pemakaian simetidin harus dihindari sebagai gantinyadipakai ranitidin. Anti histamin yang juga dapat diberikan adalah dipenhidramin intravena 50 mgsecara pelan-pelan (5-10 menit), diulang tiap 6 jam selama 48 jam. 4,5,6,10,11 Kortikosteroid digunakan untuk menurunkan respon keradangan, kortikosteroid tidak banyak membantu pada tata laksana akut anafilaksis dan hanya digunakan pada reaksi sedanghingga berat untuk memperpendek episode anafilaksis atau mencegah anafilaksis berulang.Glukokortikoid intravena baru diharapkan menjadi efektif setelah 4-6 jam pemberian.Metilprednisolon 125 mg intravena dpt diberikan tiap 4-6 jam sampai kondisi pasien stabil (yangbiasanya tercapai setelah 12 jam), atau hidrokortison intravena 7-10 mg/Kg BB, dilanjutkandengan 5 mg/kgBB setiap 6 jam, atau deksametason 2-6 mg/kg BB.4,5,6,11

Apabila terjadi bronkospasme yang menetap diberikan aminofilin intravena 4-7 mg/KgBB selama 10-20 menit, dapat diikuti dengan infus 0,6 mg/Kg BB/jam, atau aminofilin 5-6mg/Kg BB yang diencerkan dalam 20 cc dextrosa 5% atau NaCl 0,9% dan diberikan perlahan-lahan sekitar 15 menit. Pilihan yang lain adalah bronkodilator aerosol (terbutalin, salbutamol).Larutan salbutamol atau agonis sebanyak 0,25 cc-0,5 cc dalam 2-4 ml NaCl 2 yang lain 0,99%diberikan

melalui nebulisasi.4,5,6,11 Apabila tekanan darah tidak naik dengan pemberian cairan, dapat diberikan vasopresor melalui cairan infus intravena. Larutan 1 ml epineprin 1:1000 dalam 250 ml dextrosa(konsentrasi 4 mg/ml) diberikan dengan infus 1-4 mg/menit atau 15-60 mikrodrip/menit (denganinfus mikrodrip), bila diperlukan dosis dapat dinaikan sampai dosis maksimum 10 mg/ml, atauaramin 2-5 mg bolus IV pelan-pelan, atau levarterenol bitartrat 4-8 mg/liter dengan dekstrosa 5% dengan kecepatan 2ml/menit, atau Dopamin 0,3-1,2 mg/Kg BB/jam secara infus dengan dextrose 5%. 4,5,6,11

Terapi Cairan Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk koreksihipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama dalammengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curahjantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloidtetap merupakan mengingat terjadinya

peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Padadasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3-4 kali dari perkiraankekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapatkehilangan cairan 20-40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapatdiberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma.2,9,12 Perlu diperhatikan bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisamelepaskan histamin. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihanpertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan

volume intravaskuler, volumeinterstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkantekanan onkotik intravaskuler. 2,9,12

Observasi Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke rumahsakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penangananpenderita di tempat kejadian harus seoptimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dantransportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisitelentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangancepat-cepat dipulangkan, tetapi harus diobservasi dulu selama selama 24 jam, 6 jam berturut-turut tiap 2 jam sampai keadaan fungsi membaik. Hal-hal yang perlu diobservasi adalah keluhan,klinis (keadaan umum, kesadaran, vital sign, dan produksi urine), analisa gas darah,elektrokardiografi, dan komplikasi karena edema laring, gagal nafas, syok dan cardiac arrest. Kerusakan otak permanen karena syok dan gangguan cardiovaskuler. Urtikaria dan angoioedemamenetap sampai beberapa bulan, infark miokard, aborsi, dan gagal ginjal juga pernah dilaporkan.Penderita yang telah mendapat adrenalin lebih dari 2-3 kali suntikan, harus dirawat di rumahsakit.2,9,12 Pencegahan Pencegahan merupakan langkah terpenting dalam penetalaksanaan syok anafilaktik terutamayang disebabkan oleh obat-obatan. Melakukan anamnesis riwayat alergi penderita dengan cermatakan sangat membantu menentukan etiologi dan faktor risiko anafilaksis. Individu yangmempunyai riwayat penyakit asma dan orang yang mempunyai riwayat alergi terhadap banyak obat, mempunyai resiko lebih tinggi terhadap kemungkinan terjadinya syok anafilaktik.5,6 Melakukan skin test bila perlu juga penting, namun perlu diperhatian bahwa tes kulitnegatif pada umumnya penderita dapat mentoleransi pemberian obat-obat tersebut, tetapi tidak berarti pasti penderita tidak akan mengalami reaksi anafilaksis. Orang dengan tes kulit negatif dan mempunyai riwayat alergi positif mempunyai

