Вы находитесь на странице: 1из 78

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kerjasama pemerintah swasta mulai banyak diterapkan di Indonesia. Kerjasama pemerintah swasta atau yang lebih dikenal dengan istilah Public Private Partnership (PPP) merupakan kesepakatan kontraktual jangka panjang antara instansi pemerintah (federal, negara bagian atau lokal) dan sektor swasta untuk memenuhi kebutuhan fasilitas publik. Melalui perjanjian ini, sektor pemerintah dan swasta memberikan keterampilan dan aset masing-masing dalam memberikan layanan atau fasilitas untuk penggunaan masyarakat umum (Alfen, et.al, 2009). Penerapan PPP dilatarbelakangi oleh masalah pendanaan oleh

pemerintah. Dengan adanya PPP diharapkan pembangunan dapat terus berjalan dengan tidak membebani pendanaan pemerintah yang semakin terbatas. sehingga pemerintah bisa lebih berkonsentrasi ke sektor lainnya. Dalam PPP pemerintah dapat mendayagunakan aset yang dimilikinya dengan keterampilan pihak swasta yang diharapkan mempunyai kemampuan pengolahan yang lebih baik. Dalam hal ini pemerintah dapat pula ikut meningkatkan kemampuan manajerial dan sumber daya manusianya melalui kerjasama PPP. PPP mulai diterapkan di Indonesia tahun 1988 pada proyek pembangunan jalan tol. Kurdi (2004) menambahkan bahwa sekarang ini kerjasama banyak diterapkan pada kota kota kota metropolitan di Indonesia. Di Surabaya, pembangunan dengan menggunakan pola PPP digunakan diantaranya pada proyek pembangunan gedung, jalan tol juga pada proyek pembangunan pasar. Negoro, dkk. (2009) menyatakan bahwa proyek pembangunan pasar atau yang lebih dikenal dengan istilah revitalisasi pasar ini dapat menghidupkan kembali peran penting pasar tradisional dalam sektor ekonomi kemasyarakatan

dengan menggali potensi potensi yang dimiliki agar memiliki daya saing yang tinggi terhadap persaingan yang ada (terutama terhadap pasar modern). Sebagian besar bangunan pasar tradisional yang sudah berumur lebih dari 30 tahun, merupakan suatu alasan perlu dilakukan revitalisasi pasar. Revitalisasi pasar merupakan wujud nyata pemerintah daerah Surabaya untuk memperbaiki penampilan pasar tradisional yang selama ini kondisinya kumuh dan tidak teratur sehingga diharapkan dengan merenovasi bangunan pasar untuk menarik kembali minat pembeli untuk berbelanja di pasar tradisional. Pentingnya revitalisasi pasar ini ditunjukan pemerintah dengan semakin banyaknya proyek revitalisasi pasar yang direncanakan oleh pemerintah Surabaya. Salah satu usaha pemerintah untuk mewujudkan proyek revitalisasi pasar ini adalah dengan bekerjasama dengan pihak swasta dengan menggunakan pola kerjasama PPP. Sampai saat ini sudah ada 8 pasar yang direvitalisasi dengan menggunakan konsep PPP. Djunaedi (2008) menambahkan bahwa konsep PPP banyak diterapkan oleh pemerintah dalam rangka mengajak investor swasta domestik maupun asing untuk bekerjasama dalam penyediaan infrastruktur. Menurut European

Commision (2003) manfaat dengan diadakannya PPP adalah terciptanya peningkatan peran serta masyarakat, meningkatkan efektivitas bagi pemerintah swasta dengan pengadaan fasilitas publik, transfer teknologi, peningkatan akuntabilitas dan meminimalkan risiko dengan cara mengalokasi pada pihak pihak yang paling berkompeten untuk menanganinya. PPP membawa banyak manfaat baik bagi pemerintah maupun swasta akan tetapi pada kenyataannya PPP membawa risiko yang cukup besar bagi pihak yang terlibat dalam kerjasama. Beberapa risiko yang terjadi pada proyek pembangunan pasar ialah tidak tersedianya dana oleh investor dan kurangnya ketertarikan investor untuk membiayai proyek PPP. Shen, et al (2006)

menyatakan hal yang sama bahwa proyek dengan skema PPP memiliki risiko lebih dari proyek konstruksi tradisional lainnya. Besarnya risiko pada PPP berbeda beda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kepentingan dalam PPP. Risiko dalam PPP dapat dilihat dari beberapa sudut pandang yaitu sudut pandang

pemerintah, investor dan kontraktor. Sering kali persepsi antara kontraktor dan investor disamakan karena investor sering merangkap sebagai kontraktor. Beberapa penelitian mengenai analisis risiko PPP sudah dilakukan baik itu di Indonesia maupun di luar negeri. Beberapa penelitian yang telah dilakukan di Indonesia seperti Wibowo & Mohamed (2010) yang menganalisa dan mengalokasikan risiko PPP pada proyek penyediaan air bersih. Wishnu (2010) meneliti tentang risiko investasi PPP pada proyek jalan tol Cileunyi - Sumedang Dawuan. Sedangkan penelitian tentang risiko PPP yang telah dilakukan di luar negeri seperti Yuan, et al (2008) dan Xu, et al (2010) meneliti tentang risiko PPP pada proyek berskema PPP di Cina. Namun belum dijumpai adanya penelitian mengenai risiko PPP pada proyek pembangunan pasar. Selanjutnya penelitian ini dilakukan untuk mengetahui risiko risiko yang berpengaruh terhadap PPP pada proyek pembangunan pasar di Surabaya.

1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah pada penelitian ini adalah 1. Risiko risiko apa yang sering terjadi terhadap kerjasama PPP pada proyek pembangunan pasar di Surabaya ? 2. Risiko apa saja yang memiliki pengaruh besar pada kerjasama PPP pada proyek pembangunan pasar di Surabaya ?

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Mengetahui risiko yang sering terjadi dalam PPP pada proyek pembangunan pasar di Surabaya. 2. Mengetahui risiko yang berpengaruh besar terhadap PPP pada proyek pembangunan pasar di Surabaya.

1.4 Batasan Penelitian 1. Penelitian ini dilakukan pada proyek pembangunan pasar di Surabaya yang menggunakan kerjasama PPP. 2. Risiko yang diteliti adalah dari sudut pandang pemerintah dimana dalam hal ini adalah pemerintah kota Surabaya dan PD Pasar Surya Surabaya. 3. Penelitian ini hanya fokus pada konsep analisis risiko untuk mencari risiko risiko yang berpengaruh terhadap PPP pada proyek pembangunan pasar di Surabaya. Respon risiko tidak masuk dalam penelitian.

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

Pada kajian pustaka ini akan dibahas mengenai konsep mengenai PPP dan manajemen risiko.

2.1 Public Private Partnership (PPP) Pada sub bab ini dijelaskan beberapa hal mengenai PPP yaitu definisi PPP, dasar hukum PPP, tujuan dan keuntungan PPP, bentuk - bentuk kerjasama pemerintah swasta, struktur proyek PPP.

2.1.1 Definisi Public Private Partnership (PPP) Kurdi (2004) berpendapat bahwa PPP merupakan kemitraan Pemerintah Swasta yang melibatkan investasi yang besar/ padat modal dimana sektor swasta membiayayai, membangun, dan mengelola prasarana dan sarana, sedangkan pemerintah sebagai mitra yang menangani pengaturan pelayanan, dalam hal ini tetap sebagai pemilik asset dan pengendali pelaksanaan kerjasama. Alfen, et al. (2009) menambahkan bahwa PPP dalam pembangunan infrastruktur melibatkan partisipasi sektor swasta dalam salah satu atau semua tahap yaitu desain, konstruksi, pembiayaan dan fase operasi infrastruktur utilitas umum, jasa. Alfen, et al. (2009) berpendapat bahwa PPP memiliki 4 karakteristik yaitu PPP merupakan kontrak jangka panjang, investasi pihak swasta dan siklus hidup proyek merupakan hal yang penting bagi pihak swasta, inovasi dalam penyediaan jasa yang dilakukan pihak swasta dan adanya keuntungan yang didapatkan baik itu dari pihak swasta maupun dari pihak pemerintah. Di Indonesia kerjasama ini dikenal dengan konsep kemitraan yang pada umumnya melibatkan investasi yang besar/padat modal dimana sektor swasta membiayai, membangun dan mengelola prasarana dan sarana sedangkan

pemerintah sebagai mitra yang menangani peraturan pelayanan, dalam hal ini tetap sebagai pemilik asset dan pengendali pelaksaanaan kerjasama (Kurdi, 2004).

2.1.2 Karakteristik Public Private Partnership (PPP) PPP banyak diterapkan diberbagai negara dengan jenis dan model PPP. Konsep PPP berkembang dengan cara yang berbeda pada tiap negara. Walaupun begitu ada elemen penting dalam PPP yang berbeda dengan kontrak tradisional. Grimsey dan Lewis (2004) membagi karakteristik PPP menjadi 2 yaitu karakteristik khusus dan karakteristik umum. Karakteristik umum menurut Grimsey dan Lewis (2004) adalah 1. Adanya partisipan. Partisipan disini adalah pihak pihak yang terkait dalam PPP dimana pihak pihak tersebut adalah pihak pemerintah dan pihak swasta. Semua pihak yang terkait dalam PPP harus mempunyai komitmen dalam kerjasama agar kerjasama dapat berjalan dengan lancar. 2. Sumber Daya. Setiap pihak dalam PPP harus mempunyai suatu keterampilan tertentu yang bermanfaat dalam hubungan kerjasama sehingga hubungan kerjasama menjadi menguntungkan pihak pihak yang terlibat. Dalam PPP, pihak pihak yang terlibat dimanfaatkan keterampilan terbaik yang tersedia, pengetahuan dan sumber daya. Pihak pihak yang terlibat dalam PPP harus membagi sumber daya yang dimiliki kepada pihak lain dalam kerjasama. 3. Hubungan. Dalam PPP hubungan menjadi suatu hal yang perlu dijaga. Hal ini mengigat lamanya waktu kerjasama yang terjalin antara pemerintah dan swasta. Hubungan kerjasama harus bertahan dan relasional. 4. Kontinuitas. Mendasari kerangka kontrak dalam kerjasama baik itu peraturan maupun menyediakan kepastian bagi para mitra dalam kerjasama. Hal ini memungkinkan pihak yang terlibat untuk membuat keputusan tanpa harus memulai dari awal dan berkembang dari aturan pertama yang mengatur 6

kerjasama tersebut. Sehingga dalam PPP diperlukan suatu kesepakatan bersama untuk pemahaman tentang prioritas, tujuan kebijakan dan kepercayaan.

Sedangkan Grimsey dan Lewis (2004) menambahkan tentang karakteristik khusus dalam PPP adalah 1. Jenis. Kemitraan diciptakan untuk tujuan kebijakan kebijakan formulasi, penetapan prioritas dan mengkoordinasi organisasi dari berbagai sektor. Perhatian utama terletak pada layanan yang berdasar aset dan ketentuan layanan kontrak jangka panjang yang berkaitan dengan sosial dan

infrastrukstur maupun ekonomi. 2. Fokus Pada Layanan. Yang ditekankan dalam hal ini yaitu pelayanan yang diterima oleh pemerintah. Dalam kemitraan pemerintah membayar untuk pelayanan yang diberikan oleh pihak swasta, yang direalisasikan melalui kepemilihan infrastruktur menjadi milik swasta maupun infrastruktur yang disewakan sebagai bagian dari layanan. 3. Biaya Keseluruhan. Dalam PPP ada kesempatan untuk integrasi lengkap dibawah satu pihak mulai dari desain hingga operasional. 4. Inovasi. PPP difokuskan pada spesifikasi,hasil dan kesempatan untuk peningkatan dari pihak pihak terkait dan pemberian solusi yang inovatif untuk memenuhan kebutuhan dalam proyek. 5. Alokasi Risiko. Alokasi risiko diperlukan agar kerjasama lebih menguntungkan untuk kedua belah pihak. Pemerintah biasanya menahan risiko dalam kepemilikan dan pengoperasian. Beberapa risiko biasanya ditansfer kepada pihak swasta. Risiko kepada pihak swasta diatu dengan beberapa cara diantaranya ialah pengurangan biaya dan hal ini dapat menurunkan biaya keseluruhan untuk pemerintah. 7

2.1.3 Dasar Hukum Public Private Partnership (PPP) Untuk memperoleh keberhasilan dalam melakukan kerjasama, maka harus dilandasi dengan aspek hukum yang tepat. Pada dasarnya suatu perjanjian kerjasama antara pemerintah dan pihak ketiga atau perusahaan swasta dalam rangka penggunausahaan asset daerah perlu diatur secara rinci apa yang menjadi kewenangan hak dan kewajiban para pihak yang tujuannya untuk mengamankan kepentingan para pihak dan mencegah terjadinya sengketa dikemudian hari.
(Siregar, 2004)

Siregar (2004) berpendapat bahwa pelaksanaan penggunausahaan aset daerah berdasarkan pada suatu perjanjian dasar kerjasama yang dibuat oleh para pihak dan dilandasi oleh kebebasan berkontrak yang prinsip-prinsipnya adalah : adanya kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri dalam suatu perjanjian kerjasama, setiap perjanjian yang dibuat secara syah bersifat mengikat para pihak sebagai undang-undang dan para pihak wajib mematuhi apa yang menjadi kewenangan, hak dan kewajiban masing-masing pihak, Setiap perjanjian yang dibuat tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan yang oleh undang-undang dipandang layak untuk membatalkan perjanjian tersebut, masalah berakhirnya perjanjian dan akibat hukum.

2.1.4 Tujuan dan Keuntungan Public Private Partnership (PPP) Kurdi (2004) menyatakan bahwa ada beberapa tujuan partisipasi pihak swasta dalam pola kerjasama PPP diantaranya adalah mendapatkan modal untuk mengatasi masalah pembiayaan dalam pembangunan infrastruktur, memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan sarana pelayanan, mengimpor alih teknologi, memperluas dan mengembangkan layanan bagi pelanggan, meningkatkan effesiensi operasional. Sedangkan keuntungan diadakannya PPP menurut European Commision (2003) diantaranya adalah percepatan dari penyediaan modal untuk pembangunan infrastruktur, Adanya pengalihan tanggung jawab desain dan konstruksi kepada pihak swasta dan dan dikombinasikan dengan pembiayaan oleh pemerintah, adanya penggurangan biaya yang tidak perlu selama masa penggunaan proyek 8

yang dilakukan oleh pemerintah swasta, adanya alokasi resiko kepada pihak yang paling berkompeten untuk menanganinya sehingga pihak swasta akan

memperbaiki kualitas manajemennya dan menampilkan Berdasarkan pengalaman internasional dengan kontrak PPP kualitas pelayanan seringkali lebih baik bila dibandingkan dengan cara pengadaan tradisional, Pihak swasta diharapkan akan lebih mampu untuk menghasilkan pendapatan tambahan pada masa operasional sehingga subsidi pemerintah dapat dikurangi, pemerintah akan berperan sebagai regulator dan akan memfokuskan perannya pada rencana program pelayanan dan monitoringakibat dari dilimpahkannya tanggung jawab public service kepada swasta.

