Вы находитесь на странице: 1из 40

anatomi fisiologi thoraks

Diarsipkan di bawah: Contekan rofiqahmad @ 11:03 pm


Trauma torak semakin meningkat sesuai dengan kemajuan transportasi dan kondisi sosial
ekonomi masyarakat. Di Amerika Serikat didapatkan 180.000 kematian pertahun karena trauma.
25 % diantaranya karena trauma torak langsung, sedangkan 5 % lagi merupakan trauma torak tak
langsung atau penyerta.
Semua alat tubuh yang terletak / melalui rongga torak harus dianggap sebagai organ vital.
Cedera torak berlawanan dengan cedera ekstremitas. Ancaman kematian
pada cedera torak sangat tinggi.Perbedaan dalam hal penangannan
sesegera mungkin dan komplikasi biasanya berat.
Secara obyektif harus dikenali :
Anatomi torak
Fisiologi dan patofisiologi yang menyertai trauma torak
Jenis trauma torak
Anatomi :
Dinding dada.
Tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk dinding dada adalah tulang
iga, columna vertebralis torakalis, sternum, tulang clavicula dan scapula. Jarinan lunak yang
membentuk dinding dada adalah otot serta pembuluh darah terutama pembuluh darah
intrerkostalis dan torakalis interna.
Dasar torak
Dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi nervus frenikus. Diafragma mempunyai lubang
untuk jalan Aorta, Vana Cava Inferior serta esofagus
Isi rongga torak.
Rongga pleura kiri dan kanan berisi paru-paru. Rongga ini dibatasi oleh pleura visceralis dan
parietalis.
Rongga Mediastinum dan isinya terletak di tengah dada. Mediastinum dibagi menjadi bagian
anterior, medius, posterior dan superior.
Fisiologi torak :
Inspirasi : dilakukan secara aktif
Ekspirasi : dilakukan secara pasif
Fungsi respirasi :
Ventilasi : memutar udara.
Distribusi : membagikan
Diffusi : menukar CO2 dan O2
Perfusi : darah arteriel dibawah ke jaringan.
Patofisiologi trauma torak.
Perubahan patofisiologi yang terjadi pada dasarnya adalah akibat dari :
1. Kegagalan ventilasi
2. Kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar.
3. Kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik.
Ketiga faktor diatas dapat menyebabkan hipoksia. Hipoksia pada tingkat jaringan dapat
menyebabkan ransangan terhadap cytokines yang dapat memacu terjadinya adult respiratory
distress syndrome ( ARDS), systemic inflamation response syndrome (SIRS).
Klasifikasi trauma
Trauma tumpul
Trauma tembus : tajam, tembak, tumpul yang menembus.
ANATOMI RONGGA DADA / TORAK
Rongga dada dibagi menjadi 3 rongga utama yaitu ;
1. Rongga dada kanan (cavum pleura kanan )
2. Rongga dada kiri (cavum pleura kiri)
3. Rongga dada tengah (mediastinum).
RONGGA MEDIASTINUM
Rongga ini secara anatomi dibagi menjadi :
1. Mediastinum superior (gbr. 1), batasnya :
Atas : bidang yang dibentuk oleh Vth1, kosta 1 dan jugular notch.
Bawah : Bidang yang dibentuk dari angulus sternal ke Vth4
Lateral : Pleura mediastinalis
Anterior : Manubrium sterni.
Posterior : Corpus Vth1 - 4
2. Mediastinum inferior terdiri dari :
a. Mediastinum anterior (gbr. 2)
b. Mediastinum medius (gbr. 3)
c. Mediastinum Posterior.(gbr. 4 )
a. Mediastinum Anterior batasnya :
Anterior : Sternum ( tulang dada )
Posterior : Pericardium ( selaput jantung )
Lateral : Pleura mediastinalis
Superior : Plane of sternal angle
Inferior : Diafragma.
b. Mediastinum Medium batasnya :
Anterior : Pericardium
Posterior ; Pericardium
Lateral : Pleura mediastinalis
Superior : Plane of sternal angle
Inferior : Diafragma
c. Mediastinum posterior, batasnya :
Anterior : Pericardium
Posterior : Corpus VTh 5 12
Lateral : Pleura mediastinalis
Superior : Plane of sternal angle
Inferior : Diafragma.
ANATOMI PLEURA
Pleura ( selaput paru ) adalah selaput tipis yang membungkus paru paru :
Pleura terdiri dari 2 lapis yaitu ;
1. Pleura visceralis, selaput paru yang melekat langsung pada paru paru.
2. Pleura parietalis, selaput paru yang melekat pada dinding dada.
Pleura visceralis dan parietalis tersebut kemudian bersatu membentuk kantong tertutup yang
disebut rongga pleura (cavum pleura). Di dalam kantong terisi sedikit cairan pleura yang
diproduksi oleh selaput tersebut
Gejala Umum trauma torak
Gejala yang sering dilihat pada trauma torak adalah : nyeri dada dan sesak nafas atau nyeri
pada waktu nafas.
Pasien tampak sakit, sesak atau sianotik dengan tanda trauma torak atau jejas pada dadanya.
Lebih dari 90 % trauma toraks tidak memerlukan tindakan pembedahan berupa torakotomi, akan
tetapi tindakan penyelamatan dini dan tindakan elementer perlu dilakukan dan diketahui oleh
setiap petugas yang menerima atau jaga di unit gawat darurat. Tindakan penyelamatan dini ini
sangat penting artinya untuk prognosis pasien dengan trauma toraks.
Tindakan elementer ini adalah :
1. Membebaskan dan menjamin kelancaran jalan nafas.
2. Memasang infus dan resusitasi cairan.
3. Mengurangi dan menghilangkan nyeri.
4. Memantau keasadaran pasien.
5. Melakukan pembuatan x-ray dada kalau perlu dua arah.
Trauma torak yang memerlukan tindakan dan atau pembedahan gawat/ segera adalah yang
menunjukkan :
1. Obstruksi jalan nafas
2. Hemotorak massif
3. Tamponade pericardium / jantung
4. Tension pneumotorak
5. Flail chest
6. Pneumotorak terbuka
7. Kebocoran bronkus dan trakeobronkial.
DIAGNOSIS BERBAGAI MACAM TRAUMA TORAK.
DINDING DADA :
1. Patah tulang rusuk, tunggal dan jamak :
Merupakan jenis yang paling sering.
Tanda utama adalah tertinggalnya gerakan nafas pada daerah yang patah, disertai nyeri waktu
nafas dan atau sesak.
2. Flailchest :
Akibat adanya patah tulang rusuk jamak yang segmental pada satu dinding dada.
Ditandai dengan gerakan nafas yang paradoksal. Waktu inspirasi nampak bagian tersebut
masuk ke dalam dan akan keluar waktu ekspirasi. Hal ini menyebabkan rongga mediastinum
goncangan gerak ( flailing ) yang dapat menyebabkan insertion vena cava inferior terdesak dan
terjepit.
Gejala klinis yang nampak adalah keadaan sesak yang progressif dengan timbulnya tanda-tanda
syok.
RONGGA PLEURA :
1. Pneumotorak :
Disebabkan oleh robekan pleura dan atau terbukanya dinding dada. Dapat berupa pneumotorak
