Вы находитесь на странице: 1из 8

Angka kesakitan diare hasil survey tahun 1996 yaitu 280 per 1000 penduduk dan episode pada

balita 1,08 kali per tahun. Menurut hasil SKRT dalam beberapa survei dan Surkesnas 2001, penyakit diare masih merupakan penyebab utama kematian bayi dan balita (Depkes RI, 2003). Pada kasus kematian yang tinggi biasanya jumlah kematian terbanyak terjadi pada usia balita ketika saat itu mereka rentan terhadap penyakit. Statistik menunjukkan bahwa lebih dari 70% kematian disebabkan Diare, Penumonia, Campak, Malaria, dan Malnutrisi. (Depkes RI, 2007) Jumlah kasus diare di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2007 yang tercatat melalui data Profil Kesehatan dari 45 Puskesmas sebanyak 29.419 kasus, balita terkena diare yang ditangani sebanyak 13.830 dari 13.830 kasus balita yang terkena diare (100% ditangani) (lihat Tabel 10). Angka Kesakitan/ Morbidity karena penyakit menular. (1) Malaria Annual Malaria Insiden tahun 2001-2002 berfluktuasi antara 24 30, tahun 2003 menjadi 9,9 per 1000 penduduk. (2) Demam Berdarah Dengue (DBD) . Kematian karena demam berdarah tahun 2003 sebesar 2,85 % (9 dari 316), turun bila dibanding tahun 2002 sebesar 4,25 % ( 2 dari 47). (3) Rabies, Kasus gigitan anjing tersangka rabies pada tahun 2002 tercatat 376 kasus dengan kematian 4 orang, tahun 2003 dilaporkan 358 kasus, tidak ada yang meninggal. (4) Diare, Angka kesakitan Diare tahun 2002 sebesar 31,89 tahun 2003 turun menjadi 23,4 perseribu penduduk. (5) TB Paru, Penemuan penderita TB paru tahun 2002 ditemukan 438 orang diobati sebanyak 485 orang, tingkat kesembuhan pada triwulan III tahun 2003 sebesar 78,31 %. Penemuan kasus baru tahun 2003 sebanyak 549 diobati seluruhnya, belum dapat di evaluasi. (6) HIV/AIDS Tahun 2002 dari lokalisasi di Kobar di temukan 5 kasus di Kotim 1 kasus sedangkan tahun 2003 HIV positif yang telah di temukan berasal dari 9 lokalisasi Pekerja Seks Komersial (PSK) di 7 kabupaten berjumlah 12 orang, terdiri dari 5 orang dari Kotawaringin Barat, 2 orang dari Lamandau, 2 orang dari Kotawaringin Timur, 1 orang dari Palangka Raya dan 2 orang dari Katingan. (7) Polio, Dari tahun 1994 sampai dengan pada saat ini di Propinsi Kalimantan Tengah tidak di temukan penderita Polio dengan demikian diharapkan Kalimantan Tengah mendapat status bebas Polio. Angka Kematian/ Mortality. (1) Angka Kematian Bayi (AKB) di propinsi Kalimantan Tengah mengalami penurunan dari 58 pada tahun 1990 dan pada tahun 1995 menjadi 34 dan pada tahun 1997 menjadi 28,40 perseribu kelahiran hidup.(BPS, Proyeksi penduduk Indonesia per propinsi 1990 2005). (2) Angka Kematian Balita (AKABA) (0-4 tahun) di Propinsi Kalimantan Tengah menurun dari 65 pada tahun 1993 menjadi 44,44 perseribu kelahiran hidup pada tahun 2000 (BPS Indikator Kesra 2000) (3) Angka Kematian Ibu (AKI)/Maternal Mortality Rate pada tahun 1994 sebesar 390 turun menjadi 373 perseratus ribu kelahiran hidup pada tahun 1995 (SKRT 1995) a) Angka Kematian (1) Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 32 per 10000 kelahiran hidup (UNDP 2001) (2) Angka Kematian Balita (0-4 thn) sebesar 44,44 per 1000 Kelahiran hidup (BPS 2000) (3) Angka Kematian Maternal

