Вы находитесь на странице: 1из 36

BUKU PENUNTUN KERJA KETERAMPILAN KLINIK

PEMERIKSAAN MATA SEDERHANA

Diberikan pada mahasiswa semester V Fakultas Kedokteran Unhas

SISTEM INDERA KHUSUS FAKULTAS KEDOKTERAN UNHAS 2011

PEMERIKSAAN MATA
PENGANTAR Buku Panduan Ketrampilan Klinik Sistem Indera Khusus berisi ketrampilan dalam melakukan pemeriksaan dasar dalam Ilmu Penyakit Mata, Pemeriksaan Telinga Hidung dan Tenggorokan dan Ilmu Kesehatan Kulit Kelamin yang dibutuhkan seorang dokter umum. Dalam Ilmu Penyakit Mata mahasiswa dilatih melakukan pemeriksaan visus dan melakukan koreksi visus bila ada kelainan refraksi, melakukan pemeriksaan segmen depan bola mata, segmen belakang bola mata, pemeriksaan tekanan bola mata, pemeriksaan lapang pandang dengan cara konfrontasi serta pemeriksaan pergerakan bola mata. Buku panduan ketrampilan klinik ini selain memuat panduan untuk masingmasing ketrampilan yang akan dilatih juga dilengkapi dengan lembar kegiatan mahasiswa yang beguna agar koordinator/ instruktur dapat memantau bersama mahasiswa didik dalam membantu kemajuan tingkat ketrampilan yang dilatihkan. Diharapkan buku panduan ketrampilan klinik ini bermanfaat dalam memberikan ketrampilan klinik dalam sistem indera khusus bagi mahasiswa.

Makassar, Agustus 2011

Penyusun, Bagian Ilmu Kesehatan Mata FKUH

PEMERIKSAAN MATA
Pengertian: Pemeriksaan dalam ilmu penyakit mata melipuiti beberpa prosedur dengan tujuan dapat menegakkan diagnosis yang benar. Pemeriksaan meliputi anamnesis, pemeriksaan tajam penglihatan, pemeriksaan segmen depan bola mata yang meliputi pemeriksaan palpebra, silia, kornea, konjungtiva, bilik mata depan, iris, pupil, lensa dan vitreus anterior. Pemeriksaan segmen depan bola mata meliputi pemeriksaan vitreus posterior, retina, dan papil saraf optik. Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan cara palpasi dan dengan menggunakan tonometer Schiotz, pemeriksaan pergerakan bola mata dilakukan untuk menilai fungsi ke enam otot pengereak bola mata yaitu otot rektus superior, medial, inferior, lateral, otot oblikus superior dan oblikus inferio. Pemeriksaan lapang pandangan dilakukan dengan cara konfrontasi. TIU: Diharapkan sesudah melakukan kegiatan ketrampilan klinik mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan mata sederhana TIK : Diharapkan sesudah melakukan kegiatan ketrampilan klinik mahasiswa 1. Melakukan anamnesis lengkap pada penderita dengan kelainan mata. 2. Melakukan pemeriksaan visus dan melakukan koreksi refraksi. 3. Melakukan pemeriksaan segmen anterior 4. Melakukan pemeriksaan segmen posterior 5. Melakukan pemeriksaan tekanan bola mata 6. Metakukan pemeriksaan otot ekstra okuler 7. Melakukan pemeriksaan lapang pandangan sederhana. Media dan alat bantu pembelajaran: 1. Penuntun belajar untuk anamnesis dan pemeriksaan fisik dalam ilmu penyakit mata. 2. Alat audiovisual yang memperlihatkan tata cara melakukan anamnesis dan pemeriksaan klinik. 3. Optotip Snellen, set lensa coba, senter, tonometer Schiotz, oftalmoskop direk, mistar. 4. tetes mata pantocain 0,5%, tetes mata antibioti, tetes mata mydriatil. 5. Kertas, pensil, pena, dan lembaran status penderita. Metode pembelajaran: Demonstrasi kompetensi sesuai dengan Penuntun Belajar.

DESKRIPSI KEGIATAN
Kegiatan 1. Pengantar secara umum 2. Bermain peran, Tanya dan Jawa Waktu 15 menit 25 menit Deskripsi 1. Pengantar oleh intruktur 2.Demonstrasi melalui video 3. Dua orang dosen memberikan contoh bagaimana cara melakukan anamnesis lengkap, pemeriksaan mata disesuaikan tahap demi tahap sesuai penuntun belajar. 4. Mahasiswa menyimak sesuai dengan menggunakan Penuntun Belajar. 5. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya dan dosen memberikan penjelasan tetang aspekaspek yang penting. 6. Mahasiswa dibagi menjadi pasanganpasanga. Seorang mentor diperlukan untuk mengamati 3 pasangan. 7. Setiap pasangan berpraktek melakukan pemeriksaan. (secara bergantian berlaku sebagai pemeriksa dan penderita) 8. Mentor berkeliling diantara mahasiswa dan melakukan supervisi menggunakan cek lis. 9. Mentor memberikan tema khusus umpan balik kepada setiap pasangan. 10. Curah pendapat/diskusi: apa yang dirasakan mudah, apa yang sulit. Menanyakan bagaimana perasaan mahasiswa yang berperan sebagai penderita. Apa yang dapat dilakukan oleh pemeriksa agar penderita lebih nyaman. 11. Dosen menyimpulkan denganmenjawab pertanyaan dan menjelaskan masalah yang belum dimengerti.

3. Praktek bermain peran dengan umpan balik

100 menit

4. Curah 15 menit pendapat/diskusi

Total waktu

155 menit

PENUNTUN BELAJAR PEMERIKSAAN MATA (digunakan oleh Peserta) Beri nilai untuk setiap langkah klinik dengan menggunakan kriteria sebagai berikut: 1. Perlu perbaikan: langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar dan atau tidak sesuai urutannya, atau ada langkah yang tidak dilakukan. 2. Mampu: Langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai dengan urutannya, tetapi tidak efisisen 3. Mahir: Langkah-langkah dilakukan dengan benar, sesuai dengan urutan daan efisien. TS Tidak Sesuai: Langkah tidak perlu dilakukan karena tidak sesuai dengan keadaan.

NO.

LANGKAH KEGIATAN
1

KASUS
2 3

I. MELAKUKAN ANAMNESIS LENGKAP PADA PENDERITA DENGAN KELAINAN MATA 1. Beri salam/ memperkenalkan diri dengan cara yang sopan. 2. Atur posisi duduk penderita. 3. Tanyakan identitias penderita 4. Tanyakan keluhan utama 5. Tanyakan lebih detil hal yang berhubungan dengan keluhan utama misal; lamanya, serta gejala penyerta bila ada. 6. Tanyakan kelainan mata yang pernah diderita. 7. Tanyakan riwayat penyakit yang lain. 8. Tanyakan riwayat penyakit yang sama dalam keluarga/ lingkungan II. MELAKUKAN PERSIAPAN UNTUK PEMERIKSAAN VISUS YANG BAIK 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan. 2. Mintalah penderita duduk pada jarak 5 atau 6 m dari optotipe Snellen. 3. Minta penderita untuk menutup satu matanya tanpa menekan bola mata 4. Minta penderita untuk melihat ke depan dengan rileks tanpa melirik atau mengerutkan kelopak mata 5. Minta penderita untuk menyebut huruf, angka atau simbol yang ditunjuk 6. Tunjuk huruf, angka atau simbol pada optotip Snellen dari atas ke bawah. 7. Tentukan visus penderita sesuai dengan hasil pemeriksaan 8. Bila visus penderita tidak optimal, dilakukan koreksi dengan lensa coba sampai didapatkan visus yang maksimal. Besarnya lensa coba yang digunakan menunjukkan besarnya kelainan refraksi III. MELAKUKAN PEMERIKSAAN SEGMEN ANTERIOR BOLA MATA 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan 2. Pemeriksa duduk di depan penderita pada jarak jangkauan

