Вы находитесь на странице: 1из 63

MANAJEMEN KEPERAWATAN

Performance Monitoring :

Dikompilasi dan disiapkan untuk bahan latihan M.A. Manajemen Keperawatan Program KARS

Oleh

Dr. P.A.W. Pattinama SKM MSC

JAKARTA, Pebruari 2004

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

Manajemen Keperawatan: Performance Monitoring


TOPIC
DESCRIPTION

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management At the end of the training, the trainees Understand factors determining good nursing Understand the process of developing Nursing Standard Operating Procedure are able to develop standard operating procedures for nursing ward are able to lead the nursing personnel are able to develop quality circle for nursing quality improvement are able to define short internal performance development program in nursing are able to implement an internal performance development program in nursing
1. 2. 3. 4. 5. 6.

Learning Objectives:

Syllabi

Map of Responsibilities: Doctors, Nurses and honorary Staff Quality Management for Nursing Activities Defining the Standard Operating Procedures for Nursing Department Leadership and Managerial Competence in Nursing Department Defining Performance Indicator of Nursing Department Planning your Performance Improvement Program

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

NURSE JOB AND RESPONSIBILITY

DEFINITIO N OF GOOD NURSING QUALITY

NURSING QLT. PROCESS

ACTUAL ACTIVITY PLAN

Individual: NURSING COMPETENCY

QUALITY CONTROL CIRCLE QUALITY MANAGEME NT CIRCLE

KEY INDICATIR

ACTUAL ACTIVITY DETAIL

A P P R O V E D by H D

CLIENT NEED&EXPE CTATION

SOP

KEY INDICATO R

ACTUAL ACTIVITY INDICATOR

Organisational 1. MANAGERIAL COMPETENCE 2. LEADERSHIP COMPETENCE

PROFFESIO NAL PRACTICE STANDARD NURSING QUALITY CONTENTS

SOP

KEY INDICATO R

HOSPITAL PLANNING SCORECAR D

I M P L E M E N T A S I

PROFFESIO NAL PERFORMA NCE STANDARD

ACTUAL PLAN

SOP

KEY INDICATO R

EVAL UATIO N PLANNING & IMPLEMENTATION

MAP OF NURSING RESPONSIBILITIES

QUALITY MANAGEMENT OF NURSING ACTIVITIES

STANDARD OPERATING PROCEDURE

KEY INDICATOR PERFORMANCE OF NURSING

LEADERSHIP AND MANAGERIAL COMPETENCE IN NURSING DEPARTMENT

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

Bagian 1 TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWAT

MAP OF RESPONSIBILITIES: DOCTORS, NURSES AND HONORARY STAFF

IDENTIFIKASI TUGAS PERAWAT, DOKTER PROFESI LAIN

MENGENAL AGF DAN SGF SETIAP PROFESI

RANTAI NILAI KEGIATAN SETIAP PROFESI

IDENTIFIKASI TUGAS PERAWAT

MENGENAL AGF DAN SGF PERAWAT

RANTAI NILAI KEGIATAN PERAWAT

IDENTIFIKASI TUGAS DOKTER

MENGENAL AGF DAN SGF DOKTER

RANTAI NILAI KEGIATAN DOKTER

IDENTIFIKASI TUGAS HONORARY STAFF

MENGENAL AGF DAN SGF HONORARY STAFF

RANTAI NILAI KEGIATAN HONORARY STAFF

I.1. Pendahuluan Semua karyawan yang bekerja di rumahsakit bertanggungjawab atas kesembuhan orang sakit yang dirawat di rumahsakit, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Karena tujuan utama rumah sakit adalah menyediakan pelayanan kepada orang sakit. Upaya memberikan pelayanan kepada orang sakit di rumahsakit memerlukan kerjasama semua unsur sumber daya manusia yang ada di rumahsakit baik yang bekerja di unit-unit yang memberikan peyananan langsung kepada orang sakit maupun yang bekerja di unit-unit pendukung (sekretariat, keuangan, SDM, dll). Berbagai profesi di rumah sakit bekerjasama menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara terorganisir dengan satu tujuan utama ialah memberikan pelayanan kepada orang sakit. Dalam proses pemastian tugas (Organizing) diuraikan tugas-tugas apa saja yang mesti dikerjakan dan siapa mengerjakan apa untuk mencapai tujuan rumahsakit. Proses pemastian tugas ini akan memberikan kepada kita informasi mengenai uraian tugas (job description). Untuk merumuskan uraian tugas yang baik perlu dikenali dengan pasti apa tugas tanggung jawab pokok atau utama kita (PrimaryAccountability) dan apa tugas tanggung jawab tambahan (Secundary Accountability). Tugas dan tanggungjawab masing-masing karyawan akan sangat bermakna dan mudah dilaksanakan apabila tugas tanggung jawab ini disusun dalam
2

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

uraian tugas yang sistematis dan informatif. Dengan demikian akan diperoleh informasi yang menjadi pedoman tindakan dan memudahkan kita untuk melakukan supervisi dan pengembangan selanjutnya. 1.2. Identifikasi Tugas Perawat: Peta Tugas Tanggung Jawab Dokter dan Perawat Walaupun setiap profesi di rumahsakit memberikan kontribusinya masingmasing terhadap pelayanan orang sakit, 2 (dua) profesi utama yang secara langsung memberikan pelayanan kepada orang sakit yang dibahas di sini adalah profesi dokter dan perawat. Dikatakan utama karena peran dan tanggung jawab kedua profesi ini secara langsung berdampak pada hasil akhir pelayanan orang sakit. Walaupun demikian, tidak berarti mengecilknan peran dan tanggung jawab profesi lain yang sekarang bekerja di rumah sakit. Karena dengan semakin majunya rumahsakit yang telah berkembang menjadi suatu industri jasa yang kompleks, dan di sisi lain berkembangnya tuntutan kebutuhan dan harapan konsumen pemakai jasa layanan kesehatan semakin banyak profesi lain terlibat dalam proses produksi jasa layanan kesehatan di rumah sakit. Selain kedua kelompok profesi ini terdapat sekelompok karyawan honorer (honorary Staff) yang bekerja tidak sebagai tenaga Pegawai Negeri Sipil. Karyawan honorer dapat bekerja paruh waktu atau purna waktu baik berdasarkan kontrak maupun secara sukarela. Mereka bekerja sebagai profesional di bidang medik, keperawatan, administratif dan lainnya. Sebagai karyawan rumahsakit ikut bertanggungjawab dalam meraih satu tujuan bersama kelompok profesi lain di rumahsakit yakni memberikan penyembuhan bagi orang sakit. I.2.1. Tanggung jawab dokter dalam pelayanan orang sakit Pasien yang datang ke rumahsakit mengharapkan kesembuhan dari sakit. Untuk itu pasien akan memperoleh berbagai layanan, termasuk layanan medik dari dokter. Tugas tanggungjawab utama dokter (Primary Accountability) di rumah sakit adalah menentukan penyakit yang diderita pasien dan mengobatinya. Prosesnya dimulai dengan pengumpulan informasi (Anamnesis, Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan penunjang) untuk menentukan jenis penyakit yang diderita (membuat Diagnosis medik), memberikan treatment atau pengobatan yang sesuai serta tindakan medik yang diperlukan. Termasuk di dalamnya adalah tindakan-tindakan medik yang invasif baik pada taraf pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk menegakkan Diagnosis medik maupun tindakan invasif dalam rangka Terapi, seperti tindakan bedah. Mata rantai proses layanan ini adalah tugas utama (accuntability primer) dokter dalam pelayanan orang sakit yang menjadi faktor penentu utama atau achievement generating factors (AGF) dari kinerja dokter. Di luar ini adalah tugas-tugas yang bersifat sekunder atau support generating factors (SGF) atau disebut pula sebagai tugas-tugas tambahan yang jika dijalankan dapat membantu pencapaian kinerja dokter. 1.2.2. Tanggung jawab utama perawat dalam pelayanan orang sakit Di samping oleh dokter, melalui kerjasama kolaboratif orang sakit diberikan layanan oleh perawat untuk membantu orang sakit agar tidak tergantung pada

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

bantuan dalam melaksanakan aktifitas yang menunjang kesehatan atau penyembuhan (dan atau meninggal dengan tenang), yang akan dilakukan tanpa bantuan apabila orang sakit memiliki kekuatan, kemauan atau pengetahuan yang diperlukan. Kolaborasi dengan berbagai profesi kesehatan maupun petugas lainnya adalah kunci sukses dan tak dapat dihindari. Dan tidak kalah pentingnya adalah dalam menjalankan asuhan keperawatan, keberhasilan perawat ditentukan oleh kerjasamanya dengan klien. Namun demikian, tanggung jawab (accountability primer) perawat yang menjadi faktor penentu utama atau achievement generating factors (AGF) dari kinerja keperawatan dalam pelayanan orang sakit adalah memberikan apa yang disebut asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien (pasien) pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan dengan mengunakan metodologi proses keperawatan, berpedoman pada standar asuhan keperawatan dan standar kinerja profesi keperawatan. Dalam standar asuhan keperawatan, salah satu standar penting adalah standar tindakan atau intervensi keperawatan. Karena tugas tanggungjawab dokter dan perawat sering berada di area yang sama dan seolah tampak berhimpitan maka untuk melihat perbedaannya dengan tugas tanggung jawab utama seorang dokter perlu di uraikan apa saja tindakan keperawatan yang menjadi tugas utama (accountability primer) perawat. Intervensi keperawatan berisi tentang tugas tanggung jawab perawat: (1) memenuhi kebutuhan oksigen; (2) memenuhi kebutuhan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit; (3) memenuhi kebutuhan eliminasi; (4) memenuhi kebutuhan keamanan; (5) memenuhui kebutuhan kebersihan dan kebersihan fisik; (6) memenuhi kebutuhan istirahat; (7) memenuhi kebutuhan gerak jasmani; (8) memenuhi kebuthan spiritual; (9) memenuhi kebutuhan emosional; (10) memenuhi kebutuhan komunikasi; (11) mencegah dan mengatasi reaksi psikologis; (12) memenuhi kebutuhan pengobatan dan membantu proses penyembuhan; (13) memenuhi kebutuhan penyuluhan; (14) memenuhi kebutuhan rehabilitasi. Di luar dari tugas-tugas ini adalah bersifat sekunder (secundary accuntability) yang peranannya di dalam pencapaian kinerjapun bersifat mendukung (support generating factors/SGF). Layanan ini diberikan oleh perawat kepada pasien sejak dalam proses anamnesis, pemeriksaan fisik maupun penunjang untuk menegakkan diagnosis, selama menjalani terapi/pengobatan dan sepanjang dibutuhkan oleh pasien sampai meninggalkan temap perawatan bahkan sampai akhir hayat, dengan apa yang dinamakan asuhan keperawatan. Hakekat layanan keperawatan adalah tercapainya kemandirian pasien (klien) dalam memenuhi kebutuhan dasarnya: bio-psiko-sosiospiritual yang komprehensif secara optimal. 1.3. Rantai Nilai Kegiatan Keperawatan Berbagai kegiatan utama dalam keperawatan yang menjadi faktor penentu kinerja keperawatan dapat divisualisasikan sebagai suatu mata-rantai yang disebut diagram rantai nilai. Untuk seorang pelaksana keperawatan yang tujuan utama jabatannya tak lain adalah melaksanakan pelayanan keperawatan kepada pasien

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

ruang rawat inap, dapat digambarkan diagram rantai nilai kegiatannya sebagai berikut: Rantai Nilai Kegiatan Utama :
DIAGRAM RANTAI NILAI RINCIAN KEGIATAN 1. Menerima pasien baru, baik dari UGD 2. 3. 4. 5. 6.
maupun dari Poliklinik Memelihara kebersihan ruang rawat dan lingkungannya Memelihara peralatan perawatan dan medis agar selalu dalam keadaan siap pakai. Menciptakan hubungan kerja sama yang baik dengan pasien dan keluarganya Mengkaji kebutuhan dan masalah kesehatan pasien, sesuai batas kemampuannya Melaksanakan tindakan keperawatan kepada pasien sesuai kebutuhan dan batas kemampuannya, antara lain : a. Melaksanakan tindakan pengobatan sesuai program pengobatan b. Memberi penyuluhan kesehatan kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakitnya Berperan serta melaksanakan latihan mobilisasi pada pasien agar dapat segera madiri Melakukan pertolongan pertama kepada pasien dalam keadaan darurat secara tepat dan benar sesuai kebutuhan, serta PROTAP yang berlaku, selanjutnya segera melaporkan kepada dokter rawat/dokter penanggung jawab ruangan. Memantau dan menilai kondisi pasien. Selanjutnya melakukan tindakan yang tepat berdasarkan hasil pemantauan tersebut, sesuai batas kemampuannya. Menciptakan dan memelihara hubungan kerjasama yang baik dengan tim kesehatan (dokter, pekarya kesehatan, pekarya rumah tangga dll.) Melaksanakan tugas sesuai dengan jadual dinas Menyiapkan pasien yang akan pulang, meliputi : a. Menyediakan Laporan perincian biaya yang harus dibayar pasien b. Memberikan Penyuluhan Kesehatan kepada pasien dan keluarganya sesuai dengan keadaan dan kebutuhan pasien Diet Pengobatan yang perlu dilanjutkan dan cara penggunaannya

SIFAT TUGAS
AT AT AT AT AT AT AT

AT AT

Pelaksana Perawatan di Bangsal

7.
1 12 11 4 10 5 9 8 7 6 2 3

AT

8.

AT AT AT

9.

10.

11. 12.

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

DIAGRAM RANTAI NILAI

RINCIAN KEGIATAN
Pentingnya pemeriksaan ulang di rumah sakit, Puskesmas atau institusi pelayanan kesehatan lainnya Cara hidup sehat, seperti pengaturan istirahat, makanan yang bergisi atau bahan pengganti sesuai dengan keadaan sosial ekonomi.

SIFAT TUGAS

Uraian di atas memberikan gambaran atau peta yang jelas di mana daerah layanan dokter dan di mana daerah yang menjadi tugas tanggung jawab perawat. Akan lebih jelas lagi apabila berbagai tugas utama dari kedua profesi tersebut disusun dalam uraian tugas atau job describtion secara tertulis! 1.4. Tanggung jawab tenaga honorer di rumah sakit Tenaga honorer di rumahsakit ikut bertanggungjawab dalam pelayanan orang sakit sesuai dengan uraian tugas (job description) yang diembannya. Sebagai tenaga honorer yang berprofesi dokter, ketika bertugas ia bertanggungjawab sebagai penegak diagnosis dan pemberi terapi. Sebagai perawat, bertanggungjawab sebagai perawat orang sakit. Begitu juga yang berprofesi lainnya, tanggung jawabnya adalah sama dengan karyawan yang lain sesuai tugas utama dari jabatan yang dipegangnya dalam rumah sakit atau pada saat bertugas. Jadi tidak ada perbedaan tanggungjawab profesional di dalam rumah sakit yang didasarkan pada status kepegawaian seorang karyawan, apakah tenaga kontrakan, tenaga tidak tetap atau sebutasn lainnya yang banyak terdapat di rumah sakit daerah. Sebagai mata rantai dari berbagai proses produksi jasa layanan kesehatan di rumah sakit, semua karyawan memiliki tanggungjawab sesuai dengan peran atau tugas utama yang diembannya. Secara skhematis pembagian peran dan hubungan antara berbagai kelompok profesi di rumahsakit dapat digambarkan sebagai berikut:

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

Tugas Perawat Standar Profesi Perawat

Prosedur Operasion al Standar (POS)

Indikator Kinerja Perawat


Tujuan Akhir Rumah sakit

KOMPETENSI KEPEMIMPINAN DAN MANAJERIAL Tugas Dokter Standar Profesi Dokter Prosedur Operasional Standar

(POS)

Indikator Kinerja Dokter


Indikator Kinerja Karyawan/ Profesi Lain

satu tujuan

Tugas Karyawan/ Profesi Lain

Standar Profesi Karyawan / Profesi Lain

Prosedur Operasional Standar

(POS)

Hubungan antara Tugas Dokter, Tugas Perawat dan Tugas Karyawan/Profesi Lain di Rumahsakit: Mencapai Tujuan yang Sama yaitu Tujuan Rumahsakit

1.5. Kesimpulan (Peta) tanggung jawab Setiap orang yang bekerja di dalam suatu organisasi memperoleh suatu jabatan dengan tugas-tugas tertentu. Berbagai tugas yang dikerjakan oleh semua orang di dalam organisasi itu bermuara pada pencapaian tujuan organisasi.Orangorang yang melakukan tugas sejenis secara profesional sesuai standar dan aturan ikatan profesinya masing-masing. Para Dokter dan para Perawat di rumahsakit adalah dua profesi yang memegang peranan khusus karena tugasnya yang memberikan pelayanan langsung kepada orang sakit. Keduanya berkolaborasi untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada orang sakit. Namun demikian masing-masing mempunyai tugas tanggung jawab utama yang berbeda. Kejelasan perbedaan ini akan tampak dalam suatu uraian tugas atau job description yang dibuat secara tertulis. Tenaga honorer yang bekerja di rumahsakit bekerja sesuai dengan profesi dan job description dari jabatan yang dipegangnya, sama seperti tenaga profesional yang menjadi tenaga kerja tetap di rumah sakit.