sebesar 373 per 1000 Kelahiran hidup (SKRT 1995) b) Umur Harapan Hidup Waktu Lahir Umur Harapan Hidup Waktu Lahir adalah 71,12 tahun (BPS Proyeksi Per Propinsi 1990 -2005) c) Status Gizi Jumlah bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) sebanyak 512 d) Kesakitan (Morbidity) (1) Angka kesakitan malaria sebesar 27,54 per 1000 penduduk (2) Angka kesakitan penyakit diare sebesar 23,45 per 1000 penduduk (3) Penemuan penderita TB paru tahun 2002 sebanyak 438 orang (4) Jumlah penderita HIV AIDS sebanyak 6 orang a) Angka Kematian (1) Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 32 per 10000 kelahiran hidup (UNDP 2001) (2) Angka Kematian Balita (0-4 thn) sebesar 44,44 per 1000 Kelahiran hidup (BPS 2000) (3) Angka Kematian Maternal sebesar 373 per 1000 Kelahiran hidup (SKRT 1995) b) Umur Harapan Hidup Waktu Lahir Umur Harapan Hidup Waktu Lahir adalah 71,12 tahun (BPS Proyeksi Per Propinsi 1990 -2005) c) Status Gizi Jumlah bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) sebanyak 512 d) Kesakitan (Morbidity) (1) Angka kesakitan malaria sebesar 27,54 per 1000 penduduk (2) Angka kesakitan penyakit diare sebesar 23,45 per 1000 penduduk (3) Penemuan penderita TB paru tahun 2002 sebanyak 438 orang (4) Jumlah penderita HIV AIDS sebanyak 6 orang http://www.kalteng.go.id/indo/Kesehatan2003.htm b) ecara Nasional Angka Kematian Bayi 35/1000 Kelahiran Hidup, di Propinsi Kalimantan Barat menurut Profil Kesehatan Kalbar Tahun 2004 Angka Kematian Bayi Tahun 1997 sebesar 46,75/1000 KH, Tahun 2000 : 51/1000 Kelahiran Hidup dan Tahun 2002 : 47/1000 Kelahiran Hidup. Sedangkan menurut proyeksi BPS Angka Kematian Bayi Kalbar Tahun 2003 sebesar: 44/1000 Kelahiran Hidup menjadi 44,12 /1000 Kelahiran Hidup di Tahun 2004 dengan data terpilah Angka Kematian Bayi laki-laki Tahun 2003 : 50,28/1000 Kelahiran Hidup, Bayi perempuan : 37,72/1000 Kelahiran Hidup di tahun yang sama dan data terpilah Tahun 2004 Kematian Bayi laki-laki : 50,42/1000 Kelahiran Hidup, Kematian Bayi Perempuan : 37,82/1000 Kelahiran Hidup. MMR (Maternal Mortality Rate) Angka Kematian Ibu di Indonesia masih tinggi secara Nasional AKI 307 / 100.000 Kelahiran Hidup sedangkan untuk Propinsi Kalimantan Barat menurut proyeksi BPS Tahun 2002-2003 sebesar 421,55/100.000 Kelahiran Hidup dan menurun di Tahun 2003-2004 menjadi 403,15/100.000 Kelahiran Hidup. Menurut Model Soft Ware AKI Komprehensif berdasarkan data yang terlaporkan dari Kab/Kota AKI tahun 2003 sebesar 254,05/100.000 Kelahiran Hidup terjadi penurunan di Tahun 2004 menjadi 246,63/100.000 Kelahiran Hidup, tahun 2005 : 259,17/100.000 Kelahiran Hidup menurun lagi di tahun 2006 menjadi 257,55/100.000 Kelahiran Hidup dan Tahun 2007 laporan sampai bulan Juni sebesar 239,46/100.000 Kelahiran Hidup.

