Вы находитесь на странице: 1из 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa tasawuI berasal dari luar
yang masuk ke dalam Islam. Sebagian penulis misalnya ada yang berpendapat
bahwa tasawuI berasal dari kebiasaan rahib-rahib Kristen yang menjauhi dunia
dan kesenangan material. Ada pula yang mengatakan bahwa tasawuI timbul
atas pengaruh ajaran Hindu dan disebutkan pula bahwa ajaran tasawuI berasal
dari IilsaIat Phytagoras dengan ajaran-ajarannya yang meninggalkan
kehidupan material dan memasuki kehidupan kontemplasi. Dikatakan pula
bahwa tasawuI masuk ke dalam Islam karena pengaruh IilsaIat Plotinus.
Disebutkan bahwa menurut IilsaIat emanasi Plotinus bahwa roh memancar
dari zat Tuhan dan kemudian akan kembali kepada-Nya. Tetapi dengan
masuknya roh ke alam materi, ia menjadi kotor, dan untuk dapat kembali ke
tempat Yang Maha Suci, terlebih dahulu ia harus disucikan. Tuhan Maha Suci
dan Yang Maha Suci tidak dapat didekati kecuali oleh yang suci, dan
pensucian roh ini terjadi dengan meninggalkan hidup kematerian, dan dengan
mendekatkan diri kepada Tuhan sedekat mungkin dan kalau bisa hendaknya
bersatu dengan Tuhan semasih berada dalam hidup ini.
Namun demikian, terlepas atau tidak adanya pengaruh dari luar itu,
yang jelas bahwa dalam sumber ajaran Islam, Al-Qur`an dan hadist terdapat
ajaran yang dapat membawa kepada timbulnya tasawuI. Paham bahwa Tuhan

dekat dengan manusia, yang merupakan ajaran dalam mistisisme ternyata ada
di dalam Al-Qur`an dan hadist.

B. Rumusan masalah
Dari latar belakang di atas, dapat diambil beberapa rumusan masalah yang
akan dibahas dalam makalah ini, diantaranya :
- Pengertian tasawuI
- Asal-usul tasawuI
. Tujuan
Tujuan dari pembahsan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui
dan memahami makna dari kata tasawuI yang sebenarnya dan untuk
mengetahui sejarah asal usul terlahirnya pemahaman tentang tasawuI.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tasawuf

Kata tasawuI diambil dari kata shaIa yang berarti bersih. Dinamakan
shuIi karena hatinya tulus dan bersih di hadapan Tuhannya. Teori lain
mengatakan bahwa kata tersebut diambil dari kata ShuIIah yang berarti
serambi Masjid Nabawi di Madinah yang ditempati oleh sahabat-sahabat Nabi
yang miskin dari golongan Muhajirin. Mereka disebut ahl as-shuIIah yang
sungguh pun miskin namun berhati mulia dan memang siIat tidak
mementingkan kepentingan dunia dan berhati mulia adalah siIat-siIat kaum
suIi/ teori lainnya menegaskan bahwa kata suIi diambil dari kata suI yaitu kain
yang dibuat dari bulu atau wool, dan kaum suIi memilih memakai wool yang
kasar sebagai simbol kesederhanaan.
Dari berbagai teori di atas, tampak bisa dipahami bahwa suIi dapat
dihubungkan dengan dua aspek, yaitu aspek lahiriyah dan bathiniyah. Teori
yang menghubungkan orang yang menjalani kehidupan tasawuI dengan orang
yang berada di serambi masjid dan bulu domba merupakan tinjauan aspek
lahiriyah dari shuIi. Ia dianggap sebagai orang yang telah meninggalkan dunia
dan hasrat jasmani, dan menggunakan benda-benda di dunia hanya untuk
sekedar menghindarkan diri dari kepanasan, kedinginan dan kelaparan.