2.1.5 Bentuk Bentuk Public Private Partnership (PPP) Kintanar, et al. (2003) berpendapat bahwa variasi bentuk - bentuk kerjasama PPP terjadi karena beragamnya kondisi eksisting yang menuntut penanganan yang tepat. Adanya variasi bentuk kerjasama akan memberikan flesibilitas kepada kedua belah pihak baik pemerintah maupun sektor swasta untuk mengadakan kerjasama. Kintanar, et al. (2003) membagi bentuk PPP yaitu Build Operate Transfer (BOT), Build Own Operate (BOO), Contract Add Operate (CAO), Develop Operate Transfer (DOT), Rehabilitate Own Transfer (ROT), Rehabilitate Own Operate (ROO), Build and Transfer (BT), Build Lease Transfer (BLT), Build Transfer Operate (BTO). Beberapa bentuk kerjasama pemerintah dan swasta yang umum dilakukan menurut Siregar (2004) yaitu 1. Bangun Guna Serah atau BuildOperateTransfer (BOT), BOT adalah pemanfaatan tanah dan atau bangunan milik/dikuasai pemerintah daerah oleh pihak ketiga dengan cara pihak ketiga membangun bangunan siap pakai dan atau menyediakan, menambah sarana lain berikut fasilitas diatas tanah dan atau bangunan tersebut dan mendayagunakannya selama dalam waktu tertentu untuk kemudian setelah jangka waktu berakhir menyerahkan kembali tanah dan bangunan dan atau sarana lain berikut fasilitasnya tersebut beserta pendayagunaannya pada daerah, serta 9

menbayar kontribusi sejumlah uang atas pemanfaatannya yang besarnya ditetapkan sesuai dengan kesepakatan. 2. Bangun Serah Guna atau Build Transfer-Operate (BTO) BTO adalah pemanfaatan tanah dan atau bangunan milik/dikuasai pemerintah daerah oleh pihak ketiga dengan cara pihak ketiga membangun bangunan siap pakai dan atau menyediakan, menambah sarana lain berikut fasilitas diatas tanah dan atau bangunan tersebut dan setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada daerah untuk kemudian oleh pemerintah daerah tanah dan bangunan siap pakai dan atau sarana lain berikut fasilitasnya tersebut diserahkan kembali kepada pihak ketiga untuk didayagunakan selama jangka waktu tertentu, dan atas pemanfaatannya tersebut pihak ketiga dikenakan kontribusi sejumlah uang yang besarnya ditetapkan sesuai dengan kesepakatan. 3. Bangun Serah atau Build-Tranfer (BT) BT adalah perikatan antara pemerintah daerah dengan pihak ketiga dengan ketentuan tanah milik pemerintah daerah, pihak ketiga membangun dan membiayai sampai dengan selesai, setelah pembangunan selesai pihak ketiga menyerahkan kepada pemerintah daerah membayar

pembangunannya. 4. Kerjasama Operasi (KSO) KSO adalah perikatan antara pemerintah daerah dengan pihak ketiga, pemerintah daerah menyediakan barang daerah dan pihak ketiga menanamkan modal yang dimilikinya dalam salah satu usaha, selanjutnya kedua belah pihak secara bersama-sama atau bergantian mengelola manajemen dan proses operasionalnya, keuntungan dibagi sesuai dengan besarnya sharing masing-masing.sedangkan berdasarkan laporan OECDInvestment Division (2005), bentuk-bentuk yang paling umum dari PPP dalam utilitas yaitu service contract atau kontrak jasa, delegated management contracts atau kontak penugasan untuk mengurus

manajemen, construction Support atau Penyediaan konstruksi dimana yang termasuk tipe kontrak ini adalah Design Build Operate (DBO), Build Operate Transfer (BOT), Build Own Operate (BOO). 10

Grimsey dan Lewis (2004) menyatakan ada 6 tipe kontrak kerjasama dalam PPP yaitu 1. BOT (Build Operate Transfer). Ini adalah kontrak dimana sektor swasta bertanggung jawab utama untuk pendanaan (pembiayaan), desain, membangun dan mengoperasikan proyek tersebut. Kontrol dan kepemilikan proyek nantinya akan ditransfer kembali ke pihak publik. 2. BOO (Build Operate Own). Dalam kontrak ini, kontrol dan kepemilikan proyek tetap berada di tangan swasta. Dengan proyek BOO, keuangan pihak swasta digunakan untuk membangun, memiliki dan mengoperasikan infrastruktur fasilitas efektif selama-lamanya. 3. Leasing. Pada kontrak ini, risiko dialihkan ke pihak swasta. Di Prancis, PPP sebagian besar dilakukan berdasarkan kontrak konsesi (berdasarkan BOT) atau kontrak sewa (yang meliputi desain dan bangunan, atau operasi, tetapi tidak menerima pendanaan proyek). 4. Joint ventures (JV). Kontrak ini terjadi ketika pihak swasta dan publik bersama-sama membiayai, memiliki dan mengoperasikan fasilitas. 5. Operations or Management Contracts. Dalam kontrak ini pihak swasta hanya terlibat sebagian, misalnya menyediakan layanan atau mengelola operasional suatu proyek tertentu. Kontrak ini memungkinkan pihak swasta untuk menyediakan pelayanan infrastruktur dalam periode waktu tertentu. 6. Cooperative Arrangements. Kontrak ini kerjasama antara pemerintah dan swasta yang bersifat lebih informal daripada tipe PPP. Tipe kontrak ini biasanya digunakan untuk proyek-proyek perumahan yang bersifat sosial.

11

Arndt (2000) dalam Wardani (2009) menambahkan beberapa bentuk kontrak kerjasama sebagai berikut : 1. Build Own Operate Transfer (BOOT) Proyek dengan kontrak BOOT ini melibatkan pihak swasta dalam seluruh aspek desain. Variasi dari kontrak BOOT terkait dengan konsesi terdiri dari Build Operate Transfer (BOT), Rehabilitate Operate Transfer (ROT), Lease Operate Transfer (LOT) dan Build Own Operate Sell (BOOS). 2. Build Transfer Operate (BTO) Kontrak BTO dikembangkan di Amerika Serikat pada proyek jalan raya akibat pembayaran premi resiko kecelakaan kendaraan yang sangat tinggi, sehingga pemerintah melindungi developer dengan mengalihkan tanggung jawabnya dengan menerapkan konsep kontrak ini. Jenis kontrak ini disebut juga Design Build Operate (DBO), Design Build Finance Operate (DBFO) dan Design Construct Operate Maintenance (DCOM) 3. Build Own Operate (BOO). Kontrak proyek BOO sebenarnya hampir sama dengan BOOT, tetapi penekanannya terletak pada tidak adanya kewajiban swasta mengalihkan aset kepemilikan pada pemerintah. Variasinya antara lain Rehabilitate Own Operate (ROO), dan Lease Own Operate (LOO). Perbedaan utama dari beberapa bentuk PPP dalam kepemilikan, investasi dan resiko komersial diilustrasikan dalam bentuk Tabel 2.1 dibawah ini berdasarkan penelitian Gruber (2003) dalam OECD (2005).

Tabel 2.1 Karakteristik Berbagai Alternatif Bentuk PPP

Management Support O&M Leasing Concession

Operation & Maintenance Public & Private Private Private Private

Ownership Public Public Public Public

Investment Public Public Public Private

Commercial Risk Public Public Semi - Private Private

Duration ( Years ) 1-2 3-5 8-15 20-30

12

Operation & Maintenance DBO BOT/BOO Private Private

Ownership Public Public & Private

Investment Public Private

Commercial Risk Private Private

Duration ( Years ) 20-30 20-30

Sumber : Gruber (2003) dan Sekretariat OECD

Dari beberapa jenis dan karakteristik kontrak diatas yang biasanya digunakan adalah varian dari skema kontrak BOOT yaitu BOT yang mempunyai karakteristik yang sesuai dengan proyek infrastruktur dan alokasi resiko yang dibutuhkan (Tiong,1995) dan berdasarkan dari penguraian bentuk PPP diatas maka dapat dikatakan secara umum bahwa kerjasama BOT merupakan varian yang sering dipakai dalam meningkatkan partisipasi swasta untuk pengembangan infrastruktur di suatu daerah (Ramdhani, 2004).

2.1.6 Struktur Proyek Public Private Partnership (PPP) Pada kerjasama PPP melibatkan banyak pihak pihak tersebut memiliki kepentingan yang berbeda beda. Seperti halnya pemerintah yang bertujuan untuk pengadaan aset dengan bekerjasama dengan pihak swasta. Pihak swasta membiayai proyek dengan membentuk suatu perusahaan yang nantinya akan memegang konsesi. Untuk mendukung dana dalam pembangunan suatu proyek pihak swasta mengandeng pihak yang dapat memberikan pijaman dana (Alfen, et al., 2009). Hubungan antara pihak pihak dalam suatu proyek PPP digambarkan pada Gambar 2.1.

13

Gambar 2.1 Struktur Proyek PPP (Alfen, et al., 2009)

Partisipan yang biasa terlibat dalam struktur PPP

dalam skala

internasional antara lain seperti yang terdapat dalam gambar 2.1 dengan peran masing-masing berikut ini : 1. Host Government / Pemerintah . Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah adalah fihak yang mula-mula mengenali kebutuhan untuk membanguna fasilitas publik tetapi tidak mampu untuk membiayai proyek tersebut (Menheere dan Pollalis, 1996). 2. Project Company. Sebuah konsorsium / perusahaan independen yang bertugas mengelola keseluruhan proyek dan bertanggung jawab terhadap seluruh proses pembangunan (mendesain, membiayai dan membangun) serta memelihara dan mengoperasikan fasilitas atas nama pemerintah. Selama masa konsesi, konsorsium ini merupakan pemilik yang mengelola keuntungan dari digunakannya fasilitas tersebut untuk mengembalikan modal awal (Menheere dan Pollalis, 1996). Tanggung jawab utama dari konsorsium ini adalah dalam membuat perjanjian kesepakatan dengan pemerintah sebagai klien utama serta mengumpulkan modal dan pinjaman selama masa implementasi proyek (Tiong, 1990).

14

3.

Operator. Fungsi operator juga merupakan bagian dari tugas yang dijalankan oleh concessionaire sehingga perusahaan/ agen yang berfungsi sebagai operator merupakan bagian dari konsorsium tersebut dan bertugas mengelola fasilitas selama fase operasional. Dalam beberapa kasus, operator dilakukan atau disuport oleh badan pemerintah.

4.

General Contractor atau kontraktor. Kontraktor juga menjadi bagian dari concessionaire (Menheere dan Pollalis, 1996) dan pada fase awalnya kontraktor ini berperan dalam memutuskan dan menjalankan desain yang paling efektif dan efisien. Atau dapat juga berupa fixed price turn-key basis contractor yang merupakan perusahaan yang terpisah dari sponsor (Tiong, 1990).

5.

Sponsors, Debt Funder dan Investor. Finansial dalam PPP biasanya didanai oleh sektor swasta dan para investor termasuk didalamnya shareholders dan Debt Funder (Menheere dan Pollalis, 1996), shareholders membiayai dengan cara menginvestasikan uang di pasar modal sedangkan Debt Funder mensuport concessionaire selama masa negosiasi kepada pemerintah dengan menjanjikan pinjaman dana untuk membiayai proses pembangunan fasilitas tersebut. Termasuk dalam Debt Funder adalah bank, perusahaan asuransi, DFIs dan pemegang saham obligasi. Sponsor dan Investor merupakan partisipan dari luar negeri yang mempunyai aturan dan pola pikir yang berbeda. Debt Funder adalah pihak yang biasanya mendanai sampai dengan tigaperempat bagian dari seluruh biaya yang diperlukan untuk proyek tersebut, oleh karena itu keberadaan serta kepentingannya merupakan hal yang tidak boleh diabaikan dan bila hal itu terjadi maka akan memberikan kemungkinan kegagalan yang tinggi.

6.

Suppliers . Dalam proyek industri untuk mengatasi resiko dari kurangnya pasokan bahan baku dapat dilakukan dengan cara membuat kontrak pengadaan bahan baku dengan suplier yang akan menjamin ketersediaan bahan baku seperti misalnya gas atau minyak, dengan harga kompetitif agar menjadikan industri tersebut mampu berproduksi dengan lancar dan dapat bersaing di pasaran. Insentif 15

lain yang biasanya diberikan oleh pemerintah dalam PPP adalah memberikan kewenangan kepada pihak project company untuk mengoperasikan fasilitas lain yang terkait. Jaminan ini akan memberikan aliran kas secara cepat sehingga dapat segera digunakan untuk membayar pinjaman kepada lender dan investor.

2.2 Risiko Memahami konsep risiko secara luas merupakan dasar yang esensial untuk memahami konsep dan teknik manajemen risiko (Darmawi, 2008). Oleh karena itu dengan mempelajari berbagai definisi yang ditemukan dalam berbagai literatur diharapkan pemahaman tentang konsep risiko semakin jelas. Beberapa perbedaan tentang definisi tentang risiko hal ini disebabkan subyek risiko begitu kompleks terdapat dalam berbagai bidang yang berbeda sehingga terdapat beberapa pengertian yang berbeda pula. Darmawi (2008) mengutip Vaughan membagi risiko kedalam 3 pengertian yaitu kemungkinan kerugian, ketidakpastian, probabilitas suatu outcome yang berbeda dengan outcome yang diharapkan. PMBOK (2004) memberikan tambahan risiko sebagai suatu kondisi atau peristiwa tidak pasti yang jika terjadi akan mempunyai efek positif dan efek negatif pada tujuan proyek. Risiko proyek meliputi ancaman terhadap tujuan proyek dan peluang untuk meningkatkan tujuan tersebut. Sedangkan Hanafi (2009) memberikan pengertian yang berbeda tentang risiko, dimana risiko dianggap sebagai kejadian yang merugikan atau dapat dikatakan kemungkinan hasil yang diperoleh menyimpang dari yang diharapkan. Cooper dan Chapman (1987) memberikan tambahan tentang pengertian risiko yaitu kondisi dimana terdapat kemungkinan keuntungan/kerugian ekonomi atau finansial, kerusakan atau cedera fisik, keterlambatan, sebagai konsekuensi ketidakpastian selama dilaksanakannya suatu kegiatan. Djojosoedarso (2003) menyatakan bahwa risiko timbul karena adanya ketidakpastian kemampuannya yang untuk

mengakibatkan

keragu-raguan

seseorang

tentang

meramalkan kemungkinan-kemungkinan terhadap hasil yang akan terjadi dimasa mendatang. Salah satu cara mengelola risiko adalah dengan manajemen risiko. 16

Menurut Yuan, et al. (2008) Risiko kritis merupakan risiko penting yang terjadi pada suatu proyek dimana risiko ini berbeda beda antara proyek satu dengan yang lain. Identifikasi risiko kritis merupakan langkah awal dalam menerapkan manajemen risiko yang baik pada proyek. Thomas, et al. (2006) menyatakan bahwa risiko kritis didapatkan dari proses identifikasi yang dilanjutkan dengan proses penilaian risiko. Thomas, et al. (2006) menambahkan bahwa identifikasi risiko kritis tidak mudah karena harus dilihat dari beberapa faktor. Walaupun begitu Risiko kritis harus diidentifikasi karena apabila tidak dapat diidentifikasi maka akan mempengaruhi kinerja proyek (Yuan, et al, 2008).

2.3 Manajemen Risiko Well Stam, et al. (2004) mengutip Wijnen yang menjelaskan manajemen risiko sebagai suatu alat yang berada dalam kerangka pendekatan yang berbasis proyek. Manajemen risiko dapat berperan sebagai aturan yang bersifat mendukung untuk mencapai pengendalian proyek yang lebih baik. Sedangkan Saptodewo & Soedarsono (2003) menjelaskan bahwa Manajemen risiko adalah suatu sistem pengelolaan risiko yang digunakan di dalam suatu organisasi, atau perusahaan, yang merupakan suatu proses atau rangkaian kegiatan yang dilakukan secara menerus, untuk mengendalikan kemungkinan timbulnya risiko yang membawa konsekuensi merugikan organisasi, atau perusahaan yang

bersangkutan. Penerapan manajemen risiko memiliki tujuan yang hampir sama dimana diantaranya menurut Wideman (1992), Manajemen risiko diterapkan untuk mengenali risiko pada sebuah proyek dan mengembangkan strategi untuk mengurangi atau bahkan menghindarinya, tetapi juga harus dicari cara untuk memaksimalkan peluang yang ada. Flanagan dan Norman (1993) juga mengatakan hal yang hampir sama tentang tujuan penerapan manajemen risiko yaitu untuk membuang ketidakpastian dari risiko dan meraih keuntungan. Menurut Saptodewo & Soedarsono (2003) ada 5 tahapan dan proses manajemen risiko yaitu Menetapkan konteks, Mengidentifikasi risiko,

Menganalisis risiko, Mengevaluasi risiko, Menanggulangi risiko. Sedangkan 17

Kerzner (2001) menjelaskan proses manajemen risiko kedalam 4 tahap dimana tahapannya ialah perencanaan (planning), penilaian (assessment), penanganan (handling) dan pemantauan (monitoring) risiko.

2.3.1 Identifikasi Risiko Secara garis besar tahapan identifikasi risiko menurut Gray dan Larson (2000) adalah merinci risiko - risiko yang ada sampai level yang detail dan kemudian menentukan signifikansinya (potensinya) serta penyebabnya, melalui program survei dan penyelidikan terhadap masalah-masalah yang ada. Risiko risiko yang telah dirinci ini kemudian digolongkan dalam kategori - kategori. Sedangkan Menurut Soeharto (2001), identifikasi risiko adalah suatu proses pengkajian risiko dan ketidakpastian yang dilakukan secara sistematis dan terusmenerus. Pada dasarnya identifikasi risiko diawali dengan menyusun daftar kejadian-kejadian tidak diharapkan di proyek yang mungkin menyebabkan kegagalan dalam mencapai sasaran proyek. Gray dan Larson (2000) menambahkan bahwa penyusunan identifikasi risiko berasal dari opini para pakar atau dari estimasi berdasarkan perasaan para pakar atau berdasarkan pengalamannya. Gray dan Larson (2000) menambahkan untuk membantu proses identifikasi risiko dan meyakinkan bahwa sudah seluruh aspek tercakup dalam daftar tersebut maka dapat digunakan daftar isian, daftar pertanyaan/kuesioner atau cheklist. Teknik yang dapat digunakan untuk identifikasi risiko menurut Darmawi (2008) adalah daftar pengecekan (checklist). Ghazali & Kabir (2009) menggunakan brainstorming dalam proses mengidentifikasi resiko. Sedangkan Hillson (2002) menyatakan bahwa teknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi resiko ialah brainstorming dan workshop, daftar pengecekan (checklist) dan daftar saran (prompt list), kuesioner & wawancara, Delphi group atau Nominal Group Techniques, diagram pendekatan (diagram sebab-akibat (cause effect diagram)), system dinamik (systems dynamics), diagram pengaruh (influence diagram), kreativitas teknik dan pengalaman sebelumnya serta pendekatan grup seperti 18

halnya metode yang digunakan untuk individu. Hillson (2002) juga menyarankan agar menggabungkan teknik yang ada untuk proses identifikasi risiko.