c) Umur Harapan Hidup/Life Expectancy Meningkatnya status kesehatan masyarakat selain

d)

e)

f)

g)

ditunjuk oleh menurunnya angka kesakitan dan kematian, membaiknya status gizi juga ditunjukkan oleh meningkatnya angka umur harapan hidup. Berdasarkan SKRT tahun 1986 angka umur harapan hidup diperkirakan adalah sebesar 54,2 tahun. Angka tersebut cenderung meningkat dari tahun ke tahun, sehingga berdasarkan hasil Susenas tahun 2002/2003 umur harapan hidup masyarakat Kalimantan Barat sudah mencapai 66,24 tahun(yang merupakan rata-rata dari UHH Laki-laki = 64,14; UHH Perempuan =68,35). Angka tersebut termasuk dalam rata-rata secara nasional yaitu 66,2 tahun. Angka Kematian Bayi (Infant Mortality Rate)Angka kematian bayi di Propinsi Kalimantan Barat tahun 1997 berdasarkan proyeksi BPS sebesar 46,75 per 1.000 kelahiran hidup, angka ini lebih tinggi dari angka nasional yaitu 41,44 per 1.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2002/2003 angka kematian bayi di Propinsi Kalimantan Barat telah terjadi penurunan yaitu 44 per 1.000 kelahiran hidup, akan tetapi masih lebih tinggi dari angka nasional yaitu 35 per 1.000 kelahiran hidup(SDKI 2002/2003). Angka Kematian Balita Estimasi angka kematian balita di Kalimantan Barat yang dihitung berdasarkan data BPS mengalami penurunan yang cukup berarti yaitu dari 118 per 1.000 kelahiran hidup pada 1986 (Nasional 111 per 1.000 kelahiran hidup) menjadi 94 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1993 (Nasional 81 per 1.000 kelahiran hidup). Terakhir pada tahun 2000 turun menjadi 67,84 per 1.000 kelahiran hidup dimana Nasional mencapai 44,71 per 1.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Ibu Melahirkan (Maternal Mortality Rate) Angka kematian ibu melahirkan di Propinsi Kalimantan Barat sebesar 5,2 per 1.000 kelahiran hidup dipandang cukup tinggi bila dibandingkan dengan Angka Nasional 4,5 per 1.000 kelahiran hidup (SKRT 1986) dan SKRT 1995 sebesar 3,73 per 1.000 kelahiran hidup. Mungkin ini berkaitan dengan tingginya persentase kehamilan yang tidak diperiksa dan kondisi kesehatan ibu hamil seperti anemia berdasarkan SKRT tahun 1992 ternyata anemia dikalangan ibu hamil lebih dari 55,2 % (Nasional 63,5 %). Prevalensi Gizi Kurang pada Balita Prosentase gizi buruk Provinsi Kalimantan Barat tahun 2003 berdasarkan PSG tahun 2003 adalah sebesar 2,31% atau menurun sebesar 0,95% dari tahun 2002 yang mencapai 3,26%. Sedangkan prosentase tahun 2004 sebesar 2,51%, hal ini menunjukkan adanya kenaikan kasus sebesar 0,2%.

Untuk prosentase gizi kurang pada tahun 2002 sebesar 18,55% dan pada tahun 2003 ada penurunan sebesar 3,07% yaitu 15,48%, sedangkan para tahun 2004 ada kenaikan kasus 0,03% yaitu 15,51% Sun, 04 May 2008 23:59:22 -0700
FYI.... Saya kok ndak yakin yah dengan berita ini. Ada berita yg cukup menarik menurut saya...lebih tepatnya membingungkan. ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Quote :

