Вы находитесь на странице: 1из 16

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian Buncis (Phaseolus vulgaris, L) bukan merupakan tanaman asli dari Indonesia. Berdasarkan penulusuran berbagai literatur ditemukan bahwa sumber genetik (plasma nutfah) tanaman buncis berasal dari Amerika, tepatnya Amerika Utara dan Amerika Selatan (Rukmana, 2002). Polong Buncis yang masih muda biasanya dimasak untuk sayur lodeh, sayur asam, tumis dan lalab masak. Sedangkan polong tua (biji) sering digunakan untuk sambal goreng, sayur asam dan lain-lain. Menurut Direktorat Gizi Depkes RI dalam Rukmana (2002) dalam 100 g buncis mengandung gizi : 34 kalori, 2 g Protein, 0,10 g Lemak, 6,8 g Karbohidrat, 1 mg Serat, 0,6 Abu, 72 mg Kalsium, 0,8 Zat Besi, 2 mg Natrium, 38 mg Fosfor, 182 mg Kalium, 525 SI Vitamin A, 0,07 mg, Vitamin B1, 0,10 mg Vitamin B2, 0,70 mg Niacin dan 6 mg Vitamin C. Kalimantan Barat dengan keadaan wilayah yang sangat luas memungkinkan untuk perluasan tanaman buncis dengan memanfaatkan tanah gambut. Berdasarkan Balai Informasi Pertanian (1991) luas tanah gambut mencapai 1.573.000 hektar atau 14,3 % dari luas keseluruhan wilayah Kalimantan Barat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2005) luas tanaman buncis di Kalimantan Barat telah mencapai 411 hektar dengan total produksi 2394 ton dan rata-rata produksi 5,82 ton per hektar. Peningkatan produksi buncis di 1

Kalimantan Barat masih dapat dilakukan dengan cara bercocok tanam yang intensif maupun dengan cara perluasan areal tanaman. Tanah gambut sebagai media tanam mempunyai banyak kendala antara lain pH yang rendah, miskin unsur hara makro seperti N,P,K,Ca dan Mg (Hakim, Yusuf, Lubis, Sutopo, Rusli, Amin, Diho, Hong dan Baley, 1986). Pupuk NPK merupakan unsur hara esensial yang sangat dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak dan salah satu faktor penentu keberhasilan produksi. Jumlah unsur N,P dan K yang tersesia di dalam tanah umumnya kurang dan tidak seimbang dengan jumlah yang dibutuhkan oleh tanaman. Penggunaan pupuk NPK untuk tanaman buncis merupakan salah satu

alternatif untuk memenuhi kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, karena dalam pupuk tersebut mengandung unsur hara makro N 16 %, P16 % dan K 16 %. B. Masalah Penelitian Salah satu upaya dalam memanfaatkan dan mengelola lahan gambut agar dapat menyediakan unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman, memerlukan input teknologi khusus dengan biaya yang relatif tinggi, hal ini dikarenakan antara lain sifat kimia dan tingkat kesuburannya rendah. Dalam memanfaatkan tanah gambut sebagai media tumbuh dihadapan kepada beberapa masalah, karena tanah ini memiliki pH yang rendah

(masam), KTK yang tinggi, kejenuhan basa rendah, (Poerwowidodo, 1992). Menurut Hakim, dkk, (1986) bahwa tanah gambut mengandung N, P, K yang terbatas serta pertukaran kation ion Fe, Zn dan Mn yang tinggi. Lebih lanjut

terbatas serta pertukaran kation ion Fe, Zn dan Mn yang tinggi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa tanah gambut sebenarnya mengandung unsur hara relatif tinggi, karena bahan penyusun tanah gambut terdiri dari bahan organik yang belum melalui proses pelapukan sempurna sehingga unsur-unsur yang dikandungnya tidak tersedia dan tidak dimanfaatkan oleh tanaman. Dari hasil analisis tanah gambut diketahui bahwa : pH 3,51, C Organik 51,34 %, Nitrogen Total 1,34 %. Fosfor 42,33 ppm, Kalium 7,04 me/100g, Kejenuhan Basa 12,59 %, KTK 124,07 me/100g, A1 0,64 me/100g (Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Untan, 2006). Hasil analisis tanah tersebut menunjukkan bahwa tanah gambut tersebut kurang mendukung bagi pertumbuhan tanaman buncis. Kandungan unsur hara yang rendah merupakan faktor penghambat bagi peetumbuhan tanaman buncis. Tanaman buncis untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal menghendaki kondisi tanah, yang berstruktur remah serta mengandung unsur hara, sesuai dengan kebutuhan tanaman. Salah satu upaya dalam mengelola tanah gambut adalah dengan melakukan pemupukan. Pupuk NPK yang diberikan pada tanah gambut merupakan salah satu upaya dalam memperbaiki sifat kimia tanah tersebut terutama dalam hal meningkatkan ketersediaan unsur N, P dan K untuk pertumbuhan tanaman buncis. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis NPK yang terbaik untuk pertumbuhan dan hasil tanaman buncis pada tanah gambut.