yang tertutup dan terbuka atau menegang (tension pneumotorak). Kurang lebih 75 % trauma
tusuk pneumotorak disertai hemotorak.
Pneumotorak menyebabkan paru kollaps, baik sebagian maupun keseluruhan yang
menyebabkan tergesernya isi rongga dada ke sisi lain. Gejalanya sesak nafas progressif sampai
sianosis dengan gejala syok.
2. Hemotoraks :
Adanya darah dalam rongga pleura. Dibagi menjadi hemotorak ringan bila jumlah darah sampai
300 ml saja. Hemotorak sedang bila jumlah darah sampai 800 ml dan hemotorak berat bila
jumlah darah melebihi 800 ml.
Gejal utamanya adalah syok hipovolemik .
3. Kerusakan paru:
75 % disebabkan oleh trauma torak ledakan. (blast injury) . Perdarahan yang terjadi
umumnya terperangkap dalam parenkim paru
Gejala klinis mengarah ke timbulnya distress nafas karena kekurangan kemampuan ventilasi.
Perdarahan yang timbul akan membawa akibat terjadinya hipotensi dan gejala syok.
4. Kerusakan trakea, bronkus dan sistem trakeobronkoalveolar.
Terjadi kebocoran jalan nafas yang umumnya melalui pleura atau bawah kulit bawah dada
sehingga menimbulkan emfisema subkutis.
Disebabkan oleh sebagian besar akibat trauma torak tumpul di daerah sternum
Secara klinis leher membesar emfisematous dengan adanya krepitasi pada dinding dada. Sesak
nafas sering menyertai dan dapat timbul tension pneumotorak.
5. Kerusakan jaringan jantung dan perikardium.
Gejala klinis akan cepat menunjukkan gejala syok hipovolemik primer dan syok obstruktif
primer. Bendungan vena di daerah leher merupakan tanda penyokong adanya tamponade ini.
Juga akan nampak nadi paradoksal yaitu adanya penurunan nadi pada waktu inspirasi, yang
menunjukkan adanya massa (cair) pada rongga pericardium yang tertutup.
Penyebab tersering adalah trauma torak tajam di daerah parasternal II V yang menyebabkan
penetrasi ke jantung. Penyebab lain adalah terjepitnya jantung oleh himpitan sternum pada
trauma tumpul torak.
Melakukan fungsi perikardium yang mengalami tamponade dapat bertujuan diagnostik
sekaligus langkah pengobatan dengan membuat dekompressi terhadap tamponadenya.
6. Kerusakan pada esofagus.
Relatif jarang terjadi, menimbulkan nyeri terutama waktu menelan dan dalam beberapa jam
timbul febris. Muntah darah / hematemesis, suara serak, disfagia atau distress nafas.
Tanda klinis yang nampak umumnya berupa empisema sub kutis, syok dan keadaan umum
pasien yang tidak nampak sehat. Sering dijumpai tanda Hamman yang berupa suara seperti
mengunyah di daerah mediastinum atau jantung bila dilakukan auskultasi. Diagnosis dapat
dibantu dengan melakukan esofagoram dengan menelan kontras.
7. Kerusakan Ductus torasikus:
Menimbulkan gejala chylotoraks. Gejala klinis ditimbulkan oleh akumulasi chyle dalam rongga
dada yang menimbulkan sesak nafas karena kollaps paru. Kejadian ini relatif jarang dan
memerlukan pengelolaan yang lama dan cermat.
8. Kerusakan pada Diafragma :
Disebabkan umumnya oleh trauma pada daerah abdomen, atau luka tembus tajam kearah
torakoabdominal.
Akan menimbulkan herniasi organ perut. Kanan lebih jarang dibandingkan kiri.
Gejala klinis sering terlewatkan karena 30 % tidak memberikan tanda yang khas. Sesak nafas
sering nampak dan disertai tanda-tanda pneumotoraks atau gejala hemotoraks.
LANGKAH DIAGNOSTIK
Secara umum diagnosis secara klinis ditegakkan dari jenis kerusakan yang terjadi dan
pembuatan x ray foto dada. Bila memungkinkan maka x-ray foto sebaiknya dibuat dalam dua
arah ( PA dan Lateral).
Jejas pada daerah dada akan membantu adanya kemungkinan trauma torak. Bila ada trauma
multiple maka dianjurkan untuk selalu dibuat foto x- ray dada.
Tanda dan gejala penyerta seperti adanya syok (hipotensi, nadi cepat dan keringat dingin) dan
adanya trauma lain organ dada merupakan butir diagnostik yang penting. Pemasangan NGT
sebagai persiapan untuk pengosongan lambung untuk mencegah aspirasi isi labung ke paru,
dapat dipakai sebagai langkah diagnostik pada kerusakan esofagus dan dan diafragma.
Pada dasarnya diagnostik trauma torak harus ditegakkan secepat mungkin, tanpa memakai cara
diagnostik yang lama ( Ct-scan, angiografi).
Pemeriksaan gas darah dapat membantu diagnostik bila fasilitasnya ada.
INDIKASI TORAKOTOMI :
Hemotoraks yang berat ( > 800 cc)
Laserasi paru yang gagal dengan tindakan bedah konservatif.
Tamponade perikardium
Kebocoran trakeo-bronkial yang gagal dengan tindakan konservatif (drainase).
KOMPLIKASI TRAUMA TORAK:
1. Yang terkait dengan tidak stabilnya dinding dada :
Nyeri berkepanjangan, meskipun luka sudah sembuh. Mungkin karena callus atau jaringan
parut yang menekan saraf interkostal. Terapi konservatif dengan anlgesik atau pelunak jaringan
parut.
Osteomylitis, dilakukan squesterisasi dan fiksasi.
Retensi sputum, karena batuk tidak adequat dan dapat menimbulkan pneumoni. Diperlukan
pemberian mukolitik.
2. Yang terkait dengan perlukaan dan memar paru:
Infiltrat paru dan efusi pleura, yang memerlukan pemasangan WSD untuk waktu yang lama.
Empiema, yang terjadi lambat dan memerlukan WSD dan antibiotik.
Pneumoni, merupakan komplikasi yang berbahaya dan perlu diberi pengobatan yang optimal.
Bila distress pernafassan berkelanjutan maka diperlukan pemasangan respirator.
Fistel bronkopleural, ditandai dengan gejala kolaps paru yang tidak membaik. Memerlukan
tindak bedah lanjut berupa torakotomi eksploratif dan penutupan fistelnya.
Chylotoraks lambat.
3. Komplikasi lain di luar paru dan pleura :
Mediastinitis, merupakan komplikasi yang sering fatal. Bila terjadi pernanahan maka harus
dilakukan drainase mediastinum.
Fistel esofagus, dapat ke mediastinum dan menyebabkan mediastinitis atau ke pleura dan
menimbulkana empiema atau efusi pleua. Diperlukan tindakan bedah untuk menutup fistel.
Hernia diafragmatika lambat, memerlukan koreksi bedah.
Kalainan jantung, terutama pada luka tembus dan trauma tajam pada jantung. Memerlukan
tindakan bedah dan pembedahan jantung terbuka.
Oleh: Dr. Syamsu Alam, Sp.B. Rumah Sakit Pertamina Cilacap
http://thoraksbedah.blogspot.com/2008/08/anatomi-fisiologi-thoraks.html



BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)

BANTUAN HIDUP DASAR


BHD Bagian pengelolaaan darurat medik yang bertujuan :
1. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi melalui pengenalan dan
intervensi segera.
2. memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang
mengalami henti jantung atau nafas melalui RJP.
Tujuan Utama RJP
Memberikan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital lainnya, sampai datangnya suatu
pengorbanan medik yang definitive dan tepat.

Indikasi BHD
1. Henti nafas
2. Henti jantung

Fase penilaian sangat penting pada BHD, tidak seorang korbanpun/ pasien dapat dikenakan
prosedur-prosedur RJP ( Seperti : memperbaiki posisi, membuka jalan nafas, dan kompresi
jantung luar ).
Setiap ABC dari RJP ( A = jalan nafas, B = Pernafasan, C = Sirkulasi ) selalu di mulai dengan
fase penilaian secara berurut : memastikan tidak sadar, memastikan tidak bernafas,
memastikan nadi tidak berdenyut.

A = Airway ( Jalan Nafas )
1. Penilaian pasien tidak sadar dengan cara memanggil Bu/Pak, Mas/Mbak !!!.
2. Panggil untuk pertolongan
Bila korban tidak memberikan respon terhadap usaha membangunkan panggilan pertolongan
dan aktifkan system emergensi.
3. Posisi korban
Untuk melakukan RJP yang efektif, korban harus dalam posisi terlentang dan berada pada
permukaan yang rata dan keras.
4. Posisi penolong berlutut sejajar dengan bahu korban / pasien.
5. Buka jalan nafas
Aksi yang paling penting dari resusitasi yang berhasil adalah membuka jalan nafas segera.
Jika tonus otot-otot menghilang, maka lidah atau epiglottis akan menyumbat faring dan
laring, lidah merupakan penyebab paling sering dari sumbatan jalan nafas pada korban /
pasien yang tidak sadar. Hati hati pada pasien fraktur servix.
- Cross finger
- Triple Manouver Air Way
a. Tengadah kepala.
b. Topang dagu.
c. Dorong mandibula.