ANGKA kematian bayi di Indonesia sangat tinggi. Bahkan di seluruh dunia, Indonesia menduduki rangking keenam dengan angka sekitar 6 juta bayi yang mati. Kasus kematian bayi di Indonesia ini, menurut Dr. Soedjatmiko, Sp A (K), M.Si disebabkan oleh Invassive Pneumococcus Disease (IPD). sumber : http://www.kompas.com/read.php? cnt=.xml.2008.04.29.21113776&channel=1&mn=20&idx=97 (Berita ada di bawah) --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Quote : Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan lebih dari 2 juta anak meninggal akibat pneumonia. Bukan hanya itu, pneumonia merupakan penyebab satu dari lima kematian pada anak balita. Bagaimana data penyakit ini di Indonesia? Data WHO 2006 memperlihatkan ternyata Indonesia menempati peringkat keenam di dunia dengan jumlah kasus pneumonia terbanyak pada anak. Wah! sumber : http://www.korantempo.com/korantempo/2008/05/05/Gaya_Hidup/krn,20080505,56.id .html ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Ini wartawannya yang salah kutip atau memang sayanya yang bolot. Atau mungkin ada yg punya data epidemiologisnya..???? Saya sebagai konsumen kesehatan hanya khawatir..publikasi media yang gencar sekali dari tahun kemarin tidak melihat masalah ini secara komprehensif, sehingga konsumen kesehatan seperti saya lebih banyak dirugikan. ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Lucunya lagi di artikel yg lain atau sebelumnya begini : Quote : Ketua Divisi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial Departemen Ilmu Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Soedjatmiko SpA (K), dalam media edukasi, Selasa (29/4), di menyatakan upaya untuk menekan laju morbiditas dan mortalitas bayi dan keterlibatan lebih besar dari komponen masyarakat, terutama kesehatan, media massa serta pemuka masyarakat. Kesehatan Anak Mangunkusumo dr Jakarta balita perlu orang tua, tenaga

Sejauh ini, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyebutkan Indonesia menempati urutan keenam di dunia dengan jumlah kasus pneumonia terbanyak pada anak. Setengah dari kasus pneumonia disebabkan oleh kasus pneumokokus, sehingga diperlukan intervensi aktif untuk pencegahan dengan vaksinasi selain nutrisi yang cukup, pemberian ASI eksklusif dan zinc. Sumber : http://www.kompas.com/read.php? cnt=.xml.2008.04.29.18042184&channel=1&mn=20&idx=24 ( Berita ada di bawah ) ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Kalau iya 6jt kematian bayi itu disebabkan oleh IPD ( merujuk pada artikel : Pneumokokus, Penyebab Utama Kematian Bayi dan Balita) jadi angka sebenarnya adalah 12juta.....artinya kita di bawah China alias nomer loro. Mana yang benar.....???? Tolonglah Kompas......mbok kalau nulis yang bener...ini sudah yang kesekian kalinya...........jangan sampai nama besar Kompas runtuh perlahan-lahan karena hal-hal seperti ini. Kalau memang saya yg bodoh ini salah....saya minta maaf. fyi..... Bahwasannya pemilihan 7 serotype (PCV-7) ini hanya didasarkan pada pemberian di Malaysia, Singapura, Philiphina dan Australia yang dianggap berdekatan dan memiliki ciri geografis yang sama dgn Indonesia. Seandainya lebih spesifik dan lebih sedikit jumlahnya, mungkin bisa diproduksi dengan harga lebih murah. salam sehat, ghz -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Pneumokokus, Penyebab Utama Kematian Bayi dan Balita Selasa, 29 April 2008 | 21:11 WIB ANGKA kematian bayi di Indonesia sangat tinggi. Bahkan di seluruh dunia, Indonesia menduduki rangking keenam dengan angka sekitar 6 juta bayi yang mati. Urutan pertama India dengan angka kematian 44 juta, kedua China dengan angka kematian 18 juta, ketiga Nigeria dengan angka kematian 7 juta, dan kelima Bangladesh dengan angka kematian 6 juta bayi. Kasus kematian bayi di Indonesia ini, menurut Dr. Soedjatmiko, Sp A (K), M.Si