tangan Ruangan dibuat setengah gelap Gunakan senter yang diarahkan ke mata pendertia dengan posisi senter 45-60o dari temporal mata yang akan diperiksa, dimulai pada mata kanan. 5. Lakukan pemeriksaan segmen anterior bola mata dimulai dari kelopak mata, lebar fisura palpebra, posisi bola mata. 6. Lakukan pemeriksaan bulu mata atas dan bawah, konjungtiva palpebra superior dan inferior, konjungtiva bulbi, kornea, kamera okuli anterior, iris, pupil, lensa, dan vitreus anterior 7. Periksalah refleks pupil direk dan indirek IV. MELAKUKAN PEMERIKSAAN TEKANAN BOLA MATA DENGAN METODE PALPASI 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan 2. Pemeriksa duduk berhadapan dengan penderita dengan jarak jangkauan tangan pemeriksa, (25 30 cm). 3. Mintalah penderita untuk melirik ke bawah. 4. Mulailah pemeriksaan dari mata kanan. 5. Kedua jari telunjuk berada pada palpebra superior. Ibu jari, kelingking, jari manis, dan jari tengah memfiksasi didaerah tulang sekitar orbita. 6. Jari telunjuk secara bergantian menekan bola mata melalui palpebra dan merasakan besarnya tekanan bola mata. 7. Besarnya tekanan dilambangkan dengan Tn, Tn-1, Tn-2, Tn+1, Tn+2 Prosedur yang sama dilakukan pula pada mata kiri V. MELAKUKAN PEMERIKSAAN TEKANAN BOLA MATA DENGAN CARA INDENTASI MENGGUNAKAN TONOMETER SCHIOTZ 1. Jelaskan maksud dan prosedur pemeriksaan 2. Baringkan penderita di tempat tidur. 3. Anestesi topikal dengan menggunakan tetes mata Pantocain 0,5% 4. Gunakan beban tonometer yang terendah, 5,5 gr. 5. Desinfeksi indentesi dengan alkohol 70%, biarkan sampai kering. Penderita diminta melihat ke atas dengan melihat lurus pada jari penderita yang diposisikan di atas mata yang akan diperiksa 6. Letakkan tonometer dengan hati-hati pada kornea, selanjutnya baca skala yang ditunjukkan. 7. Sesuaikan hasil pembacaan dengan tabel yang tersedia (satuan mmHg). 8. Teteskan antibiotik topikal setelah pemeriksaan VI. MELAKUKAN PEMERIKSAAN SEGMEN POSTERIOR 1. Jelaskan maksud dan prosedur pemeriksaan 2. Persiapkan alat untuk pemeriksaan segmen posterior bola mata 3. 4.

(direct ophthalmoscope). Ruangan dibuat setengah gelap, penderita diminta melepas kacamata dan pupil dibuat midriasis dengan tetes mata mydriatil 3. Sesuaikanlah lensa oftalmoskop dengan ukuran kaca mata penderita. 4. Mata kanan pemeriksa memeriksa mata kanan penderita, mata kiri pemeriksa memeriksa mata kiri penderita. 5. Mintalah penderita untuk melihat satu titik di belakang pemeriksa 6. Arahkan ke pupil dari jarak 25-30 cm oftalmoskop untuk melihat refleks fundus dengan posisi/cara pegang yang benar 7. Periksa secara seksama dengan perlahan maju mendekati penderita kurang lebih 5 cm. 8. Sesuaikan fokus dengan mengatur ukuran lensa pada oftalmoskop. 9. Amati secara sistematis struktur retina dimulai dari papil N. optik, arteri dan vena retina sentral, area makula, dan retina perifer. 10. Catatlah hasil yang didapat dalam status penderita VII. MELAKUKAN PEMERIKSAAN PERGERAKAN BOLA MATA 1. Jelaskan maksud dan prosedur pemeriksaan 2. Pemeriksa duduk berhadapan dengan penderita dengan jarak jangkauan tangan (30-50 cm) 3. Mintalah kepada pasien untuk memandang lurus ke depan. 4. Arahkan senter pada bola mata dan amati pantulan sinar pada kornea, kemudian gerakkan senter dengan membentuk huruf H dan berhenti sejenak pada waktu senter berada di lateral dan lateral atas, dan lateran bawah (mengikuti six cardinal of gaze). 5. Posisi dan gerakan ke-dua bola mata diamati selama senter digerakkan. 6. Letakkan pensil pada jarak 30cm di depan mata penderita kemudian diminta untuk mengikuti/melihat ujung pensil yang digerakkan mendekat ke arah hidung penderita. 7. Hasil interpretasi dicatat dalam status. VIII. MELAKUKAN PEMERIKSAAN LAPANG PANDANGAN DENGAN CARA KONFRONTASI 1. Terangkan maksud dan prosedur pemeriksaan 2. Mintalah penderita untuk duduk berhadapan. Posisi bola mata antara penderita dan pemeriksa selaras dengan jarak 30 50 cm. 3. Tutuplah mata di sisi yang sama dengan mata penderita yang ditutup. 4. Difiksasi pada mata pasien yang tidak ditutup. 5. Mintalah penderita agar memberi respons bila melihat objek yang digerakkan pemeriksa di mana mata tetap terfiksasi dengan mata pemeriksa.

Gerakkan obyek dari perifer ke tengah dari arah superior, superior temporal, temporal, temporal inferior, inferior, inferior nasal, nasal, nasal superior. 7. Catatlah hasil pemeriksaan dalam status penderita. IX. MELAKUKAN PEMERIKSAAN AMSLER GRID 1. Jelaskan maksud dan prosedur pemeriksaan. 2. Mintalah penderita untuk memegang testing grid sejajar dengan garis pandang mata, dengan jarak kira-kira 36cm ( 14 inchi ) dari mata penderita. Tutuplah mata lain yang tidak sedang diperiksa. Mintalah penderita untuk memfiksasi matanya pada central spot dari testing grid tersebut. Tanyakan pada penderita apakah garis-garis lurus pada testing grid berubah menjadi garis lengkung (distorted ) atau apakah garis-garis tersebut hilang ( loss ). Mintalah pasien untuk menggambar area yang distorted maupun yang loss pada amsler grid notepad. Pastikan pada notepad tersebut tercantum tanggal pemeriksaan,nama penderita dan mata manakah yang diperiksa. Lakukan pemeriksaan ini pada kedua mata,.

6.

3. 4.

5.

6.

X. MELAKUKAN PEMERIKSAAN ANEL TEST 1. Jelaskan maksud dan prosedur pemeriksaan pada penderita. 2. 3. 4. 5. Posisikan penderita telentang di atas meja pemeriksaan Anestesi topikal dengan menggunakan 1 tetes pantocain 0,5% pada mata yang akan diperiksa Isilah spoit 1 cc dengan larutan steril NaCL. Gunakanlah kanul viscoelastic. Injeksikan larutan tersebut dengan memposisikan ujung kanul pada punctum lakrimalis inferior dan mengarah ke kanalikuli / saccus lakrimalis.
Tanyakan pada penderita apakah ia merasakan adanya cairan atau rasa asin dari larutan NaCl tersebut. Nilai apakah hasil anel test positif atau negatif. (positif jika penderita merasa adanya cairan yang terasa asin)

6. 7. 8.

XI. PEMBERIAN OBAT TOPIKAL A 1. Obat Tetes Mata Penderita dibaringkan dengan posisi telentang atau penderita duduk dengan posisi kepala menengadah kearah langit langit ruangan.

2. 3. 4. 5.

Instruksikan penderita untuk membuka kedua mata. Lebarkan fissura palpebra dengan jari telunjuk dan ibu jari pada mata yang hendak diberi obat tetes. Teteskan obat pada daerah sclera pasien, instruksikan pasien untuk melirik kearah temporal atau nasal. Instruksikan pasien untuk menutup mata beberapa saat kemudian berkedip agar obat dapat meyebar ke permukaan bola mata Bersihkan daerah sekitar kelopak mata. Zalf Mata Penderita dibaringkan dengan posisi telentang atau penderita duduk dengan posisi kepala menengadah kearah langit langit ruangan. Instruksikan penderita untuk membuka kedua mata. Tarik fissura palpebra inferior dengan jari telunjuk atau ibu jari pada mata yang hendak diberi obat. Oleskan zalf mata pada daerah konjungtiva palpebra inferior Instruksikan pasien untuk menutup mata Pasang bebat mata bila perlu

6. B. 1.

2. 3. 4. 5. 6.

BUKU PENUNTUN KERJA KETERAMPILAN KLINIK


PEMERIKSAAN FISIS TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROK

Diberikan pada mahasiswa semester V Fakultas Kedokteran Unhas

SISTEM INDERA KHUSUS FAKULTAS KEDOKTERAN UNHAS 2011

SKILL LAB SISTEM INDERA KHUSUS PEMERIKSAAN FISIS TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROK
PENDAHULUAN Pemeriksaan fisis telinga, hidung dan tenggorok adalah adalah suatu pemeriksaan yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya kelainankelainan pada telinga, mulai dari telinga bagian luar sampai telinga dalam yang dapat memberikan gangguan fungsi pendengaran dan keseimbangan ;kelainan-kelainan pada hidung dan tenggorok yang dapat memberikan gangguan penghidu dan pengecapan. Pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi) dan melakukan tes-tes untuk melihat sifat dan jenis gangguan pendengaran dan keseimbangan serta gangguan penghidu dan pengecapan INDIKASI Untuk mengetahui kelainan-kelainan pada telinga, hidung dan tenggorok yang memberikan gangguan pendengaran, keseimbangan, penghidu dan pengecapan TUJUAN PEMBELAJARAN Tujuan Umum: Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisis telinga, hidung dan tenggorokan serta mampu melakukan tes fungsi pendengaran,keseimbangan, penghidu dan pengecapan secara baik dan benar Tujuan Khusus: 1. Mahasiswa mampu mengenal dan menjelaskan alat dan bahan yang akan digunakan dalam pemeriksaan THT 2. Mahasiswa mampu mempersiapkan penderita dalam rangka persiapan pemeriksaan fisis telinga, hidung dan tenggorok 3. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan pemeriksaan fisis telinga, hidung dan tenggorok tes fungsi pendengaran dan keseimbangan . 4. Mahasiswa dapat melakukan tes-tes fungsi pendengaran , keseimbangan, penghidu dan pengecapan. 5. Mahasiswa dapat menginterpretasi hasil pemeriksaan fisis telinga, hidung dan tenggorok serta hasil tes fungsi pendengaran ,keseimbangan, penghidu dan pengecapan 6. Mahasiswa mampu menentukan apakah kelainan-kelainan yang ditemukan merupakan kelainan kongenital, keganasan, infeksi , trauma atau kelainan degeneratif.

MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN 1. Buku panduan skill lab 2. Daftar panduan skill lab 3. Gambar / slide cara pemeriksaan fisis THT dan tes-tes fungsi pendengaran, keseimbangan, penghidu dan pengecapan 4. Alat tulis menulis / spidol 5. Pemutaran film pemeriksaan fisis THT dan tes-tes fungsi pendengaran, keseimbangan, penghidu dan pengecapan METODE PEMBELAJARAN 1. Demonstrasi dan alih ketrampilan 2. Diskusi 3. Daftar tilik dengan sistem skor DESKRIPSI KEGIATAN PEMERIKSAAN TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROK KEGIATAN WAKTU DESKRIPSI 1. Pengantar 10 menit Pengantar skill lab 2. Persiapan dan presentasi 15 menit a.Mengatur posisi duduk pendahuluan mahasiswa b.Mempersiapkan model c.Dosen memberikan penjelasan hal-hal yang penting d.Memberikan kesempatan mahasiswa untuk bertanya e.Semua media dan alat sudah disiapkan f. Menjelaskan jalannya skill lab dan menyampaikan berkumpul kembali untuk interpretasi hasil melalui audio visual 3. Persiapan Praktek 15 menit a.Mahasiswa dibagi dalam beberapa kelompok b.Disampaikan setiap mahasiswa c.Diperlukan mentor untuk mengamati setiap mahasiswa d.Siapkan audio visual di ruangan terentu /terpisah 4. Pelaksanaan pemerik- 60 menit a. Persiapan penderita saan fisis THT, tes b. Persiapan posisi penderita fungsi pendengaran dan c.Melakukan pemeriksaan fisis keseimbangan, tes telinga fungsi penghidu dan f. Melakukan tes garpu tala pengecapan g. Melakukan tes kalori

5. Diskusi / curah pendapat

20 menit

h. Melakukan tes fungsi penghidu dan penge-capan h. Pembacaan hasil g. Interpretasi hasil a. Apa yang dirasakan mudah dan yang sulit? b.Mahasiswa menyimpulkan hasil pemerik-saan fisis telinga , tes garpu tala, tes kalori dan tes fungsi penghidu dan pengecapan yang telah dilakukan c.Instruktur menjelaskan apa yang kurang jelas d.Instrukutur menjawab pertanyaan e. Instruktur menyimpulkan semua hal tentang pemeriksaan yang telah dilakukan

Total Waktu

120 mnt

PENUNTUN BELAJAR PEMERIKSAAN FISIS TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROK Sebelum melakukan pemeriksaan THT ada beberapa hal yang harus dipersiapkan antara lain : 1. Persiapan alat dan bahan Alat dan bahan yang akan digunakan dalam pemeriksaan THT antara lain : - Lampu kepala - Spekulum telinga dengan berbagai ukuran - Aplikator kapas - Pinset bayonet dan pinset lurus - Cerumen hook dan cerumen spoon - Otopneumoscope - Speculum hidung dengan berbagai ukuran - Cermin laring dan nasofaring dengan berbagai ukuran - Spatel lidah - Seperangkat garpu tala - Kapas dan Kasa - Larutan Efedrin 1% dan 2% - Larutan lidokain

Alkohol 70% Betadine AgNo3 Spoit 10 cc untuk spooling telinga Air hangat yang disesuaikan dengan suhu tubuh Bunsen

2. Pemasangan lampu kepala Sebelum diletakkan di kepala, ikatan lampu kepala dilonggarkan dengan memutar pengunci kearah kiri. Posisi lampu diletakkan tepat pada daerah glabella atau sedikit miring kearah mata yang lebih dominant. Bila lampu kepala sudah berada pada posisi yang benar, ikatan lampu dieratkan dengan memutar kunci kearah kanan. Pungunci ikatan lampu kepala harus berada disebelah kanan kepala. Fokus cahaya lampu diatur dengan memfokuskan cahaya kearah telapak tangan yang diletakkan kurang lebih 30 cm dari lampu kepala. Besar kecilnya focus cahaya diatur dengan memutar penutup lampu kepala kearah luar sampai diperoleh focus cahaya lampu yang kecil, bulat dengan tingkat pencahayaan yang maksimal. Diusahakan agar sudut yang dibentuk oleh jatuhnya sumber cahaya kearah obyek yang berjarak kurang lebih 30 cm dengan aksis bola mata, sebesar 15 derajat 3. Posisi duduk antara pemeriksa dengan pasien Pemeriksa dan pasien masing-masing duduk berhadapan dengan sedikit menyerong , kedua lutut pemeriksa dirapatkan dan ditempatkan berdampingan dengan kaki penderita. Bila diperlukan posisi-posisi tertentu penderita dapat diarahkan ke kiri atau kanan. Kepala penderita difiksasi dengan bantuan seorang perawat. Pada anak kecil yang belum koperatif selain diperlukan fiksasi kepala, sebaiknya anak dipangku oleh orang tuanya pada saat dilakukan pemeriksaan. Kedua tangan dipeluk oleh orang tua sementara itu, kaki anak difiksasi diantara kedua paha orang tua. PEMERIKSAAN TELINGA Mula-mula dilakukan inspeksi telinga luar, perhatikan apakah ada kelainan bentuk telinga, tanda-tanda peradangan, tumor dan secret yang keluar dari liang telinga. Pengamatan dilakukan pada telinga bagian depan dan belakang. Setelah mengamati bagian-bagian telinga, lakukan palpasi pada telinga,apakah ada nyeri tekan, nyeri tarik atau tanda-tanda pembesaran kelenjar pre dan post aurikuler. Pemeriksaan auskultasi pada telinga dengan menggunakan stetoskop dapat dilakukan pada kasus-kasus tertentu misalnya pada penderita dengan keluhan tinnitus objektif

Pemeriksaan liang telinga dan membrane timpani dilakukan dengan memposisikan liang telinga sedemikian rupa agar diperoleh aksis liang telinga yang sejajar dengan arah pandang mata sehingga keseluruhan liang telinga sampai permukaan membrane timpani dapat terlihat. Posisi ini dapat diperoleh dengan menjepit daun telinga dengan menggunakan ibu jari dan jari tengah dan menariknya kearah superior-dorso-lateral dan mendorong tragus ke anterior dengan menggunakan jari telunjuk. Cara ini dilakukan dengan tangan kanan bila akan memeriksa telinga kiri dan sebaliknya digunakan tangan kiri bila akan memeriksa telinga kanan. Pada kasus-kasus dimana kartilago daun telinga agak kaku atau kemiringan liang telinga terlalu ekstrim dapat digunakan bantuan speculum telinga yang disesuaikan dengan besarnya diameter liang telinga. Spekulum telinga dipegang dengan menggunakan tangan yang bebas. Amati liang telinga dengan seksama apakah ada stenosis atau atresia meatal, obstruksi yang disebabkan oleh secret, jaringan ikat, benda asing, serumen obsturan, polip, jaringan granulasi, edema atau furunkel. Semua sumbatan ini sebaiknya disingkirkan agar membrane timpani dapat terlihat jelas. Diamati pula dinding liang telinga ada atau tidak laserasi Liang telinga dibersihkan dari secret dari sekret dengan menggunakan aplikator kapas, bilas telinga atau dengan suction. Cara membuat aplikator kapas yaitu dengan mengambil kapas secukupnya kemudian aplikator diletakkan ditengah-tengah kapas aturlah letak aplikator sedemikian rupa sehingga ujung aplikator terletak kira-kira pada pertengahan kapas, kapas kemudian dilipat dua sehingga menyelimuti ujung aplikator dan dijepit dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri. Selanjutnya pangkal aplikator diputar searah dengan putaran jarum jam dengan menggunakan tangan kanan. Setelah ujung aplikator diselimuti kapas lakukan pengecekan apakah ujung aplikator yang tajam tidak melampaui ujung kapas. Selanjutnya kapas aplikator dilewatkan diatas api Bunsen.. Bila secret terlalu profus dapat digunakan bilasan air hangat yang disesuikan dengan suhu tubuh. Bilasan telinga dilakukan dengan menyemprotkan air dari spoit langsung ke dalam telinga. Ujung spoit diarahkan ke dinding atas meatus sehingga diharapkan secret / serumen akan dikeluarkan oleh air bilasan yang balik kembali. Pengamatan terhadap membrane timpani dilakukan dengan memperhatikan permukaan membrane timpani, posisi membrane, warna, ada tidaknya perforasi, refleks cahaya, struktur telinga tengah yang terlihat pada permukaan membrane seperti manubrium mallei, prosesus brevis, plika maleolaris anterior dan posterior Untuk mengetahui mobilitas membrane timpani digunakan otopneumoskop. Bila akan dilakukan pemeriksaan telinga kanan, speculum otopneumoskop