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

Bagian 2 KOMPETENSI KEPEMIMPINAN DAN MANAJERIAL KEPERAWATAN

MANAGERIAL AND LEADERSHIP COMPETENCE IN NURSING DEPARTEMENT


KOMPETENSI MANAJERIAL DAN KEPEMIMPINAN DALAM KEPERAWATAN

INDIVIDUAL: KOMPETENSI KEPERAWATAN

ORGANISASIONAL: KOMPETENSI MANAJERIAL DAN KOMPETENSI KEPEMIMPINAN

GAYA KEPEMIMPINAN

2.1 Pendahuluan Dari bacaan kita mengenai peta tanggung jawab utama perawat yang dibedakan dengan daerah tanggung jawab utama dokter semakin jelas bagi kita bahwa kedudukan keduanya dalam industri jasa perumahsakitan yang semakin kompleks menjadi semakin sulit. Dokter dan perawat tidak bekerja sendiri secara tradisional seperti dulu. Rumah sakit yang dulunya sebagai rumah perawatan sederhana dengan beberapa orang dokter, sejumlah kecil perawat dan peralatan yang juga serba sederhana serta berciri sosio-caritatif, sekarang telah berubah. Rumah sakit telah berkembang menjadi organisasi yang kompleks yang melibatkan banyak profesi lain selain kedua profesi yang secara tradisional telah ada di rumah sakit tersebut. Bahkan di dalam kedua profesi itu telah berkembang spesialisasi sampai subspesialisasi. Rumah sakit menjadi organisasi yang padatkarya. Kedua profesi dituntut untuk lebih mengembangkan kompetensinya secara individual maupun kompetensi organisasional supaya eksistensinya di dlam industri jasa perumahsakitan di jaman modern ini tetap diperhitungkan. Di rumah sakit telah pula berkembang teknologi diagnostik dan pengobatan yang maju dengan pesat dan selalu berganti dengan tingkat sofistikasi atau kecanggihan yang makin tinggi. Semua itu membutuhkan modal, baik untuk
8

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

mengembangkannya maupun untuk menggunakan teknologi baru tersebut. Rumah sakit menjadi organisasi yang juga padat teknologi dan tentu saja padat modal. Entitas ekonomik menjadi sangat kuat melekat pada industri rumah sakit saat ini. Bahkan orang mendirikan rumah sakit sudah dengan tujuan untuk mencari keuntungan (for profit) semata! Kesulitan utama yang dihadapi oleh para perawat dan dokter dalam iklim seperti ini adalah pada keharusan untuk meningkatkan kompetensi agar tetap eksis dan memegang peran utama dalam industri ini. Sudah jelas bahwa untuk tetap mendrive sistem organisasi rumah sakit yang menjadi sangat kompleks seperti ini, kompetensi dalam bidang teknik medik dan teknik keperawatan saja tidaklah cukup. Untuk menggerakkan dan mengendalikan berbagai kegiatan dan mempertahankan tujuan institusi rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat (orang sakit) di rumah sakit sekarang ini, para perawat (dan juga dokter) dituntut memiliki kompetensi lain selain kompetensi individual dalam profesinya. Tidak hanya kompetensi dalam menjalankan tanggunag jawab utama saja melainkan juga: kompetensi kepemimpinan dan manajerial dalam bidang perawatan. 2.2. Kompetensi Kepemimpinan dan Manajerial Dalam Keperawatan Banyak batasan mengenai konsep kepemimpinan telah dibuat. Yang pasti ada dalam berbagai batasan yang pernah dibuat tentang konsep kepemimpinan adalah adanya pemimpin dan pengikut (followers). Ada yang menekankan unsur ketaatan satu terhadap yang lain, unsur mempengaruhi kegiatan-kagiatan orang atau kelompok, melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan. Berangkat dari pengertian kepemimpinan seperti ini, maka dalam bidang pelayanan kesehatan terutama pelayanan keperawatan yang hubungannya dengan klien sangat dekat, elemen kepemimpinan menjadi penting. Pentingnya mengembangkan kepemimpinan dalam diri seorang perawat tidak hanya bermanfaat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien saja tetapi lebih besar manfaatnya dalam memperbesar kompetensi manajerialnya dalam bidang keperawatan. Menajemen adalah proses mencapai mencapai tujuan melalui orang lain. Manajemen keperawatan adalah proses bekerja untuk mencapai tujuan keperawatan melalui staf keperawatan yang bekerja secara profesional. Jadi komptensi manajemen keperawatan adalah kemampuan dalam menjalankan fungsi manajemen dalam keperawatan. Dalam manajemen, langkah yang perlu kita kerjakan pertama kali adalah proses perencanaan (planning). Merencanakan tujuan organisasi keperawatan di rumah sakit adalah sebuah proses pemastian sasaran apa yang hendak dicapai. Langkah selanjutnya adalah Organizing, yaitu sebuah proses pemastian tugas. Tugas-tugas apa sajakah yang harus dikerjakan untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan tersebut. Supaya tugas-tugas tersebut dikerjakan untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan itu, langkah selanjutnya yang harus dilakukan dalam manajemen keperawatan adalah proses pemastian pelaksanaan atau disebut juga Actuating. Selanjutnya langkah yang terakhir adalah proses pemastian pencapaian sasaran atau disebut Controlling.

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

Secara ringkas dapat disimpulkan seperti pada tabel berikut ini :


Proses Manajemen 1. PLANNING 2. ORGANIZING 3. ACTUATING 4. CONTROLLING Kegiatan yang dilakukan pemastian SASARAN pemastian TUGAS pemastian PELAKSANAAN pemastian PENCAPAIAN SASARAN Sistem Infomasi Manajemen Action Plan Job Description Dinamika Kelompok (Motivasi dan Komunikasi) Standar, Aturan, Standard Operating Prosedure (SOP), dll.

Sesungguhnya proses manajemen keperawatan dan proses keperawatan sejalan. Keduanya dapat saling memperkuat; perbedaannya hanyalah dalam manajemen keperawatan pencapaian tujuan melalui orang-orang lain (staf keperawatan) sedangkan dalam proses asuhan keperawatan dikerjakan sendiri. Tetapi sebagai proses, urutan langkah-langkahnya mirip dan oleh karenanya secara teoritik seorang perawat profesional relatif lebih mudah meningkatkan diri menjadi manajer profesional dalam bidang keperawatan. Dari gambar di atas terlihat bahwa manfaat pengembangan kompetensi kepemimpinan dalam diri seorang manajer keperawatan akan bermanfaat terutama pada proses actuating atau pemastian pelaksanaan. Di sini kemampuan berkomunikasi, memotivasi, menggerakkan dan mempengaruhi sangat diperlukan oleh seorang manajer. 2.3. Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan seorang manajer dikemukakan para ahli, pada umumnya dibedakan atas 3 (tiga) type, yaitu: demokratis, otokratis dan laisser faire yang masing-masing mempunyai ciri-ciri tersendiri. Dari ketiga tipe tersebut memiliki daya mempengaruhi orang lain (power) yang berbeda-beda. Kepemimpinan Demokratis, seorang manajer keperawatan dapat memfasilitasi staf keperawatan dalam membuat keputusan, menciptakan dan mengevaluasi kebijaksanaan, mencari alternatif. Para staf dapat berkontribusi dengan cara mengekspresikan pikiran dan perasaan secara terbuka, tanpa merasa takut ditolak dan menyebabkan konflik yang besar. Kepemimpinan Otokratis, terjadi kalau manajer perawat memusatkan power hanya pada diri sendiri dan tidak membolehkan staf memiliki power, gaya ini menimbulkan dampak ketergantungan. Tidak ada langkah tindakan tanpa keputusan manajer. Kepemimpinan Laissez Faire, merupakan jenis kepemimpinan dimana pemimpin melepaskan powernya dan berlaku seolah-olah bukan sebagai pemimpin, pemusatan kepemimpinan tidak pada pemimpin dan juga tidak pada anggotanya. Seorang manajer perawat hendaknya menggunakan gaya kepemimpinan yang dapat meningkatkan kemandirian, inisiatif, tanggung jawab, tanggung gugat, rasa percaya diri pada stafnya.

10

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

2.4. Kesimpulan Kemajuan dan perkembangan yang pesat di rumah sakit sebagai tempat bekerja kelompok profesi dokter dan perawat menjadi semakin kompleks. Rumah sakit memiliki entitas ekonomik dengan ciri padat karya, padat modal dan teknologi. Rumah sakit telah berkembang menjadi suatu industri yang memproduksi jasa. Untuk mempertahankan peran aktifnya di rumah sakit secara lebih efektif dan efisien dalam situasi ini diperlukan manajer keperawatan yang dapat mengelola para perawat agar dapat menghasilkan mutu asuhan keperawatan yang memuaskan klien. Dalam mengembangkan kompetensi menejerialnya seorang perawat terbantu dengan adanya kesesuaian metodologis proses manajemen dan proses pelayanan asuhan keperawatan. Untuk mengembangkan kompetensi kepemimpinan, seorang perawat bahkan seorang manajer keperawatan mempunyai peluang besar dikarenakan kharakteristik pekerjaannya dalam mempengaruhi, memotivasi dan berkomunikasi secara interpersonal dengan klien.

11

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

Bagian 3 MANAJEMEN MUTU JASA KEPERAWATAN

QUALITY MANAGEMENT FOR NURSING ACTIVITIES

PERAWAT YANG BAIK DAN BERTANAGGUNG JAWAB

BEKERJA SESUAI HARPAN DAN KEBUTUHAN KLIEN

POS

INDIKATOR

KPI

STANDAR PRAKTEK

POS

INDIKATOR

KPI

BERKERJA PROFESIONAL

STANDAR KINERJA

POS

INDIKATOR

KPI

12

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

3.1. Pendahuluan Batasan mengenai mutu sangat beragam. Namun secara sederhana MUTU dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang berhasil memenuhi kriteria (standar) yang telah ditetapkan, kepuasan klien-pemakai produk (barang atau jasa), kepuasan petugas pelaksana kegiatan dan kepuasan pemilik usaha. Karena tuntutan untuk memenuhi kepuasan masing-masing pihak selalu berubah, maka pengertian mutu sangat subyektif dan dinamis. Artinya, mutu hasil kegiatan harus selalu disesuaikan dengan kebutuhan setiap saat, namun harus konsisten sesuai dengan kriteria (standar) proses dan kriteria (standar) hasil yang telah ditentukan. Konsistensi ini hanya mungkin dicapai apabila ada prosedur baku dalam memperoleh sumber daya dan ada prosedur baku dalam memprosesnya menjadi keluaran (output). 3.2. Lingkaran Mutu Agar berhasil melaksanakan manajemen peningkatan mutu, berbagai syarat harus dipenuhi yaitu (1) adanya standar, (2) adanya sistem pemantauan aktif, (3) adanya sistem evaluasi, (4) adanya sistem umpan balik dan koreksi, (5) dilaksanakan secara terus menerus, (6) adanya pembinaan personil, (7) organisasi yang sesuai dan (8) kepemimpinan yang berkomitmen terhadap perbaikan mutu berkelanjutan. Secata skematis berbagai komponen tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: (gambar Quality Circle Plan-Do-Check-Action). PLAN

DO

CHECK

Gambar 2.1: Lingkaran Mutu

3.3. Faktor Penentu Kinerja Keperawatan Yang Bermutu Baik Ada 3(tiga) kelompok faktor utama yang menentukan kinerja keperawatan dikatakan sebagai baik atau buruk. Dua faktor berasal dari sudut pandang provider atau pemberi jasa dan satu faktor dari sudut pandang costumer atau pelanggan/pemakai jasa yakni:

13

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

3.3.1. Sesuai dengan standar praktek profesional. Di dalam menjalankan praktek secara profesional, seorang perawat dituntut untuk bekerja sesuai atau berupaya untuk bekerja sasuai dengan standar yang ditentukan. Ke 5 (lima) standar praktek keperawatan yang pprofesional tersebut adalah: Standar I: Pengkajian Keperawatan; perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Pengkajian keperawatan merupakan aspek penting dalam proses keperawatan yang bertujuan menetapkan data dasar tentang tingkat kesehatan klien, yang digunakan untuk merumuskan masalah klien dan rencana tindakan. Standar II: Diagnosis Keperawatan; perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan. Diagnosis keperawatan sebagai dasar pengembangan rancana intervensi keperawatan, dalam rangka mencapai peningkatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan klien. Standar III: Perencanaan Keperawatan; perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan dan meningkatkan kesehatan klien. Perencanaan dikembangkan berdasarkan diagnosis keperawatan. Standar IV: Pelaksanaan Tindakan (Implementasi) Keperawatan; perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Perawat mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan partisipasi klien dalam tindakan keperawatan berpengaruh pada hasil yang dicapai. Standar V: Evaluasi Keperawatan; perawat mengevaluasi perkembangan kesehatan klien terhadap tindakan dalam mencapai tujuan, sesuai rencana yang telah ditetapkan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Praktek keperawatan merupakan suatu proses yang dinamis yang mencakup berbagai perubahan data, diagnosis atau perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Efektifitas asuhan keperawatan tergantung pada pengkajian yang berulang-ulang Masing-masing standar mempunyai kriteria Input, kriteria Proses dan kriteria Output/Hasil. Standar ini oleh organisasasi profesi keperawatan ditetapkan sebagai acuan atau landasan untuk mengembangkan standar praktek keperawatan lebih lanjut, baik yang bersifat spesialis maupun subspesialis. Misalnya untuk mengembangkan standar praktek keperawatan bedah, keperawatan penyakit dalam, keperawatan anak, keperawatan maternal, keperawatan jiwa dan sebagainya. Melihat langkah-langkah dalam STANDAR PRAKTEK PROFESIONAL (I S/D V) sesungguhnya mirip dengan lingkaran mutu di depan, karena memuat ke-empat komponen utama dalam lingkaran mutu yakni P-D-C-A. Jadi hakekat suatu quality circle terdapat dalam mata rantai proses asuhan keperawatan yang baku. 3.3.2. Sesuai dengan standar kinerja profesional Faktor kedua yang menentukan baik tidaknya kinerja keperawatan dalam sudut pandang pemberi pelayanan adalah tingkat kesesuaiannya dengan standar kinerja profesional. Terdapat 8 (delapan) standar kinerja profesional keperawatan yaitu:

14

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

Standar I: Jaminan Mutu; perawat secara sistematis melakukan evaluasi mutu dan efektifitas praktek keperawatan. Evaluasi mutu asuhan keperawatan melalui penilaian praktek keperawatan merupakan suatu cara untuk memenuhi kewajiban profesi yaitu menjamin klien mendapat asuhan yang bermutu. Standar II: Pendidikan; perawat nertanggungjawab untuk memperoleh ilmu pengetahuan mutakhir dalam praktek keperawatan. Perkembangan ilmu dan teknologi, sosial, ekonomi, politik, dan pendidikan masyarakat menuntut komitmen perawat untuk terus menerus meningkatkan pengetahuan sehingga memacu pertumbuhan profesi. Standar III: Penilaian Prestasi Kerja; perawat mengevaluasi prakteknya berdasarkan standar praktek profesional dan ketentuan lain yang terkait. Penilaian kinerja perawat merupakan suatu cara untuk menjamin tercapainya standar praktek keperawatan dan ketentuan lain yang terkait. Standar IV: Kesejawatan (Kolegialitas); perawat berkontribusi dalam mengembangkan profesionalisme dari sejawat koleganya. Evaluasi tentang mutu asuhan keperawatan melalui pembahasan praktek keperawatan oleh para perawat merupakan suatu cara untuk memenuhi kewajiban profesi untuk menjamin komsumen diberikan asuhan keperawatan yang prima. Standar V: Etik; setiap keputusan dan tindakan perawat atas nama klien ditenatukan dengan cara yang etis (sesuai dengan norma, nilai budaya dan idealisme). Kode etik perawat merupakan parameter bagi perawat dalam membuat penilaian etis. Berbagai isu spesifik tentang etik yang menjadi kepedulian perawat seperti: penolakan klien terhadap pengobatan, informed consent, pemberhentian alat bantu hidup, euthanasia, kerahasiaan klien. Standar VI: Kolaborasi; perawat berkolaborasi dengan klien, keluarga dan semua pihak terkait serta tim multidisiplin kesehatan dalam memberikan keperawatan klien. Kompleksitas dalam pemberian asuhan membutuhkan pendekatan multidisiplin untuk memberikan asuhan kepada klien. Kolaborasi multidisiplin mutlak diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas asuhan dan untuk membantu klien mencapai kesehatan optimal. Melalui proses kolaboratif kemampuan yang khusus dari pemberi asuhan kesehatan digunakan untuk mengkomunikasikan, merencanakan, menyelesaikan masalah dan mengevaluasi pelayanan. Standar VII: Riset; perawat menggunakan hasil riset dalam praktek keperawatan. Perawat sebagai profesional mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan pendekatan baru dalam praktek keperawatan melalui riset. Standar VIII : Pemanfaatan Sumber Daya; perawat mempertimbangkan faktor-faktor yang terkait dengan keamanan, efektifitas, efisiensi biaya dalam perencanaan dan pemberian asuhan keperawatan klien. Pelayanan keperawatan menuntut upaya untuk merancang program pelayanan keperawatan yang lebih efektif dan efisien. Perawat berparrtisipasi dalam menggali dan mamanfaatkan sumber daya bagi klien. Masing-masing standar kinerja profesional tersebut di atas mempunyai berbagai kriteria standar pada input, kriteria standar pada proses, dan kriteria standar pada output sebagaimana terdapat pada standar praktek profesional. Standar pertama dari kinerja profesional keperawatan secara khusus mengedepankan jaminan mutu asuhak keperawatan kepada klien. Oleh karena itu, perawat dikatakan

15

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

baik dan bertanggungjawab apabila melaksanakan tugasnya berdasarkan kedua standar ini yakni standar prsaktek profesional dan standar kinerja profesional. 3.3.3. Sesuai dengan harapan klien Di samping melakukan pekerjaan secara profesional dengan mematuhi kedua standar profesional tersebut di atas, seorang perawat yang baik dan bertanggungjawab menjalankan tugasnya sesuai dengan harapan dan kebutuhan klien yang dilayaninya. Berbagai macam klien dapat mempunyai berbagai harapan pada layanan yang akan diterima dari rumah sakit, termasuk layanan jasa keperawatan. Karena intensitasnya yang tinggi dalam berhubungan dengan orang sakit (klien) maka tidak jarang berbagai harapan klien dari rumah sakit umumnya bertumpu pada harapannya kepada profesi keperawatan. Dari perspektif ini, ukuran baik-buruknya mutu layanan jasa keperawatan sangat dinamis dan juga subyektif. Sangat banyak variabel yang menentukan antara lain sosial budaya, kharakteristik individual klien, lingkungan dan sebagainya. Bagaimana mengetahui harapan klien? Tidak ada cara lain selain dengan menanyakannya kepada klien. Berbagai metoda survai kepuasan pelanggan dapat dilakukan untuk menjaring aspirasi klien (dan juga berbagai pihak berkepentingan) di rumahsakit. Dengan berbagai survai akan diperoleh harapan sebagian besar atau harapan pasien pada umumnya dari layanan jasa keperawatan. Apa harapan ratarata klien terhadap layanan jasa keperawatan di rumah sakit? Secara garis besar harapan klien terhadap layanan jasa keperawatan dapat dikelompokkan kedalam 3 (tiga) jenis: (Damayanti, 2000) 3.3.3.1. Jenis Harapan Pasien Terhadap Kinerja Perawat dalam Dimensi Teknik Keperawatan Menurut sebuah penelitian tahun 1999, pasien rawat inap kasus-kasus kronis di rumah sakit mempunyai berbagai macam harapan terhadap penyaji layanan jasa keperawatan. Harapan-harapan ini semuanya berhubungan dengan tugas tanggung jawab perawat dalam intervensi keperawatan kepada klien (pasien), antara lain: 1. Terampil menyuntik, memasang infus dan kegiatan teknik kepeperawatan lain 2. Segera datang bila dipanggil 3. Memberi informasi tentang hal-hal yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan sehubungan dengan penyakit pasien 4. Selalu memantau keadaan pasien 5. Memiliki pengetahuan yang baik tentang kegunaan dan penggunaan peralatan medik 6. Selalu memberi informasi tentang hasil tindakan teknik keperawatan 7. Memiliki pengetahuan yang baik tentang kegunaan dan penggunaan obat 8. Senantiasa memeriksa cairan infus atau obat lain 9. Memberi informasi tentang segala hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan jika diijinkan pulang