2.3.2 Analisis Risiko Kerzner (2001) menyatakan bahwa analisis risiko merupakan proses menggali informasi/deskripsi lebih dalam terhadap risiko yang telah diidentifikasi. Cooper et al (2005) menyatakan bahwa analisis risiko merupakan suatu proses untuk mengetahui tingkat prioritas suatu risiko. Dalam analisis risiko ada beberapa hal yang dinilai yaitu penilaian probabilitas, penilaian dampak dan penilaian risiko. Risiko dapat dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif (Hayes, 1987). analisis risiko kualitatif melibatkan mengidentifikasi kemungkinan mengantisipasi terjadinya risiko, sedangkan analisis risiko kuantitatif biasanya melibatkan penggunaan program berbasis komputer untuk menentukan dampak dari risiko pada proyek tertentu yang harus mereka terjadi. Risiko harus dikurangi setelah mereka diidentifikasi dan dianalisis, biasanya oleh pihak proyek yang terbaik mampu mengelolanya. Pemantauan dan pengendalian risiko dilakukan dengan tujuan menilai kemajuan setiap risiko diminimalisir selama pelaksanaan proyek (Ghazali dan Kabir, 2009). Ada beberapa teknik dalam analisis risiko. Dalam PMBOK (2004) salah satu metode yang dapat digunakan dalam menganalisis risiko adalah dengan menggunakan Probability Impact Matrix. Cooper, et al (2005) menambahkan bahwa Probability Impact Matrix dapat menyatakan tingkat pentingnya suatu risiko dengan melihat kombinasi antara probabilitas terjadinya risiko dan dampak terjadinya risiko dan memasukkan keduanya dalam suatu skala probabilitas dan dampak. Sebelum melakukan analisis risiko terlebih dahulu melakukan perhitungan nilai dampak dan probabilitas. Beberapa teknik untuk mendapatkan nilai probabilitas dan dampak yaitu dengan Severity Index dan nilai Means. Sebelum melakukan perhitungan nilai dampak dan nilai probabilitas, terlebih dahulu

19

dilakukan uji validitas dan uji reabilitas. Kedua uji ini dilakukan untuk menguji alat ukur yang digunakan yaitu kuesioner.

2.3.2.1 Uji Validitas Suatu skala pengukuran dikatakan valid apabila bisa melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan mengukur apa yang seharusnya diukur (Kuncoro, 2009). Dalam metode kuisioner yang menjadi alat ukur adalah pernyataanpernyataan yang diajukan kepada responden. Untuk menguji validitas pernyataan pada kuisioner digunakan rumus Teknik Korelasi Product Moment (r), dimana pernyataan dianggap valid apabila angka korelasi hasil perhitungan lebih besar dari angka kritik (r r kritis) pada tabel (; 1% atau 5%). Rumus r hitung :

r=

NX 2 (X ) 2 NY 2 (Y ) 2

N ( XY ) ( XY )

(2.1)

dimana : N adalah jumlah responden uji X adalah skor jawaban pernyataan Y adalah skor total

Apabila ada pernyataan yang mempunyai r hitung kurang dari r tabel, kemungkinan pernyataan tersebut kurang baik susunan kata-kata atau kalimatnya sehingga dapat menimbulkan penafsiran berbeda, sehingga diperlukan perubahan. Setelah melakukan uji validitas dan variabel dinyatakan valid maka penelitian dilanjutkan dengan melakukan uji reabilitas.

20

2.3.2.2 Uji Reabilitas Suatu alat ukur dapat dikatakan reliabel apabila alat ukur beberpa kali pada obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama (Sugiono, 2006). Reabilitas menunjukan konsistensi dan stabilitas dari suatu skor (skala pengukuran) (kuncoro, 2009). Selain itu uji realibilitas juga menunjukkan sejauh mana alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Teknik uji reliabilitas yang digunakan adalah teknik konsistensi internal dengan metode stabilitas alpha Cronbach menggunakan koefisien reliabilitas r. Hasil pengujian dianggap reliabel jika r hitung > r tabel (Sugiono,2006). Setelah melakukan uji reabilitas maka analisis dilanjutkan dengan melakukan perhitungan nilai dampak dan probabilitas. Ada dua alternatif dalam perhitungan nilai dampak dan probabilitas yaitu dengan menggunakan nilai Mean dan Severity Index.

2.3.2.3 Nilai Mean Nilai Mean merupakan analisis yang didasarkan pada nilai rata rata dari kelompok tersebut (Sugiono,2006). Nilai Mean mempunyai kecenderungan memusat. Ada 3 jenis Mean antara lain arithmetic mean (rata rata hitung), geometric mean, harmonic mean. Namun yang paling sering digunakan ialah arithmetic mean (rata rata hitung) karena paling mudah digunakan dan diaplikasikan. Prinsip nilai mean adalah Menjumlahkan semua data kemudian dibagi banyaknya data. Perhitungan nilai Mean dapat dilihat pada Rumus 2.2.

Me = Dimana : Me fi Xi

(2.2)

= Mean untuk data bergolong = Jumlah data / sampel = Tanda untuk kelas

21

Kelebihan nilai Mean adalah nilai Mean dapat menggambarkan atau mewakili seluruh data, Karena semua data mendapatkan kesempatan dan proporsi yang sama dalam perhitungan atau semua data diperhitungkan dalam proses mendapatkan nilai Mean. Namun hal ini justru menjadi kelemahan dari nilai Mean dengan semua data yang diperhitungkan berarti jika terdapat data yang nilainya lebih besar atau lebih kecil daripada mayoritas data maka nilai mean akan menjadi bias. Maka dari itu pada penelitian ini tidak menggunakan nilai mean dalam perhitungan nilai dampak dan probabilitas. Perhitungan nilai dampak dan probabilitas akan menggunakan Severity Index.

2.3.2.4 Severity Index (Al-Hammad,2000) Severity Index digunakan untuk menentukan nilai probabilitas dan dampak. Severity index dihitung berdasarkan hasil jawaban dari responden. Severity index dapat menggabungkan persepsi dari responden penelitian. Faizal dan Arif (2009) menambahkan bahwa Severity Index lebih baik digunakan dibandingkan dengan menggunakan Nilai Mean dan Metode Variance. Hal ini disebabkan karena hasil yang dikeluarkan oleh Severity Index lebih akurat dan konsisten terhadap jawaban dari responden. Hasil yang dikeluarkan oleh severity index berupa persentase. Semakin tinggi persentase suatu variabel maka semakin berpengaruh variabel tersebut. Untuk menghitung severity index dapat dilihat pada Rumus :
( ( )( ( (

Severity index (I) =

(2.3)

Dimana :

ai = pembobotan yang diberikan terhadap i Xi = Jumlah responden yang memberikan jawaban terhadap i i = 0,1,2,3,4

22

2.3.2.5 Probability Impact Matrix Menurut Williams (1993), Probability Impact Matrix adalah sebuah

pendekatan yang dikembangkan menggunakan dua kriteria yang penting untuk mengukur risiko, yaitu : 1. Kemungkinan (Probability), adalah kemungkinan (Probability) dari suatu kejadian yang tidak diinginkan. 2. Dampak (Impact), adalah tingkat pengaruh atau ukuran dampak (Impact) pada aktivitas lain, jika peristiwa yang tidak diinginkan terjadi. Tingkat risiko merupakan perkalian dari skor probabilitas dan skor dampak yang didapat dari responden (Well-Stam, et.al., 2004). Nilai risiko merupakan perkalian dari skor probabilitas dan skor dampak, skor risiko didapat dari responden (Hillson, 2002). Untuk mengukur risiko dapat menggunakan rumus :

R P * I
Dimana : R = Tingkat risiko P = Kemungkinan (Probability) risiko yang terjadi I = Dampak (Impact) risiko yang terjadi

(2.4)

SK Dampak K S B SB

5 4 3 2 1

5 4 3 2 1 1 J

10 8 6 4 2 2 SJ

15 12 9 6 3 3 C Probabilitas

20 16 12 8 4 4 S

25 20 15 10 5 5 SS

Gambar 2.2 Probability Impact Matrix (Hasil Olahan, 2011)

23

Loosemore, at al (2006) menyampaikan bahwa penentuan dampak dalam Probability Impact Matrix berbeda beda secara subjektif bergantung pada

proyek yang ditujukan. Berdasarkan hal tersebut maka Probability Impact Matrix pada penelitian ini disesuaikan menurut kebutuhan. Proyek PPP merupakan proyek yang berisiko tinggi (Zang,2005). Maka dari itu Probability Impact Matrix dibuat lebih condong ke arah dampak.

2.3.3 Respon Risiko Respon risiko adalah tindakan yang dilakukan terhadap risiko yang mungkin terjadi. Risiko-risiko penting yang sudah diketahui perlu ditindaklanjuti dengan respon yang dilakukan dalam menangani risiko tersebut. Kerzner (2001) menambahkan respon risiko merupakan proses identifikasi, evaluasi, seleksi, dan implementasi penanganan terhadap risiko dengan sasaran dan kendala masingmasing program. Ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam merespon risiko. Menurut Darmawi (2008) Ada dua pendekatan dasar dalam respon risiko yaitu pengendalian risiko dan pembiayaan risiko. Pengendalian risiko adalah mengendalikan risiko, mengendalikan kerugian, pemisahan, kombinasi dan pemindahan risiko. Sedangkan pembiayaan risiko meliputi pemindahan risiko melalui asuransi dan menanggung risiko. Sedangkan menurut Hillson (2002), ada beberapa teknik untuk merespon risiko meliputi menghindari risiko, mengalihkan risiko, mengurangi risiko, menerima risiko. Kerzner (2001) menambahkan beberapa teknik dalam merespon risiko meliputi menahan risiko, menghindari risiko, mencegah risiko, mengontrol risiko, dan mengalihkan risiko.

2.4 Risiko Dalam Public Private Partnership (PPP) Identifikasi risiko merupakan salah satu langkah kunci dalam proses manajemen risiko harus dilakukan untuk menemukan risiko yang penting dan harus diprioritaskan oleh para pihak yang berkepentingan proyek. Hal ini disebabkan oleh banyaknya ketidakpastian yang terjadi pada proyek PPP. (Pribadi 24

dan Pangeran, 2007). Selama identifikasi risiko, potensi risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan proyek yang diidentifikasi, sebagaimana program yang tepat atas tindakan yang dapat diambil untuk mengelolanya (Hayes, 1987). Beberapa penelitian tentang identifikasi risiko kritis pada proyek PPP telah dilakukan. Yuan, et al. (2008) menyatakan ada 20 risiko kritis terhadap PPP di Cina. Liang (2007) melakukan penelitian tentang manajemen risiko pada Build Operate Transfer (BOT) dan didapatkan 7 risiko kritis pada BOT. Xu, et al. (2010) melakukan penilaian risiko PPP di Cina dengan menggunakan Fuzzy dan didapatkan 17 risiko kritis terhadap PPP. Wibowo & Mohamed (2010) memisahkan pendapat antara pemerintah dengan swasta mengenai risiko kritis pada PPP pada proyek penyediaan air bersih di Indonesia. Hasil dari penelitian ini yaitu menurut pihak investor/ swasta didapatkan 3 risiko kritis sedangkan menurut pihak pemerintah ada 3 risiko kritis dimana variabel risiko kritis antara pemerintah dan swasta berbeda. Identifikasi variabel risiko kritis pada PPP dari keempat penelitian diatas dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Identifikasi Risiko Kritis Pada PPP


Wibowo & Mohamed 2010

No

Variabel Adanya keterlambatan atau kegagalan pembebasan lahan Adanya intervensi dari pemerintah Tidak tersedianya dana oleh investor Adanya aturan yang tidak sesuai dan tidak jelas di dalam kontrak Adanya korupsi Adanya evaluasi dan penetapan keputusan secara sepihak Investor tidak mendapatkan pinjaman kredit dari pemerintah Pemerintahan tidak stabil Adanya inflasi yang tidak terkendali

Xu, et al 2010

Yuan, et al 2008

Liang 2007 V

1 2 3 4 5 6 7 8 9

V V V V V V V V V V V

25

No

Variabel Tidak ada ketegasan pemerintah dalam pengambilan keputusan Perubahan tingkat suku bunga Adanya perubahan peraturan dan hukum Adanya penundaan ijin terhadap investor Kerangka hukum yang kurang memadai atau sesuai dalam PPP Kurangnya daya tarik investor untuk membiayai proyek PPP Adanya kenaikan biaya konstruksi Adanya pesaing baru dalam usaha pusat perbelanjaan Kurangnya pengawasan terhadap pembiayaan proyek oleh pemerintah Perubahan nilai tukar mata uang Tingginya nilai kompensasi pembebasan lahan Ketidakmampuan investor untuk membayar pinjaman modal Adanya perubahan pasar Adanya penundaan waktu konstruksi Kurangnya dukungan dari masyarakat setempat, dewan dan pemerintah Jumlah stan yang tersewa/terjual dibawah estimasi (Banyak stan yang kosong) Adanya kesalahan dalam mekanisme penyusunan peraturan Rumitnya birokrasi pemerintah Adanya keterlambatan dalam pengiriman material pada saat konstruksi Adanya perubahan pengoperasionalan proyek Keuntungan investor tidak sesuai dengan estimasi awal Kurangnya kemampuan investor dalam mengatur, membangun, mengoperasikan dan membiayai pasar Adanya perubahan harga sewa/ jual stan Tingginya biaya dalam pemeliharaan dan pengoperasian

Xu, et al 2010

Yuan, et al 2008 V

Wibowo & Mohamed 2010

Liang 2007

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

V V

V V

V V V V V

V V V V V V V V V

25 26 27 28 29 30

V V V V V V

31

32 33

V V V

26

No

Variabel Kurang adanya keadilan struktur modal swasta Kualitas pada saat konstruksi dan pengoperasian yang tidak sesuai Biaya untuk mendapatkan pinjaman lebih besar dari estimasi awal Risiko memburuknya keuangan investor pada saat pengoperasian

Xu, et al 2010

Yuan, et al 2008 V V V

Wibowo & Mohamed 2010

Liang 2007

34 35 36 37

Berbagai persoalan yang terjadi di dunia menyebabkan berbagai risiko dan ketidakpastian dalam jangka panjang dalam PPP. Namun kebutuhan akan adanya PPP menciptakan sistem pengadaan yang dapat dikerjakan efisien untuk meningkatkan praktek PPP. Salah satu langkah penting dalam pengembangan PPP adalah mengidentifikasi, menganalisis, dan mengkategorikan berbagai faktor penting untuk keberhasilan PPP maka dari itu perlu diketahui lebih lanjut mengenai faktor penentu keberhasilan dalam PPP.