BAB II KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka 1. Botani Tanaman Buncis Tanaman Buncis (Phaseolus vulgaris L) termasuk famili

Legumenoseae. Menurut Rukmana (2002), tanaman ini diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisio Sub divisio Classic Sub classic Ordo Genus Spesies : : : : : : : : Plantae Spermatophyta Agiosspermae Dicotyledonae Calyciflorae Rosales Phaseolus Phaseolus vulgaris L

Susunan tubuh tanaman (morfologi) bunci terdiri dari batang, daun, bunga, polong dan biji. Buncis termasuk tanaman semusim yang dibedakan atas dua tipe pertumbuhan, yaitu tipe merambat dan tipe tegak. Batang tanaman buncis tipe merambat umumnya memanjang setinggi 2-3 meter, sedangkan buncis, tipe pendek 50 60 cm. Batang buncis umumnya berbuku-buku yang sekaligus untuk melekatnya tangkai daun. Tanaman buncis memiliki akar tunggang yang dapat menembus tanah sampai pada kedalaman + 0,5 meter. Akar-akar tumbuh mendatar dari pangkal batang, umumnya menyebar pada kedalaman 20 30 cm. Sebagian akarnya membentuk bintil-bintil (nodula) yang dapat menangkap 4

unsur N dari udara, dan sebagian lagi tanpa nodula yang berfungsi untuk menyerap air dan unsur hara. Bunga buncis tersusun dalam bentuk karangan berbentuk tandan. Kuntum bunga berwarna putih atau putih kekuning-kuningan bahkan ada juga yang merah atau violet. Pada buncis tipe merambat keluarnya karangan bunga tidak serempak. Buncis termasuk tanaman yang bersifat menyerbuk sendiri. Polong buncis berbentuk panjang bulat atau panjang pipih. Sewaktu polong masih muda berwarna hijau muda, hijau tua, tetapi setelah berbintik-bintik merah. Panjang polong berkisar 12 13 cm atau lebih dan tiap polong mengandung biji antara 2 6 butir, tetapi kadang-kadang dapat mencapai 12 butir. Biji buncis berbentuk bulat agak panjang atau pipih berwarna

putih, hitam, ungu, coklat atau merah bintik, bintik putih. Biji ini dapat digunakan untuk benih dalam perbanyakan generatif. 2. Syarat Tumbuh Tanaman Buncis Menurut Rukmana (2002) tanaman buncis dapat tumbuh pada hampir semua jenis tanah pertanian. Tanah yang dikehendaki tanaman buncis adalah subur, gembur banyak mengandung bahan organik, aerasi dan draninase baik, serta mempunyai kisaran pH 5,5 6,0. Tanaman Buncis dapat tumbuh di daerah daerah yang mempunyai ketinggian antara 0 3 meter diatas permukaan laut. Suhu udara ideal untuk tanaman buncis adalah dengan kisaran 20 C 25 C

dengan kelembaban udara 70 % - 80 % curah hujan antara 125 mm 200 mm perbulan, cukup mendapat sinar matahari (Setianingsih dan Khaerodin, 2000). 3. Tanah Gambut Tanah gambut adalah tanah yang bahan asalnya sebagian besar terdiri atas bahan organik mati yang terakumulasi dari guguran daun, ranting dan batang kayu dan daerah cekungan (topografi tidak rata) dengan genangan air. Pada penelitian ini tanah gambut yang digunakan termasuk dalam klasifikasi hemic. Bahan organik ini tidak melapuk atau setengah melapuk hal ini disebabkan suasana yang anaerob menghambat oksidasi oleh jasad renik, sehingga proses humifikasi akan terjadi lebih nyata dari proses mineraisasi. Pada suasana an-aerob, penguraian bahan organik hanya dilakukan oleh bakteri an-aerob, cendawan dan ganggang yang kecepatan proses dekomposisi ini dipengaruhi oleh jenis dan jumlah bakteri an-aerob, sifat vegetasi, asal, iklim, topografi dan sifat kimia air (Hakim, Nyakpa, Lubis, Sutopo, Rusli, Amin, Hong dan Bailey, 1986). Menurut Munir (1995) baik tidaknya tanah gambut ditentukan oleh tingkat kematangan tanah pada lapisan atas. Darmawidjaja (1990), mengklasifikaskan tingkat kematangan tanah gambut tersebut atas 3 (tiga) bentuk yaitu :