16

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

10. Berbicara jujur pada keluarga pasien termasuk bila kondisi kesehatan pasien menurun. 3.3.3.2. Jenis Harapan Pasien Terhadap Kinerja Perawat dalam Dimensi Non teknik Keperawatan Dalam penelitian yang sama juga digali informasi tentang apa saja harapan klien (dalam hal ini pasien dengan kasus kronis di rumah sakit) terhadap kinerja keperawatan yang tidak berhubungan dengan dimensi teknik keperawatan. Terdapat 10 (sepuluh) harapan, yaitu: 1. Dapat menjadi mediator antara pasien dengan dokter 2. Mengerti kebutuhan dan keadaan pasien 3. Bertindak dengan pasti, minimal tidak keliru memasuki ruang pasien yang hendak dituju 4. Bersikap sabar dan telaten 5. Terampil dalam berkomunikasi, memotivasi, memahami reaksi psikologis 6. Mau dihubungi melalui bel atau interkom 7. Tidak berwajah ketus dan terutama tidak membentak bila berhadapan dengan pasien 8. Memiliki tenggang rasa yang besar 9. Sering menengok pasien tanpa diminta, minimal untuk menanyakan keadaan pasien 10. Senyum, khususnya bila berhadapan dengan pasien. Kedua pendekatan ini, baik dari sudut pandang provider sebagai pemberi/penjual jasa maupun dari sudut pandang customer sebagai pemakai/pembeli jasa harus dipakai bersamaan secara harmonis. Hal ini terutama karena kharakteristik dalam proses produksi jasa keperawatan ialah bahwa proses interaksi antara pemberi dan penerima jasa ikut menentukan baik-buruknya mutu jasa (high contact, customized, personal services). Di samping itu, juga kharakteristik yang bermacammacam yang dimiliki oleh pemakai/pembali jasa keperawatan dapat berimplikasi pada bermacam-macam pula harapannya terhadap layanan jasa keperawatan. Dari kedua perspektif ini dimunculkan berbagai indikator mutu yang dapat diukur. 3.4. Perumusan Prosedur Operasional Standar Keperawatan Dalam manajemen mutu, perencanaan yang tepat merupakan prasyarat utama. Perencanaan yang tepat berarti perencanaan yang dibuat berdasarkan analisis situasi pelanggan dan sumber daya. Salah satu bentuk perencanaan yang mutlak harus dilakukan dalam manajemen mutu adalah mengembangkan prosedurprosedur baku (standar) dalam setiap proses produksi dan tata aturan pelayanan, baik terhadap pelanggan internal maupun pelanggan eksternal. Prosedur pada intinya berarti langkah-langkah pelaksanaan kegiatan rutin yang terdokumentasi secara tertulis. Membuat suatu prosedur merupakan bagian dari kegiatan Perencanaan (Plan) yaitu kegiatan spesifik yang diajukan guna membantu organisasi mencapai tujuannya menghasilkan keluaran produk (barang atau jasa) yang konsisten, sesuai dengan kriteria mutu (standar) yang telah

17

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

ditetapkan. Suatu prosedur lebih terjamin penggunaannya dan jelas kaitannya dengan mutu keluaran, hanya apabila prosedur tersebut terdokumentasi secara tertulis, dan diketahui oleh semua pihak. Dengan lain kata, prosedur adalah dokumen yang berisi tentang cara yang ditentukan (spesifik) untuk melaksanakan aktifitas dan berisi: urutan langkah suatu kegiatan, dan hubungan kegiatan yang satu dengan yang lain secara kronologis. Jadi Prosedur Operasional Standar (POS) jasa keperawatan adalah perencanaan tetap yang menjelaskan langkah-langkah terkait, yang harus diikuti atau dilaksanakan dalam mewujudkan suatu tugas keperawatan tertentu (satu tugas spesifik hanya memiliki satu prosedur), agar kegiatan yang dilaksanakan selalu menghasilkan jasa yang konsisten dengan kriteria mutu (standar) keperawatan yang telah ditetapkan. Penetapan kriteria mutu (standar) keperawatan dapat dilakukan sendiri oleh manajemen rumah sakit atau lembaga lain, misalnya Departemen Kesehatan atau Perhimpunan Profesi. Berangkat dari pemahaman ini, maka sebelum menyusun suatu prosedur operasional standar (POS), harus terlebih dahulu ditetapkan kriteria mutu keluaran (standar) jasa keperawatan yang diinginkan. Oleh karena begitu banyaknya jenis jasa keperawatan, dan berbagai kegiatan memproduksi jasa tersebut harus dilengkapi dengan prosedur operasional standar, maka dapat dibayangkan berapa banyak POS yang harus dibuat oleh manajemen rumahsakit. Namun tidak ada cara lain untuk menghasilkan berbagai jenis jasa keperawatan yang bermutu (sesuai dengan kriteria standar) secara konsisten selain dengan merumuskannya kedalam masing-masing POS. Langkah-langkah dalam menyusun suatu POS akan dibahas tersendiri. 3.5. Mengukur Mutu Jasa Keperawatan Mutu jasa keperawatan merupakan hasil interaksi dan saling tergantung dengan berbagai subsistem lain yang terdapat di rumahsakit. Sebagai suatu subsistem dalam sistem (organisasi) rumah sakit Keperawatan memiliki 3 (tiga) komponen utama. Pertama ialah Struktur (Input) yaitu sarana fisik, perlengkapan dan peralatan, organisasi dan manajemen, administrasi dan keuangan, sumber daya manusia serta sarana dan prasarana lainnya. Sumber daya yang ada dilingkungan kita ya seperti itu, dan kadang-kadang dibawah standar yang seharusnya, akan tetapi seringkali kita tidak memiliki pilihan lain. Etos kerja yang rendah, tingkat pendidikan yang ala kadarnya, motivasi dalam bekerja yang kurang bagus, atau keinginan untuk maju yang tidak ada menjadi sebuah ciri SDM yang kita jumpai di lingkungan kita. Kita tidak bisa dan tidak memiliki kemampuan untuk merekrut SDM yang berkualitas. Sistem rekrutmen yang sangat ruwet, ditambah dengan keadaan daerah miskin yang memiliki PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang rendah kurang menarik bagi SDM karena kurang mampu memberikan komtraprestasi yang memadai adalah faktor-faktor yang menjadi kendala untuk mendapatkan SDM yang memiliki kualifikasi yang tinggi. Untuk itu INPUT seringkali merupakan faktor yang harus diterima dengan lapang dada dan tidak boleh ada penolakan. Komponen kedua ialah Proses yaitu semua kegiatan keperawatan, termasuk yang berhubungan dengan subsistem lainnya (subsistem medik, subsistem

18

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

penunjang medik, dan lainnya), dalam memberikan atau memproduksi jasa keperawatan. Komponen ketiga ialah Output yaitu hasil tindakan keperawatan yang diberikan kepada dan dirasakan oleh klien (pasien). Oleh karenanya mutu jasa keperawatan (Output) yang diberikan kepada dan dirasakan oleh klien (pasien) sebagai bermutu baik atau buruk dipengaruhi dan bergantung pada mutu Struktur (Input) dan mutu Proses-nya. Dalam manajemen ada prinsip kerja yang harus kita pegang adalah bahwa PROSES merupakan poros utama berbagai pengelolaan yang dilakukan. Paradigma utama proses manajemen ini adalah: 1. Input yang jelek, melalui proses yang baik, berpeluang menghasilkan output yang baik. 2. Input yang jelek, melalui proses yang jelek, pasti menghasilkan output yang jelek 3. Input yang baik, melalui proses yang jelek, hampir pasti menghasilkan output yang jelek. 4. Input yang baik, melelui proses yang baik, berpeluang besar menghasilkan output yang baik. Keempat paradigma tersebut dapat diringkas dalam tabel berikut ini : No 1. 2. 3. 4. INPUT Jelek Jelek Baik Baik PROSES Baik Jelek Jelek Baik OUTPUT Baik Jelek Jelek Baik

Tabel diatas menjunjukkan kepada kita dengan sangat jelas bahwa apapun input yang ada : JELEK ataupun BAIK, asal DIPROSES dengan BAIK akan memberikan hasil (OUTPUT) yang BAIK. Oleh karena itu kita harus memanajemeni PROSES. Atau dengan perkataan lain dapat dinyatakan bahwa : asal proses dilakukan dengan baik, akan berpeluang besar menghasilkan output yang baik. Proses adalah sebuah lingkungan yang controllable sementara input atau output mungkin berada pada lingkungan yang uncontrollable. Input adalah fasilitas yang disediakan bagi kita, sehingga menjadi tugas bagi kita untuk mengoptimalkan input ini, dan kadang-kadang bahkan seringkali input itu bersifat GIVEN (adanya ya seperti ini, tidak ada yang lain). Input bisa meliputi Sumber Daya Manusia; bisa juga berupa Sumber Dana; bisa juga Teknologi yang tersedia atau juga Material lainnya yang tersedia. Disisi yang lain, Output adalah kewajiban yang harus kita capai tanpa tawar menawar. Sudah menjadi suatu kebiasaan untuk selalu menaikkan target dari tahunke tahun. PAD suatu daerah selalu diusahakan untuk ditingkatkan, akibatnya kontribusi PAD dari Rumah Sakit juga secara hirarki perlu ditingkatkan, dan
19

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

seterusnya. Untuk itulah, output adalah sebuah kewajiban yang mau tidak mau, suka atau tidak suka harus kita capai. Proses adalah kinerja otak kita yang harus selalu kita asah dan matangkan. Process is a plan and replan process of your continuous improvement for a given input & output. Untuk itu proses harus kita rancang, kembangkan, evaluasi dan kembangkan lagi, begitu seterusnya. PERHATIKAN Proses yang Baik akan berpeluang besar menghasilkan output yang Baik, apapun inputannya. Untuk itu dalam menyusun Perencanaan, kita harus berorientasi kepada Proses. Sehubungan dengan pemahaman seperti di atas maka pengukuran mutu jasa keperawatan dalam pelatihan ini akan lebih ditekankan pada pengukuran berbagai indikator pada tatanan Proses. Apakah prosesnya sesuai dengan Standar Praktek Profesi Keperawatan yang telah ditetapkan? Atau sesuaikah Proses dengan Prosedur Operasional Standar (POS) yang telah ditetapkan? Sesuaikah Proses keperawatan dengan apa yang menjadi harapan pasien (klien)? Pendekatan pengukuran mutu jasa keperawatan dapat secara kualitatif, kuantitatif (menggunakan dasar angka) atau keduanya. Dengan pendekatanpendekatan pengukuran seperti ini maka metode dan teknik pengukuran dapat dengan menggunakan metode deskriptif, metode skoring, atau keduanya. Pengukuran mutu jasa keperawatan dapat dilakukan oleh Kepala Ruangan Rawat, Kepala Seksi Keperawatan, Kepala Bagian, Ketua PokJa Keperawatan atau Unsur Pimpinan Keperawatan lainnya. Waktu pengukuran dapat setiap selesai kegiatan setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, setiap tiga bulan, setiap enam bulan atau setiap tahun disesuaikan dengan maksud pengukuran apakah untuk mengendalikan, memantau, mengevaluasi atau untuk pengembangan standar mutu lebih lanjut. 3.6. Kesimpulan Mengenai Manajemen Mutu Jasa Keperawatan Manajemen mutu jasa keperawatan sebagaimana manajemen mutu jasa lainnya melalui suatu siklus Plan-Do-Check-Action (PDCA). Didahului dengan merencanakan kriteria standar (mutu) Output jasa yang ingin diproduksi, kriteria standar Proses produksinya (POS) serta kriteria standar Input yang diperlukan. Untuk menetapkan kriteria dapat menggunakan standardisasi yang dilakukan oleh organisasi profesi keperawatan, standardisasi oleh pemerintah atau dapat juga dilakukan sendiri oleh rumah sakit. Langkah selanjutnya adalah sosialisasi dan implementasi berbagai kriteria standar dan prosedur operasional standar (POS) kejajaran pelaksana untuk dijalankan. Selanjutnya menjadi tugas manajemen untuk mengontrol/mengecek adakah penyimpangan dalam pelaksanaan untuk segera dilakukan tindakan perbaikan untuk mencegah cacad produk yang berulang dan
20

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

untuk mengembangkan prosedur baru yang lebih sesuai dengan dinamika perubahan. Yaitu perubahan-perubahan yang terjadi baik pada tataran pemberi jasa maupun penerima jasa keperawtan. Mata-rantai kegiatan manajemen keperawatan ini mengandung komponen dari suatu lingkaran mutu atau quality circle yakni Plan-DoCheck-Action (P-D-C-A). Tugas selanjutnya adalah menetapkan kriteria keberhasilan, cara mengukurnya, siapa yang mengukur, kapan pengukuran dilakukan dan untuk apa dilakukan pengukuran.

21

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

Bagian 4 MERUMUSKAN PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR KEPERAWATAN


DEFINING STANDARD OPERATING PROCEDURE FOR NURSING DEPARTMENT
IDENTIFIKASI SEMUA PRODUK KEPERAWATAN (1) MENETAPKAN KRITERIA (STANDAR) (2) IDENTIFIKASI SEMUA PROSEDUR YANG DIPERLUKAN (3) IDENTIFIKASI SEMUA PROSEDUR YANG PERLU DIBUATKAN POS-NYA (4)

LANGKAH PENYUSUNAN POS

TETAPKAN STRUKTUR DAN ISI POS (5)

IDENTIFIKASI DOKUMEN PENDUKUNG DAN REFERENSI (6)

PENULISAN POS (7)

EDIT DAN UJI-COBA POS (8)

PELAKSANAAN POS

REVISI PENYEMPURNAAN POS (9)

SOSIALISASI POS DAN PENGESAHAN & PENETAPAN WAKTU BERLAKUNYA POS ( 10 )

PELAKSANAAN POS ( 11 )

EVALUASI POS ( 12 )

22

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

4.1. Pendahuluan Mutu pelayanan di rumah sakit merupakan topik yang dibicarakan dimanamana. Di tingkat akademik dilakukan berbagai kajian untuk mendapatkan formula mutu yang sesuai. Di tingkat operasional para praktisi berupaya mencari cara yang tepat untuk melaksanakan kegiatan agar menghasilkan produk, baik barang maupun jasa yang sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkannya. Di samping itu, untuk mengimplementasikan konsepnya, para akademisi menjadi konsultan di berbagai perusahaan untuk menangani sendiri berbagai formula akademik yang ditemukannya. Pemerintah juga telah berupaya untuk penerapan mutu pelayanan di rumahsakit-rumahsakit pemerintah sejak Pelita IV. Berbagai upaya mulai dari meningkatkan input dan proses telah dilaksanakan. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas, konsep rumah sakit swadana dan sistem akreditasi mulai dijalankan secara nasional. Semua itu belum menampakkan hasil yang memuaskan. Namun apapun upaya peningkatan mutu yang dilaksanakan, pendokumentasian standar pelayanan berupa Porsedur Operasional Standar (POS) atau yang lebih dikenal dengan Prosedur Tetap (PROTAP) menjadi alat bukti utama bagi berbagai pihak berkepentingan untuk mengetahui standar pelayanan yang dimiliki oleh institusi publik seperti rumah sakit. Di sini akan dibahas secara praktis bagaimana menyusun suatu Porsedur Operasional Standar. Diharapkan dengan mempelajari pokok bahasan ini para peserta dapat memahami proses membuat prosedur operasional standar rumah sakit, khususnya untuk berbagai kegiatan keperawatan orang sakit (klien). Dengan ini diharapkan pihak rumah sakit dapat mengembangkan sendiri dokumen kebijakan dan dokumen prosedur operasional standar, tanpa menunggu instrumen dari pihak eksternal rumah sakit. Dengan tersedianya berbagai dokumen ini (kebijakan, POS, dan dokumen lain yang bisa digunakan sebagai bukti pemrosesan kebijakan dan penyusunan POS), manajer rumah sakit dapat merencanakan sendiri kapan rumah sakitnya mendapat sertifikasi mutu, baik melalui badan Akreditasi Rumah sakit atau ISO. 4. 2. Langkah-langkah Menyusun POS Pelayanan Jasa Keperawatan Dalam manajemen mutu, perencanaan yang berdasarkan analisis situasi konsumen dan sumber daya adalah syarat mutlak. Salah satu bentuk perencanaan yang mutlak harus dilakukan adalah mengembangkan prosedur-prosedur baku (standar) dalam setiap proses kegiatan dan tata aturan pelayanan, baik terhadap konsumen internal maupun konsumen eksternal. Perencanaan berbentuk kebijakan, aturan dan prosedur yang dibutuhkan di atas, harus menyeluruh, mulai dari proses perencanaannya sendiri, pengorganisasian, penggerakkan, pelaksanaan sampai pengendalian dan evaluasi. Di rumah sakit, dengan begitu banyaknya jenis produk jasa yang diproduksi, dengan saling keterkaitan antara satu unit produksi jasa tertentu dangan unit produksi jasa lainnya yang demikian kompleks, penetapan POS yang komprehensip perlu dilaksanakan. Namun demikian, untuk tahap pertama dipandang perlu mengembangkan POS keperawatan karena sifat khas jasa keperawatan yang langsung dirasakan oleh klien atau konsumen di samping intensitas kontak yang sangat tinggi antara perawat dan konsumen di rumah sakit.