disebabkan oleh Invassive Pneumococcus Disease (IPD). Ini adalah sekelompok penyakit yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae. Bakteri ini memiliki 90 tipe kuman. Yang paling sering menyebabkan IPD adalah ke-7 serotipe yang normalnya berada di daerah hidung dan tenggorokan dan cepat menyebar melalui darah dan paling banyak menyerang bayi dan balita dibawah usia 2 tahun. Spesialis anak, Konsultan Tumbuh Kembang dan Pediatri Sosial ini di Jakarta, Selasa (29/4) mengatakan, meski bakteri ini ada di rongga hidung dan tenggorokan semua orang, tetapi tidak menyebabkan penyakit. Kelompok yang paling rentan dengan penyakit ini adalah bayi usia di bawah 2 tahun. Ini akibat dari belum sempurnanya daya tahan tubuh bayi seperti pada anak-anak diatas 5 tahun atau orang dewasa. Polusi seperti lingkungan asap rokok, lahir prematur, tidak mendapatkan ASI, hunian yang padat, dan pergantian cuaca merupakan faktor-faktor risiko yang patut diwaspadai para orangtua, kata Soedjatmiko. Biasanya bayi-bayi yang sudah terserang IPD bakal rewel. Ini terjadi akibat demam, sesak napas, nyeri yang terjadi saat bernapas, mual dan muntah. Penyakit ini cukup membahayakan karena mematikan. Mudah menular melalui percikan ludah sat bersin, batuk, atau bicara. Karena itu, sebagai pencegahan, sebaiknya sejak dini, saat bayi berusia dua bulan perlu diberi vaksinasi. Vaksinasi merupakan upaya preventif terbaik mengingat besarnya angka morbiditas akibat infeksi pneumokokus, terutama golongan IPD. Saat ini vaksin pneumokokus konjugasi yang terdiri dari 7 serotipe (PCV-7) telah menjadi vaksin yang diwajibkan di AS, Australia, Eropa dan Mexico serta telah digunakan lebih dari 130 juta dosis di seluruh dunia. Vaksin ini telah diluncurkan di beberapa negara Asia seperti Honkong, Taiwan, Filipina, Singapura, Malaysia (2005), Indonesia, Pakistan, Thailand, dan India (2006). Jadual Pemberian vaksin PCV-7 : 1. Usia di bawah 12 bulan diberi 4 dosis, yakni pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan booster pada usia 12-15 bulan. 2. Usia 7 - 11 bulan diberi 3 dosis, 2 dosis pertama dengan interval 4 minggu, dosis ketiga diberikan setelah usia 12 bulan. 3. Usia 12 - 23 cukup diberi 2 dosis dengan interval 2 bulan. 4. Usia 2 tahun ke atas cukup diberi 1 dosis saja. Antibodi yang terbentuk setelah vaksinasi lengkap dapat bertahan seumur hidup karena vaksin ini dapat merangsang pembentukan memori di dalam tubuh. Sumber : Kompas Sebelum Radang Paru, Segera Vaksin Si Kecil Selasa, 29 April 2008 | 18:04 WIB ANGKA KESAKITAN dan kematian bayi dan balita akibat penyakit pneumonia (radang paru) yang disebabkan kuman pneumokokus sangat tinggi. Untuk menekan angka

kasus penularan infeksi ini pada bayi dan balita, intervensi aktif untuk menghindari kuman pneumokokus perlu dilakukan melalui pemberian vaksin kepada bali dan balita. Ketua Divisi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial Departemen Ilmu Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Soedjatmiko SpA (K), dalam media edukasi, Selasa (29/4), di menyatakan upaya untuk menekan laju morbiditas dan mortalitas bayi dan keterlibatan lebih besar dari komponen masyarakat, terutama kesehatan, media massa serta pemuka masyarakat. Kesehatan Anak Mangunkusumo dr Jakarta balita perlu orang tua, tenaga

[Forum Pembaca KOMPAS] Kompas => Pneumokokus, Penyebab Utama Kematian Bayi dan Balita , Manula pun Rentan IPD => Binggung....!!!
ghozan_gmail Sun, 04 May 2008 23:59:22 -0700
http://72.14.235.132/search?q=cache:ZtD3omwiVM4J:www.mail-archive.com/forumpembaca-kompas %40yahoogroups.com/msg38812.html+angka+kesakitan+bayi+di+indonesia&hl=i d&ct=clnk&cd=20&gl=id

Oleh: IRMA ARIES ANGGRAENI Fakultas Kedokteran/ PSPD


Dibuat: 2007-08-01 , dengan 1 file(s).