2.5 Faktor Penentu Keberhasilan Public Private Partnership (PPP) Faktor penentu keberhasilan adalah salah satu kegiatan perusahaan yang berpengaruh kuat pada kemampuan perusahaan mencapai tujuannya

(Rahmawati,2006). Konsep ini hampir sama dengan management by exception dalam hal memusatkan perhatian pada sebagian operasi perusahaan dari keseluruhan tetapi Faktor penentu keberhasilan lebih stabil sedangkan management by exception dapat berubah dari satu periode ke periode selanjutnya (McLeod, 1996). Beberapa penelitian mengenai faktor penentu keberhasilan telah dilakukan diantaranya Rahmawati (2006) meneliti tentang faktor penentu keberhasilan pada proyek gedung di Surabaya dimana beberapa obyek penelitian yang digunakan adalah proyek pengembangan pasar di Surabaya. Pada penelitian ini membedakan faktor penentu keberhasilan berdasarka tiap fase dalam PPP. Hasil penelian 27

didapatkan Pada fase build, faktor yang sangat berpengaruh adalah faktor teknis dan finansial, faktor komitmen dan faktor konsorsium. Pada fase operate, faktor yang sangat berpengaruh adalah faktor keterlibatan pemerintah, faktor pengelolaan gedung dan faktor konsorsium. Sedangkan pada fase transfer, faktor yang sangat berpengaruh adalah faktor resiko transfer, faktor status gedung dan faktor prospek marketing. Zang (2005) meneliti tentang faktor penentu keberhasilan PPP pada proyek infrastruktur dan didapatkan hasil keberhasilan PPP, yaitu: 1. Favorable investment environment (kondisi investasi yang cocok), dengan sub faktor: a. Kondisi politik yang stabil b. Sistem pendanaan yang cocok c. Pasar yang cukup berprospek / bagus d. Resiko nilai tukar yang stabil dan dapat terprediksi e. Peraturan-peraturan pemerintah yang kondusif f. Dukungan pemerintah g. Masyarakat yang kondusif dan kooperatif h. Proyek yang dibangun merupakan kebutuhan publik i. Skenario resiko yang jelas dan terprediksi j. Proyek yang dibangun sesuai untuk diprivatisasikan k. Pertumbuhan ekonomi yang menjanjikan 2. Economic Viability (Kelayakan ekonomi) a. Kebutuhan jangka panjang dari hasil proyek tersebut b. Kompetisi atas proyek sejenis tidak banyak c. Profit dan pengembalian cukup baik sehingga dapat menarik investor d. Cash flow cukup panjang sehingga dapat menarik pihak yang meminjamkan modal e. Ketersediaan supplier untuk operasional proyek dalam jangka waktu yang panjang 3. Konsorsium yang handal dengan reputasi yang baik a. Struktur organisasi yang sistematis 28 berupa lima faktor penentu

b. Tim proyek dengan kapabilitas yang tinggi c. Hubungan kerja yang baik denga pemerintah daerah d. Kemampuan kerjasama yang baik e. Berpengalaman dalam menangani proyek dengan pola kerjasama BOT f. Partisipan terdiri dari berbagai disiplin ilmu g. Mempunyai keahlian yang cukup dalam menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan teknis h. Mempunyai solusi yang inovatif dalam menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan teknis i. Selalu mengefektifkan biaya j. Dampak yang kecil pada lingkungan k. Selalu memperhatikan keamanan dan kesehatan umum 4. Struktur pendanaan a. Analisa finansial yang baik b. Investasi dan perencanaan yang terencana dengan baik c. Sumber dana dan strruktur peminjaman yang jelas d. Hutang dan modal stabil e. Suku bunga rendah f. Peminjaman jangka panjang dengan resiko yang kecil dalam pendanaan g. Kemampuan untuk menghadapi inflasi h. Kesesuaian level tarif sesuai dengan kondisi yang ada 5. Alokasi resiko tepat dan menguntungkan melalui persetujuan kontrak, melalui: a. Persetujuan konsesi b. Perjanjian antar shareholder c. Kontrak desain dan bangun d. Perjanjian peminjaman e. Perjanjian asuransi f. Perjanjian penyediaan barang g. Perjanjian operasional h. Perjanjian garansi

29

2.6 Penelitian Sebelumnya Pribadi dan Pangeran (2007) meneliti tentang risiko yang paling berpengaruh pada PPP pada proyek air bersih di Indonesia. hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa ada 3 resiko yang berpengaruh besar terhadap kerjasama PPP pada proyek air bersih yaitu pendapatan investor, perubahan tarif dan devisa. Wibowo dan Mohamed (2008) meneliti tentang identifikasi dan alokasi risiko pada proyek PPP dimana yang menjadi studi kasus ialah proyek air bersih di Indonesia. Risiko diidentifikasi menurut 6 kategori yaitu risiko politik, risiko ekonomi makro, risiko terkait produksi, risiko adanya bencana, risiko yang terkait dengan proyek, dan risiko bisnis. Wang dan Tiong (2000) meneliti tentang identifikasi dan alokasi risikorisiko pada proyek pembangkit listrik di Cina dimana proyek tersebut termasuk proyek BOT. Pada penelitian ini, Wang dan Tiong (2000) melihat resiko dan mengalokasi dari sudut pandang pemerintah dimana menelaah tentang inisiatif pemerintah dan jaminan yang diberikan untuk proyek-proyek BOT di Cina. Risiko pada penelitian ini diidentifikasi menurut sumbernya dimana ada 7 sumber yang ada yaitu risiko politik, risiko penyelesaian konstruksi, risiko masa operasional, risiko pasar dan pendapatan yang didapatkan oleh investor, risiko keuangan, risiko peraturan dan resiko adanya kompetisi pada saat tender proyek ke pemerintah. Bing, et al. (2005) meneliti tentang mengidentifikasi dan mengalokasikan risiko-risiko pada PPP/PFI dimana obyek penelitian adalah proyek konstruksi di Inggris. Risiko diidentifikasi menurut sumber terjadinya dimana ada 3 sumber yaitu risiko makro, risiko meso, risiko mikro. Risiko makro adalah risiko yang yang bersumber dari luar proyek PPP/PFI. Risiko meso ialah risiko risiko yang berasal dari proyek maupun sistem yang digunakan di dalamnya. Risiko mikro ialah risiko yang bersumber dari hubungan antar stakeholder pada PPP/PFI. Yuan, et al.(2010) meneliti tentang faktor faktor yang mempengaruhi PPP pada sistem transportasi di Cina dimana penelitian ini didasarkan pada sudut pandang pemerintah. Ada 15 faktor yang mempengaruhi PPP di Cina yaitu kualitas proyek yang sesuai, biaya untuk konstruksi dan operasional dibawah 30

tidak melebihi estimasi, kualitas pelayanan publik, proyek selesai tepat waktu, dapat menyelesaian masalah anggaran dari pemerintah, Menyediakan layanan tepat waktu dan nyaman untuk masyarakat, dapat memberikan kepuasan terhadap kebutuhan fasilitas umum, penurunan biaya pada life cycle, memperkenalkan bisnis dan menghasilkan keuntungan untuk sektor publik, Mentransfer risiko dengan sektor swasta, Mempromosikan pembangunan ekonomi lokal, Membuat keuntungan dari pelayanan publik, Meningkatkan tingkat teknologi atau mengaktifkan transfer teknologi, sektor publik dapat memperoleh fasilitas tambahan / jasa di luar ketentuan minimum dari sektor swasta, Sektor Swasta bisa mendapatkan sponsor pemerintah, menjamin dan pengurangan pajak. Faktor yang paling mempengaruhi ialah faktor kualitas proyek yang sesuai. Kualitas yang dimaksudkan ialah kualitas bangunan sesuai spesifikasi yang ada pada kontrak antara kontraktor dengan investor. Jin (2010) meneliti tentang identifikasi dan alokasi resiko pada proyek infrastruktur di Australia. Pada penelitian ini risiko diidentifikasi menurut tahapan dalam PPP yaitu tahap pengembangan, tahap opesional dan transfer serta tahap keseluruhan dalam PPP. Ghazali dan Kabir (2009) meneliti tentang identifikasi resiko PFI pada proyek rumah sakit NHS di Inggris. Risiko dibagi menjadi 6 kategori yaitu perencanaan, pre-commissioning, desain, pembelian tanah, pembangunan dan pengoperasian. Ada 6 resiko yang kritis yaitu menunda izin, menunda pembelian tanah, pembengkakan biaya konstruksi, rendahnya kualitas layanan selama operasi, pembengkakan biaya pada perbaikan dan pemeliharaan proyek serta nilai sisa. Ke, et al. (2009) meneliti identifikasi dan alokasi risiko PPP pada proyek PPP di Cina. Pada penelitian ini didapatkan 37 risiko dan risiko ini dialokasikan ke pihak pihak yang berkompeten untuk menangani risiko risiko tersebut. Singh dan Kalidindi (2006) meneliti tentang identifikasi dan penanganan risiko PPP pada proyek jalan di India. Risiko diidentifikasi menurut tahapan yang ada pada PPP yaitu tahap pengembangan, tahap konstruksi, tahap operasional dan project life cycle.

31

Sedangkan pada penelitian ini yang diteliti ialah risiko PPP pada proyek pembangunan pasar dimana pada proyek ini membutuhkan dana yang besar dalam pembangunannya sehingga diperlukan intervensi dari investor.

32

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode Survei dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data-data primer. Untuk mendapatkan data yang baik dan lengkap, maka kuisioner tersebut harus mudah dimengerti dan lengkap.

3.2 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah pihak pihak yang pernah terlibat dalam kerjasama PPP pada proyek pembangunan pasar di Surabaya dari pihak pemerintah. Obyek dalam penelitian ini ialah proyek pasar yang menggunakan pola kerjasama PPP di Surabaya. Keterbatasan jumlah populasi menyebabkan jumlah populasi sekaligus menjadi jumlah sampel yang akan diteliti. Proyek pasar di Surabaya yang menggunakan kontrak PPP yaitu: Darmo Trade Centre (DTC), Kapas Krampung Commercial Centre (KKCC), Pasar Inpres Bratang, Pasar Ampel, Pasar Koblen, Pasar Manukan Kulon, Pasar Kupang, Pasar Kapasan.

3.3 Responden Responden pada penelitian ini yaitu pihak yang pernah terkait dengan PPP pada proyek revitalisasi pasar di Surabaya. Responden berasal dari pihak Pemerintah Surabaya (instansi yang terkait dengan pelaksanaan kontrak kerjasama tersebut. Responden berasal dari bagian perekonomian pemerintah kota Surabaya dan PD Pasar Surabaya. Pemilihan responden ini berdasarkan pada keterlibatan responden dalam PPP pada revitalisasi pasar di Surabaya. Alasan pemilihan responden dijelaskan di Tabel 3.1.

33

Tabel 3.1 Alasan Pemilihan Responden Penelitian

No. 1.

Responden Bagian

Alasan Pemilihan

perekonomian Pasar merupakan salah satu tempat perdagangan kota dimana bagian perekonomian pemerintah kota yang mengatur perekonomian yang ada di Surabaya. PD pasar merupakan salah satu BUMD yang berada dalam penanganan bagian perekonomian pemerintah kota Surabaya

pemerintah Surabaya

2.

PD Pasar Surya

Beberapa pihak pada PD Pasar Surya menjadi responden dalam penelitian ini. Pemilihan responden berdasarkan keterlibatan mereka dalam kerjasama seperti Direktur PD Pasar, Bagian Penelitian dan Pengembangan (Litbang), Bagian hukum, dsb.

3.4 Data Penelitian Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai jenis data, sumber data dan metode pengumpulan data.

3.4.1 Jenis Data a. Data primer Kuisioner kepada para pakar dan pihak-pihak/partisipan yang pernah terlibat dalam kerjasama dalam proyek dari pihak pemerintah. b. Data sekunder Data sekunder adalah data berbentuk naskah tertulis atau dokumen yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pihak-pihak tertentu (Umar, 1999). Data sekunder diperoleh dari PD pasar maupun dari Pemerintah kota Surabaya.

34

3.4.2 Sumber Data Data data dalam penelitian ini didapatkan dari pihak pemerintah mengenai faktor-faktor risiko melalui kuisioner dan faktor faktor risiko didapatkan dari studi pustaka.

3.4.3. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data ini dilakukan dengan mengolah data primer dan data sekunder. Dimana data primer diperoleh dari pihak Pemerintah, untuk dapat dideskripsikan dan diidentifikasi permasalahan-permasalahan selama pelaksanaan kontrak kerjasama PPP. Pengumpulan data dilakukan dengan cara penyebaran kuisioner dan wawancara. Kuesioner digunakan untuk mendapatkan data-data dari responden penelitian. Kuesioner berisi pertanyaan /pernyataan yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Wawancara dilakukan agar terdapat persamaan persepsi tentang variabel variabel yang terdapat pada kuisioner. Responden diminta memberikan penilaian terhadap masing-masing variabel. Sedangkan data sekunder diperoleh dari PD pasar maupun dari Pemerintah kota Surabaya.

3.5 Perancangan Variabel Kuisioner Variabel yang didapat dari hasil studi pustaka dapat berbentuk jurnal penelitian tentang PPP maupun tentang properti. Dimana variabel tersebut yang akan digunakan dalam penyusunan kuisioner selanjutnya.Variabel-variabel risiko didapat dengan studi literatur secara mendalam, kemudian list risiko tersebut akan diuji validitas dan reliabilitasnya.

3.6 Kerangka Kuisioner Kuesioner adalah suatu kumpulan pertanyaan dan pernyataan yang telah disusun sedemikian rupa untuk dijawab oleh responden dalam rangka mengetahui persepsi responden tentang probabilitas dan dampak yang ditimbulkan oleh 35

resiko. Kuisioner akan berisi variabel variabel yang didapatkan dari hasil studi literatur beserta identitas responden dan identitas proyek PPP yang pernah terkait dengan responden. Contoh kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.7 Pengukuran Variabel Penelitian Skala yang digunakan dalam mengukur persepsi responden terhadap pengaruh risiko adalah menggunakan rentang angka 1 sampai 5, yaitu : 1. Pengaruh risiko terhadap kerjasama PPP Untuk mengukur dampak yang ditimbulkan oleh risiko digunakan skala pengukuran yaitu: Sangat kecil (SK) Kecil (K) Sedang (S) Besar (B) Sangat besar (SB) = diberi skor 1 = diberi skor 2 = diberi skor 3 = diberi skor 4 = diberi skor 5

2. Skala pengukuran untuk mencari tingkat probabilitas terjadinya risiko dilakukan dengan menggunakan rentang angka 1 sampai dengan 5. Tabel 4.1 berisi variabel yang digunakan dalam kuisioner pada pengukuran probabilitas terjadinya risiko. Untuk mengukur frekuensi kejadian item-item risiko digunakan skala pengukuran yaitu : Sangat jarang (SJ) Jarang (J) Cukup (C) Sering (S) Sangat sering (SS) = diberi skor 1 = diberi skor 2 = diberi skor 3 = diberi skor 4 = diberi skor 5

3.8 Analisis Data Analisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu Probability Impact Marix dimana Probability Impact Matrix digunakan untuk mengetahui risiko yang berpengaruh besar terhadap PPP. Dalam analisis ini akan dicari nilai risiko yang 36

merupakan perkalian dari nilai pada probabilitas dan nilai pada dampak (impact) yang didapat dari responden. Perhitungan nilai probabilitas dan nilai dampak diperoleh dengan menggunakan Severity Index dimana hasil nilai dari Severity Index digunakan sebagai nilai yang digunakan dalam perhitungan analisis selanjutnya. Dari hasil perhitungan nilai risiko akan diambil variabel risiko yang berpengaruh besar terhadap PPP.

3.9 Proses Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan untuk memberikan penilaian mengenai faktor-faktor risiko yang terjadi pada kerjasama PPP dan mempunyai pengaruh besar pada PPP pada proyek pembangunan pasar di Surabaya. Adapun proses penelitian yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Penetapan judul dengan melakukan pengkajian latar belakang permasalahan, dilanjutkan dengan identifikasi perumusan masalah dan tujuan serta manfaat penelitian. 2. Melakukan identifikasi risiko untuk menemukan variabel risiko pada PPP dengan cara studi literatur (jurnal-jurnal) tentang risiko pada PPP dan risiko properti. Pada penelitian ini tidak menggunakan survei pendahuluan. Hal ini dilakukan dengan beberapa pertimbangan diantaranya variabel variabel yang didapatkan dari jurnal jurnal PPP dimana variabel yang diambil hanya variabel risiko kritis dalam PPP. Pada penelitian ini juga ditambahkan variabel variabel risiko kritis dalam properti agar variabel lebih mendekati kenyataan sebenarnya. Variabel variabel yang memiliki maksud yang sama digabungkan menjadi satu variabel. Selain itu faktor keterbatasan responden menjadi pertimbangan peneliti untuk melakukan survei pendahuluan. Untuk menyeimbangkan Ketidak adaan survei pendahuluan maka kuesioner dilakukan dengan menggunakan metode wawancara langsung ke responden agar terdapat persamaan persepsi dalam pengisian kuesioner. 3. Mengadakan pengolahan data dari hasil penyebaran kuesioner dengan analisis Severity Index dan analisis Probability Impact Matrix (PIM). Dari analisis data

37

ini akan di ketahui risiko besar yang dapat mempengaruhi kerjasama PPP sehingga didapatkan signifikansi risiko. 4. Kemudian menyimpulkan hasil dan memberikan saran bagi penelitian selanjutnya.

Proses penelitian selanjutnya dapat dilihat pada diagram alir penelitian pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

38

3.10 Jadwal Penelitian Jadwal penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.2

Gambar 3.2 Jadwal Penelitian

39

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

40

BAB 4 ANALISIS DATA

4.1 Gambaran Obyek dan Responden Penelitian Kuesioner disebarkan dengan melakukan metode wawancara langsung kepada responden. Ada beberapa responden yang mengisi kuesioner dengan cara disebar. Hal ini disebabkan karena kesibukan dari responden. Kuesioner disebarkan ke 2 instansi pemerintah yaitu Bagian perekonomian pemerintah kota Surabaya dan PD Pasar Surya Surabaya. Pada bagian Perekonomian pemerintah kota Surabaya hanya bagian Pasar yang ditanyakan persepsinya. Sedangkan pada PD Pasar Surya Surabaya beberapa bagian yang terkait dalam kerjasama berhasil ditanyakan persepsinya. Dari hasil survei didapatkan 34 responden yang bersedia mengisi kuesioner. Tetapi hanya 31 persepsi yang dapat diolah penilaian persepsinya, karena 3 responden tidak sesuai dengan batasan penelitian. Sehingga jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 31 persepsi responden.