23

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

Dalam mengidentifikasi prosedur apa saja yang diperlukan untuk mengoperasionalisasi suatu unit organisasi diperlukan pengetahuan manajemen yang menyeluruh tentang unit tersebut. Sehubungan dengan itu dalam praktek penyusunan POS di rumahsakit Pemerintah Daerah, Departemam Dalam Negeri menetapkan sebagai tugas dari pimpinan rumah sakit adalah antara lain: a. Menetapkan arah pengembangan rumah sakit melalui penetapan Visi, Misi dan Sasaran-sasaran pokok yang ingin dicapai. b. Menggerakkan semua komponen organisasi untuk menyusun POS di masingmasing unit kerja. c. Menilai: 1. apakah POS yang telah disusun formatnya benar; 2. kontribusi POS yang telah disusun terhadap pencapaian sasaran pengembangan; 3. apakah antar POS yang telah disusun sudah lengkap meliputi semua aspek kegiatan yang diperlukan; 4. apakah antar POS yang telah disusun tidak saling menghambat atau bertentangan; 5. apakah POS yang telah disusun telah dilaksanakan, disosialisasikan dan telah dilaksanakan dengan benar sesuai dokumen yang telah ditetapkan; 6. secara berkala apakah POS yang telah disusun masih bisa dipertahankan atau perlu dirubah. Untuk memberikan manfaat ganda maka dalam pelatihan pengembangan manajemen keperawatan bagi manajemen rumahsakit Kabupaten ini dipakai sebagai acuan adalah DOKUMEN STANDAR PELAYANAN KEPERAWATAN yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan dalam rangka Program Peningkatan Mutu dan Standardisasi Layanan Rumahsakit Melalui Proses Akreditasi dan STANDAR PRAKTEK KEPERAWATAN yang diterbitkan oleh Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Di samping kedua dokumen tersebut juga dipakai dalam Acompanying Measure tahap ke-2 ini adalah dokumen acuan untuk Akreditasi 5 (lima) Pelayanan Dasar Rumahsakit di mana Pelayanan Keperawatan adalah salah satunya. Dengan mengacu pada berbagai dokumen dan sumber belajar ini diharapkan secara bertahap pengembangan manajemen keperawatan di rumah sakit di Propinsi Nusa Tenggara Timur akan mengikuti proses perbaikan kinerja rumah sakit melalui upaya pemenuhan standard rumah sakit secara Nasional baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun organisasi profesi. Langkah-langkah yang harus dijalani dalam menyusun suatu Prosedur Operasional Standar (POS) adalah sebagai berikut: 1. Penatapan Visi dan Misi RS (Ada dalam dokumen Business Plan setiap RS) 2. Penetapan sasaran stratejik 3. Pengkajian profil organisasi Rumahsakit masa kini (Sumber daya, Kinerja, Kendala dan Peluang, Budaya organisasi)- Analisis Situasi. 4. Penetapan Indikator dan Kriteria Mutu Keluaran (standar) Pelayanan RS yang diinginkan

24

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

5. Identifikasi semua jenis pelayanan (keperawatan) yang bisa dikembangkan untuk mencapai kriteria mutu yang ingin ditetapkan 6. Penetapkan kriteria mutu keluaran setiap jenis pelayanan (keperawatan) yang telah diidentifikasi 7. Identifikasi Input (SDM, biaya, bahan baku, peraturan-peraturan atau SK, fasilitas, sarana, kondisi penderita), dan Proses (Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengendalian) dan pencapaian sasaran kegiatan 8. Identifikasi prosedur yang perlu didokumentasikan 9. Tetapkan struktur dan isi POS yang akan disusun 10. Identifikasi Dokumen Pendukung penyusunan POS (SK Pelaksanaan, SK Tim Penyusun POS, Perda dst) dan Referensi yang dugunakan. 11. Menyusun POS 12. Editing POS (perhatikan kemudahan pemahaman, kesederhanaan, bahasa) dan Uji Coba pelaksanaan POS, apakah operasional atau tidak dan apa ada kendala pelaksanaan dan apa saja kendala itu 13. Revisi dan penyempurnaan POS 14. Penetapan waktu berlakunya POS 15. Sosialisasi POS 16. Pelaksanaan POS 17. Evaluasi POS Langkah selengkapnya Lihat Gambar/Bagan 3.1 berikut ini

25

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

LANGKAH-LANGKAH UMUM Penetapan VISI & MISI RS (1) Penetapan Sasaran Stratejik (2) Analisis Situasi Pelanggan & Sumber daya (3) Penetapan Indikator & Kriteria Mutu (Standar) Semua Keluaran RS (4)

LANGKAH-LANGKAH KHUSUS Identifikasi Semua Produk Keperawatan (5) Penetapan Kriteria Mutu (standar) Semua Produk Keperawatan (6) Identifikasi Semua Prosedur Yang Diperlukan Utk Pengelolaan Input dan Proses (7) Identifikasi Semua Prosedur Yang Perlu Didokumentasikan (Dibuatkan POSnya) (8)

PENYUSUNAN POS Tetapkan Struktur & Isi POS Yang Akan Disusun (9) Identifikasi Dokumen Pendukung Penyusunan POS & Referensi Yang Digunakan (10) Penyusunan POS Editing dan Uji-Coba POS

(11)

(12)

PELAKSANAAN POS Revisi Penyempurna an POS (13) Sosialisasi POS dan Penetapan waktu berlaku (14) Pelaksanaan POS Evaluasi POS

(15)

(16)

Gambar 3.1: Langkah-langkah Penyusunan Prosedur Operasional Standar (POS)

26

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

Untuk memberikan pemahaman yang lebih lengkap mengenai bagaimana Prosedur Operasional Standar disusun, berikut adalah beberapa pedoman umum yang dapat dipegang dalam merumuskan atau menyusun POS. Mulai dari bagaimana mengenali berbagai kegiatan yang memerlukan dokumentasi melalui POS, apa saja jenis POS yang dibutuhkan, proses penyusunan POS, apa saja yang menjadi struktur dan isi suatu POS, bagaimana mengimplementasikan POS, sampai dengan proses mengevaluasi suatu POS. I. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN POS 1. Bentuk Tim Pengembangan POS. POS suatu unit kerja yang kecil tidak perlu dengan tim khusus tetapi untuk menyusun seluruh POS suatu unit kegiatan yang besar diperlukan tim. Tidak cukup POS disusun oleh petugas pelaksana saja. Dengan membentuk tim penyusunan POS akan sangat partispatif dan dengan ini diharapkan banyak orang terlibat sehingga pelaksanaannya diharapkan tidak menemui kendala. 2. Lakukan kajian VISI dan MISI unit kerja sesuai dengan posisi unit kerja dan harapan kontribusi yang diberikan kepadanya dalam merealisasikan VISI dan MISI induk organisasi. 3. Berdasarkan kajian dan rumusan VISI dan MISI unit kerja yang ada, tetapkan pedoman tentang kriteria mutu keluaran umum yang diinginkan. 4. Identifikasi semua klien yang dilayani unit ini, baik internal (unit lain di dalam organisasi yang sama) maupun eksternal organisasi. Rumuskan dengan rinci karakteristik setiap klien, setiap klien mungkin memiliki harapan tersendiri menuntut mutu layanan tersendiri atas mutu pelayanan kita. 5. Identifikasi semua jenis jasa layanan yang kita berikan kepada semua klien yang telah diidentifikasi pada Butir 4. 6. Tatapkan standar keluaran semua jenis pelayanan kita yang telah diidentifikasi berdasarkan: (a) keinginan klien, (b) sumber daya yang dimiliki unit, dan (c) referensi standar pelayanan yang telah ditetapkan oleh organisasi. 7. Ulangi pengkajian terhadap Butir 4 dan 5 sekali lagi, apakah ada klien atau jenis peyalanan yang belum tercakup dalam kajian Butir 4 dan 5. Jika tidak ada klien maupun jenis jpelayanan yang terlewatkan artinya kita telah selesai mengidentifikasi kebutuhan POS yang harus dibuat. 8. Akhiri tahapan ini dengan menyusun kelolpok klien, jenis pelayanan yang diberikan, kriteria indikator mutu kaluaran pelayanan yang diharapkan, masukkan dalam format (lihat Lembar Kerja Pokok Bahasan ini). IDENTIFIKASI JENIS POS YANG DIPERLUKAN Pada dasarnya, ada berbagai jenis Prosedur Operasional Standar dalam pelayanan. 1. POS pengelolaan sumber daya (SDM, Uang, Sarana, Prasarana) mulai saat penerimaan dari supplier, penyimpanan/pembinaan, pemusnahan, pemindahan maupun penempatan:

II.

27

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

POS penerimaan sumber daya (Input) dari supplier/pihak lain (personalia, uang, sarana, prasarana) POS pemeliharaan/pembinaan (maintenance) sumber daya POS penyimpanan sarana/alat dsb

2. POS pelaksanaan pelayanan, meliputi semua jenis pelayanan yang diberikan kepada klien, baik klien internal (personil maupun unit lain di dalam organisasi induk) maupun klien eksternal. 3. POS Evaluasi kinerja (performance) kegiatan pelayanan 4. POS Sosialisasi pelayanan 5. POS Peningkatan mutu pelayanan 6. POS Administratif pencatatan kegiatan pelayanan Upaya identifikasi ini akan lebih mudah apabila dapat disusun suatu BAGAN ALUR KEGIATAN dari Input, Proses (Perencanaan, Pengorganisasian, Pelaksanaan, Evaluasi) dan Output. Dari bagan alur seperti ini, maka kebutuhan POS seperti diuraikan di atas akan lebih mudah terlihat secara menyeluruh dan lengkap. Seperti telah dikemukakan di depan bahwa tidak semua proses perlu dibuatkan prosedur tertulis. Untuk mengetahui mana prosedur yang perlu dan mana yang tidak perlu dibuat tertulis, beberapa criteria berikut perlu diperhatikan: 1. Proses repetitive atau bukan; 2. Proses yang dimaksud cukup kompleks sehingga tidak semua petugas bisa melakukan dengan keajegan (konsistensi) yang sama; 3. Apakah proses dimaksud berpengaruh terhadap baku mutu keluaran yang telah ditetapkan; 4. apakah proses tersebut memerlukan prasyarat yang sangat kritis (misalnya input bahan baku, SDM, sarana, atau prasarana yang spesifik). Suatu kegiatan mutlak memerlukan POS apabila memenuhi criteria sebagai berikut: Bila jawaban nomor 1, nomor 2 dan nomor 3 adalah YA, maka proses tersebut memang benar memerlukan dokumen prosedur baku (POS). Bila jawaban nomor 2 adalah TIDAK namun pertanyaan nomor 4 jawabannya YA maka kegiatan tersebut memerlukan dokumen prosedur standar (POS). III. PENYUSUNAN POS Setelah yakin semua jenis POS telah teridentifikasi dengan lengkap tanpa ada yang terlewatkan, maka penyusunan POS dimulai dengan langkah-langkah sebagai berikut: Apabila POS yang lama sudah pernah dibuat:
28

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

1. Lakukan kajian, apakah format dan isi POS maasih sesuai dengan kriteria dan tujuan kegiatan yang ingin dicapai, dan apakah susunan dan strukturnya benar? 2. Bila sudah tidak sesuai dengan tujuan yang telah disusun, lakukan revisi dan penyempurnaan format yang telahdisepakati. Kemudian tuliskan dalam format POS revisinya keberapa, kapan mulai diberlakukan, siapa yang menyusun, dan siapa yang berwewenang memberlakukan POS hasil revisi; 3. Bila masih sesuai, sempurnakanlah formatnya, dan lakukan langkah seperti butir sebelumnya. Bila POS yang dibutuhkan belum pernah disusun sebelumnya: 1. Tetapkan judul POS dan Nomor Kode POS yang akan dibuat, sesuai dengan standar kodifikasi yang ada di rumah sakit kita. 2. Rumuskan tujuan yang akan dicapai dalam pelayanan yang akan disusun POS-nya; lebih jelas apabila tujuan tersebut NYATA, TERUKUR, dan orientasi pada MUTU PELAYANAN yang telah disepakati seperti pada langkah ke-3 tentang Identifikasi Kebutuhan POS di depan. 3. Rumuskan ruang lingkup kegiatan yang akan disusun POS-nya. ruang lingkup ini meliputi: dimana kegiatan ini akan dilaksanakan, siapa pelaksananya, kapan dilaksanakan, fungsinya, dsb) 4. Tetapkan Rujukan/Referensi yang digunakan dalam penyusunan POS ini, misalnya : SK Direktur, Edaran Persatuan Ahli, Pedoman Organisasi Profesi, Buku X, dsb. 5. Tuliskan karakteristik klien yang akan dilayani dengan POS ini; 6. Tuliskan batasan dari semua terminologi/istilah yang dianggap perlu dijelaskan agar semua pihak yang berkepentingan, terutama semua orang yang akan melaksanakan POS ini mempunyai persepsi yang sama. 7. Tuliskan uraian kegiatan yang dalam melaksanakan pelayanan yang dimaksud secara rinci dan berurutan (runtut). 8. Setalah rumusan POS selesai, lakukan pengkajian ulang tenatang: kesalahan ketik, kemudahan pemahaman oleh pembaca POS, keswederhanaan bahasa, dan keruntutan alur kegiatan. Pada prinsipnya, gunakan pengujian apakah rumusan POS cukup komunikatif bagi pembacanya atau belum. Bila belum, lakukan perubahanperubahan. 9. Lakukan uji-coba guna menguji kelayanakan dan kendala pelaksanaan POS dalam praktek. 10. Bila hasil uji-coba lapang ada perubahan redaksi susunan POS, lakukan tahap butir 8 dan seterusnya, sampai uji coba lapang menghasilkan POS yang baru.

29

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

IV. STRUKTUR DAN ISI POS Suatu prosedur operasional standar yang baik dapat terdiri dari komponen sebagai berikut: Contoh lihat LAMPIRAN III-01 dan LAMPIRAN III-02 1. NAMA UNIT KEGIATAN DAN LOGO ORGANISASI Tuliskan dengan jelas nama unit kegiatan di mana POS akan diberlakukan. Ini penting karena setiap unit kegiatan memiliki spesifikasi sumber daya yang unik. Sering kali LOGO dimaksudkan untuk menggugah semangat ikut dan kebanggaan unit atau organisasi 2. JUDUL POS DAN NOMOR KODE POS. Ini untuk memudahkan pengelompokan dan mengidentifikasi keterkaitannya dengan tujuan organisasi dan memudahkan penyimpanan (arsip) karena akan sangat POS dalam suatu organisasi. 3. DESKRIPSI KARAKTERISTIK KLIEN. Klien yang akan dilayanani dengan prosedur ini. Pernyataan SIAPA klien yang dilayani sangat penting, karena dengan berubahnya karakteristik klien, akan berubah pula tuntutan kepuasannya, dan oleh karena itu prosedur pelayanan perlu disesuaikan dengan kepentingan, keingian serta kepuasan klien. 4. TUJUAN Tujuan menguraikan tujuan atau SASARAN kegiatan atau KRITERIA MUTU KELUARAN yang ingin dicapai melalui prosedur yang akan disusun. Upayakan agar tujuan yang ingin dicapai bisa terukur (walau bersifat kualitatif). 5. RUANG LINGKUP Ruang lingkup menjelaskan kapan, dimana, dalam kondisi apa, fungsi, lokasi/tempat dan unit kerja yang akan menggunakan prosedur ini. Setiap prosedur menuntut persyaratan waktu, kondisi lingkungan dan kondisi subyek, fungsi pelaksanaan dan sumber daya lainnya 6. REFERENSI Merinci dokumen-dokumen yang menjadi dasar acuan dlam menyusun URAIAN KEGIATAN dalam prosedur, misalnya UU, PP, KepMenKes, Perda, SK Direktud dan sebaginya. Keharusan menulis referensi sangat penting agar prosedur yang disusun mendapat legalitas pelaksanaannya oleh pimpinan atau pengurus lembaga atau organisasi. Ingat bahwa prosedur pelayanan medik, akan menjadi acuan pihak penyidik dalam kasus korupsi, pelanggaran etika medik, pelangaran etika keperawatan dan kasus malpraktek.

30

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

7. DEFINISI Menjelaskan istilah-istilah yang digunakan dalamprosedur yang dibuat, yang belum umum digunakan, agar setiap pembaca baik staf sendiri atau pihak lain mudah memahaminya. Batasan ini tidak selalu harus ada, apabila tidak ada istilah yang perlu diklarifikasi (semua orang sudah paham). Perlu diingat bahwa selalu terdapat kecenderungan sat menyusun prosedur, untuk menganggap orang lain yang akan menggunakan prosedur itu sama pahamnya dengan penyusun prosedur. Dengan menuliskan batasan pengertian suatu istilah, maka kesalahan persepsi akan dapat dihindari. 8. URAIAN-RINCIAN KEGIATAN Merupakan bagian utama prosedur. Mengidentifkasi siapa penanggungjawab pelaksanaan, dimana, kapan, dan bagaimana urutan kegiatan tersebut dilakukan. 9. INDIKATOR Indikator bahwa tujuan dapat dicapai. Merupakan KATA KEADAAN atau KATA BENDA yang bisa digunakan untuk mengukur seberapa jauh tujuan prosedur yang sudah berisi KRITERIA MUTU, telah dilaksanakan. 10. WAKTU Ketetapan waktu pemberlakuak prosedur, kapan mulai diberlakukan dan kapan prosedur yang lama dicabut. 11. OTORISASI Pemberi otorisasi pelaksanaan prosedur yang disusun. Tetapkan siapa yang berhak melegelisasi pelaksanaan prosedur, dan persetujuan kepala unit kerja di mana prosedur akan dilaksanakan. 12. REVISI Bila prosedur ini merupakan revisi dari prosedur yang sudah ada, maka perlu dijelaskan revisi yang keberapa. Pencantuman revisi ini untuk mengetahui seberapa sering suatu prosedur perlu disesuaikan dengan perubahan organisasi dan sumber daya yang dimiliki. 13. DAFTAR LAMPIRAN Mencatat semua dokumen _instruksi kerja (manual)-dan formulir-formulir isian yang harus diisi dalam melaksanakan prosedur. (MANUAL adalah langkahlangkah lebih rinci dan kompleks dalam melaksanakan SATU BUTIR prosedur, sehingga tidak cukup dituliskan dalam prosedur). Umumnya manual atau INTRUKSI KERJA ini ditujukan pad satu kegiatan yang dilaksanakan oleh perorangan tertentu yang melaksanakan suatu prosedur. Tidak setiap butir atau langkah prosedur perlu instruksi kerja, bergantung dari kompleksitas pekerjaannya. Bila butir prosedur tersebut beresiko mengganggu mutu hasil kegiatan, dan perlu penjelasan lebih rinci, maka butir prosedur tersebut bisa dilengkapi dengan instruktsi kerja.