difiksasi dengan ibu jari dan jari telunjuk, daun telinga dijepit dengan menggunakan jari tengah dan jari manis tangan kiri, sebaliknya dilakukan bila akan memeriksa telinga kiri. Selanjutnya pneumoskop dikembang kempiskan dengan menggunakan tangan kanan. Pada saat pneumoskop dikembang kempiskan, pergerakan membrane timpani dapat diamati melalui speculum otopneumoskop. Pergerakan membrane timpani dapat pula diamati dengan menyuruh pasien melakukan Manuver Valsalva yaitu dengan menyuruh pasien mengambil napas dalam, kemudian meniupkan melalui hidung dan mulut yang tertutup oleh tangan. Diharapkan dengan menutup hidung dan mulut, udara tidak dapat keluar melalui hidung dan mulut sehingga terjadi peninggian tekanan udara di dalam nasofaring. Selanjutnya akibat penekanan udara, ostium tuba yang terdapat dalam rongga nasofaring akan terbuka dan udara akan masuk ke dalam kavum timpani melalui tuba auditiva PEMERIKSAAN HIDUNG DAN SINUS PARANASALIS Pemeriksaan hidung diawali dengan melakukan inspeksi dan palpasi hidung bagian luar dan daerah sekitarnya. Inspeksi dilakukan dengan mengamati ada tidaknya kelainan bentuk hidung, tanda-tanda infeksi dan sekret yang keluar dari rongga hidung. Palpasi dilakukan dengan penekanan jari-jari telunjuk mulai dari pangkal hidung sampai apeks untuk mengetahui ada tidaknya nyeri, massa tumor atau tanda-tanda krepitasi. Pemeriksaan rongga hidung dilakukan melalui lubang hidung yang disebut dengan Rhinoskopi anterior dan yang melalui rongga mulut dengan menggunakan cermin nasofaring yang disebut dengan Rhinoskopi posterior Rhinoskopi anterior RA dilakukan dengan menggunakan speculum hidung yang disesuaikan dengan besarnya lubang hidung. Spekulum hidung dipegang dengan tangan yang dominant. Spekulum digenggam sedemikian rupa sehingga tangkai bawah dapat digerakkan bebas dengan menggunakan jari tengah, jari manis dan jari kelingking. Jari telunjuk digunakan sebagai fiksasi disekitar hidung. Lidah speculum dimasukkan dengan hati-hati dan dalam keadaan tertutup ke dalam rongga hidung. Di dalam rongga hidung lidah speculum dibuka. Jangan memasukkan lidah speculum terlalu dalam atau membuka lidah speculum terlalu lebar. Pada saat mengeluarkan lidah speculum dari rongga hidung , lidah speculum dirapatkan tetapi tidak terlalu rapat untuk menghindari terjepitnya bulu-bulu hidung. Amati struktur yang terdapat di dalam rongga hidung mulai dari dasar rongga hidung, konka-konka, meatus dan septum nasi. Perhatikan warna dan permukaan mukosa rongga hidung, ada tidaknya massa , benda asing

dan secret. Struktur yang terlihat pertama kali adalah konka inferior . Bila ingin melihat konka medius dan superior pasien diminta untuk tengadahkan kepala. Pada pemeriksaan RA dapat pula dinilai Fenomena Palatum Molle yaitu pergerakan palatum molle pada saat pasien diminta untuk mengucapkan huruf i . Pada waktu melakukan penilaian fenomena palatum molle usahakan agar arah pandang mata sejajar dengan dasar rongga hidung bagian belakang. Pandangan mata tertuju pada daerah nasofaring sambil mengamati turun naiknya palatum molle pada saat pasien mengucapkan huruf i . Fenomena Palatum Molle akan negatif bila terdapat massa di dalam rongga nasofaring yang menghalangi pergerakan palatum molle, atau terdapat kelumpuhan otot-otot levator dan tensor velli palatini. Bila rongga hidung sulit diamati oleh adanya edema mukosa dapat digunakan tampon kapas efedrin yang dicampur dengan lidokain yang dimasukkan ke dalam rongga hidung untuk mengurangi edema mukosa. Rhinoskopi posterior Pasien diminta untuk membuka mulut tanpa mengeluarkan lidah, 1/3 dorsal lidah ditekan dengan menggunakan spatel lidah. Jangan melakukan penekan yang terlalu keras pada lidah atau memasukkan spatel terlalu jauh hingga mengenai dinding faring oleh karena hal ini dapat merangsang refleks muntah. Cermin nasofaring yang sebelumnya telah dilidah apikan, dimasukkan ke belakang rongga mulut dengan permukaan cermin menghadap ke atas. Diusahakan agar cermin tidak menyentung dinding dorsal faring.. Perhatikan struktur rongga nasofaring yang terlihat pada cermin. Amati septum nasi bagian belakang, ujung belakang konka inferior, medius dan superior, adenoid (pada anak), ada tidak secret yang mengalir melalui meatus. Perhatikan pula struktur lateral rongga nasofaring : ostium tuba, torus tubarius, fossa Rossenmulleri Selama melakukan pemeriksaan pasien diminta tenang dan tetap bernapas melalui hidung. Pada penderita yang sangat sensitif, dapat disemprotkan anestesi lokal ke daerah faring sebelum dilakukan pemeriksaan. PEMERIKSAAN SINUS PARANASALIS Inspeksi dilakukan dengan melihat ada tidaknya pembengkakan pada wajah. Pembengkakan dan kemerahan pada pipi, kelopak mata bawah menunjukkan kemungkinan adanya sinusitis maksilaris akut. Pembengkakan pada kelopak mata atas kemungkinan sinusitis frontalis akut. Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk pada gigi bagian atas menunjukkan adanya Sinusitis maksilaris. Nyeri tekan pada medial atap orbita menunjukkan adanya Sinusitis frontalis. Nyeri tekan di daerah kantus

medius menunjukkan adanya kemungkinan sinusitis etmoidalis. PEMERIKSAAN FARING Penderita diinstruksikan membuka mulut, perhatikan struktur di dalam cavum oris mulai dari gigi geligi, palatum, lidah, bukkal. Lihat ada tidaknya kelainan berupa, pembengkakan, hiperemis, massa, atau kelainan congenital. Lakukan penekanan pada lidah secara lembut dengan spatel lidah. Perhatikan struktur arkus anterior dan posterior, tonsil, dinding dorsal faring. Deskripsikan kelainan-kelainan yang tampak . Dengan menggunakan sarung tangan lakukan palpasi pada daerah mukosa bukkal, dasar lidah dan daerah palatum untuk menilai adanya kelainankelainan dalam rongga mulut PEMERIKSAAN LARINGOSKOPI INDIREK Sambil membuka mulut, instruksikan penderita untuk menjulurkan lidah sejauh mungkin ke depan . Setelah dibalut dengan kasa steril lidah kemudian difiksasi diantara ibu jari dan jari tengah . Pasien diinstruksikan untuk bernafas secara normal Kemudian masukkan cermin laring yang sesuai yang sebelumnya telah dilidah apikan ke dalam orofaring . Arahkan cermin laring ke daerah hipofaring sedemikian rupa hingga tampak struktur di daerah hipofaring yaitu : epiglottis, valekula, fossa piriformis, plika ariepiglotikka, aritaenoid, plika ventrikularis dan plika vocalis. Penilaian mobilitas plika vocalis dengan menyuruh penderita mengucapkan huruf i berulang kali. TES FUNGSI PENDENGARAN Ada beberapa tes yang dapat digunakan dalam menilai fungsi pendengaran. Salah satu tes yang biasa digunakan di Klinik adalah Tes Bisik dan Tes Garpu Tala. Tes ini selain mudah dilakukan, tidak rumit , cepat, alat yang dibutuhkan sederhana juga memberikan informasi yang terpercaya mengenai kualitas dan kuantitas ketulian. Test Suara Bisik Test ini amat penting bagi dokter umum terutama yang bertugas di puskesmas-puskesmas, dimana peralatan masih sangat terbatas untuk keperluan test pendengaran. Persyaratan yang perlu diingat dalam melakukan test ini ialah : a. Ruangan Test. Salah satu sisi atau sudut menyudut ruangan harus ada jarak sebesar 6 meter. Ruangan harus bebas dari kebisingan. Untuk menghindari gema diruangan dapat ditaruh kayu di dalamnya. b. Pemeriksa. Sebagai sumber bunyi harus mengucapkan kata-kata dengan menggunakan ucapan kata-kata sesudah expirasi normal. Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 2 suku kata (bisyllabic) yang terdiri dari kata-kata sehari-hari. Setiap suku kata diucapkan dengan tekanan