B = Breathing ( Pernafasan )
1. Penilaian pastikan tidak nafas
Untuk menilai apakah ada nafas spontan atau tidak, penolong harus mendekatkan telinga di
atas mulut, hidung korban/pasien, sambil terus jaga airway. Penolong harus:
a. Lihat gerakan dada
b. Dengar keluar udara waktu ekspirasi.
c. Rasakan adanya aliran udara.
Untuk mendeteksi pasien bernafas / tidak
dilakukan < 10 detik.
2. Melakukan pertolongan pernafasan
a. Mulut ke mulut
b. Mulut ke hidung
c. Mulut ke stoma
Untuk memberikan nafas buatan.
- Ventilasi awal 2 x dengan waktu 1,5 2 detik ( 700 1000 ml/menit ,10 ml/kg ) yang akan
memberikan konsentrasi O2 16 17 %.
- Pada RJP 2 penolong harus terdapat masa istirahat untuk melakukan ventilasi sesudah
kompresi luar yang kelima.

C = Circulation ( Sirkulasi )
1. Penilaian ada denyut nadi / tidak
Henti jantung ditandai dengan tidak adanya denyut nadi pada arteri besar ( arteri
carotis ) dengan waktu 5 10 detik.

2. Kompresi dada luar.
Bila nadi carotis tidak teraba dalam waktu 5 10 detik lakukan kompresi dada luar.
Letak kompresi dada luar yang baik adalah:
- Telapak tangan penolong diletakan di atas 2 3 jari sternum pasien.
- Siku siku dipertahankan pada posisi lengan diluruskan dan bahu penolong berada pada posisi
langsung diatas tangan sehingga setiap penekanan kompresi dada luar di lakukan lurus
kebawah pada sternum. Bila penekanan tidak lurus ke bawah maka kompresi menjadi kurang.
- Kedalaman kompresi 3,8 5 cm pada orang dewasa normal.
- Tekanan kompresi dada luar di lepaskan agar dapat mengalir ke dalam jantung, tekanan
harus dilepaskan seluruhnya dan dada dibiarkan kembali ke posisi normal sesudah setiap
kompresi. Waktu yang dipergunakan untuk pelepasan harus sama dengan waktu yang
digunakan untuk kompresi.
- Tangan tidak boleh di angkat dari dada, atau dirubah posisi. Pertolongan pernafasan dan
posisi dada luar harus dikombinasikan agar resusitasi efektif.


Perbandingan kompresi dan ventilasi.
1 (satu) penolong dan 2 (dua) penolong sama 15 : 2
Kecuali kalau sudah terpasang intubasi Kompresi 100 X / menit
Ventilasi 12 X/menit

Menurut ACLS AHA 2005,
Perbandingan Kompresi Ventilasi sebelum terintubasi 30 : 2
Kecuali kalau sudah terpasang intubasi Kompresi 100 X / menit
Ventilasi 12 X/menit


Setelah pasien tertolong dan mengalami pernbaikan, tempatkan pasien pada posisi mantap.


PENATALAKSANAAN JALAN NAFAS

Untuk menjamin oksigenasi paru paru yang baik, pada proses pernafasan, harus terdapat
suatu jalan nafas yang baik.
Tujuan Penatalaksanaan Jalan Nafas
a. Memastikan jalan nafas bebas
b. Memberikan bantuan oksigen
c. Memberkan tekanan positif ventilasi

a. Memastikan Jalan Nafas Bebas
- Mengenali adanya sumbatan jalan nafas
- Membebaskan jalan nafas
tanpa alat triple Airway Manuver: tengadah kepala/topang dagu, mendorong mandibula ke
depan dan ke atas
Dengan alat :
Memasang oropharyngeal air way, raso pharyngeal airway-
Suctioning.-
b. Apabila ventilasi spontan sudah ada dan jalan nafas bebas dapat diberikan tambahan oksigen
c. diberikan Tekanan Positif ventilasi.Apabila pernafasan tidak adekwat/tidak ada
Tehnik meliputi :
- Pernafasan dari mulut ke mulut
- Pernafasan dari mulut ke sungkup
- Pernafasan dari mulut ke sungkup + bagging

Pernafasan dari mulut ke mulut:
- Oksigen yang diberikan penolong hanya 16-17%
- Tek.oksigen alveolar tidak lebih dari 80 mmHg.
- Desaturasi)(Tek. Tersebut tidak mencukupi untuk terjadinya difusi
- Kompressi:
Korban Kardiac Arrest yang diRessssusitasi hanya menghasilkan CO 25 30% dari v/q
abnormal. Oleh karena itu penolong harus menambah oksigenNormal. dengan Fio2 : 100%.
Perubahan yang besar pada tekanan O2 akan menghasilkan perubahan pada saturasi Hb.

Pernafasan Normal
1. Teratur
2. Frekuensi pada orang dewasa : 10- 20 kali/menit
Bayi & anak : sesuai umur
3. Gerakan rongga dada dan abdomen sinkron serta cukup dalam.
Pada bayi dan anak pernafasan abdominal lebih dominan sedangkan pada orang
dewasapernafasan thorakal lebih dominan.
4. Pernafasan tidak disertai bunyi-bunyi tambahan
5. Otot-otot pembantu pernafasan tidak ikut serta tidak ada refraksi sela iga, supraklaukula
maupun grakan cuping hidung.
Keadaan Kardiovaskuler dalam batas-batas normal
GANGGUAN JALAN NAFAS

1. Gawat nafas (Respiratory Distress).
Gambaran klinis :
- Frekuensi yang cepat/pada orang dewasa > 32 X/menit
- Terdapat refraksi sela iga dan supraklavikula serta gerakan cuping hidung
- Nadi yang cepat pada oang dewasa dan nadi yang lambat pada bayi dan anak
- Gelisah dan disorientasi
- Berkeringat
- Sianosis perifer

2. Gagal Nafas (Resfiratory Failure)
merupakan gabungan dari gambaran klinik gawat nafas dan hasil analisa gas darah:
- Pa O2 < 60 mmHg (dengan udara luar)
- PaCo2 > 50 mmHg (dengan udara luar)
- PH < 7,35

OBSTRUKSI JALAN NAFAS

Sering terjadi pada jalan nafas bagian atas.(Hypofarings)
Penyebab:
1. Otot-otot lidah dan leher yang lemas,tidak dapat mengangkat dasar lidah dari dinding
belakang farings
2. Benda asing ; cairan, darah, sekret, benda padat.
3. Caryngospasme : oksigen rangsangan jalan nafas bagian atas pada pasien yang menurun
kesadarannya.