31

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

Contoh Jenis POS yang dibutuhkan Untuk Pelayanan Appendiktomi Untuk melaksanakan suatu pelayanan (baca: suatu jenis produk jasa layanan tertentu), terutama jenis produk jasa layanan rumah sakit, eringkali tidak sederhana. Berbagai unit terkait terlibat menurut prosedur tertentu. Contoh dalam produk jasa layanan appendiktomi sederhana (Simple appendectomy) secara umum akan memerlukan rangkaian kegiatan seperti berikut: (a). Kebutuhan POS di ruang operasi Penyiapan Ruang Operasi Penyiapan obat-obatan yang akan digunakan selama operasi Penyiapan peralatan operasi Penyiapan tenaga pelaksana operasi (perawat instrumen, spesialist/perawat anesthesi, dokter/perawat asisten operasi. Pencatana administrasi penggunaan obat dan peralatan (b). Kebutuhan POS pra bedah di bangsal rawat inap Penyiapan pasien untuk operasi Pemindahan Pasien dari bangsal rawat inap ke ruang operasi Pelaksanaan operasi Pelaksanaan keadaan darurat bedah (yang bisa terjadi setiap tindakan operatif) Pemindahan Pasien ke Ruang Recovery (c). Kebutuhan POS di Ruang Recovery Proses Perawatan Pasien di Ruang Recovery Pelaksanaan Keadaan darurat di Ruang Recovery (kalau-kalau terjadi pasca operasi) Pemindahan penderita dari Ruang Recovery ke bangsal rawat inap Pelaporan administrasi kegiatan perawatan di bangsal rawat inap (d). Kebutuhan POS di bangsal rawat inap Perawatan pasca operasi di bangsal rawat inap Pelaksanaan keadan darurat di bangsal rawat inap (yang bisa terjadi setiap kasus pasca operasi) Penyiapan penderita pulang untuk pindah kelas/ruang/bangsal Penyiapan penderita pulang karena meninggal dunia Penyiapan penderita pulang untuk dirujuk ke rumah sakit lain Penyiapan penderita pulang paksa Penyiapan penderita pulang sembuh Pencatanan kegiatan perawatan di bangsal rawat inap

32

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

V. IMPLEMENTASI POS Setelah POS selesai disusun perlu dilakukan sosialisasi kepada semua pihak yang diperkirakan akan berkaitan dengan proses kegiatan yang disusun POSnya (Supplier, pemakai jasa pelayanan, petugas pelayanan, unit lain). Sosialisasai diperlukan dengan tujuan agar POS yang disusun menjadi transparan untuk petugas dan pemakai jasa layanan, agar POS dapat dilaksanakan seperti yang tertulis. Sosialisasi POS yang telah tersusun tidak sekali jadi. Pemahaman terhadap POS harus dilakukan melalui sosialisasi berkali-kali, sistematis, dan harus efektif. Artinya, agar sosialisasi berhasil, maka harus ditetapkan: siapa sasaran sosialisasi (pasien? staf administratif? semua staf terkait? petugas satpam?), apa yang ingin dicapai; siapa yang akan melakukan sosialisasi; di mana kegiatan sosialisasi akan dilaksanakan; bagaimana metode sosialisasi bisa mencapai tujuannya, dan bagaimana mengevaluasi hasil sosialisasi. Artinya proses sosialisasi harus dilakukan berulang-ulang dan memerlukan prosedur tersendiri agar sosialisasi dapat berjalan efektif. Untuk menjamin konsistensi proses sosialisasi agar mutu keluaran proses ini bisa dicapai dengan baik, maka kegiatan sosialisasi inipun membutuhkan atau perlu didukung dengan POS Sosialisasi POS. Kegiatan sosialisasi saja seringkali tidak memadai. Perlu kemampuan dan usaha ekstra dari petugas pelaksana agar menghasilkan kinerja yang konsisten. Untuk itu perlu dikembangkan upaya-upaya pendidikan dan pelatihan, yang juga memerlukan POS Pendidikan dan POS Pelatihan. Quality improvenment is a never ending process..... (Penyempurnaan mutu merupakan proses tiada akhir..) VI. EVALUASI POS Setelah disusun dan disosialisasikan serta diimplementasikan tidak serta merta menghasilkan mutu keluaran seperti yang diharapkan. Agar hasil kegiatan konsisten, selain prosedur bakunya telah tersusun dan dipahami petugas, perlu dilakukan penilaian setiap saat terhadap: 1. Keterkaitan POS dengan Mutu Keluaran POS harus sering diaudit kembali, guna menilai apakah mutu keluaran yang telah ditetapkan sebelumnya sudah dicapai atau belum. Hal-hal yang bisa dijumpai dalam evaluasi mutu keluaran adalah: (a). Kriteria mutu yang ditetapkan masih sesuai dengan tuntutan kebutuha konsumen, dan kriteria mutu terbukti masih bisa dipenuhi atau dicapai dengan prosedur yang ada. Ini menunjukkan bahwa semua input, proses dan output masih bisa dipertahankan; (b). Kriteria mutu yang ditetapkan dalam prosedur yang ada masih sesuai dengan kebutuhan konsumen, TETAPI kriteria mutu yang ditetapkan tidak dapat dipenuhi sebagian atau seluruhnya. Keluaran seperti ini menunjukkan bahwa telah terjadi kegagalan dalam mempertahankan mutu input maupun mutu proses. Penyebabnya bisa karena:

33

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

Penyusunan POS kurang mempertimbangkan kualitas dan kuantitas sumber daya yang tersedia; telah terjadi perubahan kualitas dan kuantitas sumber daya sejak disusunnya POS; Kurangnya pemeliharaan sumber daya yang ada, seperti kriteria SDM yang mengoperasikan POS; Kurangnya kendali agar prosedur dapat dilaksanakan secara nyata; Manajer kurang mempersiapkan petugas dengan pelatihan dan pendidikan dalam melaksanakan POS yang telah disusun. (c). Kriteria Mutu Keluaran sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan konsumen, walau kriteria mutu yang telah ditetapkan maasih bisa dicapai dengan baik. Faktor penyebabnya bisa karena: Kurangnya informasi tentang kebutuhan konsumen saat penetapan kriteria mutu; Kebutuhan konsumen sudah berubah, karena perubahan IPTEK dan Perubahan Sosio-budaya masyarakat, yang berbeda dengan refernsi saat penyusunan kriteria sebelumnya; Faktor-faktor penyebab masalah Butir (b); (d). Kriteria Mutu Keluaran sudah tidak sesuai dengan kebutuhan konsumen, dan kriteria mutu keluaran yang diukur tidak bisa dicapai sesuai dengan yang direncanakan. Faktor penyebabnya diperkirakan selain faktor seperti pada Butir (c) juga bisa karena faktor-faktor pada Butir (b). Dalam keadaan seperti ini maka POS yang telah disusun perlu dirubah. Untuk kebutuhan ini, yaitu proses evaluasi/audit dan proses merubah POS yang sudah ada perlu disusun POS Evaluasi POS dan POS Perubahan POS. 2. Konsistensi dan budaya kerja petugas pelaksana Pada dasarnya peendidikan dan latihan untuk merubah pola kerja adalah suatu upaya perubahan budaya, yang prosesnya memerlukan waktu yang cukup panjang. Oleh karena itu perlu diterus dilaksanakan pelatihan petugas pelaksana POS dan terus dilakukan evaluasi. Penambahan mutu dan jumlah petugas pelaksana POS, sangat mempengaruhi mutu keluaran. Mutu keluaran yang diwarnai keterbatasan mutu dan jumlah petugas tenatu akan berbeda dengan mutu keluaran yang diharapkan dari petugas yang bermutu dalam jumlah yang banyak. Evaluasi meliputi kemampuan petugas untuk secara disiplin melaksanakan POS, dan menilai pelatihan apa saja yang diperlukan agar penyimpangan pelaksanan POS tidak terjadi. 3. Kesesuaian mutu keluaran dengan perkembangan sarana/prasarana sama halnya seperti INPUT SDM, INPUT SARANA/PRASARANA sangat menentukan perumusan mutu keluaran dalam domumen mutu POS. Perubahan pada sarana dan prasarana besar peluangnya bahwa POS hasrus disesuaikan dengan perkembangan baru.

34

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

4. Kesesuaian mutu keluaran yang telah ditetapkan dengan kepuasan pelanggan Mutu keluaran yang dirumuskan dalam POS harus terus menerus dikonsultasikan dengsn pelanggan. Artinya saat POS mulai dilaksanakan harus diperhitungkan bahwa pada saat yang sama di sisi konsumen juga mulai ada pergeseran tuntutan atau standar mutu. Konsumen yang mengalami mutu keluaran yang lebih baik (setaelah kembali dari rumah sakit pesaing di Jawa, misalnya) akan menuntut mutu keluaran yang paling tidak sama dengan yang perna dialaminya dari pesaing kita. Oleh karena itu evaluasi terhadap kepuasan pelanggan, dan evaluasi citra pelanggan terhadap kinerja rumah sakit kita harus dilakukan secara berkala. Kegiatan ini sekali lagi memerlukan POS Evaluasi POS! 5. Kesesuaian mutu keluaran dengan Visi dan Misi organisasi Visi dan Misi suatu organisasi seperti rumah sakit pemerintah di daerah sangat tergantung pada tujuan pemerintah daerah membangun rumah sakitnya. Rumah sakit yang didirikan dengan tujuan sosial semata misalnya menuntut perubahan POS apabila Visi dan Misinya berubah menjadi semacam lembaga usaha yang mencari dana seperti Perusahan Daerah dan sebagainya. 4.3. Kesimpulan Dokumen standar mutu (dokumen mutu pelayanan yang ingin diwujudkan) perlu disepakati oleh pihak pemilik rumah sakit, pelaksana, dan pihak pengguna jasa). Untuk bidang pelayanan rumah sakit, departemen Kesehatan telah merumuskan buku standar pelayanan rumah sakit yang tertuang dalam buku akreditasi rumah sakit. Tidak semua rumah sakit dapat menggunakan prosedur baku tersebut karena setiap standar hasil atau keluaran harus ditunjang oleh dukungan sumber daya di masingmasing rumah sakit yang dalam kenyataannya memiliki tingkat kemampuan yang bervariasi. Rumah sakit hendaknya memulai menyusun dokumen standar mutu sendiri dengan mengacu pada standar nasional yang telah ditetapkan sehingga ada arah yang jelas pengembangan standar rumah sakit di masa yang akan datang. Salah satu standar yang mutlak harus dimiliki oleh rumah sakit adalah standar prosedur atau Protap. Karena kekhasan layanan jasa yang diberikannya, maka penetapan POS keperawatan mendapat perhatian pertama di samping POS layanan jasa lainnya. Dengan berpedoman pada langkah-langkah penyusunan POS diharapkan manajer rumah sakit dapat menetapkan berbagai POS dari jenis layanan jasa yang ada. POS pelayanan keperawatan yang langkah-langkahnya telah dibahas adalah POS yang berorientasi kepada kriteria mutu atau standar pelayanan. Kriteria mutu atau standar pelayanan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum penyusunan POS agar proses pelaksanaan pelayanan mempu menghasilkan mutu keluaran yang konsisten. POS harus dievaluasi terus menerus minimal enam bulan sekali karena adanya perubahan-perubahan tuntutan kepuasan pelanggan dan ketersediaan sumber daya. Sehingga mutu jasa layanan rumah sakit akan selalu meningkat seiring dengan perubahan baik pada sisi tuntutan kepuasan pelanggan maupun karena perubahan input (sumber daya). Hanya organisasi yang selalu menyesuaikan diri dengan perubahan yang akan tetap eksis. Demikian pula akan berlaku pula pada rumah sakit.

35

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

Bagian 5 MENETAPKAN INDIKATOR KINERJA KEPERAWATAN

DEFINING PERFORMANCE INDICATOR OF NURSING DEPARTMENT

LAG PERFORMANCE INDICATORS

IDENTIFIKASI TUJUAN JABATAN

RINCIAN TUGAS UTAMA

TENTUKAN UKURAN KEBERHASILAN SETIAP TUGAS UTAMA

KEY PERFORMANCE INDICATORS

LEAD PERFORMANCE INDICATORS

36

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

5.1. Pendahuluan Persatuan Perawat Nasional Indonesia telah mengeluarkan Standar Praktek Profesi Keperawatan dan Standar Kinerja Profesional yang diperuntukkan bagi perawat profesional baik yang generalis maupun yang spesialis di seluruh tatanan pelayanan kesehatan di Indonesia. Kedua standar ini dipakai dalam pengembangan manajemen mutu keperawatan di semua rumah sakit di provinsi Nusa Tenggara Timur. Sebagai suatu subsistem dalam sistem rumah sakit, ada 3(tiga) standar yang perlu diperhatikan ialah kriteria standar Input (struktur), kriteria standar Proses dan kriteria standar Output (hasil). Pada tahap pertama akan ditekankan adalah pengembangan atau perbaikan pada aspek Proses. Seperti telah dikatakan sebelumnya bahwa satu cara mendasar untuk menjaga konsistensi Output produk/jasa keperawatan pada tataran Proses adalah melakukan standarisasi proses produksi jasa dengan merumuskan Prosedur Operasional Standar untuk setiap jenis produk/jasa keperawatan. 5.2. Standar Praktek Profesional dan Standar Kinerja Profesional Pelayanan keperawatan diorganisasikan dan dikelola agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal bagi pasien sesuai dengan standar yang ditetapkan. Mengacu pada kedua standar yang telah ditetapkan oleh PPNI maka dalam pengembangan manajemen mutu keperawatan di Nusa Tenggara Timur, maka prosedur operasional standar yang akan dirumuskan oleh manajemen keperawatan masing-masing rumah sakit adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. STANDAR PRAKTEK PROFESIONAL, tediri atas 5 Standar ialah: Pengkajian Keperawatan Sandar Diagnosis Keperawatan Standar Perencanaan Tindakan Keperawatan Standar Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Standar Evaluasi Tindakan Keperawatan STANDAR KENERJA PROFESIONAL, terdiri atas 8 Standar ialah: Standar Jaminan Mutu Keperawatan Standar Pendidikan/Pembelajaran Standar Penilaian Prestasi Kerja Standar Kesejawatan Standar Etik Keperawatan Standar Kolaborasi Standar Riset Standar Pemanfaatan Sumber Daya

Dari berbagai standar baik standar praktek profesional keperawatan maupun standar kinerja keperawatan, penyusunan prosedur operasional standar (POS) yang diutamakan adalah pada tataran PROSES. Asumsinya adalah bahwa tataran input sudah given dan bahwa dengan proses yang dikerjakan dengan baik dan standardized berpeluang besar akan memberikan hasil/Output/Outcome yang baik.

37

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

Kedua standar ini selanjutnya akan dipakai sebagai alat untuk memantau kinerja dari waktu ke waktu: adakah perubahan ke arah perbaikan. 4.3. Indikator Kinerja Rumahsakit (Hospital Performance Indicator) Di Indonesia, rumah sakit pemerintah umumnya menggunakan rerata lamanya dirawat (average length of stay /ALOS), angka kematian kasar (gross death rate / GDR) dan angka kematian netto (net death rate / NDR) sebagai indikator kinerja mutu pelayanan atau perawatan rumah sakit. Sedangkan untuk mengukur kinerja efisiensi pelayanan mempergunakan indikator angka pemanfaatan tempat tidur (bed occupancy rate / BOR), frekuensi penggunaan tempat tidur (bed turn over / BTO), interval penggunaan tempat tidur (turn over interval, TOI) serta ALOS. Indikatorindikator tersebut sangat umum dan tidak mengambarkan secara menyeluruh kegiatan di berbagai unit pelayanan (unit bisnis) maupun unit-unit penunjang pelayanan. Juga tidak ada indikator keuangan yang dipakai dalam mengukur kinerja rumah sakit pemerintah. Sebaliknya pada dunia usaha yang bertujuan mencari keuntungan (for profit) indikator kinerja keuangan adalah salah satu indikator kunci suksesnya. Dalam manajemen bisnis for profit, pencapaian visi suatu organisasi atau perusahaan sebagai lembaga pencipta kemakmuran (wealth creating institution) hanya diukur menggunakan indikator keuangan saja. Return of investment (ROI) dan residual income merupakan ukuran keuangan yang biasa dipakai untuk mengukur kinerja perusahaan. Pada awal 1990-an diperkenalkan indikator kinerja keuangan lainnya yaitu economic value added (EVA) yaitu laba bersih usaha setelah pajak, dikurangi biaya modal (cost of capital)- untuk menyempurnakan ukuran keuangan sebelumnya (ROI dan residual income), sebagai ukuran kinerja perusahaan dalam menghasilkan kekayaan. Pada awal dekade 1990-an, dalam lingkungan organisasi pencari laba diperkenalkan indikator kinerja perusahaan dengan apa yang dinamakan Balanced ScoreCard (BSC). Pada dasarnya filosofi dari indikator kinerja ini tidak lain adalah suatu pengakuan bahwa indikator kinerja perusahaan dari perspektif keuangan adalah akibat dari 3 (tiga) indikator kinerja perusahaan sebagai penyebab (sebelumnya) yaitu indikator kinerja perusahaan dari perspektif kepuasan pelanggan, indikator kinerja perusahaan dari perspektif proses bisnis internal, dan indikator kinerja perusahaan dari perspektif kemampuan berorganisasi untuk belajar dan melakukan perbaikan. Agaknya konsep BSC sangat relevan dan cocok untuk diterapkan juga pada lembaga usaha yang non profit. Dengan berbasis pada konsep ini, maka indikator kinerja rumah sakit pemerintah sebagai lembaga usaha yang nirlaba, dapat tersusun atas 4 perspektif yaitu: (Gambar 4.1) 1. Pemberdayaan dan pengembangan sumber daya manusia 2. Proses pelaksanaan kegiatan 3. Kepuasan pengguna atau donor (indikator ini adalah modifikasi dari perspektif kepuasan pengguna bagi lembaga bisnis for profit) 4. Keuangan

38

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

Perspektif Keuangan

Peningkatan Kesehatan Keuangan

Peningkatan sumber daya dari penjualkan dan donor

Peningkatan cost effectiveness

Perspektif Pengguna dan Donor

Peningkatan kepercayaan pengguna dan donor

Peningkatan kepuasan pengguna dan donor melalui efisiensi biaya

Perspektif Proses Pelayanan

Peningkatan kualitas proses layanan

Pengintegrasian proses layanan dan peningkatan efisiensi

Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Sumber Daya Manusia dan Organisasi