Keywords: ISPA, ASI Subject: ISPA RINGKASAN PERBEDAAN TINGKAT KESAKITAN ISPA ANTARA BAYI YANG MENDAPAT ASI EKSKLUSIF DAN BAYI YANG TIDAK MENDAPAT ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAKUSARI KABUPATEN JEMBER ASI merupakan makanan yang ideal bagi bayi terutama pada bulan bulan pertama kehidupan. ASI mengandung semua zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Selain zat gizi, ASI juga mengandung zat zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai infeksi yang disebabkan bakteri, virus, jamur atau parasit. ISPA merupakan penyakit

infeksi penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada anak. Tetapi ISPA dapat dicegah dengan pemberian ASI Eksklusif.Pemberian ASI secara memadai terutama pemberian ASI eksklusif diharapkan sebagai cara yang efektif untuk memberikan proteksi pada bayi dan balita dari penyakit ISPA dan mencegah berlanjutnya penyakit ISPA ringan (batuk-pilek) ke arah pneumoni yang merupakan penyebab kematian utama.Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perbedaan tingkat kesakitan ISPA antara bayi yang mendapat ASI eksklusif dan bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Pakusari Kabupaten Jember tahun 2005. Adapun manfaat yang dapat diambil adalah dapat dijadikan masukan pada pelaksanaan Program Penanggulangan ISPA dan Gerakan nasional pemberian ASI eksklusif, meningkatkan pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dan penyakit ISPA, serta meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menganalisa permasalahan kesehatan di masyarakat.Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain studi Cross sectional. Sampel dari penelitian ini adalah bayi berusia 0-4 bulan yang mendapat ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Pakusari. Besar sample yang diteliti adalah 100 bayi. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret-april 2005. Data yang terkumpul dianalisa dengan menggunakan program Statistical Package for the Social Science (SPSS 11). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa yang tidak mendapat ASI eksklusif sejumlah 46 bayi yang terdiri dari 43 bayi mengalami batuk-pilek biasa (bukan Pneumoni) dan 3 bayi mengalami Pneumoni. Sedangkan yang mendapat ASI eksklusif sejumlah 54 bayi semuanya hanya mengalami batuk-pilek (bukan Pneumoni). Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat kesakitan ISPA antara bayi yang mendapat ASI eksklusif dan bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif.Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian ASI eksklusif sudah cukup tinggi, sebagian besar bayi 0-4 bulan terkena ISPA bukan pneumoni, tidak terdapat perbedaan tingkat kesakitan ISPA antara bayi yang mendapat ASI eksklusif dan tidak mendapat ASI eksklusif. Saran dari penelitian ini adalah bagi Dinkes dan Puskesmas Pakusari, melakukan promosi pemberantasan penyakit ISPA dengan cara meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat dalam upaya penanggulangan pneumoni pada balita melalui penyuluhan agar masyarakat bisa berperilaku hidup bersih dan sehat, menghindari penularan ISPA dengan mengurangi kontak langsung dengan bayi, perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap faktor lain selain ASI yang bisa mempengaruhi insiden dan tingkat kesakitan ISPA. Bagi masyarakat, untuk turut serta menurunkan insiden ISPA dengan cara untuk berperilaku hidup sehat, menghindari sumber penularan ISPA (mengurangi kontak dengan penderita ISPA), segera mencari pengobatan bagi balitanya yang terserang ISPA, dan tetap memberikan ASI eksklusif selama 4 atau 6 bulan pertama kehidupan.

Вам также может понравиться