Tanda-Tanda Obstruksi Jalan Nafas
1. Obstruksi Partial :
- Terdapat bunyi tambahan/berisik pada pernafasan
- Bunyi dengkur (snoring): disebebkan oleh dasar lidah yang jatuh ke belakang
- Bunyi lengking (crowing) disebabkan oleh laryngospasme.
- Bunyi kumur (garling) disebabkan oleh benda asing, seperti cairan, darah, sekret.
- Bunyi bengek (wheezing) disebabkan oleh sumbatan bronkhus.

Tindakan
- Bila terdapat bunyi dengkur snoring
- Ekstensi kepala, bila perlu bahu diganjal, jika perlu ditambah dengan pemasangan Guedel
- Jika belum berhasil maka seluruh rahang didorong ke depan triple Airway manuver.
- Bila terdapat bunyi kumur Gargling
- Miringkan kepala, buka mulut dan lakukan pembersihan rongga mulut, hypofarings.
- Bila terdapat bunyi bengek wheezing
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian bronkhodilator seperti Aminofilin dan lain
sebagainya.
2. Obstruksi Total :
Tentukan penyebabnya, obstruksi total biasanya oleh sumbatan benda asing padat.
Tindakan :
- Bila pasien masih sadar
Bayi dan anak:+
Telungkupkan dengan letak kepala lebih rendah dan lakukan pemukulan pada punggung
diantara kedua skapula.
Orang dewasa+
- Pukul pada punggung diantara kedua skapula atau menghentakan kedua tangan penolong
kearah atas daerah perut (Heimlich manuver)
- Jangan lakukan hentakan pada bayi/anak atau wanita hamil.
- Jika tindakan tersebut tidak menolong pertimbangan untuk dilakukan krikotirotomi.
Pasien tidak sadar+
- Pasien diletakkan menghadap penolong.Pukulan tetap pada punggung diantara kedua skapula.
- Hentakan Abdomen :
Pasien diterlentangkan dengan kedua telapak tangan melakukan hentakan abdomen.
KEGAGALAN PERNAFASAN AKUT
\ Definisi :
kegagalan pernafasan akut, adalah ketidakmampuan paru untuk mempertahankan oksigenasi
darah.Dengan kata lain sistem paru tdak mampu untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh.
Tanda-tanda:
- PaO2 < 60 mm Hg
- PaCo2 > 60 mm Hg
- pH < 7,35
Penyebab Utama
1. Gangguan Ventilasi :
a. Obstruksi Akut misalnya disebabkan oleh o/k fleksi leher pada pasien tidak sadar, spasme
larink atau odema larink.
b. Obstruksi Kronis misalnya : emphysema, bronkhitis kronis, asma dsb.
c. Penurunan compliance paru/thorak, misalnya:Edema paru atelektasis, pneumonia, pasca
operasi thorax/abdomen sakit dada dsb.
d. Gangguan Neuromusculer misalnya : Guillain Barre Syndrome, cedera spinal, keracunan
obat dll.
e. Gangguan /depresi pusat nafas misalnya pada penggunaan obat
narkotik/barbiturat/Tranguiliser, obat anesthesi trauma/infark otak, Hypoksia berat
susunan syaraf pusat dsb.
2. Gangguan difusi alveoli-kapiler, misalnya odema paru.
3. Gangguan keseimbangan ventilasi-perfusi (v/Q mismatch)
a. Peninggian dead space (ruang rugi) misalnya pada tromboemboli, empfisema,
Bronchiektasis, dsb.
b. Peninggian infra alveolar shunting misalnya pada alektasis, ARDS, odema paru dsb.
Gejala Klinis
- Duisorientassi, bingung, gelisah, apatis, kesadaran
- |Takhipneu RR
- dyspnoePernafasan pendek dan dangkal
- Takhikardia, vasokonstriksi, tekanan darah meningkat
- Keringat dingin
- Aritmia

Diagnosa
A. Riwayat
- Adanya faktor pencetus
- Adanya manifestasi klinis
B. Laboratorium
/ N, asidosis bicnat yang meningkat, atau normal|, PaO2 +Analisa gas darah PaO2
C. Radiologi
Sesuai dengan gangguan / gangguan primer

Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan meliputi :
1. Pengkajian :
- Perhatikan keadaan dan kecenderungannya untuk terjadinya kegagalan pernafasan
- Perhatikan tanda-tanda dini dari pasien yang mengalami kegagalan pernafasan akut :
Misalnya : tanda hypoksemia yang disertai atau tanpa disertai tanda hiperkarbia.
2.Perencanaan
Tergantung dari penyebab spesifik dari kegagalan :
a. Memperbaiki ventilasi dan v/Q missmatch
b. Memperbaikio oksigenasi, menurunkan intra pulmonary Shunting
c. Pemantauan gas darah dan Ph.
d. Mencegah komplikasi
e Mengurangi work of breating

3. Implementasi
a. Memperbaiki posisi; hati-hati terhadap pemberian obat
b. Pemberian oksigen
c. Pembersihan jalan nafas/higiene bronkial
d. Infubasi endotrakheal/trakheostomi diikuti ventilasi mekanik.
e. Pemantauan hemodinamik dan analisa gas darah serial
f. Kolaborasi untuk pemberian obat-obat bronkhodiator
g. Memberikan hidrasi yang cukup dan mempertahankan baans cairan yang seimbang

Pemantauan Pada Pasien Dengan Kegagalan Nafas Akut

1. Keadaan Klinis
Perlu pemeriksaan fisik yang sering untuk menentukan perubahan klinis yang dapat
mendeteksi adanya penimbunan sekresi, kolaps, konsolidasi dan komplikasi lain.