Peningkatan produktifitas dan komitmen karyawan

Gambar 4. 1: Indikator Kelembagaan Rumahsakit berbasis pada empat perspektif

4.4. Indikator Kinerja Keperawatan Dengan semakin terbatasnya sumber daya pemerintah untuk membiayai rumahsakitnya yang sedemikian banyak di seluruh Indonesia dan besarnya tuntutan kebutuhan masyarakat yang mengharapkan jasa pelayanan rumah sakit yang berkualitas di mana untuk memprodukasi jasa pelayanan yang berkualitas tersebut dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Konsep rumah sakit sebagai lembaga sosial berubah menjadi lembaga sosio-ekonomik. Karenanya tidak ada jalan lain selain pemerintah harus mengelola rumahsakitnya dengan menggunakan prinsip-prinsip dalam bisnis. Sehingga diharapkan sistem manajemen menjadi lebih baik dan menggunakan indikator kinerja yang jelas. Indikator kinerja yang lebih rinci sehingga

39

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

efisiensi teknis setiap unit pelayanan misalnya dapat dipantau dari waktu ke waktu dan indikator yang jelek akan segera direspon oleh manajemen untuk perbaikan. Indikator kinerja keperawatan adalah salah satu indikator penting dalam mengukur keberhasilan suatu rumah sakit. Indikator kinerja keperawatan dapat menjadi indikator utama di antara berbagai indikator lain. Nilai indikator keperawatan sangat besar pengaruhnya terhadap nilai total indikator kinerja rumah sakit. Hubungan antara berbagai nilai indikator instalasi atau unit usaha, nilai indikator berbagai unit pendukung dan nilai total indikator kinerja rumah sakit dapat digambarkan secara skhematis sebagai berikut:

Level Rumahsakit

Nilai Indikator Rumah sakit XXX

Instalasi-instalasi / Unitunit usaha (pelayanan)

Unit-unit Pendukung: Keuangan, SDM,

Nilai Indikator Instalasi A XX B XX C XX D XX

Gambar 5.2: Hubungan antara berbagai level indikator di rumahsakit

Secara umum indikator kinerja yang dipakai untuk mengukur sukses tidaknya seseorang dalam memangku jabatan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu : 1. Lag Performance Indicator (Indikator Hasil Akhir / Outcome) 2. Lead Performance Indicator (Indikator Pemacu Kinerja / Proses)

4.5. Langkah Menetapkan Indikator Kinerja Keperawatan Sebelum kita membahas Leading dan Lagging Performance Indicator, maka perlu dirinci tahapan-tahapan berikut ini : 1. Tentukan Tujuan Utama dari jabatan ini
40

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

2. Rincikan Tugas Utama dari jabatan ini 3. Tentukan Ukuran Keberhasilan (Performance Measures) yang dipakai dari jabatan ini : a. Ukuran Kinerja Hasil Akhir (Lag Peformance Indicator) b. Ukuran Pemacu Kinerja (Lead Performance Indicator) 4. Sajikan dalam Hospital Performance Indicator Berikut akan diuraikan satu persatu tahapan tersebut, dengan contoh untuk Pelaksana Perawatan di ruang rawat. 4.5.1. Tujuan Utama Jabatan Tujuan utama jabatan adalah tujuan diadakannya jabatan ini. Seseorang yang akan memangku suatu pekerjaan atau jabatan tertentu, sudah seharusnya mengetahui dengan benar tujuan utama dari jabatan itu. Akan sangat aneh apabila seseorang memangku jabatan, akan tetapi tidak mengetahui dengan baik untuk apa jabatan tersebut diadakan. Tujuan Jabatan akan sangat menentukan jenis kegiatan yang akan dilakukan dan juga penilaian kinerjanya. Sebagai contoh, seorang Pelaksana Perawatan memiliki tugas utama jabatan adalah sebagai berikut : Tugas utama seorang pelaksana keperawatan di ruang rawat adalah memberikan layanan jasa asuhan keperawatan secara profesional 4.5.2. Tugas Utama Jabatan Setelah mengetahui dan menetapkan tujuan utama dari sebuah jabatan, maka dapat ditentukan kegiatan-kegiatan utama yang mesti dikerjakan agar sasaran atau tujuan tersebut dicapai. Kegiatan-kegiatan utama tersebut adalah sebagai berikut : 1. Mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan 2. Menganalisis data untuk merumuskan diagnosis keperawatan 3. Membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan dan meningkatkan kesehatan klien 4. Mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan partisipasi klien. 5. Mengevaluasi perkembangan kesehatan klien terhadap tindakan dalam pencapaian tujuan, sesuai rencana yang telah ditetapkan dan merevisi data dasar dan pelaksanaan 6. Melakukan evaluasi mutu dan efektifitas praktek keperawatan 7. Bertanggungjawab untuk memperoleh ilmu pengetahuan mutakhir dalam praktek keperawatan 8. Mengevaluasi prakteknya berdasarkan standar praktek profesional dan ketentuan lain yang terkait

41

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

9. Mengembangkan profesionalisme dari sejawat kolega 10. Memberikan keputusan dan tindakan atas nama klien dengan cara yang etis (sessuai dengan nilai budaya, norma dan idealisme) 11. Berkolaborasi dengan klien, keluarga dan semua pihak terkait serta tim multidisiplin kesehatan dalam memberikan perawatan klien 12. Menggunakan hasil riset dalam praktek keperawatan 13. Mempertimbangkan faktor-faktor yang terkait dengan keamanan, efektifitas dan efisiensi biaya dalam perencanaan dan pemberian asuhan keperawatan kepada klien. 4.5.3.Tentukan Ukuran Keberhasilan (Performance Measures) Tingkat keberhasilan sebuah pekerjaan akan bermanfaat bila bisa diukur tingkat keberhasilannya. Secara umum ada dua macam ukuran yang dapat dipakai sebagai ukuran berhasil tidaknya sebuah kegiatan dilakukan, yaitu : 1. LAG Performance Indicator (Indikator Hasil Akhir / Outcome) Adalah indikator yang dipakai untuk mengukur kinerja suatu jabatan didasarkan dari hasil akhir atau outcome yang dicapainya. Dengan LAG Performance Indicator ini, kita dapat mengetahui kinerja akhir pemangku jabatan, dan dengan indikator ini pula dapat dibandingkan dengan yang seharusnya dicapai. 2. LEAD Performance Indicator (Indikator Pemacu Kinerja / Proses) Adalah indikator yang dipakai untuk mengukur kinerja suatu jabatan didasarkan dari kinerja kegiatan yang dilakukan. Apabila kinerja dari proses ini baik, diharapkan dapat dicapai kinerja hasil akhir yang baik pula. Dengan LEAD Performance Indicator, kita dapat melihat seberapa jauhnya pencapaian kinerja proses yang harus ada untuk menciptakan kinerja hasil akhir. Kegiatan-kegiatan ini yang harus diurusi agar kinerja akhirnya dapat dicapai. Dari tiga belas macam Kegiatan Utama seorang Pelaksana Keperawatan dia atas, maka dapat diuraikan kegiatan apa sajakah yang mesti dilakukan dan ukuran apa saja yang dipakai untuk mengukurnya agar ketiga kegiatan ini dikatakan sukses. Kegiatan pertama : Mengumpulkan data tentang status kesehatan menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan klien secara sistematis,

Kegiatan mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan tersebut dapat diukur dari dua sisi, yaitu : 1. Kinerja Hasil Akhir (Lagging Performance) Yaitu kinerja akhir yang dihasilkan dari kegiatan itu yang diukur dari dua hal, yaitu: 1. Jumlah Status Kesehatan Klien Yang Lengkap Kegiatan mengumpulkan data status klien secara baik, dan dikatakan baik jika: data yang disajikan lengkap jumlahnya dan lengkap isinya.
42

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

Pada bagian selanjutnya perlu ditentukan standar yang dipakai dalam mengukur kebehasilan ini, misalnya dikatakan sangat baik bila 100% data yang diperlukan terkumpul secara sitematis sehingga dapat dipakai untuk membuat diagnosis keperawatan. Dikatakan baik bila data yang dikumpulkan kurang dari 100% tetapi lebih dari 95%, dst (uraian lengkap lihat performance standard) 2. Prosentase Ketepatan atau akurasi, kekinian dan relevansi data yang terkumpul. Kegiatan mengumpulkan data tentang status kesehatan klien dikatakan berhasil jika: penyajian data sesuai dengan keadaan pasien, berkesinambungan dan terbaru serta sesuai format yang telah disediakan. Untuk mengukurnya dipergunakan prosentase keakuratan dan kejelasan rekamannya pada format. Apabila prosentase yang tidak jelas catatannya dan yang akurat sedikit, maka dikatakan kegiatan ini dilaksanakan dengan baik. 2. Kinerja Proses (Performance Driver Leading Performance) Yaitu kinerja dari kegiatan yang dilakukan, dan bila kegiatan ini dilakukan dengan baik, maka hasil akhirnya kemungkinan besar akan aman. Ada 4 ukuran yang akan dipergunakan untuk mengukur kinerja proses, yaitu : 1. Jumlah Cara Pengumpulan Data Kegiatan mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan dikatakan berhasil jika metoda pengumpulan data dan sumber data sesuai. Semakin lengkap metoda dan sumber data yang dipakai maka diharapkan kegiatan mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan ini semakin baik. 2. Tingkat partisipasi klien dalam proses pengumpulan data Kegiatan mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan dikatakan berhasil jika, pasien berpartisipasi dalam memberikan data. 3. Fokus pengumpulan data Kegiatan mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan dikatakan berhasil jika berfokus pada stauts kesehatan klien saat ini, status kesehatan klien masa lampau, status biologis, status sosial budaya, status spiritual, respons terhadap terapi, harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal dan resiko masalah potensial. Ukuran yang akan dipakai sebagai kriteria adalah berapa persen data terfokus sesuai standqar. Kegiatan kedua : Menganalisis data untuk merumuskan diagnosis keperawatan Kegiatan menganalisis data untuk merumuskan diagnosis keperawatan tersebut dapat diukur dari dua sisi, yaitu :

43

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

1. Kinerja Hasil Akhir (Lagging Performance) Yaitu kinerja akhir yang dihasilkan dari kegiatan itu yang diukur dari ukuran yaitu: Prosentase bebas kesalahan diagnosis keperawatan. Kegiatan menganalisis data untuk merumuskan diagnosis keperawatan bebas dari kesalahan, yang divalidasi oleh klien dan diterima oleh teman sejawat. Bebas sama sekali dari kesalahan diberikan nilai sangat baik, dan bila ada kesalahan maka nilai akan berkurang secara proporsional dengan tingkat kesalahannya. Dan semua ini dinyatakan dalam performance standard. 2. Kinerja Proses (Performance Driver Leading Performance) Yaitu kinerja dari kegiatan yang dilakukan, dan bila kegiatan ini dilakukan dengan baik, maka hasil akhirnya kemungkinan besar akan aman. 1. Ukuran yang akan dipergunakan untuk mengukur kinerja proses dari kegiatan ini adalah kelengkapan komponen diagnosis keperawatan, meliputi masalah, penyebab, gejala/tanda atau terdiri dari komponen masalah dengan penyebab. Makin lengkap komponen diagnosis makin baik. 2. Proses menegakkan diagnosis melibatkan kerja sama dengan klien, keluarga dan mereka yang terkait dengan klien serta petugas kesehatan lain untuk memvalidasi. Makin banyak pihak yang terlibat dalam validasi semakin baik., dan semua dapat dinilai sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam performance standard. Kegiatan ketiga : Membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan dan meningkatkan kesehatan klien Kegiatan membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan dan meningkatkan kesehatan klien dapat diukur dari dua sisi, yaitu : 1. Kinerja Hasil Akhir (Lagging Performance) Yaitu kinerja akhir yang dihasilkan dari kegiatan itu yang diukur dari dua hal, yaitu : 1. Tersusunnya Rencana Tindakan Keperawatan secara tertulis dengan baik. Kegiatan membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan dan meningkatkan kesehatan klien dikatakan berhasil jika : tertulis dalam format yang singkat dan mudah didapat. Semakin baik suatu rencana tindakan semakin memudahkan implementasi asuhan keperawqatan. Akurasi Laporan Kegiatan menjamin terciptanya tertib administrasi dan manajemen akan dapat dicapai bila Laporan yang diterbitkan akurat. Laporan dikatakan akurat bila kesalahan yang terjadi minim. 2. Ketepatan Rencana Dengan Diagnosis Kegiatan membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan dan meningkatkan kesehatan klien dikatakan berhasil jika

44

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

:mencerminkan penyelesaian terhadap diagnosis keperawatan. Makin mencerminkan jawaban terhadap diagnosis makin baik. 2. Kinerja Proses (Performance Driver Leading Performance) Yaitu kinerja dari kegiatan yang dilakukan, dan bila kegiatan ini dilakukan dengan baik, maka hasil akhirnya kemungkinan besar akan aman. Ada dua ukuran yang akan dipergunakan untuk mengukur kinerja proses ini, yaitu : 1. Kelengkapan Komponen Perencanaan secara Tertulis Kegiatan membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan dan meningkatkan kesehatan klien dikatakan berhasil jika memuat secara tertulis penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan. Makin lengkap komponen perencanaan semakin baik kinerja proses dari kegiatan ini. 2. Kesesuaian rencana dengan kondisi atau kebutuhan klien Kegiatan membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan dan meningkatkan kesehatan klien akan berhasil jika dilakukan sesuai kondisi individual klien. Makin sesuai rencana dengan kondisi dan kebutuhan klien makin baik. Kegiatan keempat: Mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan partisipasi klien Kegiatan Mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan partisipasi klien dapat diukur dari dua sisi, yaitu 1. Kinerja Hasil Akhir (Lagging Performance) Yaitu kinerja akhir yang dihasilkan dari kegiatan itu yang diukur dari dua hal, yaitu : 1. Prosentase Penerimaan Tindakan oleh Klien Kegiatan Mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan partisipasi klien dikatakan berhasil apabila terdokumentasinya tindakan dan respon klien atas tindakan secara sistematik dan dengan mudah diperoleh kembali. Semakin besar prosentasi rekaman tindakan-respon penerimaan yang sesuai dengan rencana semakin baik. 2. Prosentase Penolakan Tindakan oleh Klien Kegiatan Mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan partisipasi klien dikatakan berhasil apabila terdokumentasinya tindakan dan respon klien atas tindakan secara sistematik dan dengan mudah diperoleh kembali. Semakin kecil

45

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

prosentase rekaman tindakan-respon penolakan pasien yang sesuai dengan rencana semakin baik. 2. Kinerja Proses (Performance Driver Leading Performance) Yaitu kinerja dari kegiatan yang dilakukan, dan bila kegiatan ini dilakukan dengan baik, maka hasil akhirnya kemungkinan besar akan aman. Ada beberapa ukuran yang akan dipergunakan untuk mengukur kinerja proses ini, yaitu : 1. Kerjasama dengan pasien dan atau orang dekatnya Kegiatan Mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan partisipasi klien akan berhasil jika dilakukan dengan cara melibatkan klien dan atau orang dekatnya. Makin baik kerjasama akan semakin mungkin berhasil. 2. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain Kegiatan Mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan partisipasi klien akan berhasil apabila ada kerjasama yang baik dengan petugas kesehatan lain di rumah sakit. Makin baik kerjasama yang terjalin dengan petugas kesehatan lain di rumah sakit makin besar kemungkinan berhasil. 3.Komunikasi dengan klien dan atau orang dekatnya Kegiatan Mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan partisipasi klien akan berhasil apabila dalam melakukan tindakan keperawatan perawat selalu berkomunikasi dengan klien dan atau keluarganya. makin baik komunikasi perawat dengan klien dan atau orang dekatnya makin besar kemungkinan berhasilnya tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien. 4. Respons terhadap reaksi klien Kegiatan Mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan partisipasi klien akan berhasil jika ada pengkajian ulang dan atau revisi pelaksanaan tindakan berdasarkan respon klien. Makin lengkap rekaman proses kaji-ulang-revisi pelaksanaan tindakan berdasarkan respon klien maikn baik. 5. Persentase penyimpangan dari prosedur operasional standar (POS) dari setiap tindakan keperawatan. Makin sedikit persentase penyimpangan dari POS yang telah ditetapkan akan semakin menjamin tercapainya hasil akhir yang baik.

Kegiatan kelima Mengevaluasi perkembangan kesehatan klien terhadap tindakan dalam pencapaian tujuan, sesuai rencana yang telah ditetapkan dan merevisi data dasar dan pelaksanaan

46

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

Kegiatan Mengevaluasi perkembangan kesehatan klien terhadap tindakan dalam pencapaian tujuan, sesuai rencana yang telah ditetapkan dan merevisi data dasar dan pelaksanaan dapat diukur dari dua sisi yaitu: 1. Kinerja Hasil Akhir (Lagging Performance) Yaitu kinerja akhir yang dihasilkan dari kegiatan itu yang diukur dari dua hal, yaitu : 1. Adanya catatan tentang kegiatan revisi data, diagnosis, rencana tindakan berdasarkan hasil evaluasi Proses keperawatan adalah proses yang dinamis yang harus selalu dievaluasi. Adanya revisi baik pada data maupun rencana tindakan menunjukkan berjalannya kegiatan evaluasi. Namun demikian evaluasi yang tidak menimbulkan revisi bukannya indikator yang jelek. Yang terpenting adalah adanya rekaman hasil evaluasi betapapun hasilnya. Semakin lengkap dokumentasi kegiatan evaluasi yang direkam semakin baik. 2. Pemanfaatan hasil evaluasi Hasil evaluasi yang partisipatif (melibatkan klien dan atau keluarganya) yang menuntut revisi data, diagnosis dan rencana tindakan harus ditindaklanjuti. Makin tanggap pelaksana perawatan terhadap hasil evaluasi akan semakin baik. 2. Kinerja Proses (Performance Driver Leading Performance) Yaitu kinerja dari kegiatan yang dilakukan, dan bila kegiatan ini dilakukan dengan baik, maka hasil akhirnya kemungkinan besar akan aman. Ada beberapa ukuran yang akan dipergunakan untuk mengukur kinerja proses ini, yaitu : 1. Tingkat pemanfaatan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan Kegiatan Mengevaluasi perkembangan kesehatan klien terhadap tindakan dalam pencapaian tujuan, sesuai rencana yang telah ditetapkan dan merevisi data dasar dan pelaksanaan akan berhasil jika data dasar dan respon klien dipakai sebagai acuan. 2. Tingkat pemanfaatan konsultasi klinik Kegiatan Mengevaluasi perkembangan kesehatan klien terhadap tindakan dalam pencapaian tujuan, sesuai rencana yang telah ditetapkan dan merevisi data dasar dan pelaksanaan akan berhasil jika digunakannya konsultasi klinik. 3. Tingkat keterlibatan klien dan sejawat dalam memvalidasi dan menganalisis data baru. Kegiatan Mengevaluasi perkembangan kesehatan klien terhadap tindakan dalam pencapaian tujuan, sesuai rencana yang telah ditetapkan dan merevisi data dasar dan pelaksanaan akan berhasil jika setiap data baru divalidasi dan dianalisis dengan melibatkan klien dan sejawat. Semakin tinggi keterlibatan klien dan sejawat dalam proses ini akan semakin menjamin keberhasilannya.