yang sama dan antara dua suku kata bisyllabic Gajah Mada P.B.List karena telah ditera keseimbangan phonemnya untuk bahasa Indonesia. c. Penderita. Telinga yang akan di test dihadapkan kepada pemeriksa dan telinga yang tidak sedang ditest harus ditutup dengan kapas atau oleh tangan si penderita sendiri. Penderita tidak boleh melihat gerakan mulut pemeriksa. Cara pemeriksaan. Sebelum melakukan pemeriksaan penderita harus diberi instruksi yang jelas misalnya anda akan dibisiki kata-kata dan setiap kata yang didengar harus diulangi dengan suara keras. Kemudian dilakukan test sebagai berikut : a. Mula-mula penderita pada jarak 6 meter dibisiki beberapa kata bisyllabic. Bila tidak menyahut pemeriksa maju 1 meter (5 meter dari penderita) dan test ini dimulai lagi. Bila masih belum menyahut pemeriksa maju 1 meter, dan demikian seterusnya sampai penderita dapat mengulangi 8 kata-kata dari 10 kata-kata yang dibisikkan. Jarak dimana penderita dapat menyahut 8 dari 10 kata diucapkan di sebut jarak pendengaran. b. Cara pemeriksaan yang sama dilakukan untuk telinga yang lain sampai ditemukan satu jarak pendengaran. Evaluasi test. a. 6 meter - normal b. 5 meter - dalam batas normal c. 4 meter - tuli ringan d. 3 2 meter - tuli sedang e. 1 meter atau kurang - tuli berat Dengan test suara bisik ini dapat dipergunakan untuk memeriksa secara kasar derajat ketulian (kuantitas). Bila sudah berpengalaman test suara bisik dapat pula secara kasar memeriksa type ketulian misalnya : a. Tuli konduktif sukar mendengar huruf lunak seperti n, m, w (meja dikatakan becak, gajah dikatakan kaca dan lain-lain). b. Tuli sensori neural sukar mendengar huruf tajam yang umumnya berfrekwensi tinggi seperti s, sy, c dan lain-lain (cicak dikatakan tidak, kaca dikatakan gajah dan lain-lain). Test Garpu Tala Test ini menggunakan seperangkat garpu tala yang terdiri dari 5 garpu tala dari nada c dengan frekwensi 2048 Hz,1024 Hz, 512Hz,256 Hz dan 128 Hz. Keuntungan test garpu tala ialah dapat diperoleh dengan cepat gambaran keadaan pendengaran penderita.Kekurangannya ialah tidak dapat ditentukan besarnya intensitas bunyi karena tergantung cara menyentuhkan garpu tala yaitu makin keras sentuhan garpu tala makin keras pula intensitas yang didengar. Sentuhan garpu tala harus lunak tetapi masih dapat didengar oleh telinga normal. Di poliklinik dapat dilakukan empat macam test garpu

tala yaitu : a. Test garis pendengaran b. Tets Weber c. Tets Rinne d. Test Schwabach Tes garis pendengaran. Tujuan test ini adalah untuk mengetahui batas bawah dan batas atas ambang pendengaran. Telinga kanan dan kiri diperiksa secara terpisah. Cara pemeriksaan. Semua garpu tala satu demi satu disentuh secara lunak dan diletakkan kirakira 2,5 cm di depan telinga penderita dengan kedua kakinya berada pada garis penghubung meatus acusticus externus kanan dan kiri. Penderita diinstruksikan untuk mengangkat tangan bila mendengarkan bunyi.Bila penderita mendengar, diberi tanda (+) pada frekwensi yang bersangkutan dan bila tidak mendengar diberi tanda (-) pada frekwensi yang bersangkutan. Contoh hasil pemeriksaan Garis pendengaran : Ka Frekwensi Ki 2.048 + 1.024 + 512 + 256 + 128 telinga kanan tidak mendengar frekwensi 2. 048 Hz dan 1. 024Hz sedang frekwensi-frekwensi lain dapat didengar, telinga kiri tidak mendengar frekwensi 128 Hz dan 256 Hz, sedangkan frekwensi-frekwensi lain dapat didengar. Evaluasi test garis pendengaran. Pada contoh di atas telinga kanan batas atasnya menurun berarti telinga kanan menderita tuli sensorineural. Pada telinga kiri batas bawahnya meningkat berarti telinga kiri menderita tuli konduktif. Test Weber. Prinsip test ini adalah membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan. Telinga normal hantaran tulang kiri dan kanan akan sama. a. Cara pemeriksaan. Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz yang telah disentuh diletakkan pangkalnya pada dahi atau vertex. Penderita ditanyakan apakah mendengar atau tidak. Bila mendengar langsung ditanyakan di telinga mana didengar lebih keras. Bila terdengar lebih keras di kanan disebut lateralisasi ke kanan. W

b. Evaluasi Tets Weber. Bila terjadi lateralisasi ke kanan maka ada beberapa kemungkinan 1. Telinga kanan tuli konduktif, kiri normal 2. Telinga kanan tuli konduktif, kiri tuli sensory neural 3. Telinga kanan normal, kiri tuli sensory neural 4. Kedua telinga tuli konduktif, kanan lebih berat 5. Kedua telinga tuli sensory neural, kiri lebih berat Dengan kata lain test weber tidak dapat berdiri sendiri oleh karena tidak dapat menegakkan diagnosa secara pasti. Test Rinne. Prinsip test ini adalah membandingkan hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga. Pada telinga normal hantaran udara lebih panjang dari hantaran tulang. Juga pada tuli sensorneural hantaran udara lebih panjang daripada hantaran tulang. Dilain pihak pada tuli konduktif hantaran tulang lebih panjang daripada hantaran udara. a. Cara pemeriksaan. Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz disentuh secara lunak pada tangan dan pangkalnya diletakkan pada planum mastoideum dari telinga yang akan diperiksa. Kepada penderita ditanyakan apakah mendengar dan sekaligus di instruksikan agar mengangkat tangan bila sudah tidak mendengar. Bila penderita mengangkat tangan garpu tala dipindahkan hingga ujung bergetar berada kira-kira 3 cm di depan meatus akustikus eksternus dari telinga yang diperiksa. Bila penderita masih mendengar dikatakan Rinne (+). Bila tidak mendengar dikatakan Rinne (-) b. Evaluasi test rinne. Rinne positif berarti normal atau tuli sensorineural. Rinne negatif berarti tuli konduktif. c. Rinne Negatif Palsu. Dalam melakukan test rinne harus selalu hati-hati dengan apa yang dikatakan Rinne negatif palsu. Hal ini terjadi pada tuli sensorineural yang unilateral dan berat. Pada waktu meletakkan garpu tala di Planum mastoideum getarannya di tangkap oleh telinga yang baik dan tidak di test (cross hearing). Kemudian setelah garpu tala diletakkan di depan meatus acusticus externus getaran tidak terdengar lagi sehingga dikatakan Rinne negatif + R Test Schwabach. Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang dari penderita dengan hantaran tulang pemeriksa dengan catatan bahwa telinga pemeriksa harus normal.

a. Cara pemeriksaan. Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz yang telah disentuh secara lunak diletakkan pangkalnya pada planum mastoiedum penderita. Kemudian kepada penderita ditanyakan apakah mendengar, sesudah itu sekaligus diinstruksikan agar mengangkat tangannya bila sudah tidak mendengar dengungan. Bila penderita mengangkat tangan garpu tala segera dipindahkan ke planum mastoideum pemeriksa. Ada 2 kemungkinan pemeriksa masih mendengar dikatakan schwabach memendek atau pemeriksa sudah tidak mendengar lagi. Bila pemeriksa tidak mendengar harus dilakukan cross yaitu garpu tala mula-mula diletakkan pada planum mastoideum pemeriksa kemudian bila sudah tidak mendengar lagi garpu tala segera dipindahkan ke planum mastoideum penderita dan ditanyakan apakah penderita mendengar dengungan. Bila penderita tidak mendengar lagi dikatakan schwabach normal dan bila masih mendengar dikatakan schwabach memanjang. b. Evaluasi test schwabach 1. Schwabach memendek berarti pemeriksa masih mendengar dengungan dan keadaan ini ditemukan pada tuli sensory neural 2. Schwabach memanjang berarti penderita masih mendengar dengungan dan keadaan ini ditemukan pada tuli konduktif 3. Schwabach normal berarti pemeriksa dan penderita sama-sama tidak mendengar dengungan. Karena telinga pemeriksa normal berarti telinga penderita normal juga.