Sedangkan teori yang melihat suIi sebagai orang yang mendapat keistimewaan
di hadapan Tuhan nampak lebih memberatkan pada aspek bathiniyah.
TasawuI sebagaimana disebutkan dalam artinya di atas bertujuan
untuk memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga
disadari benar bahwa seseorang berada di hadirat Tuhan, dan intisari dari
suIisme itu adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara roh
manusia dan Tuhan dengan cara mengasingkan diri dan berkontemplasi.
Kesadaran berada dekat dengan Tuhan itu dapat mengambil bentuk ijtihad
atau menyatu dengan Tuhan.
Dalam ajaran tasawuI, seorang suIi tidak begitu saja dapat berada
dekat dengan Tuhan, melainkan terlebih dahulu ia harus menempuh latihan
tertentu. Ia misalnya harus menempuh beberapa maqam (stasiun), yaitu
disiplin kerohanian yang ditujukan oleh seorang calon suIi dalam bentuk
berbagai pengalaman yang dirasakan dan diperoleh melalui usaha-usaha
tertentu.
Mengenai jumlah maqamat yang harus ditempuh oleh para suIi
berbeda-beda sesuai dengan pengalaman pribadi yang bersangkutan. Abu
Bakar Muhammad al-Kalabadzi misalnya, mengemukakan beberapa
mawamat, yaitu : taubat, zuhud, sabar, al-Iaqr, al-tawadlu`, taqwa, tawakkal,
al-ridla, al-mahabbah, al-ma`riIat dan kerelaan hati.


B. Asal-Usul Tasawuf
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa tasawuI berasal dari luar
yang masuk ke dalam Islam. Sebagian penulis misalnya ada yang berpendapat
bahwa tasawuI berasal dari kebiasaan rahib-rahib Kristen yang menjauhi dunia
dan kesenangan material. Ada pula yang mengatakan bahwa tasawuI timbul
atas pengaruh ajaran Hindu dan disebutkan pula bahwa ajaran tasawuI berasal
dari IilsaIat Phytagoras dengan ajaran-ajarannya yang meninggalkan
kehidupan material dan memasuki kehidupan kontemplasi. Dikatakan pula
bahwa tasawuI masuk ke dalam Islam karena pengaruh IilsaIat Plotinus.
Disebutkan bahwa menurut IilsaIat emanasi Plotinus bahwa roh memancar
dari zat Tuhan dan kemudian akan kembali kepada-Nya. Tetapi dengan
masuknya roh ke alam materi, ia menjadi kotor, dan untuk dapat kembali ke
tempat Yang Maha Suci, terlebih dahulu ia harus disucikan. Tuhan Maha Suci
dan Yang Maha Suci tidak dapat didekati kecuali oleh yang suci, dan
pensucian roh ini terjadi dengan meninggalkan hidup kematerian, dan dengan
mendekatkan diri kepada Tuhan sedekat mungkin dan kalau bisa hendaknya
bersatu dengan Tuhan semasih berada dalam hidup ini.
Namun demikian, terlepas atau tidak adanya pengaruh dari luar itu,
yang jelas bahwa dalam sumber ajaran Islam, Al-Qur`an dan hadist terdapat
ajaran yang dapat membawa kepada timbulnya tasawuI. Paham bahwa Tuhan
dekat dengan manusia, yang merupakan ajaran dalam mistisisme ternyata ada
di dalam Al-Qur`an dan hadist.
Ayat 186 Surat Al-Baqarah misalnya menyatakan :


' = ~' ~ ' _' ~' = ~ - = ' - - ' - = , ~' = = ' ~ , ~ '

Artinya :
'Jika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang diri-Ku. Aku adalah
dekat. Aku mengabulkan seruan orang memanggil jika ia panggil Aku (QS.
Al-Baqarah : 186)

Kata ' =~ yang terdapat dalam ayat di atas oleh suIi diartikan bukan berdoa
dalam arti yang lazim dipakai, melainkan dengan arti berseru atau
memanggil. Tuhan mereka panggil dan Tuhan memperhatikan diri-Nya
kepada mereka.

Ayat 115 juga Surat Al-Baqarah juga menyatakan :

-' = ` ' ' ~- -' - ~' ~~' -

Artinya :
'Timur dan Barat kepunyaan Allah, maka kemana saja kamu berpaling di situ
(kamu jumpai) wajah Tuhan.

Bagi kaum suIi ayat ini mengandung arti bahwa di mana saja Tuhan ada dan
dapat dijumpai.