47

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

4. Tingkat keterlibatan klien dan atau orang dekat dalam memodifikasi rencana asuhan keperawatan. Kegiatan Mengevaluasi perkembangan kesehatan klien terhadap tindakan dalam pencapaian tujuan, sesuai rencana yang telah ditetapkan dan merevisi data dasar dan pelaksanaan akan berhasil jika selalu melibatkan klien dan atau keluarganya. Semakin tinggi keterlibatan klien dan atau keluarganya dalam proses perubahan atau modifikasi asuhan keperawatan akan semakin menjamin keberhasilannya. 5. Tingkat kesinambungan, komprehensifitas dan ketepatan waktu Kegiatan Mengevaluasi perkembangan kesehatan klien terhadap tindakan dalam pencapaian tujuan, sesuai rencana yang telah ditetapkan dan merevisi data dasar dan pelaksanaan akan berhasil jika recana evaluasi hasil tindakan disusun secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus. Makin komprehensif, makin tepat waktu dan berkesinambungan suatu rencana evaluasi hasil tindakan semakin berpeluang memberikan hasil yang baik. Kegiatan ke enam Melakukan evaluasi mutu dan efektifitas praktek keperawatan Kegiatan Melakukan evaluasi mutu dan efektifits praktek keperawtan dapat diukur dari dua sisi yaitu: 1. Kinerja Hasil Akhir (Lagging Performance) Yaitu kinerja akhir yang dihasilkan dari kegiatan itu yang diukur dari dua hal, yaitu : 1. Adanya hasil pengendalian mutu Kegiatan pengendalian mutu asuhan keperawatan harus dilaksanakan terus menerus dan dengan cara yang sistematis memakai standar tertentu. Salah satu cara adalah membandingkan apa yang dicapai dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Makin sedikit penyimpangan yang dijumpai dibandingkan dengan standar makin baik. 2. Adanya tindakan perbaikan terhadap kesenjangan yang diidentifikasi melalui program evaluasi baik pada perawat individu pelaksana, unit atau organisasi Hasil evaluasi yang dimanfaatkan untuk perbaikan menunjukkan kualitas dari kegiatan evaluasi itu sendiri. Makin banyak tingkatan dalam rumah sakit yang memanfaatkan hasil evaluasi untuk perbaikan makin baik hasil evaluasi tersebut 2. Kinerja Proses (Performance Driver Leading Performance) Yaitu kinerja dari kegiatan yang dilakukan, dan bila kegiatan ini dilakukan dengan baik, maka hasil akhirnya kemungkinan besar akan aman.

48

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

Ada beberapa ukuran yang akan dipergunakan untuk mengukur kinerja proses ini, yaitu : 1. Tingkat keterlibatan perawat pelaksana dalam proses evaluasi praktek keperawatan, meliputi: penetapan indikator kritis dan alat pemantauan, pengumpulan dan analisis data, perumusan kesimpulan umpan balik dan rekomendasi, penyebaran informasi, penyusunan rencana tindak lanjut, penyusunan rencana dan pelaksanaan penilaian secara periodik. Kegiatan Melakukan evaluasi mutu dan efektifits praktek keperawatan kemungkinan besar akan berhasil jika perawat pelaksana terlibat dalam seluruh proses tersebut di atas. Makin banyak proses diikuti makin baik. 2. Tingkat pemanfaatan usulan-usulan yang sesuai yang diperoleh dari program evaluasi praktek keperawatan. Kegiatan Melakukan evaluasi mutu dan efektifits praktek keperawatan kemungkinan besar akan berhasil jika perawat memanfaatkan berbagai usulan yang sesuai, hasil program evaluasi praktek keperawatan. makin banyak pemanfaatan usulan yang sesuai, makin baik. Kegiatan ketujuh Bertanggungjawab untuk memperoleh ilmu pengetahuan mutakhir dalam praktek keperawatan Kegiatan Bertanggungjawab untuk memperoleh ilmu pengetahuan mutakhir dalam praktek keperawatan dapat diukur dari dua sisi yaitu: 1. Kinerja Hasil Akhir (Lagging Performance) Yaitu kinerja akhir yang dihasilkan dari kegiatan itu yang diukur dari dua hal, yaitu : 1. Jumlah kegiatan ilmiah yang diikuti. Adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan perawat pelaksana tentang ilmu keperawatan dan teknologi keperawatan mutakir melalui berbagai kegiatan ilmiah. Makin banyak kegiatan ilmiah yang diikuti oleh perawat pelaksana untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, makin baik. 2. Tingkat pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakir dalam praktek klinik. Makin banyak pengetahuan dan keterampilan baru dimanfaatkan, makin baik. 2. Kinerja Proses (Performance Driver Leading Performance) Yaitu kinerja dari kegiatan yang dilakukan, dan bila kegiatan ini dilakukan dengan baik, maka hasil akhirnya kemungkinan besar akan aman. Ada beberapa ukuran yang akan dipergunakan untuk mengukur kinerja proses ini, yaitu : 1. Proporsi inisiatif untuk belajar mandiri agar dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan.

49

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

Bertanggungjawab untuk memperoleh ilmu pengetahuan mutakhir dalam praktek keperawatan akan menjadi kenyataan apabila perawat menunjukkan inisiatif untuk belajar mandiri, ada atau tidak ada kesempatan resmi yang disediakan untuknya. Makin besar proporsi inisiatif belajar mandiri terhadap semua kesempatan belajar yang diikuti, makin baik. 2. Tingkat keterlibatan dalam proses pembelajaran yang tersedia di tempat kerja. Bertanggungjawab untuk memperoleh ilmu pengetahuan mutakhir dalam praktek keperawatan akan menjadi kenyataan apabila perawat berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran yang tersedia baginya di tempat kerja (diskusi ilmiah, ronde keperawatan). Makin itnggi tingkat partisipasinya dalam proses pembelajaran di tempat kerja, makin baik. 3. Tingkat keterlibatan dalam mengikuti pelatihan, seminar atau pertemuan profesional lainnya. Bertanggungjawab untuk memperoleh ilmu pengetahuan mutakhir dalam praktek keperawatan akan menjadi kenyataan apabila perawat berpartisipasi aktif dalam mengikuti pelatihan, seminar atau pertemuan profesional lainnya. Makin aktif mengikuti pelatihan, seminar dan kegiatan profesi semakin menunjukkan tanggung jawab untuk berkembang dalam ilmu pengetahuan. 4. Tingkat keterlibatan dalam membantu sejawat dalam mengidentifikasi kebutuhan belajar. Bertanggungjawab untuk memperoleh ilmu pengetahuan mutakhir dalam praktek keperawatan akan menjadi kenyataan apabila perawat berpartisipasi aktif dalam membantu sejawatnya mengidentifikasi kebutuhan belajar. Semakin tinggi keterlibatannya dalam membantu sejawatnya dalam urusan ini semakin baik. Kegiatan kedelapan: Mengevaluasi prakteknya berdasarkan standar praktek profesional dan ketentuan lain yang terkait Kegiatan Mengevaluasi prakteknya berdasarkan standar praktek profesional dan ketentuan lain yang terkait dapat diukur dari dua sisi: 1. Kinerja Hasil Akhir (Lagging Performance) Yaitu kinerja akhir yang dihasilkan dari kegiatan itu yang diukur dari dua hal, yaitu : 1. Prosentase ketersediaan hasil rekaman penilaian kinerja yang teratur menurut periode penilaian. Semakin lengkap atau tinggi persentase hasil rekaman penilaian kinerja dalam periode tertentu semakin baik. 2. Prosentasi tindakan perbaikan terhadap berbagai kesenjangan yang diidentifikasi melalui kegiatan penilaian. Semakin besar persentase tindakan perbaikan terhadap berbagai kesenjangan yang diidentifikasi, semakin baik. 2. Kinerja Proses (Performance Driver Leading Performance)

50

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

Yaitu kinerja dari kegiatan yang dilakukan, dan bila kegiatan ini dilakukan dengan baik, maka hasil akhirnya kemungkinan besar akan aman. Ada beberapa ukuran yang akan dipergunakan untuk mengukur kinerja proses ini, yaitu : 1. Tingkat keteraturan berperanserta dalam setiap proses penilaian kinerja, meliputi: proses penetapan mekanisme dan alat penilaian kinerja, proses pengkajian kinerja berdasarkan kriteria yang ditetapkan, proses perumusan hasil penilaian kinerja yang positif maupun yang negatif, proses pemberian umpan balik dan rencana tindak lanjut. Kegiatan Mengevaluasi prakteknya berdasarkan standar praktek profesional dan ketentuan lain yang terkait kemungkinan besar akan berhasil guna apabila perawat pelaksana di ruang rawat secara teratur ikutserta dalam semua matarantai proses penilaian kinerja. Makin tinggi persentase keterlibatan dalam semua tahap kegiatan semakin baik. 2. Persentase pemanfaatan hasil penilaian untuk memperbaiki dan mempertahankan kinerja. Kegiatan Mengevaluasi prakteknya berdasarkan standar praktek profesional dan ketentuan lain yang terkait kemungkinan besar akan berhasilguna apabila perawat pelaksana di ruang rawat menafaatkan hasil penilaian untuk memperbaiki maupun mempertahankan kinerjanya. Semakin tinggi persentase pemanfaatan hasil penilaian untuk memperbaiki maupun untuk mempertahankan kinerja semakin baik. Kegiatan kesembilan Perawat berkontribusi dalam mengembangkan profesionalisme dari sejawat koleganya Kegiatan berkontribusi dalam mengembangkan profesionalisme dari sejawat koleganya dapat diukur dari dua sisi: 1. Kinerja Hasil Akhir (Lagging Performance) Yaitu kinerja akhir yang dihasilkan dari kegiatan itu yang diukur dari dua hal, yaitu : 1. Adanya kesepakatan antar sejawat dalam kolaborasi interdisiplin melalui mekanisme telaah sejawat 2. Adanya perbaikan tindakan berdasarkan hasil pertemuan kolaborasi dengan sejawat. 2. Kinerja Proses (Performance Driver Leading Performance) Yaitu kinerja dari kegiatan yang dilakukan, dan bila kegiatan ini dilakukan dengan baik, maka hasil akhirnya kemungkinan besar akan aman. Ada dua ukuran yang akan dipergunakan untuk mengukur kinerja proses ini, yaitu : 1. Persentase peranserta dalam kolaborasi antar disiplin melalui mekanisme telaah sejawat

51

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

Kegiatan berkontribusi dalam mengembangkan profesionalisme dari sejawat koleganya akan lebih mungkin berhasil apabila perawat selalu berperanserta dalam telaah sejawat. Makin besar persentase peran serta perawat dalam talaah sejawat makin baik. 2. Persentase pemanfaatan hasil kolaborasi sejawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Kegiatan berkontribusi dalam mengembangkan profesionalisme dari sejawat koleganya akan lebih mungkin berhasil apabila perawat memanfaatkan hasil kolaborasi sejawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Kegiatan kesepuluh Memberikan keputusan dan tindakan atas nama klien dengan cara yang etis (sesuai dengan nilai budaya, norma dan idealisme) Kegiatan Memberikan keputusan dan tindakan atas nama klien dengan cara yang etis (sesuai dengan nilai budaya, norma dan idealisme) dapat diukur dari dua sisi: 1. Kinerja Hasil Akhir (Lagging Performance) Yaitu kinerja akhir yang dihasilkan dari kegiatan itu yang diukur dari dua hal, yaitu : 1. Adanya bukti dalam catatan klien bahwa isu-isu etik ditemukan dan dibahas dalam pertemuan tim 2. Adanya pembinaan etika keperawatan sesuai kode etik keperawatan 2. Kinerja Proses (Performance Driver Leading Performance) Yaitu kinerja dari kegiatan yang dilakukan, dan bila kegiatan ini dilakukan dengan baik, maka hasil akhirnya kemungkinan besar akan aman. Ada beberapa ukuran yang akan dipergunakan untuk mengukur kinerja proses ini, yaitu : 1. Frekuensi menghadiri pertemuan dan atau diskusi membahas isu-isu etik yang muncul dalam menjalankan praktek keperawatan. Kegiatan Memberikan keputusan dan tindakan atas nama klien dengan cara yang etis (sesuai dengan nilai budaya, norma dan idealisme) kemungkinan besar akan berhasil apabila sering diselenggarakan forum yang mengulas alasan etik dibalik berbagai keputusan dan tindakan yang telah dibuat atas nama klien dalam melakukan asuhan keperawatan. Makin sering mendiskusikan alasan etik suatu keputusan atau tindakan atas nama klien di antara sesama sejawat makin baik. 2. Frekuensi menghadiri forum refleksi etik atas berbagai masalah etik yang muncul dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Pekerjaan memberikan asuhan keperawatan sarat dengan nuansa nilai kemanusiaan, kasih-sayang sesama makhluk Tuhan. Perlindungan

52

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

terhadap otonomi dan hak-hak pasien yang dalam kondisi membutuhkan bantuan bio-psiko-sosio-rerigio-kultural terjamin apabila selalu ada refleksi dengan menggunakan kaca-mata etik. Makin sering melakukan refleksi atas berbagai keputusan dan tindakan untuk dan atas nama klien makin mempertajam mutu etik dalam setiap keputusan dan tindakan itu. 3. Frekuensi mencari berbagai sumber yang tersedia untuk membantu membuat keputusan etik (buku, senior, penasehat rohani, guru, ulama, komite etik keperawatan). Isu etik dalam setiap keputusan dan atau tindakan keperawatan seringkali memerlukan dukungan moril dari pihak yang dianggap lebih tahu. Semakin sering mencari sumber pengetahuan etik menunjukkan sikap memngedapankan pertimbangan etik dalam setiap keputusan dan atau tindakan keperawatan; oleh karenanya semakin baik. 4. Frekuensi mendampingi pasien. Perawat adalah advokat atau pendamping bagi klien. Sebagai pendamping dalam memberikan layanan jasa asuhan keperawatan, perawat berada pada posisi klien; kerahasiaan klien hendaknya selalu dijaga. Oleh karena itu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan tanpa diskriminasi, tanpa menghakimi (non-judgement). Makin sering seorang perawat menempatkan diri pada posisi klien makin memungkinkannya membuat keputusan dan atau bertindak etik.

Kegiatan ke sebelas Berkolaborasi dengan klien, keluarga dan semua pihak terkait serta tim multidisiplin kesehatan dalam memberikan perawatan klien Kegiatan berkolaborasi dengan klien, keluarga dan semua pihak terkait serta tim multidisiplin dalam memberikan perawatan klien dapat diukur dari dua sisi, yaitu: 1. Kinerja Hasil Akhir (Lagging Performance) Yaitu kinerja akhir yang dihasilkan dari kegiatan itu yang diukur dari empat hal, yaitu : 1. umlah kelompok atau tim multidisiplin dimana seorang perawat pelaksana menjadi bagian di dalamnya baik sebagai anggota maupun pengurus. 2. Makin banyak perawat pelaksana terlibat dalam tim multidisiplin makin baik. 3. Frekuensi pelibatan klien dalam rencana dan implementasi terapi 4. Makin banyak rencana tertulis melibatkan klien dalam asuhan keperawatan semakin baik. 5. Frekuensi pelibatan keluarga atau orang dekat klien dalam rencana dan implementasi terapi 6. Makin banyak rencana tertulis melibatkan keluarga atau orang dekat klien dalam implementasi asuhan keperawatan semakin baik 7. Frekuensi pelibatan tenaga multidisiplin dalam rencana dan implementasi terapi. 8. Makin banyak melibatkan tim multi disiplin yang relevan dalam rencana tertulis untuk mengimplementasikan asuhan keperawatan semakin baik.

53

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

2. Kinerja Proses (Performance Driver Leading Performance) Yaitu kinerja dari kegiatan yang dilakukan, dan bila kegiatan ini dilakukan dengan baik, maka hasil akhirnya kemungkinan besar akan aman. Ada beberapa ukuran yang akan dipergunakan untuk mengukur kinerja proses ini, yaitu : 1. Frekuensi menghadiri pertemuan dan atau diskusi dan atau forum yang melibatkan profesi lain (multidisiplin) untuk membicarakan peyananan kepada orang sakit. Makin sering perawat terlibat lintas disiplin untuk membicarakan kepentingan pelayanan bagi klien makin memberikan peluang berhasilnya kolaborasi dalam pelayanan. 2. Frekuensi mengkomunikasikan rencana asuhan keperawatan kepada klien. Semakin komunikatif perawat dalam melibatkan klien akan memberikan peluang kerjasama berhasil baik. 3. Frekuensi mengkomunikasikan rencana asuhan keperawatan kepada keluarga atau orang dekat klien. Makin komunikatifnya perawat dalam melibatkan keluarga atau orang dekat klien akan memberikan peluang besar berhasilnya kerjasama dalam memberikan asuhan keperawatan. 4. Frekuensi berkonsultasi dengan profesi lain yang sesuai dengan kebutuhan demi memberikan asuhak keperawatan yang optimal kepada klien.Makin sering berkonsultasi yang relevan dengan profesi lain demi mengoptimalkan pelayanan kepada klien semakin baik. 5. Frekuensi mengkomunikasikan pengetahuan dan keterampilan keperawatan antar sejawat dalam bekerja. Semakin komunikatif seorang perawat terhadap sejawat di tempat kerja dalam hal pengetahuan dan keterampilan semakin memungkinkan berhasilnya kolaborasi antar` sejawat dalam memberikan asuhak keperawatan kepada klien. 6. Frekuensi memberikan pengakuan atau penghormatan atau penghargaan atau ucapak terimaksaih atas kontribusi sejawat dalam asuhan keperawtan yang telah diberikan kepada klien. Makin komunikatif seorang perawat terhadap rekan kerjanya dalam memberikan apresiasi, ucapan terimakasih atas partisipasi sejawatnya dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien semakin memberikan peluang berhasilnya kolaborasi dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien. 7. Frekuensi melibatkan diri dalam tim multidisiplin dalam kegiatan pendidikan, pengajaran, pembinaan, supervisi atau upaya-upaya penelitian. Semakin seorang perawat terlibat dalam kegiatan-kegiatan pengembangan diri, unit, organisasi maupun ilmu pengetahuan dan profesionalisme pelayanan kesehatan kepada klien semakin memungkinkannya berkolaborasi dalam memberikan asuhan kepersawatan kepada kliennya.