S
TES FUNGSI KESEIMBANGAN Ada beberapa tes yang dapat digunakan dalam menilai fungsi keseimbangan. Salah satu tes yang biasa digunakan di Klinik adalah Tes Kalori Sederhana. Tes ini selain mudah dilakukan, tidak rumit , cepat, alat yang dibutuhkan sederhana juga memberikan informasi yang terpercaya mengenai jenis gangguan keseimbangan. Sebelum dilakukan tes, sebaiknya penderita tidak mengkonsumsikan obat-obatan minimal 4 hari. Alat yang dibutuhkan - Air masak, Es batu, Termometer, Spoit 50 cc, Stopwatch Tes Kalori Sederhana Pasien dalam posisi baring dengan kepala dielevasi 30 derajat di atas bidang horizontal. Air steril sebanyak 20 cc dengan suhu 20 derajat dimasukkan ke dalam liang telinga selama 5 detik. Setelah itu penderita menghadap ke atas dan diinstruksikan untuk tetap membuka mata selama tes dilakukan. Nistagmus yang terjadi diamati. Catat jumlah, lama, arah dan keluhan yang menyertai nistagmus (mis: vertigo, mual, muntah dll). Normal akan

didapatkan nistagmus selama lebih dari 2 menit dan selisih waktu nistagmus pada kedua labirin tidak lebih dari 20 detik. Tes ini bermakna bila diidapatkan nistagmus kurang dari 90 detik. Hal ini didapatkan pada moderat hipoexcitability (canal paresis) labirin. Bila dengan suhu 20 derajat tidak didapatkan respon maka tes ini dilanjutkan dengan air suhu 10 derajat atau 0 derajat. Bila pada suhu ini tidak didapatkan respon, ini menandakan adanya komplit kanal paresis atau kanal paresis berat. TES FUNGSI PENGHIDU DAN PENGECAPAN Tes Fungsi Pengecapan Sensibilitas lidah sebagai fungsi pengecapan secara sederhana dapat diperiksa dengan meletakkan substansi bahan tes yang dilarutkan dalam air pada tempat-tempat tertentu di lidah. Bahan tes yang dianjurkan adalah gula pasir untuk rasa manis, garam untuk rasa asin, jeruk untuk rasa asam dan kina untuk rasa pahit. Penderita diinstruksikan menjulurkan lidah sementara hidung ditutup. Untuk rasa manis letakkan pada ujung lidah, rasa asam pada kedua tepi lidah, rasa asin pada ujung dan tepi lidah, rasa pahit pada belakang lidah. Tes dilakukan satu persatu kemudian di catat berapa waktu yang dibutuhkan pada saat meletakkan bahan tes sampai terjadi sensasi, catat sensasi yang dirasakan oleh penderita. Sebaiknya penderita disuruh berkumur-kumur setiap selesai satu tes sebelum dilanjutkan ke tes berikutnya. Nilai normal diperoleh bila penderita dapat merasakan sensasi rasa manis 50 detik setelah diletakkan dan mencapai puncaknya dalam waktu 2 menit. Untuk sensasi rasa asin sensasi dirasakan pada saat substansi diletakkan dan menurun dalam waktu 2 menit. Untuk sensasi asam dan pahit nilai normal didapatkan bila penderita merasakan sensasi tersebut dalam 2 menit. Dikatakan Hipogeusia bila sensasi dirasakan setelah 2 menit dan Ageusia bila penderita tidak merasakan apa-apa. Tes Fungsi Penghidu Alkohol Sniff Test (AST) - Sangat baik utk skrining - Penderita diinstruksikan untuk mengendus bau isopropil alkohol dengan mata tertutup. - Kapas yang telah diberi alkohol didekatkan perlahan-lahan ke hidung penderita. Dimulai kira-kira 20 30 cm dari mid sternum. - Normosmik : dapat menghidu dari jarak > 10 cm - Hiposmik : 0 10 cm ( 1, 2, 3 an 4 cmm : berat ) - Anosmik : tdk dpt mencium sama sekali

PENUNTUN BELAJAR PEMERIKSAAN FISIS THT LANGKAH KLINIK A. PENGANTAR 1. Ucapkan salam 2. Persilahkan penderita untuk duduk 3. Dengan sopan, tanyakan identitas penderita (nama,umur,pekerjaan, pendidikan, alamat) B. ANAMNESIS 1. Tanyakan tentang : Keluhan utama yang mendorong penderita berobat Keluhan lain yang menyertai keluhan utama Riwayat penyakit terdahulu dan sekarang, riwayat berobat, riwayat penyakit dalam keluarga,dll C. PEMERIKSAAN 1. UMUM Keadaan umum Tanda vital (Tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu tubuh) 2. FISIS THT a. Jelaskan tentang prosedur pemeriksaan kepada penderita, juga bahwa pemeriksaan ini kadang kadang menimbulkan perasaan khawatir atau tidak enak tetapi tidak akan membahyakan penderita. b. Atur posisi duduk penderita c. Pasang lampu kepala d. Atur fokus lampu kepala PEMERIKSAAN TELINGA e. Inspeksi telinga luar. f. Palpasi telinga luar Tampak menekan dengan jari telunjuk tangan kanan pada daerah depan dan belakang telinga untuk menilai adanya kelainan-kelainan pada telinga Menarik aurikula untuk menilai ada tidaknya nyeri g. Otoskopi: Melakukan pemilihan spekulum telinga yang tepat Memegang dan memposisikan daun telinga yang akan diperiksa Mengarahkan sorotan lampu kepala ke dalam liang telinga Menilai keadaan liang telinga Memasukan spekulum telinga ke dalam liang telinga Menilai keadaan gendang telinga KASUS

Mengeluarkan spekulum teling dari dalam liang telinga Meletakkan alat-alat pemeriksaan ke tempat semula PEMERIKSAAN HIDUNG h. Inspeksi hidung luar dan sekitarnya i. Palpasi Tampak menekan dengan jari telunjuk tangan kanan pada daerah pangkal hidung, pipi, supra orbitalis dan daerah interkantus untuk menilai adanya kelainan-kelainan pada hidung dan sinus paranasalis j. Rinoskopi anterior Melakukan pemilihan spekulum hidung yang tepat Memegang dan memasukkan spekulum hidung ke dalam rongga hidung Mengarahkan sorotan lampu kepala ke dalam rongga hidung Menilai struktur di dalam rongga hidung Melihat fenomena palatum molle Mengeluarkan spekulum hidung dari rongga hidung k. Rinoskopi posterior: Melakukan pemilihan cermin nasofaring yang tepat Menyuruh penderita membuka mulut Melakukan penekanan lidah dengan spatel lidah Melidah apikan cermin nasofaring sebelum dimasukkan ke dalam orofaring Memposisikan cermin nasofaring di dalam orofaring Menilai struktur di dalam nasofaring Meletakkan alat-alat pemeriksaan ke tempat semula l. Faringoskopi Penderita diinstruksikan membuka mulut Lakukan penekanan lidah dengan spatel lidah Tampak memperhatikan keadaan cavum oris sampai orofaring Dengan menggunakan sarung tangan lakukan palpasi pada daerah mukosa bukkal, dasar lidah dan daerah palatum untuk menilai adanya kelainan-kelainan dalam rongga mulut PEMERIKSAAN LARING FARING Laringoskopi indirek Melakukan pemilihan cermin laring yang tepat Instruksikan penderita untuk membuka mulut dan menjulurkan lidah sejauh Pegang lidah dengan kasa steril . Pasien diinstruksikan untuk bernafas secara normal

Masukkan cermin laring yang telah dilidah apikan ke dalam orofaring . Posisikan cermin laring sedemikian rupa hingga tampak struktur di daerah hipofaring Menilai mobilitas plika vocalis dengan menyuruh penderita mengucapkan huruf i berulang kali Meletakkan alat-alat pemeriksaan ke tempat semula Angkat kedua tangan dari dinding perut ibu kemudian ambil stetoskop monoaural dengan tangan kiri, kemudian tempelkan ujungnya pada dinding perut ibu yang sesuai dengan posisi punggung bayi (bagian yang memanjang dan rata).

PENUNTUN BELAJAR PEMERIKSAAN PENDENGARAN


LANGKAH KLINIK A. TES BISIK Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk pemeriksaan Mengatur posisi duduk dengan pasien Dengan menggunakan sisa udara ekspirasi pemeriksa membisikkan beberapa kata bisyllabic pada jarak 6 meter Bila tidak menyahut pemeriksa maju 1 meter (5 meter dari penderita) dan test ini dimulai lagi. Bila masih belum menyahut pemeriksa maju 1 meter, dan demikian seterusnya sampai penderita dapat mengulangi 8 katakata dari 10 kata-kata yang dibisikkan. Catat hasil yang diperoleh dan interpretasinya. B. TES GARPU TALA 1. Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan 2. Mempersiapkan alat yang akan digunakan untuk pemeriksaan 3. Mengatur posisi duduk dengan pasien 4. Tes Garis Pendengaran Getarkan garpu dengan lembut, kemudian posisikan kirakira 2,5 3 cm di depan telinga penderita Penderita diinstruksikan untuk mengangkat tangan bila mendengar bunyi dari garpu tala Lakukan mulai dari gapu tala frekwensi rendah sampai tinggi Tes dilakukan pada kedua telinga KASUS