2. Analisa Pertukaran Gas
PaO2 Analisa gas darah > 60-80 mmHg
PaCO2 35-45 mmHg.
FiO2 diatur untuk mencegah toksisitas O2
(A-a)DO2 normal.

3. Analisis Keseimbangan Asam-Basa
Gangguan keseimbangan asam basa umumnya terjadi pada gagal nafas akut bila dibiarkan
dapat menyebabkan komplikasi berat :
Asidosis yang disebabkan hipoksemia dapat menyebabkan vasokontriksi paru, aritmia juga
menurunkan respon terhadap bronkhodailator.
Alkalosis berhubungan dengan penurunan curah jantung aritmia, kejang dan cerebral
iritability

4. Keseimbangan cairan dan Elektrolit

5. Fungsi Ventilator antara lain dengan mengontrol
Tidal volume
Tekanan jalan nafas
Temperatur dan humidifikasi
compliance dan resistensi

6. Parameter Hemodinamik antara lain :
Curah jantung
Saturasi O2
Tekanan vena sentral


PENGISAPAN SEKRET ORO / NASOFARINGS & PARU
A. TUJUAN
a. Mempertahankan jalan nafas yang bebas
b. Untuk membersihkan sekret pada pasien-pasien yang tidak mampu batuk

B. KETERANGAN UMUM
1. Sekret yang mengganggu jalan nafas harus segera dikeluarkan oleh karena dapat
menyebabkan gawat nafas atau gagal nafas.
2. Pengisapan menggunakan teknik Aseptik, Atraumatik dan Afektif (3A) dengan alat-alat
steril.
3. Pengisapan harus dilakukan dengan prosedur yang tepat untuk mencegah terjadinya infeksi,
luka, spasme, serta perdarahan pada jalan nafas.
4. Lama pengisapan sekret tidak boleh lebih dari :
5 10 detik untuk bayi dan anak kecil
10 15 detik untuk orang dewasa
5. Botol pengisap harus diisi dengan cairan antiseptik (mis : lisol 1 : 40) kira-kira bag dari
volume botol dan dicatat serta diganti tiap hari.
6. Kateter pengisap harus lembut dengan ujung lurus dan cukup panjang untuk sampai ke dalam
trakhea.
7. Diameter kateter penghisap kira-kira 1/3 dari besar lumen pipa endotrakhea,
perbandingannya sebagai berikut :

Ukuran Pipa Endotrakhea
Ukuran Kateter Penghisap
2,5 mm
3 mm
3,5 5,5 mm
6,0 6,5 mm
7,0 7,5 mm
8,0 8,5 mm
9 mm
5 FG
6 FG
8 FG
10 FG
12 FG
14 FG
16 FG

C. TEKANAN PENGHISAP

Besarnya tekanan penghisap diatur sebagai berikut :
Pada bayi : 60 100 mmHg
Pada anak : 100 120 mmHg
Pada orang dewasa : 120 200 mmHg

Frekuensi Pengisapan
Dilakukan setiap 2 jam dan atau setiap kali setelah selesai melakukan fisioterapi dada.
Catat dan perhatikan :
1. Waktu penghisapan lendir dilakukan
2. Keadaan sekret : banyaknya, warna, bau dan konsistensi.
3. Hal-hal yang terjadi selama penghisapan lendir.
4. Posisi pasien :
Miring kiri
Miring kanan
Terlentang
Setengah duduk

Komplikasi Yang Dapat Terjadi Selama Penghisapan Sekret
1. Hypoksia
2. Aritmia
3. Bradikardia
4. Trauma mukosa jalan nafas
5. Tekanan negatif berlebihan
6. Infeksi
7. Atelektasis
MEMBERIKAN BANTUAN OKSIGEN

Pengertian
Memberikan aliran gas lebih dari 21% pada tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi O2
meningkat dalam darah.

Tujuan
1. Mempertahankan O2 jaringan yang adequate
2. Menurunkan kerja nafas
3. Menurunkan kerja jantung

Indikasi
- Penurunan PaO2 dengan tanda dan gejala hipoxemia
- Keadaan lain seperti : gagal nafas akut, syok, keracunan CO.

Pemberian O2 selalu tepat untuk pasien dengan gangguan sirkulasi atau nafas akut dengan
ketentuan sebagai berikut :
1. Tanpa gangguan nafas oksigen diberikan 2 liter/menit melalui binasal canule.
2. Dengan gangguan nafas sedang oksigen diberikan 5 6 liter/menit melalui binasal
canule.
3. Dengan gangguan nafas berat, gagal jantung, henti jantung, gunakan system yang
dapat memberikan oksigen 100 %.
4. Pada pasien dimana rangsangan nafas tergantung pada keadaan hipoksia ( mis. Asma )
Berikan oksigen kurang dari 50 % dan awasi ketat.
5. Atur kadar oksigen berdasarkan kadar gas darah ( PaO2 ) atau saturasi ( SaO2 )
6. Dalam keadaan darurat gunakan alat Bantu nafas yang lebih canggih ( mis. Bagging ),
lakukan intubasi dan berikan O2 100 %.