4.2 Identitas Responden Beberapa pertanyaan mengenai data diri responden ditanyakan dalam kuesioner seperti jenis kelamin, jabatan, pengalaman terkait PPP.

4.2.1 Jenis Kelamin Responden Seperti yang tersaji pada Gambar 4.1, responden penelitian ini berjenis kelamin laki laki dan perempuan. Dari tiga puluh satu responden yang berjenis kelamin perempuan adalah sebanyak 7 orang atau sebesar 22,58% sedangkan yang berjenis kelamin laki laki sebanyak 24 responden atau sebesar 77,42%.

41

Jenis Kelamin Responden


Keterangan: 1. Perempuan 2.Laki - laki

1 22,58%

2 77,42%

Gambar 4.1 Grafik Jenis Kelamin Responden (Hasil Olahan, 2011)

4.2.2 Jabatan Responden Tiga puluh satu terponden penelitian terdiri dari bemacam macam jabatan. Seperti yang tersaji pada Gambar 4.2, terdapat tujuh macam jabatan yaitu Direktur, Kepala Bagian, Kepala Satuan, Kepala sub bagian, Staf bagian Perekonomian , Kepala pasar, Kepala Cabang. Sebagian besar dari responden memiliki jabatan sebagai kepala sub bagian yaitu sebesar 45,16%. Kemudian disusul oleh kepala bagian sebesar 12,9%. Selain itu direktur, kepala satuan, staf bagian perekonomian, dan kepala cabang sebesar 9,68%. Jabatan terakhir ialah kepala pasar dengan persentase sebesar 3,22%.

42

Jabatan Responden
6 3,22% 5 9,68 % 7 9,68% 1 9,68% % 2 12,9%

3 9,68% 4 45,16 %

Keterangan: 1.Direktur 2.KepalaBagian 3.Kepala Satuan 4.Kepala sub bagian 5.Staf bagian Perekonomian 6.Kepala pasar 7.Kepala Cabang

Gambar 4.2 Grafik Jabatan responden (Hasil Olahan,2011)

4.2.3 Pengalaman Responden Terkait Public Private Partnership (PPP) Ada empat kategori yang diajukan oleh peneliti yaitu 1 kali, 2 - 3 kali, 4 5 kali, 6 kali atau lebih. Seperti yang disajikan pada Gambar 4.3 dari tiga puluh satu responden yang memiliki pengalaman terbanyak terkait dengan PPP adalah 2 3 kali yaitu sebesar 48,38%. Sedangkan pengalaman responden 4 5 kali dan 6 kali atau lebih memiliki persentase yang sama yaitu 25,81%. Untuk kategori pengalaman responden sebanyak 1 kali tidak ada yang memilih. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden berpengalaman dengan subyek penelitian ini.

43

Pengalaman Responden
3 25,81% 1 48,38% 2 25,81%

Keterangan : 1. 2 - 3 kali 2. 4 5 kali 3. 6 kali atau lebih

Gambar 4.3 Grafik Pengalaman Responden (Hasil Olahan, 2011)

4.3 Identitas Proyek Pada saat ini ada sebanyak delapan proyek revitalisasi pasar sudah dilaksanakan. Tujuh proyek sudah memasuki masa pengoperasian sedangkan satu pasar masih dalam tahap konstruksi. Proyek berskema PPP pada pembangunan pasar di Surabaya hingga saat ini hanya menggunakan dua tipe kontrak PPP yaitu BOT dan BTO. Penetapan tipe kontrak pada kerjasama berdasar pada besar kecilnya proyek dan estimasi biaya yang dikeluarkan investor dalam pembangunan pasar. Sedangkan lamanya masa konsesi pada setiap proyek berbeda beda. Hal ini dipengaruhi oleh break even point investasi investor. Pendanaan PPP pada proyek pembangunan pasar ini, PD Pasar bertugas untuk menyediakan lahan yang akan digunakan dalam pembangunan pasar. Pembangunan pasar dilakukan diatas lahan pasar lama yang sudah ada sebelumnya. Pada proyek pembangunan pasar ini, investor yang mengeluarkan dana secara keseluruhan baik itu dana untuk memindahkan pedagang ke penampungan hingga biaya konstruksi dan operasional. PPP yang diterapkan pada pembangunan pasar di Surabaya terdapat pembagian keuntungan. Pembagian keuntungan berdasarkan persentase yang telah ditetapkan dalam kontrak kerjasama. Pembagian keuntungan berbeda beda

44

antara proyek satu dengan lainnya. Keuntungan mulai dibagikan ketika pekerjaan kontruksi dimulai. Persentase yang didapatkan PD Pasar semakin lama semakin meningkat dan persentase mencapai batas atas ketika tahap pengoperasian dimulai. Kedelapan pasar yang menggunakan kontrak PPP adalah sebagai berikut 1. Darmo Trade Centre (DTC) DTC merupakan revitalisasi dari pasar wonokromo. DTC merupakan kerjasama PD Pasar dengan PT. Arwinto Intan Wijaya. Proyek ini menggunakan tipe kontrak BOT dan PT Arwinto Intan Wijaya diberikan hak pengelolaan dengan masa konsesi 25 tahun. Total nilai invetasi yang dikeluarkan PT. Arwinto Intan Wijaya sebesar Rp. 239.698.000.000.

2. Kapas Krampung Commercial Centre (KKCC) KKCC merupakan revitalisasi dari pasar Kapas Krampung. KKCC merupakan kerjasama PD pasar dengan PT Gitanusa Sarana Niaga dan PT Pembangunan Perumahan (Persero). Pada proyek ini menggunakan tipe kontrak BOT. PT Gitanusa Sarana Niaga dan PT Pembangunan Perumahan (Persero) diberikan hak pengelolaan dengan masa konsesi selama 25 tahun. Total nilai investasi yang dikeluarkan sebesar kurang lebih 500 miliar.

3.

Pasar Ampel Pasar ampel merupakan revitalisasi dari pasar ampel yang lama. pasar ini

merupakan hasil kerjasama PD Pasar Surya dengan PT Assadat Alami. Pasar ini menggunakan jenis kontrak BTO, dimana investor berhak memasarkan stan selama 425 hari. Nilai investasi yang dikeluarkan oleh investor ialah sebesar Rp. 1.312.208.365. 4. Pasar Bratang Pasar bratang merupakan revitalisasi dari pasar bratang lama. pasar ini merupakan hasil kerjasama PD Pasar Surya dengan PT Kencana Bangun Sarana. Pasar ini menggunakan jenis kontrak BTO, dimana investor berhak memasarkan stan selama 720 hari. Nilai investasi yang dikeluarkan oleh investor ialah sebesar 5 miliar Rupiah. 45

5.

Pasar Manukan Kulon Pasar Manukan Kulon merupakan revitalisasi pasar dari pasar Manukan

lama. Pasar ini merupakan kerjasama PD Pasar Surya dengan PT Assadat Alami dimana PT Assadat Alami berhak memasarkan stan pasar selama 2 tahun. Pada kerjasama ini menggunakan kontrak BTO. Nilai investasi yang dikeluarkan oleh investor adalah sebesar 5 milyard Rupiah. Pada saat ini pasar ini masih dalam tahap konstruksi.

6.

Pasar Koblen Pasar Koblen merupakan revitalisasi pasar dari pasar koblen lama. Pasar ini

merupakan kerjasama PD Pasar dengan PT Surya Inti Permata. Pada kerjasama ini menggunakan kontrak BTO.

7.

Pasar Kupang Gunung Pasar Kupang Gunung merupakan revitalisasi pasar dari pasar Kupang

lama. Pasar ini merupakan kerjasama PD Pasar dengan PT Citra Jaya Lestari. Nilai investasi yang dikeluarkan investor ialah sebesar Rp 11,5 miliar. Kerjasama ini menggunakan kontrak BTO sehingga pemasaran stannya diserahkan ke PT Citra Jaya Lestari.

8.

Pasar Kapasan Pasar kapasan merupakan revitalisasi pasar dari pasar kapasan lama. Pasar

ini merupakan kerjasama PD Pasar dengan PT Surya Nagari Amanah. Kerjasama ini menggunakan kontrak BTO. Nilai investasi yang dikeluarkan investor ialah sebesar Rp 60 miliar.

4.4

Identifikasi Risiko Identifikasi risiko bertujuan untuk mencari variabel risiko kritis pada

PPP. Variabel didapatkan dari literatur review beberapa jurnal mengenai PPP dan properti. Penambahan jurnal properti ini bertujuan agar variabel yang didapatkan lebih bisa mendekati keadaan yang ada di lapangan. Dari jurnal jurnal tersebut

46

tidak semua variabel dijadikan variabel penelitian ini. Variabel yang dipakai hanya variabel risiko kritis saja. Variabel variabel tersebut nantinya digunakan dalam kuesioner penelitian. Pada Tabel 4.1 dapat dilihat variabel risiko beserta dengan jurnal yang menyebutkan bahwa variabel tersebut termasuk risiko kritis.

Tabel 4.1 Variabel Risiko Kritis

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.

Variabel Risiko Adanya keterlambatan atau kegagalan pembebasan lahan Adanya intervensi dari pemerintah Tidak tersedianya dana oleh investor Adanya aturan yang tidak sesuai dan tidak jelas di dalam kontrak Adanya korupsi Adanya evaluasi dan penetapan keputusan secara sepihak Investor tidak mendapatkan pinjaman kredit dari pemerintah Pemerintahan tidak stabil Adanya inflasi yang tidak terkendali Tidak ada ketegasan pemerintah dalam pengambilan keputusan Perubahan tingkat suku bunga Adanya perubahan peraturan dan hukum Adanya penundaan ijin terhadap investor Kerangka hukum yang kurang memadai atau sesuai dalam PPP Kurangnya daya tarik investor untuk membiayai proyek PPP Adanya kenaikan biaya konstruksi Adanya pesaing baru dalam usaha pusat perbelanjaan Kurangnya pengawasan terhadap pembiayaan proyek oleh pemerintah Perubahan nilai tukar mata uang Tingginya nilai kompensasi pembebasan lahan Ketidakmampuan investor untuk membayar pinjaman modal Adanya perubahan pasar

Refrensi Liang (2007), Newell & Steglick (2006) Xu (2010) Yuan, et al (2008) Liang (2007), Xu (2010), Yuan, et al (2008) Xu (2010), Yuan, et al (2008) Xu (2010) Xu (2010) Yuan, et al (2008) Xu (2010) Xu (2010), Yuan, et al (2008) Donner (2009), Xu (2010) Liang (2007), Yuan, et al (2008) Liang (2007), Newell & Steglick (2006) Xu (2010), Yuan, et al (2008) Yuan, et al (2008) Liang (2007), Newell & Steglick (2006), Wibowo & Mohamed (2009) Wibowo & Mohamed (2009) Xu (2010) Donner (2009), Xu (2010) Liang (2007), Newell & Steglick (2006) Yuan, et al (2008) Donner (2009), Newell &

47

No. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43.

Variabel Risiko Adanya penundaan waktu konstruksi Kurangnya dukungan dari masyarakat setempat, dewan dan pemerintah Kurangnya pengalaman investor untuk membangun pusat perbelanjaan (pasar) Adanya dampak negatif bagi lingkungan akibat pembangunan pasar Jumlah stan yang tersewa/terjual dibawah estimasi (Banyak stan yang kosong) Harga sewa/ jual stan yang tidak sesuai Adanya kesalahan dalam mekanisme penyusunan peraturan Rumitnya birokrasi pemerintah Adanya keterlambatan dalam pengiriman material pada saat konstruksi Adanya perubahan pengoperasionalan proyek Risiko perubahan lokasi Keuntungan investor tidak sesuai dengan estimasi awal Kurangnya kemampuan investor dalam mengatur, membangun, mengoperasikan dan membiayai pasar Adanya perubahan harga sewa/ jual stan Adanya penilaian negatif tentang proyek pada saat pengoperasian Minim atau sedikitnya kegiatan ekonomi (kegiatan perdagangan) pada pasar Tingginya biaya dalam pemeliharaan dan pengoperasian Kurang adanya keadilan struktur modal swasta Kualitas pada saat konstruksi dan pengoperasian yang tidak sesuai Biaya untuk mendapatkan pinjaman lebih besar dari estimasi awal Risiko memburuknya keuangan investor pada saat pengoperasian

Refrensi Steglick (2006), Xu (2010) Newell & Steglick (2006), Xu (2010), Yuan, et al (2008) Newell & Steglick (2006), Yuan, et al (2008) Newell & Steglick (2006) Newell & Steglick (2006) Donner (2009), Yuan, et al (2008) Donner (2009) Yuan, et al (2008) Yuan, et al (2008) Liang (2007), Newell & Steglick (2006) Xu (2010) Donner (2009) Yuan, et al (2008) Yuan, et al (2008)

Xu (2010) Donner (2009) Donner (2009) Donner (2009), Xu (2010), Yuan, et al (2008) Yuan, et al (2008) Yuan, et al (2008) Yuan, et al (2008) Xu (2010), Yuan, et al (2008)

Sumber : Sumber Olahan, 2010

4.5 Uji Validitas dan Uji Reabilitas Uji validitas dan uji reabilitas diperlukan untuk mengukur alat yang digunakan yaitu kuesioner.

48

4.5.1 Hasil Kuesioner Dari survei didapatkan hasil dari kategori dampak dan kategori probabilitas dimana hasil kuesioner dapat dilihat dalam Tabel 4.2. Untuk mengetahui jawaban responden lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3.

Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Survei Penelitian

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

Variabel Adanya keterlambatan atau kegagalan pembebasan lahan Adanya intervensi dari pemerintah Tidak tersedianya dana oleh investor Adanya aturan yang tidak sesuai dan tidak jelas di dalam kontrak Adanya korupsi Adanya evaluasi dan penetapan keputusan secara sepihak Investor tidak mendapatkan pinjaman kredit dari pemerintah Pemerintahan tidak stabil Adanya inflasi yang tidak terkendali Tidak ada ketegasan pemerintah dalam pengambilan keputusan Perubahan tingkat suku bunga Adanya perubahan peraturan dan hukum Adanya penundaan ijin terhadap investor Kerangka hukum yang kurang memadai atau sesuai dalam PPP Kurangnya daya tarik investor untuk membiayai proyek PPP Adanya kenaikan biaya konstruksi Adanya pesaing baru dalam usaha pusat perbelanjaan Kurangnya pengawasan terhadap pembiayaan proyek oleh pemerintah Perubahan nilai tukar mata uang Tingginya nilai kompensasi pembebasan lahan Ketidakmampuan investor untuk membayar pinjaman modal

Hasil Probabilitas 1 2 3 4 5 SJ J C S SS 21 15 9 19 8 6 20 6 23 7 4 11 21 10 11 10 8 16 20 5 17 5 19 19 18 5 5 3 5 2 9 5 8 5 5 5 3 11 13 7 8 10 6 4 15 6 4 6 10 3 4 4 4 6 2 3 6 4 2 14 2 1 3 1 2 2 1 2 2 2 3 12 16 12 4 7 15 5 5 2 11 1

1 SK 4 2

Hasil Dampak 2 3 4 5 K S B SB 2 4 2 2 1 3 7 4 2 1 1 6 2 10 3 4 8 6 6 4 6 5 10 3 13 4 5 4 18 16 7 18 13 19 17 8 9 9 11 15 12 20 3 18 14 10 8 18 20 6 6 15 7 11 5 11 8 6 13 6 1 2 3 21 2 7 5 1 3 5

4 2 2 4 2 2 1

1 11 3 2 7 9 3 1

12 5 2

49

No. 22 23 24

Variabel Adanya perubahan pasar Adanya penundaan waktu konstruksi Kurangnya dukungan dari masyarakat setempat, dewan dan pemerintah Kurangnya pengalaman investor untuk membangun pusat perbelanjaan (pasar) Adanya dampak negatif bagi lingkungan akibat pembangunan pasar Jumlah stan yang tersewa/terjual dibawah estimasi (Banyak stan yang kosong) Harga sewa/ jual stan yang tidak sesuai Adanya kesalahan dalam mekanisme penyusunan peraturan Rumitnya birokrasi pemerintah Adanya keterlambatan dalam pengiriman material pada saat konstruksi Adanya perubahan pengoperasionalan proyek Risiko perubahan lokasi Keuntungan investor tidak sesuai dengan estimasi awal Kurangnya kemampuan investor dalam mengatur, membangun, mengoperasikan dan membiayai pasar Adanya perubahan harga sewa/ jual stan Adanya penilaian negatif tentang proyek pada saat pengoperasian Minim atau sedikitnya kegiatan ekonomi (kegiatan perdagangan) pada pasar Tingginya biaya dalam pemeliharaan dan pengoperasian Kurang adanya keadilan struktur modal swasta Kualitas pada saat konstruksi dan pengoperasian yang tidak sesuai Biaya untuk mendapatkan pinjaman lebih besar dari estimasi awal Risiko memburuknya keuangan investor pada saat pengoperasian

Hasil Probabilitas 1 2 3 4 5 SJ J C S SS 1 5 7 14 4 10 7 14 2 13 7 9

Hasil Dampak 1 2 3 4 5 SK K S B SB 2 6 9 9 5 5 8 14 4 4 5 17 5

25

10

12

11

26

17

21

27 28 29 30 31 32 33 34

2 2 8 14 4 11 20

11 19 22 7 10 18 8 6

17 7 1 6 11 1 3 15

1 3

5 6

5 7 12 7 10 6 4 5

13 16 12 13 6 12 11 7

7 2 4 5 6 3 6 5

1 4 6 1 2 4 1 5 7 3

2 4 5 9 5 14

35

10

13

12

15

36 37 38 39 40 41 42 43

6 3

18 13 11

6 12 19 9 4 20 7 11

1 2 1 1 10 5 1 5 12 1 1 5 3 1

6 8 8 8 3 3 11 3

10 10 11 9 5 9 8 4

15 12 9 10 12 15 8 12 3 4 8 4 3 11

1 8 2 5

6 14 8 14 8

Sumber : Hasil olahan, 2010

50

4.5.2 Uji Validitas Variabel dapat dikatakan valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mengukur data itu valid. Uji validitas digunakan untuk mengukur apa yang diinginkan serta dapat mengungkapkan data dari varibel yang diteliti secara tepat atau tidak dengan terlebih dahulu meringkas atau merangkum hasil jawaban responden agar mempermudah proses analisis. ringkasan data penelitian selengkapnya dapat ditampilkan pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 . Pada penelitian ini menggunakan program SPSS 15.0 untuk menguji validitas dan reabilitas. Taraf kesalahan () yang diperbolehkan 5%. Taraf signifikansi 95%. Jumlah responden (n) sebanyak 31 responden. Nilai r tabel didapatkan dengan melihat tabel nilai r pada buku Sugiono (2006). Nilai r tabel yaitu 0,355. Menurut Wahyono (2009), Variabel dapat dikatakan valid apabila r hitung > r tabel.

Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas Data Probabilitas (Probability)

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Variabel Risiko Adanya keterlambatan atau kegagalan pembebasan lahan Adanya intervensi dari pemerintah Tidak tersedianya dana oleh investor Adanya aturan yang tidak sesuai dan tidak jelas di dalam kontrak Adanya korupsi Adanya evaluasi dan penetapan keputusan secara sepihak Investor tidak mendapatkan pinjaman kredit dari pemerintah Pemerintahan tidak stabil Adanya inflasi yang tidak terkendali Tidak ada ketegasan pemerintah dalam pengambilan keputusan Perubahan tingkat suku bunga Adanya perubahan peraturan dan hukum Adanya penundaan ijin terhadap investor

Pearson Correlation 0,427221 0,45551 0,468052 0,465847 0,474542 0,640741 0,511316 0,554277 0,450524 0,404131 0,387854 0,35612 0,433876

Signifikansi (2-tailed) 0,016525 0,010022 0,007923 0,008262 0,006991 0,000103 0,003284 0,001215 0,010979 0,024146 0,031089 0,049262 0,014745

Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

51

No. 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40

Variabel Risiko Kerangka hukum yang kurang memadai atau sesuai dalam PPP Kurangnya daya tarik investor untuk membiayai proyek PPP Adanya kenaikan biaya konstruksi Adanya pesaing baru dalam usaha pusat perbelanjaan Kurangnya pengawasan terhadap pembiayaan proyek oleh pemerintah Perubahan nilai tukar mata uang Tingginya nilai kompensasi pembebasan lahan Ketidakmampuan investor untuk membayar pinjaman modal Adanya perubahan pasar Adanya penundaan waktu konstruksi Kurangnya dukungan dari masyarakat setempat, dewan dan pemerintah Kurangnya pengalaman investor untuk membangun pusat perbelanjaan (pasar) Adanya dampak negatif bagi lingkungan akibat pembangunan pasar Jumlah stan yang tersewa/terjual dibawah estimasi (Banyak stan yang kosong) Harga sewa/ jual stan yang tidak sesuai Adanya kesalahan dalam mekanisme penyusunan peraturan Rumitnya birokrasi pemerintah Adanya keterlambatan dalam pengiriman material pada saat konstruksi Adanya perubahan pengoperasionalan proyek Risiko perubahan lokasi Keuntungan investor tidak sesuai dengan estimasi awal Kurangnya kemampuan investor dalam mengatur, membangun, mengoperasikan dan membiayai pasar Adanya perubahan harga sewa/ jual stan Adanya penilaian negatif tentang proyek pada saat pengoperasian Minim atau sedikitnya kegiatan ekonomi (kegiatan perdagangan) pada pasar Tingginya biaya dalam pemeliharaan dan pengoperasian Kurang adanya keadilan struktur modal swasta

Pearson Correlation 0,434487 0,402009 0,747378 0,356844 0,417787 0,365173 0,616134 0,431313 0,373971 0,600602 0,627871 0,468073 0,475746 0,378883 0,433773 0,37367 0,427902 0,603013 0,61015 0,419866 0,613124 0,505943 0,452381 0,676343 0,703764 0,519879 0,471999

Signifikansi (2-tailed) 0,01459 0,024971 1,36 x 10


-6

Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

0,04877 0,019354 0,043382 0,000224 0,015411 0,03822 0,000354 0,000156 0,007919 0,006829 0,03556 0,014771 0,038388 0,016335 0,00033 0,000268 0,018698 0,000245 0,003687 0,010614 2,96 x 10-5 10-5 0,002721 0,007344

52

No. 41 42 43

Variabel Risiko Kualitas pada saat konstruksi dan pengoperasian yang tidak sesuai Biaya untuk mendapatkan pinjaman lebih besar dari estimasi awal Risiko memburuknya keuangan investor pada saat pengoperasian

Pearson Correlation 0,624701 0,397708 0,497684

Signifikansi (2-tailed) 0,000172 0,026715 0,004388

Keterangan Valid Valid Valid

Sumber : Hasil olahan, 2011

Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa semua variabel kategori probabilitas dinyatakan valid karena r hitung lebih besar daripada r tabel yaitu 0,355. Sehingga empat puluh tiga variabel risiko diatas dapat dianalisa lebih lanjut. Untuk mengetahui lebih rinci tentang hasil uji validitas data probabilitas dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas Data Dampak (Impact)

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Variabel Risiko Adanya keterlambatan atau kegagalan pembebasan lahan Adanya intervensi dari pemerintah Tidak tersedianya dana oleh investor Adanya aturan yang tidak sesuai dan tidak jelas di dalam kontrak Adanya korupsi Adanya evaluasi dan penetapan keputusan secara sepihak Investor tidak mendapatkan pinjaman kredit dari pemerintah Pemerintahan tidak stabil Adanya inflasi yang tidak terkendali Tidak ada ketegasan pemerintah dalam pengambilan keputusan Perubahan tingkat suku bunga Adanya perubahan peraturan dan hukum

Pearson Correlation 0,3851 0,525386 0,365548 0,472956 0,626895 0,489577 0,514192 0,529357 0,674716 0,799258 0,519349 0,379459

Signifikansi (2-tailed) 0,03241 0,002405 0,043151 0,00721 0,000161 0,005184 0,003085 0,002197 3,14 x 10
-5

Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

6,98 x 10-8 0,002754 0,035258

53

No. 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40

Variabel Risiko Adanya penundaan ijin terhadap investor Kerangka hukum yang kurang memadai atau sesuai dalam PPP Kurangnya daya tarik investor untuk membiayai proyek PPP Adanya kenaikan biaya konstruksi Adanya pesaing baru dalam usaha pusat perbelanjaan Kurangnya pengawasan terhadap pembiayaan proyek oleh pemerintah Perubahan nilai tukar mata uang Tingginya nilai kompensasi pembebasan lahan Ketidakmampuan investor untuk membayar pinjaman modal Adanya perubahan pasar Adanya penundaan waktu konstruksi Kurangnya dukungan dari masyarakat setempat, dewan dan pemerintah Kurangnya pengalaman investor untuk membangun pusat perbelanjaan (pasar) Adanya dampak negatif bagi lingkungan akibat pembangunan pasar Jumlah stan yang tersewa/terjual dibawah estimasi (Banyak stan yang kosong) Harga sewa/ jual stan yang tidak sesuai Adanya kesalahan dalam mekanisme penyusunan peraturan Rumitnya birokrasi pemerintah Adanya keterlambatan dalam pengiriman material pada saat konstruksi Adanya perubahan pengoperasionalan proyek Risiko perubahan lokasi Keuntungan investor tidak sesuai dengan estimasi awal Kurangnya kemampuan investor dalam mengatur, membangun, mengoperasikan dan membiayai pasar Adanya perubahan harga sewa/ jual stan Adanya penilaian negatif tentang proyek pada saat pengoperasian Minim atau sedikitnya kegiatan ekonomi (kegiatan perdagangan) pada pasar Tingginya biaya dalam pemeliharaan dan pengoperasian Kurang adanya keadilan struktur modal swasta

Pearson Correlation 0,406252 0,562769 0,571097 0,385752 0,512328 0,499261 0,466543 0,490933 0,663969 0,79529 0,512374 0,672359 0,550016 0,641294 0,366471 0,760824 0,683143 0,473989 0,761058 0,542555 0,612798 0,73693 0,486383 0,485478 0,442352 0,3656268 0,580123 0,661671

Signifikansi (2-tailed) 0,023344 0,000982 0,000793 0,032093 0,003213 0,004246 0,008154 0,005043 4,65 x 10-5 9,02 x 10-8 0,003352 3,43 x 10-5 0,001349 0,000101 0,042587 6,77 x 10-7 2,29 x 10-5 0,007067 6,68 x 10-7 0,001614 0,000248 2,27 x 10-6 0,00553 0,005623 0,012711 0,043104 0,000624 5,05 x 10-5

Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

54

No. 41 42 43

Variabel Risiko Kualitas pada saat konstruksi dan pengoperasian yang tidak sesuai Biaya untuk mendapatkan pinjaman lebih besar dari estimasi awal Risiko memburuknya keuangan investor pada saat pengoperasian

Pearson Correlation 0,650183 0,371555 0,489572

Signifikansi (2-tailed) 7,52 x 10-5 0,039585 0,005185

Keterangan Valid Valid Valid

Sumber : Hasil olahan, 2011

Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa semua variabel kategori dampak dinyatakan valid karena r hitung lebih besar daripada r tabel yaitu 0,355. Sehingga keempat puluh tiga variabel risiko diatas dapat dianalisa lebih lanjut. Untuk mengetahui lebih rinci tentang hasil uji validitas data dampak dapat dilihat pada Lampiran 7.

4.5.3 Uji Reabilitas Menurut Sugiono (2006), Variabel yang reliabel berarti variabel dapat digunakan untuk mengukur obyek yang sama maka akan menghasilkan data yang sama. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan bantuan program SPSS 15.0 dengan menetapkan taraf kesalahan () sebesar 5%. Dari SPSS didapatkan bahwa nilai r hitung untuk kategori dampak sebesar 0,879 sedangkan r hitung untuk kategori probabilitas sebesar 0,888. Menurut Sugiono (2006) bahwa variabel dapat dikatakan reliabel apabila r hitung > r tabel dimana r tabel yang didapatkan yaitu 0,355. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel pada penelitian ini dapat dikatakan reliabel dan dapat dilakukan analisa selanjutnya. Hasil pengujian reliabilitas data dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.

55

4.6 Penilaian Risiko Pada penilaian risiko ini dilakukan beberapa tahap dimana tujuan dari penilaian risiko ini adalah untuk mengetahui risiko yang paling berpengaruh besar pada PPP.

4.6.1 Analisis Probabilitas (Probability) Severity index (SI) digunakan dalam mencari skor dari probabilitas. Nilai SI yang dikeluarkan berupa persentase. Hasil yang didapatkan dari severity index dikategorikan berdasarkan Majid dan Caffer (1997) kategori nilai SI adalah 87.5 % SI 100 % masuk dalam kategori sangat sering (SS) 62,5 % SI < 87,5 % masuk dalam kategori sering (S) 37,5 % SI < 62,5 % masuk dalam kategori cukup (C) 12,5 % SI < 37,5 % masuk dalam kategori jarang (J) 0,00 % SI 12,5 % masuk dalam kategori sangat jarang (SJ) Dari pengkategorian ini dapat diketahui kategori tingkat kejadian dari variabel risiko. Setelah diketahui kategori probabilitas maka didapatkan nilai dari probabilitas. Nilai ini didapatkan berdasarkan konversi Probability Impact Matrix dimana Probability Impact Matrix yang menggunakan skala 5 dalam membedakan tingkatannya. Untuk kategori dan nilai dari kategori dapat dilihat pada Tabel 4.5. Untuk hasil perhitungan probabilitas dapat dilihat pada Tabel 4.6 untuk probabilitas yang masuk kategori sering terjadi. Tabel 4.7 untuk risiko yang yang masuk kategori cukup. Tabel 4.8 untuk risiko yang masuk kategori jarang terjadi. Tabel 4.10 untuk risiko yang masuk kategori sangat jarang terjadi.

Tabel 4.5 Kategori dan Nilai Probabilitas

No. 1. 2.

Kategori Sangat jarang Jarang

Nilai 1 2

56

No. 3. 4. 5. Sumber : Hasil Olahan, 2011

Kategori Cukup Sering Sangat sering

Nilai 3 4 5

Tabel 4.6 Risiko Dengan Kategori Probabilitas Sering

No. 1 2

Variabel Adanya pesaing baru dalam usaha pusat perbelanjaan Kurangnya daya tarik investor untuk membiayai proyek PPP

SI (%) 77,419 63,710

Kategori S S

Nilai 4 4

Sumber : Hasil olahan, 2011

Tabel 4.7 Risiko Dengan Kategori Probabilitas Cukup

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Variabel Adanya perubahan pasar Tingginya biaya dalam pemeliharaan dan pengoperasian Adanya kenaikan biaya konstruksi Keuntungan investor tidak sesuai dengan estimasi awal Risiko memburuknya keuangan investor pada saat pengoperasian Adanya penundaan waktu konstruksi Tidak tersedianya dana oleh investor Kurangnya pengalaman investor untuk membangun pusat perbelanjaan (pasar) Tingginya nilai kompensasi pembebasan lahan Kurangnya dukungan dari masyarakat setempat, dewan dan pemerintah Ketidakmampuan investor untuk membayar pinjaman modal Minim atau sedikitnya kegiatan ekonomi (kegiatan perdagangan) pada pasar Kualitas pada saat konstruksi dan pengoperasian yang tidak sesuai

SI (%) 62,097 59,677 57,258 55,645 53,226 53,226 52,419 49,194 48,387 43,548 42,742 42,742 41,129

Kategori C C C C C C C C C C C C C

Nilai 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

57

No. 14 15 16 17 18

Variabel Adanya keterlambatan dalam pengiriman material pada saat konstruksi Jumlah stan yang tersewa/terjual dibawah estimasi (Banyak stan yang kosong) Kurangnya kemampuan investor dalam mengatur, membangun, mengoperasikan dan membiayai pasar Adanya penilaian negatif tentang proyek pada saat pengoperasian Kurangnya pengawasan terhadap pembiayaan proyek oleh pemerintah

SI (%) 40,323 38,710 38,710 37,903 37,903

Kategori C C C C C

Nilai 3 3 3 3 3

Sumber : Hasil olahan, 2011

Tabel 4.8 Risiko Dengan Kategori Probabilitas Jarang

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Variabel Perubahan nilai tukar mata uang Adanya keterlambatan atau kegagalan pembebasan lahan Biaya untuk mendapatkan pinjaman lebih besar dari estimasi awal Harga sewa/ jual stan yang tidak sesuai Kurang adanya keadilan struktur modal swasta Adanya perubahan peraturan dan hukum Adanya aturan yang tidak sesuai dan tidak jelas di dalam kontrak Adanya inflasi yang tidak terkendali Adanya dampak negatif bagi lingkungan akibat pembangunan pasar Adanya evaluasi dan penetapan keputusan secara sepihak Adanya perubahan harga sewa/ jual stan Rumitnya birokrasi pemerintah Investor tidak mendapatkan pinjaman kredit dari pemerintah Perubahan tingkat suku bunga Adanya kesalahan dalam mekanisme penyusunan peraturan Adanya penundaan ijin terhadap investor Adanya intervensi dari pemerintah

SI (%) 37,097 36,290 34,677 33,871 29,839 29,839 29,032 28,226 27,419 26,613 26,613 25,000 25,000 25,000 19,355 19,355 19,355

Kategori J J J J J J J J J J J J J J J J J

Nilai 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

58

No. 18 19 20

Variabel Pemerintahan tidak stabil Kerangka hukum yang kurang memadai atau sesuai dalam PPP Adanya korupsi

SI (%) 15,323 14,516 13,710

Kategori J J J

Nilai 2 2 2

Sumber : Hasil olahan, 2011

Tabel 4.9 Risiko Dengan Kategori Probabilitas Sangat Jarang

No. 1 2

Variabel Risiko perubahan lokasi Tidak ada ketegasan pemerintah dalam pengambilan keputusan

SI (%) 11,290 9,677

Kategori SJ SJ

Nilai 1 1

Sumber : Hasil olahan, 2011

Dari perhitungan probabilitas dapat dilihat hasil dimana ada 2 variabel risiko yang sering terjadi pada PPP di proyek pembangunan pasar, Ada 18 variabel risiko yang mempunyai tingkat kejadian cukup dan ada 21 variabel risiko yang jarang terjadi terhadap PPP pada proyek pembangunan pasar di Surabaya. Variabel yang paling dominan menurut tingkat kejadian pada PPP adalah adanya pesaing baru dalam usaha pusat perbelanjaan dengan nilai SI 77,419%. Yang menempati posisi kedua terjadi adalah kurangnya daya tarik investor untuk membiayai proyek PPP dengan nilai SI 63,71%. Kedua risiko ini memiliki kategori yang sama yaitu kategori sering terjadi pada PPP pada proyek pembangunan pasar.