Catat hasil yang diperoleh kemudian interpretasikan 5. Tes Rinne Getarkan garpu tala frekwensi 256 atau 512 Hz dengan lembut. Letakkan pada planum mastoid. Penderita diinstruksikan untuk mengangkat tangan bila sudah tidak mendengar bunyi dari garpu tala atau sebaliknya Pindahkan garpu tala ke depan telinga yang sedang diperiksa bila penderita sudah tidak mendengar Tes dilakukan pada kedua telinga Catat hasil yang diperoleh kemudian interpretasikan 6. Tes Weber Getarkan garpu tala frekwensi 256 atau 512 Hz dengan lembut. Letakkan pada dahi atau vertex Penderita diinstruksikan untuk menyebutkan telinga mana yang lebih jelas mendengar bunyi Catat hasil yang diperoleh kemudian interpretasikan 7. Tes Schwabach Getarkan garpu tala frekwensi 256 atau 512 Hz dengan lembut. Letakkan pada planum mastoid. Penderita diinstruksikan untuk mengangkat tangan bila sudah tidak mendengar bunyi dari garpu tala atau sebaliknya Pindahkan garpu tala ke planum mastoid pemeriksa bila penderita sudah tidak mendengar Tes dilakukan pada kedua telinga Catat hasil yang diperoleh kemudian interpretasikan

PENUNTUN BELAJAR PEMERIKSAAN KESEIMBANGAN LANGKAH KLINIK TES KESEIMBANGAN


Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan Mempersiapkan alat yang akan digunakan untuk pemeriksaan Mengatur posisi pasien Semprotkan air ke dalam liang telinga selama 5 detik Instruksikan penderita untuk tidak menutup mata selama tes dilakukan Catat dan interpretasikan nistagmus yang terjadi (jumlah, lama, arah dan keluhan yang menyertai nistagmus)

KASUS

PENUNTUN BELAJAR PEMERIKSAAN PENGHIDU DAN PENGECAPAN LANGKAH KLINIK


TES PENGHIDU Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk pemeriksaan Mengatur posisi duduk dengan pasien Penderita diinstruksikan untuk menutup mata dan lubang hidung yang tidak akan di tes. Letakkan bahan tes di depan mid sternum, kira-kira 20-30 cm dari lubang hidung yang akan diperiksa. Perlahan-lahan gerakkan bahan tes dari bawah ke atas menuju lubang hidung yang akan diperiksa Tanyakan kepada penderita sensasi bau apa yang dihidu Catat hasil dan interpretasi TES PENGECAPAN Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan Mempersiapkan alat yang akan digunakan untuk pemeriksaan Mengatur posisi duduk dengan pasien Penderita diinstruksikan menjulurkan lidah sementara hidung ditutup. Letakkan bahan tes sebagai berikut : untuk rasa manis letakkan pada ujung lidah, rasa asam pada kedua tepi lidah, rasa asin pada ujung dan tepi lidah, rasa pahit pada belakang lidah. Catat waktu yang dibutuhkan pada saat meletakkan bahan tes sampai terjadi sensasi, catat sensasi yang dirasakan oleh penderita. Penderita disuruh berkumur-kumur setiap selesai satu tes sebelum dilanjutkan ke tes berikutnya

KASUS

BUKU PENUNTUN KERJA KETERAMPILAN KLINIK


PEMERIKSAAN FISIS KULIT

Diberikan pada mahasiswa semester V Fakultas Kedokteran Unhas

SISTEM INDERA KHUSUS FAKULTAS KEDOKTERAN UNHAS 2011

DAFTAR ISI 1. Kata pengantar: 2. Daftar penyusun 3. Tata tertib 4. Manual 1 Anamnesis pasien bercak kulit Tujuan pembelajaran Deskripsi kegiatan Langkah kegiatan 5. Manual 2 Pemeriksaan fisis pasien bercak kulit Tujuan pembelajaran Deskripsi kegiatan Langkah kegiatan

KATA PENGANTAR Manual keterampilan klinik dan laboratorium diberikan untuk mahasiswa yang mengambil mata kuliah Indera Khusus dan instruktur yang mendampingi mahasiswa pada kegiatan keterampilan ini. Tujuan instruksional umum (TIU) dan tujuan instruksional khusus (TIK) yang disajikan pada setiap modul dimaksudkan agar mahasiswa dan instruktur mengetahui tujuan pembelajaran dari setiap manual sehingga dapat dicapai kompetensi minimal yang diharapkan. Deskripsi kegiatan yang akan dilakukan pada setiap latihan keterampilan dilengkapi dengan alokasi waktu sehingga penggunaan waktu 90 menit untuk setiap latihan dapat dipergunakan seefisien mungkin. Langkah kegiatan adalah merupakan tahap demi tahap kegiatan yang tidak boleh dipertukarkan satu sama lain sehingga konsistensi dari alur keterampilan tetap terjaga. Setiap manual dilengkapi dengan lembaran kerja sehingga mahasiswa dapat mencatat kegiatan yang dilakukan selama latihan keterampilan, instruktur diharapkan mengecek lembaran kerja ini pada akhir kegiatan. Manual juga dilengkapi dengan tata tertib yang harus diikuti oleh mahasiswa pada latihan ketrampilan ini. Kumpulan manual ini masih jauh dari kesempurnaan, saran membangun sangat diperlukan. Makassar, Agustus 2011

Sri Vitayani

MANUAL 1

KETERAMPILAN ANAMNESIS
KELAINAN KULIT TUJUAN PEMBELAJARAN Tujuan Instruksional Umum (TIU) Pada akhir latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan mampu melakukan anamnesis yang menuntun ke arah diagnosis penyakit kulit pada sistem indera khusus. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) 1. Mampu dan terampil melakukan komunikasi dengan pasien 2. Mampu dan terampil membina sambung rasa dan memberikan rasa empati. 3. Mampu dan terampil menggali informasi mengenai kelainan kulit yang dialami pasien. 4. Mampu dan terampil melakukan anamnesis terpimpin yang mengarah ke diagnosis penyakit kulit pada sistem indera khusus 5. Mampu dan terampil memberikan informasi kepada pasien mengenai tindakan selanjutnya yang akan dilakukan berdasarkan hasil anamnesis yang telah dikumpulkan. 6. Mampu dan terampil membuat resume dari semua informasi yang didapat pada anamnesis. BAHAN DAN ALAT - Meja kerja - Kursi pasien - Kursi dokter - Buku status pasien dengan lembaran anamnesis. DESKRIPSI KEGIATAN

Kegiatan
1. Pengantar

Waktu
5 menit

Deskripsi
Pengantar - Instruktur menerangkan tentang tujuan keterampilan ini - Instruktur memperlihatkan bahan dan alat yang diperlukan untuk melakukan keterampilan ini 1. Seorang mahasiswa bertindak sebagai pasien 2. Mentor memperlihatkan cara menggali informasi mengenai kelainan kulit yang dialami pasien. 3. Mentor memperlihatkan cara melakukan anamnesis terpimpin yang mengarah ke diagnosis penyakit kulit. 4. Mentor memperlihatkan cara menginformasikan kepada pasien mengenai tindakan selanjutnya yang akan dilakukan berdasarkan hasil anamnesis yang telah dikumpulkan. 5. Mentor memperlihatkan cara membuat resume dari semua informasi yang didapat pada anamnesis.

2. Demonstrasi

20 menit

3.Praktek 55 menit bermain peran dengan umpan balik

4. Curah pendapat dan diskusi Total waktu

10 menit

6. Mahasiswa diminta untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas sehubungan dengan kegiatan keterampilan ini 1. Mahasiswa dibagi menjadi berpasang pasangan, satu orang berperan sebagai dokter dan satu orang berperan sebagai pasien 2. Yang berperan sebagai dokter melakukan kegiatan: menggali informasi mengenai kelainan kulit yang dialami pasien, melakukan anamnesis terpimpin yang mengarah diagnosis penyakit kulit, menginformasikan kepada pasien mengenai tindakan selanjutnya yang akan dilakukan berdasarkan hasil anamnesis yang telah dikumpulkan dan membuat resume dari semua informasi yang didapat pada anamnesis. 3. Bertukar peran 4. Mentor berkeliling di antara mahasiswa dan melakukan supervisi 5. Mentor mengoreksi hal-hal yang belum sempurna Mahasiswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya tentang kegiatan yang dilakukan

90 menit

LANGKAH KEGIATAN
NO. 1 2 3 4 5 Kegiatan yang dilakukan

Persiapan pasien Persilahkanlah pasien masuk ke dalam ruangan, sapalah dengan penuh keakraban. Perkenalkanlah diri sambil menjabat tangan pasien lalu persilahkanlah untuk duduk serta tunjukkanlah sikap empati terhadap pasien.
Berikan informasi umum pada pasien atau keluarganya tentang anamnesis yang akan anda lakukan, tujuan dan manfaat anamnesis tersebut untuk keadaan pasien.