Selanjutnya dalam hadits dinyatakan :


-' - = ~ - ~- - - = ~
Artinya :
'Siapa yang kenal pada dirinya, pasti kenal kepada Tuhan
Hadits lain juga mempunyai pengaruh kepada timbulnya paham tasawuI
adalah hadits qudsi yang artinya :
'Aku pada mulanya adalah harta yang tersembunyi, kemudian Aku ingin
kenal, maka Kuciptakanlah makhluk dan mereka pun kenal pada-Ku melalui
diri-Ku
Menurut hadits ini, bahwa Tuhan dapat dikenal melalui makhluk-
Nya, dan pengetahuan yang lebih tinggi ialah mengetahui Tuhan melalui diri-
Nya.
Tahanuts yang dilakukan Nabi Muhammad Saw di Gua Hira
merupakan cahaya pertama dan utama bagi nur tasawuI, karena itulah benih
pertama bagi kehidupan rohaniah. Di dalam mengingat Allah serta memuja-
Nya di Gua Hira, putuslah ingatan dan tali rasa beliau dengan segala makhluk
lainnya. Di situ pula berawalnya Nabi Muhammad mendapat hidayah,
membersihkan diri dan mensucikan jiwa dari noda-noda penyakit yang
menghinggapi sukma, bahkan sewaktu itu pulalah berpuncaknya kebesaran,
kesempurnaan, dan kemuliaan jiwa Muhammad Saw. dan membedakan beliau
dari kebiasaan hidup manusia biasa.
Fakta sejarah menunjukkan bahwa selama hayatnya, segenap peri
kehidupan beliau menjadi tumpuan masyarakat, karena segala siIat terpuji

terhimpun pada dirinya, bahkan beliau merupakan lautan budi yang tidak
pernah kering airnya kendatipun diminum oleh semua makhluk yang
memerlukan air. Amal ibadah beliau tiada tara bandingannya. Dalam sehari
semalam Rasulullah minimal membaca istighIar minimal 70 kali, shalat
Iardhu, rawatib serta shalat dhuha yang tidak kurang dari delapan rakaat setiap
hari. Shalat tahajjud beliau tidak lebih dari sebelas rakaat, dan lama sujudnya
sama dengan lamanya sahabat membaca lima puluh ayat. Shalat beliau yang
khusuk dan tuma`ninah amat sempurna. Dalam berdoa, perasaan khauI dan
raja` selalu dinampakkan Rasulullah dengan tangis dan sedu sedannya.
Masih banyak lagi amalan Rasulullah yang menunjukkan
ketasawuIannya. Apa yang dikemukakan di atas dimaksudkan untuk
menunjukkan bahwa amalan tasawuI ternyata sudah dipraktekkan oleh
Rasulullah Saw.
Pola hidup dan kehidupan Rasulullah yang sangat ideal itu menjadi
suri tauladan bagi para sahabatnya, baik bagi sahabat dekat maupun sahabat
yang jauh. Tumpuan perhatian mereka senantiasa ditujukan untuk mengetahui
segala siIat, sikap dan tindakan Rasulullah, sehingga para sahabat tersebut
dapat pula memantulkan cahaya yang mereka terima kepada orang yang ada di
sekitarnya dan generasi selanjutnya. Amalan tasawuI sebagaimana
dipraktekkan oleh Rasulullah itu juga diikuti oleh para sahabatnya.
Abu Bakar Ash-Shiddieq misalnya, pernah hidup dengan sehelai kain
saja. Dalam beribadat kepada Allah Swt. karena khusu dan tawadhu`nya
sampai dari mulutnya tercium bau limpanya, karena terbakar oleh rasa takut

kepada Allah. Pada malam hari ia beribadat dengan membaca Al-Qur`an


sepanjang malam.
Umar bin Khattab dikenal dengan keadilan dan amanahnya yang luar
biasa. Ia pernah berpidato di hadapan orang banyak, sedangkan di dalam
pakaiannya terdapat dua belas tambalan dan dia tidak memiliki kain yang
lainnya.
Usman bin AIIan dikenal sebagai orang yang tekun beribadah dan
pemalu, dan meskipun ia juga dikenal sebagai seorang sahabat yang tekun
mencari rezeki, tetapi iapun terkenal sebagai pemurah, sehingga tidak sedikit
kekayaannya digunakan untuk menolong perjuangan Islam.
Sahabat selanjutnya adalah Ali bin Abi Thalib yang tidak peduli
terhadap pakaiannya yang robek dan menjahitnya sendiri.