4.6.2 Analisis Dampak (Impact) Severity index (SI) digunakan dalam mencari skor dari dampak. Nilai SI yang dikeluarkan berupa persentase. Hasil yang didapatkan dari severity index dikategorikan berdasarkan Majid dan Caffer (1997) kategori nilai SI adalah 87.5 % SI 100 % masuk dalam kategori sangat besar (SB) 59

62,5 % SI < 87,5 % masuk dalam kategori besar (B) 37,5 % SI < 62,5 % masuk dalam kategori sedang (S) 12,5 % SI < 37,5 % masuk dalam kategori kecil (K) 0,00% SI 12,5 % masuk dalam kategori sangat kecil (SK) Dari pengkategorian ini dapat diketahui kategori dampak yang ditimbulkan dari variabel risiko. Setelah diketahui kategori dampak maka didapatkan nilai dari dampak. Nilai ini didapatkan berdasarkan konversi dari Probability Impact Matrix dimana Probability Impact Matrix menggunakan skala 5 dalam membedakan tingkatannya. Nilai dalam tiap tingkatan skala berbeda beda antara probabilitas dan dampak. Untuk kategori dan nilai dari kategori dapat dilihat pada Tabel 4.10. Untuk perhitungan dampak dapat dilihat pada Tabel 4.11 untuk risiko yang berdampak besar. Tabel 4.12 untuk risiko yang berdampak sedang .

Tabel 4.10 Kategori dan Nilai Dampak

No. 1. 2. 3. 4. 5.

Kategori Dampak Sangat kecil Kecil Sedang Besar Sangat besar

Nilai 1 2 3 4 5

Sumber : Hasil Olahan, 2011

Tabel 4.11 Risiko Dengan Kategori Dampak Besar

No. 1 2

Variabel Kurangnya daya tarik investor untuk membiayai proyek PPP Investor tidak mendapatkan pinjaman kredit dari pemerintah

SI (%) 85,484 80,645

Kategori B B

Nilai 4 4

60

No. 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

Variabel Tidak tersedianya dana oleh investor Kurangnya kemampuan investor dalam mengatur, membangun, mengoperasikan dan membiayai pasar Adanya aturan yang tidak sesuai dan tidak jelas di dalam kontrak Kurangnya pengalaman investor untuk membangun pusat perbelanjaan (pasar) Risiko memburuknya keuangan investor pada saat pengoperasian Adanya evaluasi dan penetapan keputusan secara sepihak Ketidakmampuan investor untuk membayar pinjaman modal Tidak ada ketegasan pemerintah dalam pengambilan keputusan Adanya pesaing baru dalam usaha pusat perbelanjaan Adanya korupsi Kurangnya dukungan dari masyarakat setempat, dewan dan pemerintah Kerangka hukum yang kurang memadai atau sesuai dalam PPP Kualitas pada saat konstruksi dan pengoperasian yang tidak sesuai Adanya keterlambatan atau kegagalan pembebasan lahan Adanya intervensi dari pemerintah Jumlah stan yang tersewa/terjual dibawah estimasi (Banyak stan yang kosong) Tingginya nilai kompensasi pembebasan lahan Kurang adanya keadilan struktur modal swasta Kurangnya pengawasan terhadap pembiayaan proyek oleh pemerintah Adanya penundaan waktu konstruksi Adanya kesalahan dalam mekanisme penyusunan peraturan

SI (%) 78,226 77,419 74,194 73,387 73,387 72,581 72,581 72,581 72,581 70,161 68,548 66,935 66,129 66,129 66,129 66,129 65,323 65,323 63,710 63,710 62,903

Kategori B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B

Nilai 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Sumber : Hasil olahan, 2011

61

Tabel 4.12 Risiko Dengan Kategori Dampak Sedang

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Variabel Pemerintahan tidak stabil Rumitnya birokrasi pemerintah Adanya kenaikan biaya konstruksi Harga sewa/ jual stan yang tidak sesuai Perubahan tingkat suku bunga Tingginya biaya dalam pemeliharaan dan pengoperasian Adanya perubahan pasar Adanya perubahan harga sewa/ jual stan Risiko perubahan lokasi Adanya perubahan pengoperasionalan proyek Minim atau sedikitnya kegiatan ekonomi (kegiatan perdagangan) pada pasar Adanya inflasi yang tidak terkendali Adanya perubahan peraturan dan hukum Adanya keterlambatan dalam pengiriman material pada saat konstruksi Keuntungan investor tidak sesuai dengan estimasi awal Adanya penundaan ijin terhadap investor Adanya penilaian negatif tentang proyek pada saat pengoperasian Biaya untuk mendapatkan pinjaman lebih besar dari estimasi awal Perubahan nilai tukar mata uang Adanya dampak negatif bagi lingkungan akibat pembangunan pasar

SI (%) 62,097 62,097 61,290 61,290 60,484 58,065 57,258 57,258 56,452 55,645 55,645 54,839 54,839 54,032 52,419 52,419 51,613 50,806 38,710 38,710

Kategori S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S

Nilai 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Sumber : Hasil olahan, 2011

62

Dari Tabel 4.11 dan Tabel 4.12 dapat dilihat hasil perhitungan dampak dimana ada 23 variabel yang memiliki dampak besar terhadap PPP dan ada 20 variabel risiko yang memiliki dampak sedang terhadap PPP. Variabel risiko yang paling dominan adalah kurangnya daya tarik investor untuk membiayai proyek PPP dan memiliki nilai SI 85,484%. Risiko kedua yang apabila terjadi berdampak besar terhadap PPP adalah investor tidak mendapatkan pinjaman kredit dari pemerintah dengan nilai SI 80,645%. Risiko ketiga yang berdampak besar terhadap PPP adalah tidak tersedianya dana oleh investor dengan nilai SI 78,226%.

4.6.3 Analisis Risiko Analisis untuk penelitian ini menggunakan Probability Impact Matrix. Hal ini dilakukan agar dapat diketahui tingkat risiko. Hasil Probability Impact Matrix didapatkan dengan menggalikan nilai probabilitas dan dampak dan hasil ini akan digunakan untuk mengetahui tingkat risiko. Probability Impact Matrix yang dapat dilihat pada Gambar 4.4. Risiko yang berpengaruh besar ialah risiko tinggi yang didapatkan dari hasil analisis risiko. Tabel 4.13 merupakan keterangan dari probabilitas dan dampak yang ada pada Gambar 4.4. Untuk tingkat risiko tinggi dapat dilihat pada Tabel 4.14. Untuk tingkat risiko sedang dapat dilihat pada Tabel 4.15. Untuk tingkat risiko rendah dapat dilihat pada Tabel 4.16.

63

SS S Probabilitas C J SJ

5 4 3 2 1

5 4 3 2 1 1 SK

10 8 6 4 2 2 K

15 12 9 6 3 3 S Dampak

20 16 12 8 4 4 B

25 20 15 10 5 5 SB

Risiko Tinggi Risiko Sedang Risiko Rendah

Gambar 4.4 Probability Impact Matrix yang Digunakan (Hasil Olahan, 2011)

Tabel 4.13 Keterangan Probabilitas dan Dampak

Probabilitas SJ J C S SS = Sangat Jarang = Jarang = Cukup = Sering = Sangat Sering SK K S B SB

Dampak = Sangat Kecil = Kecil = Sedang = Besar = Sangat Besar

Sumber : Hasil Olahan, 2011

Tabel 4.14 Tingkat Risiko Tinggi

No 1 2 3 4

Variabel Risiko Kurangnya daya tarik investor untuk membiayai proyek PPP Adanya pesaing baru dalam usaha pusat perbelanjaan Tidak tersedianya dana oleh investor Kurangnya pengawasan terhadap pembiayaan proyek oleh pemerintah

Nilai Probabilitas 4 4 3 3

Nilai Dampak 4 4 4 4

Nilai Risiko 16 16 12 12

Kategori Risiko TINGGI TINGGI TINGGI TINGGI

64

No 5 6 7 8 9 10

Variabel Risiko Tingginya nilai kompensasi pembebasan lahan Ketidakmampuan investor untuk membayar pinjaman modal Adanya penundaan waktu konstruksi Kurangnya dukungan dari masyarakat setempat, dewan dan pemerintah Kurangnya pengalaman investor untuk membangun pusat perbelanjaan (pasar) Jumlah stan yang tersewa/terjual dibawah estimasi (Banyak stan yang kosong) Kurangnya kemampuan investor dalam mengatur, membangun, mengoperasikan dan membiayai pasar Kualitas pada saat konstruksi dan pengoperasian yang tidak sesuai Risiko memburuknya keuangan investor pada saat pengoperasian

Nilai Probabilitas 3 3 3 3 3 3

Nilai Dampak 4 4 4 4 4 4

Nilai Risiko 12 12 12 12 12 12

Kategori Risiko TINGGI TINGGI TINGGI TINGGI TINGGI TINGGI

11 12 13

3 3 3

4 4 4

12 12 12

TINGGI TINGGI TINGGI

Sumber : Hasil olahan 2011

Tabel 4.15 Tingkat Risiko Sedang

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Variabel Risiko Adanya kenaikan biaya konstruksi Adanya perubahan pasar Adanya keterlambatan dalam pengiriman material pada saat konstruksi Keuntungan investor tidak sesuai dengan estimasi awal Adanya penilaian negatif tentang proyek pada saat pengoperasian Minim atau sedikitnya kegiatan ekonomi (kegiatan perdagangan) pada pasar Tingginya biaya dalam pemeliharaan dan pengoperasian Adanya intervensi dari pemerintah Adanya aturan yang tidak sesuai dan tidak jelas di dalam kontrak Adanya korupsi Adanya evaluasi dan penetapan keputusan secara sepihak

Nilai Probabilitas 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2

Nilai Dampak 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4

Nilai Risiko 9 9 9 9 9 9 9 8 8 8 8

Kategori Risiko SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG

65

No 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

Variabel Risiko Investor tidak mendapatkan pinjaman kredit dari pemerintah Kerangka hukum yang kurang memadai atau sesuai dalam PPP Adanya kesalahan dalam mekanisme penyusunan peraturan Kurang adanya keadilan struktur modal swasta Pemerintahan tidak stabil Adanya inflasi yang tidak terkendali Perubahan tingkat suku bunga Adanya perubahan peraturan dan hukum Adanya penundaan ijin terhadap investor Perubahan nilai tukar mata uang Adanya dampak negatif bagi lingkungan akibat pembangunan pasar Harga sewa/ jual stan yang tidak sesuai Rumitnya birokrasi pemerintah Adanya perubahan pengoperasionalan proyek Adanya perubahan harga sewa/ jual stan Biaya untuk mendapatkan pinjaman lebih besar dari estimasi awal

Nilai Probabilitas 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Nilai Dampak 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Nilai Risiko 8 8 8 8 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6

Kategori Risiko SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG

Sumber : Hasil olahan 2011

Tabel 4.16 Tingkat Risiko Rendah

No 1 2

Variabel Risiko Tidak ada ketegasan pemerintah dalam pengambilan keputusan Risiko perubahan lokasi

Nilai Probabilitas 1 1

Nilai Dampak 4 3

Nilai Risiko 4 3

Kategori Risiko RENDAH RENDAH

Sumber : Hasil olahan 2011

66

Dari Tabel 4.14, Tabel 4.15 dan Tabel 4.16 dapat diketahui ada 13 variabel risiko yang berisiko tinggi pada PPP, 26 variabel risiko yang berisiko sedang terhadap PPP dan ada 2 variabel risiko yang berisiko kecil terhadap PPP. Variabel risiko yang paling dominan yaitu kurangnya daya tarik investor untuk membiayai proyek PPP dan adanya pesaing baru dalam usaha pusat perbelanjaan dimana kedua variabel ini memiliki nilai risiko yang sama yaitu 16.

4.7 Pembahasan Hasil Berdasarkan analisa risiko didapatkan 13 risiko yang masuk dalam kategori risiko tinggi yang berpengaruh besar terhadap PPP dilihat dari sudut pandang pemerintah. Pembahasan ketiga belas risiko pada pembahasan ini ialah berdasarkan hasil wawancara tidak terstruktur kepada responden.

1.

Adanya pesaing baru dalam usaha pusat perbelanjaan. Adanya pesaing baru dalam usaha pusat perbelanjaan maksudnya adalah

adanya pesaing dalam usaha retail sejenis yang berdiri. Pesaing baru bagi pasar bukannya hanya mall mall besar seperti Royal ataupun TP tapi tempat tempat perbelanjaan seperti Giant, Alfamart, Carefour. Adanya usaha usaha ini menyebabkan penurunan tingkat costumer yang berbelanja di Pasar. Penurunan tingkat costumer inilah yang dapat mempengaruhi ramai atau tidaknya suatu pasar. Penurunan ini memang merupakan suatu risiko bisnis yang harus ditanggung oleh investor. Tetapi hal ini juga berpengaruh terhadap pemerintah. Menurut wawancara yang dilakukan bahwa keuntungan yang didapatkan dari usaha pasar ini dibagi antara investor dengan PD Pasar dengan persentase tertentu. Maka apabila keuntungan yang didapat menurun maka akan mempengaruhi pendapatan PD Pasar dimana pendapatan PD Pasar juga ikut menurun. Besarnya presentase keuntungan berbeda beda antara proyek satu dengan proyek PPP lainnya. PD Pasar mulai mendapatkan pendapatan dari pembagian keuntungan mulai dari pembangunan proyek dimulai dimana presentasenya akan membesar seiring dengan perkembangan proyek. 67

2.

Kurangnya daya tarik investor untuk membiayai PPP. Ketakutan investor akan banyaknya birokrasi yang harus dilewati

menyebabkan investor kurangnya keinginan investor untuk membiayai PPP pada proyek pasar. Ketakutan ini sebetulnya tidak perlu karena pihak PD Pasar akan membantu investor dalam birokrasi ke pemerintah. PD Pasar sudah membuka kesempatan untuk bekerja sama dengan investor dengan PPP dengan merevitalisasi beberapa pasar tetapi beberapa investor kurang tertarik untuk membiayai. Kurang tertariknya investor dapat diatasi dengan pemberian jaminan kepada investor baik itu jaminan politik, ekonomi, legalitas. Tidak adanya jaminan tersebut sering kali menyebabkan investor menjadi kurang tertarik untuk berinvestasi. Padahal pemberian jaminan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan PPP (Rahmawati,2006). Kurangnya ketertarikan ini menyebabkan PD Pasar tidak dapat segera merevitalisasi pasar pasarnya yang usianya sudah diatas 30 tahun. Padahal permintaan akan pasar tradisional yang bersih dan nyaman sudah semakin tinggi. Sehingga PD Pasar sedang membuat strategi yang lebih baik agar investor lebih tertarik untuk membiayai proyek PPP.

3.