6 7

Berikan jaminan pada pasien dan keluarganya tentang kerahasiaan semua informasi yang didapatkan pada anamnesis tersebut. Jelaskan tentang hak-hak pasien pada pasien atau keluarganya, misalnya tentang hak untuk menolak menjawab pertanyaan yang dianggapnya tidak perlu dijawabnya. Anamnesis umum Tanyakanlah data pribadi pasien: nama, umur, alamat, dan pekerjaan Tanyakanlah apa yang menyebabkan pasien datang ke dokter (keluhan utama). Untuk heteroanamnesis tanyakan hubungan pasien dengan pengantar. Anamnesis terpimpin Tanyakanlah kapan kelainan kulit tersebut mulai muncul. Galilah tentang onset, durasi kelainan tersebut, apakah hilang timbul atau

9 10 11

12

13

menetap, bagaimana gambaran lesi awalnya, dimana lokasi awalnya, bagaimana perkembangan lesinya serta distribusi lesi selanjutnya. Tanyakanlah apakah disertai rasa panas pada lesi atau tidak, adakah demam atau tidak Tanyakanlah apakah disertai gatal atau tidak. Tanyakan apakah kelainan kulit ini ada hubungannya dengan : - Penggunaan pakaian baru, - Membersihkan tanaman atau rumah, - gigitan serangga atau luka (trauma), dan lain-lain. Tanyakanlah apakah ada keluhan lain yang dirasakan oleh pasien. Jika ada tanyakanlah: - kapan mulai terjadi hal tersebut, apakah terjadi mendadak atau tidak. - apakah muncul bersamaan atau sesudahnya. Tanyakanlah apakah pasien pernah mengalami keluhan yang sama pada masa lalu. Tanyakanlah riwayat penyakit yang sama dalam lingkup keluarga atau lingkungan sekitar tempat tinggal. Tanyakanlah adanya riwayat kontak dengan penderita penyakit dengan gejala yang sama, riwayat kontak dengan serangga ataupun tanaman. Tanyakanlah riwayat pengobatan yang pernah diterima dari dokter dan obat yang dibeli sendiri oleh pasien tanpa resep dokter Mengakhiri anamnesis Jelaskanlah pada pasien bahwa ini adalah suatu rangkaian pemeriksaan untuk dapat mengetahui penyakit pasien dan diperlukan pemeriksaan fisis untuk mempertajam diagnosis. Membuat resume dari hasil anamnesis
Kelompokkan semua hasil yang didapatkan dalam suatu tabulasi Membuat satu diagnosis utama dan diagnosis banding dari hasil anamnesis

14 15 16

17

18 19

MANUAL 2 KETERAMPILAN PEMERIKSAAN FISIS

TUJUAN PEMBELAJARAN Tujuan Instruksional Umum (TIU) Pada akhir latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan mampu melakukan pemeriksaan fisis yang menuntun ke arah diagnosis penyakit kulit pada sistem indera khusus.

Tujuan Instruksional Khusus (TIK) 1. Mampu dan terampil melakukan komunikasi dengan pasien. 2. Mampu dan terampil menjelaskan mengenai pemeriksaan fisis yang akan dilakukan. 3. Mampu dan terampil mempersiapkan pasien sebelum pemeriksaan fisis. 4, Mampu dan terampil melakukan penilaian status pasien secara umum. 5. Mampu dan terampil melakukan pemeriksaan melakukan pemeriksaan fisis secara sistematis dengan cara memeriksa : a. lokasi kelainan kulit yang ditemukan b. bentuk dan gambaran yang ditunjukkan c. ukuran dan distribusi kelainan kulit d. effloresensi kulit yang terlihat e. tanda-tanda kekeringan dan pecah-pecah pada kulit. 6. Mampu dan terampil menginformasikan hasil yang ditemukan, pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan dan rencana pengobatan kepada pasien/keluarganya. 7. Mampu dan terampil membuat resume untuk arsip pasien

MEDIA DAN ALAT PEMBELAJARAN Video, slide atau gambar untuk menampilkan tanda klinis yang khas pada beberapa penyakit kulit dengan gambaran kelainan pada kulit. Buku status pasien untuk mencatat hasil pemeriksaan fisis

DESKRIPSI KEGIATAN Kegiatan Waktu 1. Pengantar 5 menit

Deskripsi Pengantar - Instruktur menerangkan tentang tujuan keterampilan ini. Instruktur memperlihatkan bahan dan alat yang diperlukan untuk melakukan keterampilan ini. 1. Seorang mahasiswa bertindak sebagai pasien. 2. Mentor memperlihatkan cara mempersiapkan pasien sebelum pemeriksaan fisis. 3.Mentor memperlihatkan cara melakukan penilaian status pasien secara umum. 4.Mentor memperlihatkan cara melakukan pemeriksaan fisis secara sistematis untuk menegakkan diagnosis pasien dengan cara memeriksa: - lokasi kelainan kulit yang ditemukan - bentuk dan gambaran yang ditunjukkan - ukuran dan distribusi kelainan kulit - effloresensi kulit yang terlihat - tanda-tanda kekeringan dan pecah-pecah pada kulit. 5.Mentor memperlihatkan cara menginformasikan hasil yang ditemukan, pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan dan rencana pengobatan kepada pasien/keluarganya. 6.Mentor memperlihatkan cara membuat resume untuk arsip pasien 7. Mahasiswa diminta untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas sehubungan dengan kegiatan keterampilan ini 1. Mahasiswa diminta untuk melakukan kegiatan keterampilan ini secara berpasang-pasangan, satu bertindak sebagai dokter dan seorang lagi sebagai pasien. 2. Berganti peran. 3. Mentor berkeliling di antara mahasiswa dan melakukan supervisi 4. Mentor mengoreksi hal-hal yang belum sempurna. Mahasiswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya tentang kegiatan yang dilakukan

2. Demonstrasi

15 enit

3.Praktek 55 menit bermain peran dengan umpan balik

4. Curah pendapat dan diskusi Total waktu

10 menit

90 menit

LANGKAH KEGIATAN
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Kegiatan yang dilakukan

Persiapan pasien
Menjelaskan mengenai pemeriksaan fisis yang akan dilakukan, tujuan dan manfaatnya Memberikan jaminan pada pasien dan keluarganya tentang kerahasiaan semua informasi yang didapatkan pada pemeriksaan fisis tersebut. Menjelaskan mengenai hak-hak pasien atau keluarganya, misalnya tentang hak untuk menolak untuk diperiksa. Mempersilahkan pasien membuka seluruh pakaian dan memastikan pasien mendapat pencahayaan yang baik selama pemeriksaan fisis. Berdiri disebelah kanan pasien.

Pemeriksaan Fisis Kelainan Kulit


Dimana letak/ lokasi kelainan kulit tersebut Perhatikanlah jenis effloresensi yang tampak : eritema, hipopigmentasi, hiperpigmentasi,nodul vesikel, bulla, makula papula, skuama, urtika, ulkus, krusta Bila seluruh permukaan lesi rata, perhatikan bagaimana gambaran permukaan kulit kering yang terlihat : kering atau basah. Perhatikanlah bentuk dan gambaran kelainan kulit yang tampak pada pasien. Bagaimana ukuran dan distribusi kelainan kulit yang terlihat pada pasien. Perhatikanlah secara keseluruhan kulit disekitar kelainan yang ada apakah terdapat tanda-tanda kekeringan kulit atau kulit tampak pecah-pecah.

Pemeriksaan Fenomena Tetesan Lilin


12 Pada skuama pasien psoriasis dilakukan pemeriksaan dengan cara : - Menggunakan pinggiran kaca objek - Goreslah pada bagian tengah skuama lesi pasien secara perlahan. Kemudian perhatikanlah perubahan yang terjadi akibat goresan tersebut. - Interpretasi : Positif jika terjadi perubahan warna menjadi lebih putih. Perhatikan slide atau video cara pemeriksaan tersebut; bandingkan dengan apa yang kalian lakukan.

15 17

Pemeriksaan fenomena Auzpits


Pada skuama pasien psoriasis dilakukan pemeriksaan dengan cara : - Menggunakan pinggiran kaca objek - Goreslah pada bagian tengah skuama lesi pasien secara perlahan sampai skuamanya terbuang habis. Kemudian goreslah kembali perlahan dan perhatikanlah perubahan yang terjadi akibat goresan tersebut. - Interpretasi : Positif jika terjadi perubahan dan timbul bintik-bintik perdarahan. Perhatikan slide atau video cara pemeriksaan tersebut; bandingkan dengan apa yang kalian lakukan.

18 19

Pemeriksaan Alopesia (pada rambut kepala)


Pemeriksaan untuk membuktikan adanya kerontokan rambut kepala (alopesia) : - Perhatikanlah secara seksama rambut kepala pasien. - Peganglah rambut kepala pasien secara lembut dengan menggunakan 3 jari : ibu jari, jari tengah dan jari telunjuk. Yakinkan rambut terpegang dengan baik. - Dengan tekanan ringan sedang lakukanlah tarikan perlahan pada rambut yang telah dipegang. - Interpretasi : Normal : jika rambut yang tercabut kurang dari 6 lembar pada ketiga jari tersebut. Aktif : jika yang tercabut lebih dari 6 lembar pada 3 jari yang memegang rambut

Mengakhiri Pemeriksaan Fisis


20 21 Jelaskan pada pasien/keluarga pasien tentang hasil pemeriksaan yang ditemukan dan masih diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis. Jelaskan tentang diagnosis penyakitnya, rencana pengobatan, prognosis dan komplikasi.

Membuat resume untuk arsip pasien


23 Tulislah resume secara keseluruhan (hasil anamnesis, hasil pemeriksaan fisis, pengobatan sementara yang diberikan dan pemeriksaan penunjang yang diminta) sebagai arsip pasien.

Вам также может понравиться