Metoda Pemberian Oksigen
Secara garis besar di bagi menjadi 2 bagian :
1. SISTEM ALIRAN RENDAH
- Low Flow Low Concentrasi
- Low Flow High Concentrasi

2. SISTEM ALIRAN TINGGI
- High Flow Low Concentrasi
- High Flow High Concentrasi

1. SISTEM ALIRAN RENDAH
a. Low Flow Low Concentrasi
Cateter nasal : Memberikan O2 dengan aliran 1 3 liter
Konsentrasi 20 32 %
Keuntungan :
Memberikan O2 stabil, pasien bebas untuk bergerak, makan dan bicara.

Kerugian :
- Tidak dapat memberikan O2 lebih dari 3 liter.
- Dapat terjadi distensi lambung dan iritasi selaput lendir nasopharing.
- Pada aliran yang tinggi terdapat suara dari aliran O2 pada oropharing.

Binasal Canule : memberikan O2 dengan aliran 1 6 l/menit.
Konsentrasi 24 44 %.
O2 akan naik 4 % pada tiap kenaikan 1 l/menit.

Keuntungan :
- Memberikan O2 stabil dengan TV dan laju nafas yang teratur.
- Baik diberikan dalam jangka waktu yang lama.

Kerugian :
- Menyebabkan iritasi pada hidung, bagian belakang telinga tempat tali binasal.
- FiO2 akan berkurang bila pasien bernafas dengan mulut.

b. Low Flow High Concentrasi
Sungkup muka sederhana : Aliran yang diberikan 5 8 l/menit
Konsentrasi O2 40- 60 %
Merupakan system aliran rendah dengan hidung, nasopharing dan oropharing sebagai
penyimpan anatomic.

Sungkup muka dengan kantong Rebreathing :
Aliran yang diberikan 8 12 l/menit, Konsentrasi O2 60- 80 %

Sungkup muka dengan kantong Non Rebreathing :
Aliran yang diberikan 8 12 l/menit, Konsentrasi O2 80 - 100 %.

Secara umum pemakaian sungkup mempunyai :
Keuntungan :
- O2 yang di dapat lebih tinggi dari pada dengan nasal canule.
- Tidak dipengaruhi oleh udara luar.

Kerugian :
- Mengikat ( sungkup harus melekat pada muka/pipi untuk mencegah kebocoran ) sehingga
dapat menyebabkan iritasi sekitar sungkup.
- Lembab.
- Tidak dapat makan, minum, batuk dan bicara.
- Terjadi penumpukan CO2 apabila flow kurang dari 5 l/menit.
- Pada anak sering terjadi clostropobic.

3. SISTEM ALIRAN TINGGI
a. High Flow Low Concentrasi
Sungkup Venturi
Memberikan aliran yang bervariasi dengan konsentrasi oksigen 24 50 %
Indikasi
Pada pasien dengan tipe ventilasi tidak teratur


b. High Flow High Concentrasi
Head Box
Hanya untuk infant kurang dari 5 Kg

Sungkup CPAP ( Continous Positive Airway Pressure )
Aliran yang diberikan 2 10 l/menit dengan konsentrasi 21 100 %.
Harus dipasang NGT karena akan terjadi penelan udara.

Parameter
AGD
Oksimetri
Saturasi Oksigen vena campur ( Mixed Venous dari PA )


INTUBASI ENDOTRAKHEAL

Indikasi
1. Henti jantung.
2. Pasien sadar tapi ventilasi tidak adequate ( edema paru, Syndrom Guillan bare,
sumbatan jalan nafas ).
3. Psien tidak dapat mempertahankan jalan nafas yang adequat ( koma).
4. Penolong tidak mampu memberikan ventilasi adequate dengan cara konvensional.

Keuntungan
2. Terpeliharanya jalan nafas.
3. Mencegah distensi lambung.
4. Mencegah aspirasi isi lambung.
5. Memberikan O2 dengan konsentrasi tinggi.
6. Dapat memberikan beberapa obat resusitasi ( 2 5 X lebih besar dari dosis lewat
IV )
7. Dapat memberikan ventilasi yang adequate.
8. Mempermudah penghisapan lendir di trachea.

Persiapan alat :
1. Laringoscope, lengkap dengan handle dan bladenya.
2. Pipa endotrakheal ( ETT ) dengan ukuran :
- Perempuan : No. 7,0 , No 7,5, No 8,0
- Laki laki : No 8,0, No 8,5
- Keadaan emergensi : No 7,5
3. Stilet ( mandrain )
4. Forsep margil
5. jeli
6. spuit 20 cc atau 10 cc
7. stetoscope
8. Bantal
9. Plester dan gunting.
10. Alat penghisap lendir ( Suction apparatus ).

SISTEMATIKA INTUBASI

CPR dan persiapan alat




), ganjal oksiput, ekstensi.Posisi intubasi ( max 10
Lakukan penghisapan lendir pad mulut dan faring bila perlu




CPR dan tekan krikoid ( akhiri dengan hiperventilasi O2 100 % selama 30 )
Sellick maneuver











Laringoscope dan intubasi, max 30
( mm) x 3CKedalaman ETT
Tidak berhasil Berhasil




Inflasi 1 x dan auskultasi epigastrium
Cabut (+) Distensi dan gurgling
(-)

Kembangkan balon dan inflasi, auskultasi hemithorax ( apek dan basal )



Kebocoran (-)















Friksasi, pasang mayo dan CPR lanjutkan


Ventilasi 10 12 x/menit, dada terangkat.
Komplikasi
- ETT masuk ke dalam oeseopagus, yang menyebabkan hipoksia.
- Luka pada bibir dan lidah akibat terjepit antara laringocope dengan gigi.
- Gigi patah.
- Laserasi pada faring dan trachea akibat stilet ( mandrain ) dan ujung ETT.
- Kerusakan pita suara.
- Perforasi pada faring dan oesoefagus.
- Muntah dan aspirasi.
- Pelepasan adrenalin dan noradrenalin akibat rangsangan intubasi sehingga terjadi
hipertensi, takhikardia, dan aritmia.