Tidak tersedianya dana oleh investor. Dalam investasi, dana sangat diperlukan untuk membiayai proyek baik itu

pada tahap pengembangan, tahap konstruksi maupun pada tahap pengoperasian pasar. Dana yang cukup memang diperlukan agar proyek dapat berjalan dengan lancar. Walaupun sebelum investasi, investor sudah dimintai untuk memberikan bank garansi tetapi ketidaktersediaan dana tetap saja terjadi. Ketidak tersediaan dana ini sering terjadi pada tahap konstruksi. Ketidak tersedianya dana ini dapat disebabkan beberapa hal diantara studi kelayakan yang salah oleh investor. Sering kali investor melakukan studi kelayakan yang tidak dilakukan oleh engineer yang berpengalaman di bidangnya sehingga estimasi biaya yang dilakukan tidak tepat. Tidak tersedianya dana oleh investor dapat disebabkan oleh strategi pembiayaan yang salah. Seperti yang terjadi pada proyek pasar X dimana pasar tersebut dibiayai oleh investor yang sama. Akibat dari dana yang harusnya digunakan untuk pembangunan pasar X dialihkan ke pasar Y dengan asumsi bahwa pasar 68

akan laku dan dana yang didapat akan digunakan untuk pembangunan pasar X. Teryata dalam kenyataannya terjadi hal yang berbeda. Pasar Y kurang mendapat respon dari masyarakat dalam penjualannya. Hal ini mengakibatkan

terbengkalainya pembangunan pasar X hingga saat ini. Ketidak tersediaan dana ini merupakan salah satu contoh dari kurangnya bonafitditas investor. Padahal bonafitditas merupakan salah satu faktor penting dalam kerjasama. Ketidak tersediaan ini sering menyebabkan suatu masalah dalam PPP seperti contoh Ketidak tersediaan dana ini dapat menyebabkan PD Pasar harus mencari investor baru untuk membiayai proyek pembangunan pasar. Investor dikenakan pinalti oleh PD Pasar apabila hal ini sampai terjadi. Apabila hal ini sampai terjadi maka akan merusak citra investor dalam usaha bisnis. Kerugian lain yang dirasakan PD Pasar akibat hal ini adalah tertundanya keinginan PD Pasar untuk dapat segera mendapatkan pasar yang bagus, bersih dan nyaman.

4.

Risiko memburuknya keuangan investor pada saat pengoperasian. Peranan PD Pasar dalam PPP cukup besar termasuk mengawasi keuangan

investor dalam pengoperasian. Memburuknya keuangan investor pada saat pengoperasian sering terjadi pada pengoperasian pasar. Memburuknya keuangan investor merupakan salah satu contoh dari kurangnya bonafitditas investor. Padahal bonafitditas merupakan salah satu faktor penting dalam kerjasama (Rahmawati,2006). Apabila keadaan ini terus menerus terjadi dan menyebabkan investor tidak dapat melanjutkan untuk mengoperasikan proyek maka PD Pasar harus mencari investor lain untuk mengoperasikan proyek. Dari sisi investor, memburuknya keuangan ini sering kali berdampak pada permintaan investor untuk memperpanjang masa konsesi. Apabila hal ini terus menerus terjadi maka akan terjadi ketegangan antara PD Pasar dan investor karena PD Pasar kemungkinan besar akan menolak pengajuan tersebut dan tidak sesuai dengan kontrak perjanjian.

69

5.

Kurang pengalaman investor untuk membangun pusat perbelanjaan (pasar). Pada proyek pembangunan pasar ini, beberapa investor yang terpilih

memang bukan dari bisnis retail. Investor sebagian besar berasal dari bisnis real estate. Perbedaan bisnis ini menyebabkan investor kurang berpengalaman dalam membangun pasar. Hal ini sering kali menyebabkan ketegangan dengan pihak PD Pasar terutama pada masalah desain pasar. Pembuatan desain pasar memang dirasa cukup rumit karena harus memperhatikan beberapa aspek. Beberapa aspek diantaranya yaitu aspek kebakaran, aspek letak stan, aspek kenyamanan konsumen, aspek kebersihan, dan sebagainya. Dari wawancara dengan salah satu responden, investor sering kali salah dalam menetapkan desain sehingga ketegangan yang terjadi disebabkan tidak disetujuinya desain yang dibuat oleh investor oleh PD Pasar. Salah satu masalah desain adalah pemberian ruang longgar untuk akses pemadam kebakaran. Hal ini diperlukan apabila terjadi kebakaran, pemadam kebakaran dapat langsung masuk ke area pasar sehingga dapat meminimalkan kerugian yang terjadi akibat kebakaran.

6.

Adanya penundaan waktu konstruksi. Penundaan waktu konstruksi yang dimaksudkan ialah tertundanya waktu

penyelesaian konstruksi. Banyaknya perubahan spesifikasi selama masa kontruksi merupakan salah satu penyebab mundurnya waktu penyelesaian konstruksi. Penyelesaian proyek yang melebihi waktunya akan menyebabkan kerugian bagi investor dan juga pemerintah. Ketepatan waktu dalam penyelesaian proyek merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam PPP. Molornya

penyelesaian konstruksi menyebabkan masalah bagi pihak PD Pasar. Masalah yang dihadapi ialah adanya komplain dari pedagang yang bernaung dibawah PD Pasar. Investor yang tidak tepat waktu dalam menyelesaikan konstruksi akan diperikan pinalti oleh PD Pasar karena hal ini sudah termasuk dalam pelanggaran kontrak.

70

7.

Tingginya nilai kompensasi pembebasan lahan. Sering kali kompensasi pembebasan lahan tidak sesuai dengan harga yang

seharusnya. Walaupun tanah tersebut adalah tanah pemerintah tapi untuk memindahkan pedagang ke tempat penampungan itu tidak mudah. Pedagang sering kali meminta kompensasi tanah dengan harga tinggi. Hal ini mempengaruhi PPP karena investor dapat menilai pemerintah kurang membantu dalam perwujudan proyek. Biaya yang dikeluarkan untuk pembebasan lahan merupakan dana dari investor. Sehingga apabila hal ini terjadi menyebabkan investor harus mengeluarkan biaya lebih dalam pembebasan lahan. Tingginya nilai kompensasi menandakan kurang terlibatnya PD Pasar dalam membantu investor membebaskan lahan. Peran serta PD Pasar merupakan faktor penting dalam suksesnya kerjasama.

8.

Ketidakmampuan investor untuk membayar pinjaman modal. Ketidakmampuan investor dalam membayar pinjaman modal pada

dasarnya tidak berpengaruh langsung terhadap pemerintah apabila tunggakan pinjaman investor masih dalam tahap normal. Hanya saja ketidak mampuan investor untuk membayar pinjaman dan menimbulkan investor terlilit hutang menyebabkan keraguan pada PD Pasar tentang kemampuan investor. Hal ini dapat membuat PD Pasar mengeluarkan kebijakan untuk mengambil alih pengelolaan investor walaupun masa konsesi belum habis. Ketidakmampuan investor dalam membayar pinjaman modal menyatakan suatu ketidak mampuan investor. Padahal kemampuan investor merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam PPP (Rahmawati,2006). Kurangnya kemampuan investor dapat menyebabkan kegagalan dalam kerjasama. Sehingga diperlukan penilaian yang benar benar teliti dalam pemilihan patner kerjasama oleh PD Pasar. Agar kesuksesan kerjasama dapat terlaksana.

9.

Kurangnya kemampuan investor dalam mengatur, membangun dan mengoperasikan dan membiayai pasar. Kemampuan investor memang menjadi pertimbangan bagi PD Pasar

dalam pemilihan investor yang akan bekerjasama dalam PPP. Hal ini dilakukan 71

PD Pasar karena aset yang dipunya PD Pasar akan digunausahakan dalam jangka panjang. Pentingnya pemilihan investor yang mempunyai kemampuan atau yang dikenal dengan istilah bonafit ditulis dalam Kepmendagri no.43 tahun 2003. Dengan bekerjasama dengan investor yang bonafit diharapkan dapat

meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Banyaknya pihak yang terlibat dalam proyek pembangunan pasar menyebabkan PD Pasar harus mencari investor yang tepat dalam kerjasama. Kurangnya kemampuan investor dapat menyebabkan masalah dalam PPP. Seperti diantaranya masalah dalam bersosialisasi dengan pedagang. Pada kasus relokasi pasar A, pihak swasta yang berkoordinasi dengan PD Pasar dalam hal sosialisasi pedagang untuk relokasi sehingga tidak terjadi konflik. Sedangkan pada kasus B, investor kurang mampu mengkomunikasikan keinginannya dalam untuk membangun pasar tersebut sehingga dalam relokasi terjadi masalah. Masalah lain yang pernah terjadi adalah kurang mampunya investor dalam hal financial. Kekurang mampuan ini dapat menyebabkan masalah masalah yang menyebabkan konflik bagi kerjasama maupun bagi investor dengan pihak lain. Ketidakmampuan ini apabila terus terjadi dapat menyebabkan PD Pasar mengambil alih hak kelola pasar. Kemampuan investor merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam PPP (Rahmawati,2006). Kurangnya kemampuan investor dapat

menyebabkan kegagalan dalam kerjasama. Sehingga diperlukan penilaian yang benar benar teliti dalam pemilihan patner kerjasama oleh PD Pasar. Agar kesuksesan kerjasama dapat terlaksana.

10. Kurangnya pemerintah.

dukungan

dari

masyarakat

setempat,

dewan

dan

Pemerintah yang dimaksudkan dalam variabel ini adalah pemerintah kota Surabaya. Pemerintah kota merupakan bagian dalam PPP karena PD Pasar merupakan anak perusahaan dari pemerintah kota Surabaya. Kurangnya dukungan dari masyarakat, dewan dan pemerintah ini berkaitan dengan risiko politik yang harus dihadapi dalam berinvestasi. Seringkali masyarakat menolak pembangunan pasar karena adanya hal hal yang dikhawatirkan masyakat apabila pasar berdiri 72

di daerah mereka. Begitupun dengan dewan dan pemerintah kota sering kali kurang mendukung adanya PPP. Padahal dengan adanya kerjasama dapat membantu menghemat APBD karena uang yang seharusnya dikeluarkan untuk membangun pasar dapat dihemat dan digunakan untuk keperluan yang lain. Kurangnya dukungan ini dapat menyebabkan terhambatnya pemenuhan sarana pasar di Surabaya. Kurangnya dukungan dari masyarakat setempat, dewan dan pemerintah merupakan risiko politik yang harus ditanggung investor. Adanya risiko ini menandakan keterlibatan PD Pasar dalam memberikan jaminan politik. Pemberian jaminan politik kepada investor merupakan salah satu faktor suksesnya kerjasama (Rahmawati,2006). Sehingga diperlukan suatu keterlibatan pemerintah yang baik agar risiko ini tidak terjadi.

11. Kurangnya pengawasan terhadap pembiayaan proyek oleh pemerintah. Pengawasan terhadap pembiayaan proyek merupakan hal yang penting pada saat konstruksi. Pengawasan dilakukan dengan mengawasi keuangan investor dan juga pengeluaran investor. Hal ini perlu dilakukan agar investor lebih berhati hati dalam mengeluarkan dana untuk proyek. Kurangnya pengawasan terhadap pembiayaan proyek dinilai beresiko tinggi oleh PD Pasar. Hal ini disebabkan PD Pasar tidak dapat mengetahui

keuangan investor sehingga apabila terjadi kesalahan dan masalah dalam keuangan investor pada saat konstruksi, PD Pasar dapat melakukan

penangulangan dana agar proyek dapat berjalan tepat waktu. Beberapa masalah sering terjadi akibat kurangnya pengawasan terhadap keuangan proyek seperti pada proyek pasar X. Keuangan proyek kurang diawasi sehingga pada saat ada masalah dalam pembiayaan proyek, PD Pasar tidak dapat langsung membantu investor dalam pembiayaan.

12. Jumlah stan yang tersewa / terjual dibawah estimasi (Banyak stan yang kosong). Kekosongan stan merupakan salah satu risiko yang harus dihadapi dalam berinvestasi dalam bisnis properti. Kekosongan ini dapat disebabkan beberapa hal 73

diantara kesalahan dalam studi kelayakan. Kesalahan pengestimasian stan terjual disebabkan oleh studi kelayakan tidak dilaksanakan oleh engineer yang berpengalaman di bidangnya. Kekosongan juga dapat disebabkan oleh pemasaran yang kurang bagus oleh investor. Kekosongan stan ini memang harus diatasi oleh investor tetapi sering kali PD Pasar membantu dalam hal memasarkan stan yang dimiliki oleh investor agar kekosongan tidak terjadi atau setidaknya dapat diminimalisir. Kekosongan stan dinilai merupakan salah satu risiko yang berpengaruh besar dalam PPP. Hal ini terjadi karena kekosongan dapat berakibat pada penurunan pendapatan PD Pasar. PD Pasar memang sudah mendapatkan pendapatan dalam stan stan pasar yang dikelola tapi salah satu pendapatan lain yang didapatkan PD Pasar adalah pendapatan dari pasar pasar yang dikelola oleh investor dengan menggunakan persentase keuntungan. Kekosongan stan ini merupakan salah satu akibat dari kurangnya kemampuan investor dalam mengelola gedung. Kemampuan investor merupakan salah satu faktor penting dalam kesuksesan PPP (Rahmawati,2006). Sehingga memang diperlukan mengetahui reputasi investor pada saat pemilihan mitra kerjasama.

13. Kualitas pada saat konstruksi dan pengoperasian yang tidak sesuai. Dalam PPP investor diberi kepercayaan untuk membangun dan mengoperasikan pasar. Kepercayaan ini sering kali disalah gunakan dengan menggurangi spesifikasi dalam konstruksi dan pengoperasian. Hal ini dilakukan investor untuk menggurangi biaya yang dikeluarkan baik itu dalam konstruksi maupun pengoperasian. Kualitas merupakan komitmen investor terhadap kerjasama. Penggurangan kualitas merupakan salah satu bentuk pelanggaran kontrak kerjasama. Karena kualitas bangunan sudah tertera dalam kontrak perjanjian kerjasama. Sehingga apabila terjadi penurunan kualitas yang dilakukan PD Pasar akan bertindak tegas. Penggurangan kualitas berarti pihak investor tidak kuat dalam hal komitmen kerjasama. Padahal komitmen yang kuat merupakan salah satu faktor penting dalam kesuksesan kerjasama (Rahmawati,2006). Sebagai contoh 74

penurunan kualitas pada pasar X pada saat konstruksi. Pada saat pembuatan kolom, spesifikasi diturunkan oleh investor. Hal ini diketahui oleh pihak PD Pasar sehingga kolom yang sudah terbangun terpaksa harus dibongkar. Biaya pembongkaran maupun pembuatan kolom yang baru ditanggung oleh investor. Apabila investor tidak mau melakukan pembongkaran maka investor akan dikenakan pinalti oleh PD Pasar.

75

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

76

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


Pembahasan dalam bab 5 ini dibagi menjadi dua bagian yaitu kesimpulan dan saran. Kesimpulan disini merupakan hasil penelitian secara keseluruhan, sedangkan saran yang dimaksud adalah saran terhadap penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan topik penelitian.

5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisa dan data , maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pada penelitian ini diidentifikasi empat puluh tiga risiko yang berpengaruh terhadap PPP dimana terdapat 2 risiko yang sering terjadi terhadap PPP pada proyek pembangunan pasar dan ada 18 risiko yang mempunyai tingkat kejadian cukup dalam PPP pada proyek pembangunan pasar. Risiko yang sering terjadi pada PPP adalah adanya pesaing baru dalam usaha pusat perbelanjaan dan kurangnya daya tarik investor untuk membiayai proyek PPP. 2. Dari empat puluh tiga risiko tersebut teryata ada tiga belas risiko yang berpengaruh besar terhadap PPP dimana risiko tersebut adalah (1) Adanya pesaing baru dalam usaha pusat perbelanjaan. (2) Kurangnya daya tarik investor untuk membiayai PPP. (3) Tidak tersedianya dana oleh investor. (4) Risiko memburuknya keuangan investor pada saat pengoperasian. (5) Kurang pengalaman investor untuk membangun pusat perbelanjaan (pasar). (6) Jumlah stan yang tersewa / terjual dibawah estimasi (Banyak stan yang kosong). (7) Kurangnya pengawasan terhadap pembiayaan proyek oleh pemerintah. (8) Kualitas pada saat konstruksi dan pengoperasian yang tidak sesuai. (9) Adanya penundaan waktu konstruksi. (10) Tingginya nilai kompensasi pembebasan lahan. (11) Ketidakmampuan investor untuk membayar pinjaman modal. (12) Kurangnya kemampuan investor dalam

77

mengatur, membangun dan mengoperasikan dan membiayai pasar. (13) Kurangnya dukungan dari masyarakat setempat, dewan dan pemerintah.

5.2 Saran Beberapa saran yang disampaikan disini lebih bersifat sebagai sebuah penyempurnaan untuk penelitian yang lebih lanjut. 1. Penelitian sebaiknya menggunakan survei pendahuluan dan expert jugment sebagai salah satu metode dalam melakukan identifikasi risiko. Hal ini dilakukan agar variabel risiko yang didapatkan lebih sesuai dengan kenyataan sebenarnya. 2. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan melihat persepsi risiko yang berpengaruh besar dilihat dari sudut pandang investor. 3. Penelitian dapat dikembangkan dengan menentukan respon dan alokasi risiko agar permasalahan-permasalahan yang dibahas dapat diketahui solusinya. 4. Pada penelitian ini tidak membahas risiko pada satu bidang secara mendalam. Risiko dalam penelitian ini yaitu risiko secara garis besar yang ada pada PPP. Penelitian dapat dikembangkan pada menganalisa risiko secara mendalam pada satu bidang saja seperti risiko investasi, risiko finansial.

78

Вам также может понравиться