Beberapa tokoh besar dalam suIi adalah : Rabi`ah al-Adawiyah,
Zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami, Husein bin Mansur al-Hajjaj, dan Al-
Ghazali. Demikian Iakta sejarah berbicara tentang kehidupan yang
dipraktekkan oleh orang-orang yang bertasawuI, meninggalkan kemegahan
dunia dan hanya mengabdikan diri untuk akhiratnya.

BAB III
KESIMPULAN

Ada beberapa kesimpulan yang dapat kita ambil, diantaranya :
- SuIi dapat dihubungkan dengan dua aspek, yaitu aspek lahiriyah dan
bathiniyah. Teori yang menghubungkan orang yang menjalani kehidupan
tasawuI dengan orang yang berada di serambi masjid dan bulu domba
merupakan tinjauan aspek lahiriyah dari shuIi. Ia dianggap sebagai orang yang
telah meninggalkan dunia dan hasrat jasmani, dan menggunakan benda-benda
di dunia hanya untuk sekedar menghindarkan diri dari kepanasan, kedinginan
dan kelaparan. Sedangkan teori yang melihat suIi sebagai orang yang
mendapat keistimewaan di hadapan Tuhan nampak lebih memberatkan pada
aspek bathiniyah.
- TasawuI sebagaimana disebutkan dalam artinya di atas bertujuan untuk
memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga disadari
benar bahwa seseorang berada di hadirat Tuhan, dan intisari dari suIisme itu
adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara roh manusia dan
Tuhan dengan cara mengasingkan diri dan berkontemplasi. Kesadaran berada
dekat dengan Tuhan itu dapat mengambil bentuk ijtihad atau menyatu dengan
Tuhan.
- Dalam ajaran tasawuI, seorang suIi tidak begitu saja dapat berada dekat
dengan Tuhan, melainkan terlebih dahulu ia harus menempuh latihan tertentu.
Ia misalnya harus menempuh beberapa maqam (stasiun), yaitu disiplin
kerohanian yang ditujukan oleh seorang calon suIi dalam bentuk berbagai
pengalaman yang dirasakan dan diperoleh melalui usaha-usaha tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Al-Kalabadzi, al-Ta`arruI li Madzhab ahl al-TashawuI (al-Maktabah al-
Kulliyat al-Azhariyyah, Cairo, 1969) h. 28
2. Ibrahim Basuni, Nasy`ah al-TashawuI al-Islami, Juz III (Dar al-MaariI,
Mesir, 1119), h. 9
3. Abuddin Nata, Ilmu Kalam, FilasaIat dan TawawuI (Dirasah Islamiyah
IV)(Jakarta : PT. Raja GraIindo Persada, 2001), h. 153

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................ ii
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1
a. Latar belakang ................................................................................ 1
b. Rumusan masalah .......................................................................... 2
c. Tujuan ............................................................................................ 2
BAB II. PEMBAHASAN ......................................................................... 3
A. DeIinisi TasawuI ............................................................................ 3
B. Asal-usul TasawuI .......................................................................... 5
BAB III. KESIMPULAN ....................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 11

KATA PENGANTAR
- ~= =- -' . ~_ = `~ ' `-' -~ ~ = ' ~ ' ~
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan
kita segala nikmatNya dan kesempatan yang begitu berarti sehingga
pemakalah dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada
waktunya, meskipun demikian pemakalah menyadari bahwa makalah ini
masih jauh untuk mendekati sebuah kesempurnaan baik dari matari / isi
makalah maupun penyusunan kata dalam makalah ini, untuk itu
pemakalah mengharapkan kritik dan saran yang siIatnya membangun demi
tercapainya kesempurnaan dalam penyusunan makalah kami berikutnya.
Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepaeda semua
pihak yang ikut terlibat membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam penyusunan makalah ini sehingga Alhamdulillah makalah
ini dapat terselesaikan.

Вам также может понравиться