ANALISA GAS DARAH

- PENGERTIAN
A G D Adalah pemeriksaan darah dari arteri yang mencakup : PO
2
, PCO
2
, HCO
3
, BE, PH &
Saturasi O
2


- TUJUAN
a) Menilai ventilasi .......................................... CO
2

b) Menilai konsumsi oksigen ........................ O
2

c) Menilai keseimbangan asam basa ........... pH

- LATAR BELAKANG
Keasaman atau kebasaan suatu cairan tergantung ion hidrogen (H
+
) di dalamnya

H
+
| Larutan Asam + pH
H Plasma + Basa
+
| pH +

Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa manusia mengganti basa kuat & asam kuat
dengan basa & asam lemah

- Suatu cairan bila mampu melepaskan Asam
atau menyumbang H
+

- Suatu cairan bila sanggup menerimaBasa
ion H
+



NILAI-NILAI NORMAL AGD

- PO
2
= 95 - 100 mmHg
Tekanan yang digunakan sejumlah oksigen dalam plasma
- PCO2 = 35 - 45 mmHg
Tekanan yang digunakan sejumlah CO
2
dalam plasma
- HCO
3
= 21 - 28 mmHg
Ion Bikarbonat
- pH = 7,35 - 7,45
Status asam - basa
- q / lq / l atau -2,5 s/d +2,5 mBE = -3 s/d +3 m
basa kuat atau asam kuat pada setiap liter darah yang berakibat gangguan metabolik
- S2O
2
= 94 - 100%
Ratio O2 dalam darah terhadap jumlah maksimum O
2
yang dapat dibawa oleh darah


ACIDOSIS & ALKALOSIS

1. PH darah < 7,35 Acidosis
PH darah > 7,45 Alkalosis

2. PO
2
< 80 mmHg Hypoxemia
PO
2
> 100 mmHg Hyperoxemia

3. PCO
2
< 35 mmHg Hypocapnia
PCO
2
> 45 mmHg Hypercapnia


Acidosis Respiratorik| PCO3 +PH
Alkalosis Respiratorik+ PCO3 |PH
Acidosis Metabolik+ HCO3 +PH
Alkalosis Metabolik| HCO3 |PH


* PERSIAPAN ALAT
1. Prezapack (spuit khusus yang telah diberi Heparin) + Nedle No. 23 atau spuit biasa 3 cc +
0,1 cc Haparin
2. Gabus / karet untuk penutup jarum
3. Kapas alkohol 70%, Bethadine 10%
4. Plester, gunting
5. Es batu dalam kantong plastik
6. Formulir pemeriksaan

* INDIKASI UNTUK PEMERIKSAAN AGD

- Pada pasien dengan gangguan respirasi, untuk therapi oksigen
Mis : RR > 35 kali/menit, sesak, Cyanosis
-
Pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanis, dilakukan 30 setelah pemasangan & setiap 30
setiap seteelah perubahan setting ventilator. Atau 1x sehari & atau instruksi dokter, hal ini
dilakukan untuk koreksi O
2
& CO
2


* KONTRA INDIKASI
Sampai saat ini belum diketahui adanya kontra indikasi pengambilan darah untuk AGD

* BAHAYA / KOMPLIKASI
Terjadinya haematoma pada bekas tusukan
Terjadinya emboli udara

SETING OBAT-OBATAN DENGAN PUMP
Infus Pump & Syiringe Pump



DOPAMIN

g biasa dilarutkan dengan Martos, D.5%, NaCl 0,9% dan lain-lain. 200.000 1 amp.
Dopamin = 200 mg



Jika pelarut (D.5%) 500 cc maka





Bila pelarut (D.5%) 50 cc maka



200.000 = 400
500




200.000 = 4000 (syiringe)
50






Bila pelarut (D.5%) 100 cc maka


RUMUS




DOBUTAMIN


g 250.000 1 vial Dobutamin = 250 mg



200.000 = 2000
100




250.000 = 500
500



Bila pelarut (D.5%) 500 cc maka





Bila pelarut (D.5%) 50 cc maka





Bila pelarut (D.5%) 100 cc maka








250.000 = 5000 (S.P)
50




250.000 = 2500
100

STREPTASE

Obat streptase diberikan pada pasien AMI yang tidak lebih dari 6 jam dari serangan
pertama kali.

1 vial streptase berisi 1.500.000 streptokinase, pemberian obat trombolitik ini di drip
dengan pelarut NaCl 0,9% sebanyak 100 cc habis dalam 1 jam.

Sebelum pemberian obat ini pasien diperiksa Base Line Bleeding Time (BT) x Cloting Time
(CT).
KOREKSI BICNAT


1/3 X BB x Basic HCO
3
-
(N-H)
Pada Hasil AGD




N : Normal HCO
3
-
(21-28)
H : Hasil AGD HCO
3
-


http://sely-biru.blogspot.com/2010/08/basic-life-support.html


KALIUM

1/3 x BB x (4,5 H)
1/6 x BB x (4,5 H)


Catatan :

Untuk Bicnat cara pemberiannya dibolus
didrip untuk 23 jam (berdasarkan advis dokter)
dan pemberian drip jangan disatukan dengan infus lain.

http://die13profesionalnursing.blogspot.com/2011/02/bantuan-hidup-dasar-bhd_14.html

Вам также может понравиться