kemungkinan reaksi sebesar 1-3%dibandingkan dengan kemungkinan terjadinya reaksi 60%, bila tes kulit positif.5,6 Dalam pemberian obat juga harus berhati-hati, encerkan obat bila pemberian dengan jalur subkutan, intradermal, intramuskular, ataupun intravena dan observasi selama pemberian.Pemberian obat harus benar-benar atas indikasi yang kuat dan tepat. Hindari obat-obat yangsering menyebabkan syok anafilaktik. Catat obat penderita pada status yang menyebabkan alergi.Jelaskan kepada penderita supaya menghindari makanan atau obat yang menyebabkan alergi. Halyang paling utama adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk mengantisipasi reaksianfilaksis serta adanya alatalat bantu resusitasi kegawatan. Desensitisasi alergen spesifik adalahpencegahan untuk kebutuhan jangka panjang5,6 2.10. Prognosis Penanganan yang cepat, tepat, dan sesuai dengan kaedah kegawatdaruratan, reaksi anafilaksisjarang menyebabkan kematian. Namun reaksi anafilaksis tersebut dapat kambuh kembali akibatpaparan antigen spesifik yang sama. Maka dari itu perlu dilakukan observasi setelah terjadinyaserangan anafilaksis untuk mengantisipasi kerusakan sistem organ yang lebih luas lagi.5 Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis dari reaksi anafilaksis yang akanmenentukan tingkat keparahan dari reaksi tersebut, yaitu umur, tipe alergen, atopi, penyakitkardiovaskular, penyakit paru obstruktif kronis, asma, keseimbangan asam basa dan elektrolit,obat-obatan yang dikonsumsi seperti -blocker dan ACE

Inhibitor, serta interval waktu darimulai terpajan oleh alergen sampai penanganan reaksi anafilaksis dengan injeksi adrenalin.5

BAB III SIMPULAN

Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang diperantarai oleh Ig E yang ditandaidengan curah jantung dan tekanan arteri yang menurun hebat. Syok anafilaktik memang jarangdijumpai, tetapi mempunyai angka mortalitas yang sangat tinggi.Beberapa golongan alergen yang sering menimbulkan reaksi anafilaksis, yaitu makanan,obat-obatan, dan bisa atau racun serangga. Faktor yang diduga dapat meningkatkan risikoterjadinya anafilaksis, yaitu sifat alergen, jalur pemberian obat, riwayat atopi, dankesinambungan paparan alergen. Anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe I,terdiri dari fase sensitisasi dan aktivasi yang berujung pada vasodilatasi pembuluh darah yangmendadak, keaadaan ini disebut syok

anafilaktik.Manifestasi klinis anafilaksis sangat bervariasi. Gejala dapat dimulai dengan gejalaprodormal kemudian menjadi berat, tetapi kadang-kadang langsung berat yang dapat terjadi padasatu atau lebih organ target. Pemeriksaan laboratorium diperlukan dan sangat membantumenentukan diagnosis, memantau keadaan awal, dan beberapa pemeriksaan digunakan untuk memonitor hasil pengbatan dan mendeteksi komplikasi lanjut.

Anamnesis, pemeriksaan fisik,dan penunjang yang baik akan membantu seorang dokter dalam mendiagnosis suatu syok anafilaktik.Penatalaksanaan syok anfilaktik harus cepat dan tepat mulai dari hentikan allergen yangmenyebabkan reaksi anafilaksis; baringkan penderita dengan kaki diangkat lebih tinggi darikepala; penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru; pemberian adrenalin dan obatobatyang lain sesuai dosis; monitoring keadaan hemodinamik penderita bila perlu berikan terapicairan secara intravena, observasi keadaan penderita bila perlu rujuk ke rumah sakit.Pencegahan merupakan langkah terpenting dalam penetalaksanaan syok anafilaktik terutama yang disebabkan oleh obat-obatan. Apabila ditangani secara

cepat dan tepat sesuaidengan kaedah kegawatdaruratan, reaksi anafilaksis jarang menyebabkan kematian.

DAFTAR PUSTAKA

1. Longecker, DE. Anaphylactic reaction and Anesthesia dalam Anesthesiology. 2008;Chapter 88, hal 1948-1963.2.

2. Mangku, G. Diktat Kuliah : Syok, Bagian Anestesiologi dan Reanimasi FK UNUD/RSSanglah, Denpasar. 2007.3.

3. Anonim. Severe Allergic Reaction, Anaphylactic Shock. 2008 [cited: 20 Maret 2009].Available from: URL: www.emedicine.com.4.

4. Ewan, PW. Anaphylaxis dalam ABC of Allergies; 1998. BMJ. Vol 316. Hal 1442-14455.

5. Suryana K. Diktat Kuliah. Clinical Allergy Immunology. Divisi Alergi ImunologiBagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RS Sanglah; 2003, Denpasar.6.

6. Anonim. Anaphylactic Shock. 2008 [cited: 20 Maret 2009]. Available from: URL: www.duniakedokteran.cq.bz.7.

7. Sampson HA, et al. Clinicl Immunologist and Allergist Pricess. Margaret and FremantleHospitals, Western Australia; 20068.

8. Brown SGA. Clinical Feature and Severity Grading of Anaphylaxis. Allergy ClinicalImmunology. Hobart, Australia; 2004. pp.371-376.9.

9. Mangku, G. Diktat Kuliah Anestesiologi dan Reanimasi, Balai Penerbit FakultasKedokteran UNUD, Denpasar; 2002. hal 50-55; 57-58.10.

10. Anonim. Penggunaan Adrenalin dalam Pengobatan Anafilaksis. 2009 [cited: 20 Maret2009]. Available from: URL: www.farmakoterapi-info.htm.11.

11. Putra TR, Herman H. Reaksi Anafilaksis dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi PenyakitDalam. SMF Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana; 1994. hal 77-80.12.

12. Anonim. Syok dan Penanggulangannya. 2009 [cited: 20 Maret 2009]. Available from:URL: www.shineupyourlife.com.

Вам также может понравиться