Kegiatan keduabelas Menggunakan hasil riset dalam praktek keperawatan

54

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

Kegiatan Menggunakan hasil riset dalam praktek keperawatan dapat diukur dari dua sisi yaitu: 1. Kinerja Hasil Akhir (Lagging Performance) Yaitu kinerja akhir yang dihasilkan dari kegiatan itu yang diukur dari tiga hal, yaitu : 1. Banyaknya masalah klien yang diidentifikasi dan ditanggulangi melalui upaya riset. Makin banyak masalah klien yang teridentifikasi dan ditanggulangi dengan riset semakin baik. Riset memberikan jalan keluar pemecahan masalah secara obyektif, rasional dan verifikatif. 2. Banyaknya praktek keperawatan dalam suatu periode tertentu yang memcerminkan hasil penelitian yang telah dibaca dalam jurnal atau laporan hasil penelitian keperawatan lainnya. Semakin banyak mempraktekkan teknologi dan pengetahuan keperawatan mutakhir semakin baik. 3. Banyaknya publikasi tertulis yang mencerminkan kontribusi perawat dalam pengembangan teori, riset, dan teknologi keperawatan. 4. Semakin banyak publikasi hasil kegiatan atau partisipasi dari perawat dalam kegiatan mengembangkan teori, penelitian dan teknologi keperawatan semakin baik. 2. Kinerja Proses (Performance Driver Leading Performance) Yaitu kinerja dari kegiatan yang dilakukan, dan bila kegiatan ini dilakukan dengan baik, maka hasil akhirnya kemungkinan besar akan aman. Ada delapan ukuran yang akan dipergunakan untuk mengukur kinerja proses ini, yaitu : 1. Jumlah masalah klien yang diidentifikasi memerlukan pemecahan melalui riset. Makin banyak masalah riset yang teridentifikasi makin besar peluang riset untuk menyelesaikannya. 2. Jumlah pemanfaatan standar riset yang dapat dipertanggungjawabkan dalam investigasi. Makin banyak menggunakan standar riset yang dapat dipertanggungjawabkan semakin memungkinkan menghasilkan riset yang bermanfaat. 3. Banyaknya melaksanakan riset. Makin banyak perawat melaksanakan riset makin memahirkannya untuk memecahkan berbagai masalah klien melalui riset. 4. Banyaknya menggunakan hasil riset. Makin banyak perawat menggunakan hasil riset untuk memecahkan masalah dalam melaksanakan asuhan keperawatan semakin memungkinkan pemecahan masalah klien secara rasional, obyektif dan verifikatif. 5. Banyaknya hasil riset yang didiseminasikan oleh perawat. Semakin banyak perawat melakukan diseminasi hasil riset semakin dimungkinkan hasil riset itu dimanfaatkan oleh yang membutuhkan untuk peningkatan kualitas asuhan keperawatan. 6. Banyaknya hasil riset yang ditelaah atau dievaluasi atau diverifikasi atau dikritik oleh perawat. Makin banyak perawat melakukan verifikasi, kritik,

55

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

evaluasi atau telaah terhadap hasil-hasil penelitian semakin memuncukkan semangat mencari kebenaran obyektif dalam melaksanakan riset-riset lebih lanjut. 7. Banyaknya kerjasama dengan pakar untuk mendapatkan konsultasi dan atau supervisi penelitian. Semakin banyak melakukan konsultasi dan mendapat supervisi ahli semakin menjamin validitas hasil penelitian dan semakin memperbesar peluang terpublikasinya hasil penelitian yang dilakukan. 8. Persentase persetujuan tertulis dari klien yang dilibatkan di dalam penelitian. Persetujuan dari klien untuk dijadikan atau berpartisipasi dalam penelitian selama pasien dirawat mencerminkan adanya mekanisme perlndungan terhadap manusia sebagai subyek. Makin besar persentase persetujuan tertulis yang diberikan oleh klien atas pelibatannya dalam suatu penelitian selama pasien dirawat makin baik. Kegiatan ketigabelas Mempertimbangkan faktor-faktor yang terkait dengan keamanan, efektifitas dan efisiensi biaya dalam perencanaan dan pemberian asuhan keperawatan kepada klien. Kegiatan mempertimbangkan faktor-faktor yang terkait dengan keamanan, efektifitas dan efisiensi biaya dalam perencanaan dan pemberian asuhan keperawatan kepada klien dapat diukur dari dua sisi, yaitu 1. Kinerja Hasil Akhir (Lagging Performance) Yaitu kinerja akhir yang dihasilkan dari kegiatan itu yang diukur dari tiga hal, yaitu : 1. Banyaknya laporan anggaran yang tersedia bagi perawat untuk memberikan gambaran pola pengeluaran dan penyesuaian anggaran. Makin banyak tersedia laporan anggaran yang relevan menjadi bahan pertimbangan perawat makin baik. Perawat akan mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai anggaran rumahsakit, anggaran unit maupun anggaran perindividu. 2. Banyaknya pelayanan asuhan keperawatan yang yang mempertimbangkan faktor keamanan. Makin banyak makin baik 3. Banyaknya pelayanan asuhan keperawatan yang mempertimbangkan efektifitas pelayanan. Makin efektif makin baik. 4. Banyaknya pelayanan asuhan keperawatan yang mempertimbangkan efisiensi biaya. 2. Kinerja Proses (Performance Driver Leading Performance) Yaitu kinerja dari kegiatan yang dilakukan, dan bila kegiatan ini dilakukan dengan baik, maka hasil akhirnya kemungkinan besar akan aman. Ada beberapa ukuran yang akan dipergunakan untuk mengukur kinerja proses ini, yaitu : 1. Frekuensi menghadiri pertemuan membahas penyiapan dan pengelolaan anggaran unit kerja. Makin sering ada pertemuan yang membahas

56

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

2.

3. 4.

5.

6.

7.

anggaran unit yang dihadiri oleh perawat pelaksana makin memungkinkan perawat berhasil mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas anggaran. Frekuensi pengecekan penggunaan sumberdaya rumahsakit atau unit yang menjadi tanggungjawab keperawatan. Makin sering mengecek pemanfaatan berbagai sumber daya ini semakin memungkinkan keberhasilan dalam mempertimbangkan efektifitas dan efisiensi anggaran. Frekuensi menganalisis laporan bulanan anggaran untuk mengevaluasi pola pengeluaran untuk disesuaikan penggunaannya pada situasi yang berubah. Makin sering perawat ikut menganalisis laporan bulanan anggaran untuk mengevaluasi pola pengeluaran makin besar kemungkinan perawat mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas anggaran padas saat situasi berubah. Persentase peralatan keperawatan yang berfungsi dengan baik. Makin besar persentasi peralatan keperawatan yang berfungsi dengan baik makin besar peluang perawat untuk mempertimbangkan faktor keamanan dan efektifitas pelaksanaan asuhan keperawatan. Persentasi peralatan keselamatan dan kesehatan kerja berfungsi dengan baik. Semakin besar persentase peralatan keselamatan dan kesehatan kerja berfungsi dengan baik semakin besar peluang perawat untuk melaksanakan asuhan keperawatan dengan mempertimbangkan keamanan pelayanan. Persentase kecukupan bahan dan alat habis pakai di tempat perawat pelaksana menjalankan tugas. Makin besar persentase kecukupan setiap alat dan bahan habis pakai di tempat kerja perawat semakin menjamin perawat untuk mempertimbangkan faktor keamanan, efektifitas dan efisiensi pelayanan.

4. 6. Sajikan Dalam Hospital Performance Indicator Langkah terakhir dari proses ini adalah menyajikan Ukuran Kinerja sebuah pekerjaan dalam sebuah Tabel Hospital Performace Indicator yang nampak seperti pada tabel berikut ini. Tabel ini merupakan resume dari seluruh uraian di poin 4.5. di atas. Hospital Performace Indicator Bagian : KEPERAWATAN Jabatan : PELAKSANA KEPERAWATAN PERFORMANCE MEASURES Bidang Hasil Pokok OUTCOME PERFORMANCE DRIVER Tugas Utama ( Lagging Perf.Indicator) (Leading Perf.Indicator)
1. Mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan 1. Jumlah Status Kesehatan Klien Yang Lengkap 2. Prosentase Ketepatan atau akurasi, kekinian dan relevansi data 1.Jumlah Cara Pengumpulan Data 2. Tingkat partisipasi klien dalam proses pengumpulan data 3. Fokus pengumpulan data

57

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

Bidang Hasil Pokok Tugas Utama

PERFORMANCE MEASURES OUTCOME PERFORMANCE DRIVER ( Lagging Perf.Indicator) (Leading Perf.Indicator)


yang terkumpul.

2.Menganalisis data untuk merumuskan diagnosis keperawatan

Prosentase bebas kesalahan diagnosis keperawatan.

1. Kelengkapan komponen diagnosis keperawatan, 2. Tingkat keterlibatan pihak lain dalam proses menegakkan diagnosis. 1.Kelengkapan Komponen Perencanaan secara Tertulis 2. Kesesuaian rencana dengan kondisi atau kebutuhan klien

3.Membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan dan meningkatkan kesehatan klien 4.Mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan partisipasi klien.

1.Tersusunnya Rencana Tindakan Keperawatan secara tertulis dengan baik. 2.Ketepatan Rencana Dengan Diagnosis 1.Prosentase Penerimaan Tindakan oleh Klien 2. Prosentase Penolakan Tindakan oleh Klien

5. Mengevaluasi perkembangan kesehatan klien terhadap tindakan dalam pencapaian tujuan, sesuai rencana yang telah ditetapkan dan merevisi data dasar dan pelaksanaan

1. Adanya catatan tentang kegiatan revisi data, diagnosis, rencana tindakan berdasarkan hasil evaluasi 2. Pemanfaatan hasil evaluasi

1. Kerjasama dengan pasien dan atau orang dekatnya 2. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain 3.Komunikasi dengan klien dan atau orang dekatnya 4. Respons terhadap reaksi klien 5. Persentase penyimpangan dari prosedur operasional standar (POS) 1. Tingkat pemanfaatan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan 2.Tingkat pemanfaatan konsultasi klinik 3.Tingkat keterlibatan klien dan sejawat dalam memvalidasi dan menganalisis data baru. 4.Tingkat keterlibatan klien dan atau orang dekat dalam memodifikasi rencana asuhan keperawatan. 5.Tingkat kesinambungan, komprehensifitas dan ketepatan waktu 1.Tingkat keterlibatan perawat pelaksana dalam proses evaluasi praktek keperawatan, meliputi: penetapan indikator kritis dan alat pemantauan, 2.Tingkat pemanfaatan usulan-usulan yang sesuai yang diperoleh dari program evaluasi praktek keperawatan. 1. Proporsi inisiatif untuk belajar mandiri agar dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan. 2. Tingkat keterlibatan dalam proses pembelajaran yang tersedia di tempat 58

6. Melakukan evaluasi mutu dan efektifitas praktek keperawatan

1. Adanya hasil pengendalian mutu 2. Adanya tindakan perbaikan terhadap kesenjangan yang diidentifikasi melalui program evaluasi. 1. Jumlah kegiatan ilmiah yang diikuti 2. Tingkat pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakir

7.Bertanggungjawab untuk memperoleh ilmu pengetahuan mutakhir dalam praktek keperawatan

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

Bidang Hasil Pokok Tugas Utama

PERFORMANCE MEASURES OUTCOME PERFORMANCE DRIVER ( Lagging Perf.Indicator) (Leading Perf.Indicator)


dalam praktek klinik. kerja. 3 3.Tingkat keterlibatan dalam mengikuti ppelatihan, seminar atau pertemuan pprofesional lainnya. 4 4. Tingkat keterlibatan dalam membantu ssejawat dalam mengidentifikasi kkebutuhan belajar. 1. Tingkat keteraturan berperanserta dalam setiap proses penilaian 2. Persentase pemanfaatan hasil penilaian untuk memperbaiki dan mempertahankan kinerja.

8.Mengevaluasi prakteknya berdasarkan standar praktek profesional dan ketentuan lain yang terkait

1. Prosentase ketersediaan hasil rekaman penilaian kinerja yang teratur 2. Prosentasi tindakan perbaikan terhadap berbagai kesenjangan yang diidentifikasi melalui kegiatan penilaian. 1. Adanya kesepakatan antar sejawat dalam kolaborasi interdisiplin melalui mekanisme telaah sejawat 2. Adanya perbaikan tindakan berdasarkan hasil pertemuan kolaborasi dengan sejawat.

9. Mengembangkan profesionalisme dari sejawat kolega

1. Persentase peranserta dalam kolaborasi antar disiplin melalui mekanisme telaah sejawat 2. Persentase pemanfaatan hasil kolaborasi sejawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

10 Memberikan keputusan dan tindakan atas nama klien dengan cara yang etis (sesuai dengan nilai budaya, norma dan idealisme)

11 Berkolaborasi dengan klien, keluarga dan semua pihak terkait serta tim multidisiplin kesehatan dalam memberikan perawatan klien

1. Frekuensi menghadiri pertemuan dan 1.Adanya bukti dalam catatan klien bahwa isu-isu atau diskusi membahas isu-isu etik yang etik ditemukan dan muncul dalam menjalankan praktek dibahas dalam pertemuan keperawatan. tim 2. Frekuensi menghadiri forum refleksi etik 2.Adanya pembinaan etika atas berbagai masalah etik yang muncul keperawatan sesuai kode dalam melaksanakan asuhan etik keperawatan keperawatan. 3. Frekuensi mencari berbagai sumber yang tersedia untuk membantu membuat keputusan etik 4. Frekuensi mendampingi pasien. 1. Jumlah kelompok atau 1. Frekuensi menghadiri pertemuan dan tim multidisiplin dimana atau diskusi dan atau forum yang seorang perawat melibatkan profesi lain (multidisiplin) pelaksana menjadi bagian untuk membicarakan peyananan kepada di dalamnya baik sebagai orang sakit. anggota maupun 2. Frekuensi mengkomunikasikan rencana pengurus. asuhan keperawatan kepada klien. 2. Frekuensi pelibatan 3. Frekuensi mengkomunikasikan rencana klien dalam rencana dan asuhan keperawatan kepada keluarga atau orang dekat klien. implementasi terapi

59

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

Bidang Hasil Pokok Tugas Utama

PERFORMANCE MEASURES OUTCOME PERFORMANCE DRIVER ( Lagging Perf.Indicator) (Leading Perf.Indicator)


3. Frekuensi pelibatan keluarga atau orang dekat klien dalam rencana dan implementasi terapi 4. Frekuensi pelibatan tenaga multidisiplin dalam rencana dan implementasi terapi. 4. Frekuensi berkonsultasi dengan profesi lain yang sesuai dengan kebutuhan demi memberikan asuhan keperawatan yang optimal kepada klien. 5. Frekuensi mengkomunikasikan pengetahuan dan keterampilan keperawatan antar sejawat dalam bekerja. 6. Frekuensi memberikan pengakuan atau penghormatan atau penghargaan atau ucapan terimakasih atas kontribusi sejawat dalam asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada klien. 7. Frekuensi melibatkan diri dalam tim multidisiplin dalam kegiatan pendidikan, pengajaran, pembinaan, supervisi atau upaya-upaya penelitian. 1. Jumlah masalah klien yang diidentifikasi memerlukan pemecahan melalui riset. 2. Jumlah pemanfaatan standar riset yang dapat dipertanggungjawabkan dalam investigasi. 3. Banyaknya melaksanakan riset. 4. Banyaknya menggunakan hasil riset. 5. Banyaknya hasil riset yang didiseminasikan oleh perawat. 6. Banyaknya hasil riset yang ditelaah atau dievaluasi atau diverifikasi atau dikritik oleh perawat. 7. Banyaknya kerjasama dengan pakar untuk mendapatkan konsultasi dan atau supervisi penelitian. 8. Persentase persetujuan tertulis dari klien yang dilibatkan di dalam penelitian.

12 Menggunakan hasil riset dalam praktek keperawatan

1. Banyaknya masalah klien yang diidentifikasi dan ditanggulangi melalui upaya riset 2. Banyaknya praktek keperawatan dalam suatu periode tertentu yang memcerminkan hasil penelitian yang telah dibaca dalam jurnal atau laporan hasil penelitian keperawatan lainnya. 3. Banyaknya publikasi tertulis yang mencerminkan kontribusi perawat dalam pengembangan teori, riset, dan teknologi keperawatan. 1. Banyaknya laporan anggaran yang tersedia bagi perawat untuk memberikan gambaran pola pengeluaran dan penyesuaian anggaran. 2. Banyaknya pelayanan asuhan keperawatan yang mempertimbangkan faktor keamanan. 3. Banyaknya pelayanan asuhan keperawatan yang mempertimbangkan efektifitas pelayanan.

13 Mempertimbangkan faktor-faktor yang terkait dengan keamanan, efektifitas dan efisiensi biaya dalam perencanaan dan pemberian asuhan keperawatan kepada klien.

1. Frekuensi menghadiri pertemuan membahas penyiapan dan pengelolaan anggaran unit kerja. 2. Frekuensi pengecekan penggunaan sumberdaya rumahsakit atau unit yang menjadi tanggungjawab keperawatan. 3. Frekuensi menganalisis laporan bulanan anggaran untuk mengevaluasi pola pengeluaran untuk disesuaikan penggunaannya pada situasi yang berubah. 4. Persentase peralatan keperawatan yang berfungsi dengan baik. 5. Persentasi peralatan keselamatan dan 60

Organization of Nursing: Nursing & Ward Management

Bidang Hasil Pokok Tugas Utama

PERFORMANCE MEASURES OUTCOME PERFORMANCE DRIVER ( Lagging Perf.Indicator) (Leading Perf.Indicator)


4. Banyaknya pelayanan asuhan keperawatan yang mempertimbangkan efisiensi biaya. kesehatan kerja berfungsi dengan baik. 6. Persentase kecukupan bahan dan alat habis pakai di tempat perawat pelaksana menjalankan tugas.

***

61

Вам также может понравиться