1. Fibric, yang dekomposisinya paling sedikit, sehingga masih bnayak mengandung serabut, berat jenis sangat rendah (BJ kurang dari 0,1) kadar air tinggi, berwarna coklat 2. Hemic, merupakan peralihan dengan de makanan komposisisi separuhnya, masih banyak mengandung serabut serta BJ antara 0,7 0,18, kadar air tinggi dan berwarna lebih kelam. 3. Sapric, yang didekomposisi paling lanjut, kurang mengandung serabut, BJ 0,2 atau lebih, kadar air tidak terlalu tinggi dengan warna hitam dan coklat kelam. 4. Pemupukan Lewat Akar Sumber makanan bagi tanaman sebagian besar diambil melalui akar dalam bentuk larutan nutrien atapertumbuhan tanaman menjadi maksimal.upun senyawa-senyawa khusus. Oleh karena itu, pupuk yang diberikan melalui akar harus cukup jumlahnya agar akar-akar benar dapat menyerap unsur hara tersebut sebanyak-banyaknya sehingga

pertumbuhanan tanaman menjadi maksimal. 5. Pupuk NPK ini merupakan pupuk yang berbentuk butiran warna merah dan cepat larut dalam air, mudah dan cepat terserap oleh jaringan tanaman, baik fase vegetatif maupun reproduktif. Anonim menyatakan pupuk NPK dengan Kandungan unsur N 16 %, P2o5 16 %, K2O16 %, Mg 1,5 %, dan Ca 5% sehingga dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman.

B. Kerangka Konsep Tanaman selama pertumbuhan dan perkembangannya memerlukan keadaan tanah dan lingkungan tertentu untuk memberikan hasil yang optimal. Tindakan untuk memperbaiki keadaan tanah yang diinginkan tanaman perlu dilakukan, usaha-usaha dilakukan yang mengarah pada perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang sangat erat hubungannya keberhasilan suatu tanaman dalam pertumbuhan selanjutnya, untuk memdapatkan pertumbuhan dan hasil tanaman buncis yang baik, dari segi kualitasnya maka pertumbuhan sejak awal sangat besar pengaruhnya. Berdasarkan hasil analisis tanah gambut diketahui bahwa: pH 3,51, C organik 51,34 %, N Total 1,34%, Fosfor 42,33 ppm, Kalium 7,04 me/100 g, kejenuhan basa 12,59 %, KTK 124,07 me/100 g, AL 0,64 me/100g, hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa tanh gambut tersebut memiliki unsur hara yang rendah untuk pertumbuhan tanaman buncis. Menurut Rukmana (2002) tanaman buncis menghendaki tanah yang subur, gembur bnayak mengandung bahan organik, aerasi dan drainase baik serta memiliki pH 5,75 6,0. Pupuk NPK dapat dijadikan alternatif untuk memperbaiki sifat kimia tanah, karena pupuk tersebut mengandung unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang besar. Pupuk NPK mengandung unsur hara N 16 %, P 16 % serta K 16 %, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman buncis.

Menurut Rukmana (1998) bahwa anjuran dosis pemupukan buncis per hektar sebagai berikut : N P2O5 K2O = 92 kg/ha = 150 kg/ha = 60 kg/ha

Berdasarkan pemupukan anjuran diatas maka dalam penelitian ini dicoba pupuk NPK dengan dosis sebagai berikut : Mo M1 M2 M3 M4 M5 = = = = = = Tanpa pemberian NPK 20 g NPK setara dengan 100 kg/ha 40 g NPK /petak setara dengan 200 kg/ha 60 g NPK /petak setara dengan 300 kg/ha 80 g NPK /petak setara dengan 400 kg/ha 100 g NPK /petak setara dengan 500 kg/ha

C. Hipotesis. Diduga pupuk NPK pada dosis 60 g/petak akan berpengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman buncis (Phaseolus vulgaris, L) pada tanah Gambut.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Tempat dan waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Rasau Jaya, Kabupaten Pontianak, sebelum di laksanakan penelitian lahan ditanami singkong. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu mulai bulan Februari 2012 sampai dengan April 2012. B. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan a. Benih Buncis Benih buncis yang digunakan untuk penelitian ini adalah Varietas Lebat b. Pupuk Pupuk yang digunakan yaitu pupuk NPK c. Kapur Pertanian Kapur pertanian yang digunakan adalah kapur dolomit dengan daya netralisir 100%. d. Pestisida ulat daun. Pestisida yang digunakan adalah Insektisida Curacron yang digunakan untuk mengendalikan hama penggerak polong maupun 2. Alat alat-alat

10

11

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : alat alat tulis, cangkul, ember, parang, pH meter, Termometer, higrometer, kamera, neraca analitik dan ombro meter. C. Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 6 (enam) perlakuan pupuk NPK terdiri dari 6 tanaman sampel dan 4 (empat) ulangan. Setiap perlakuan yang dimaksud adalah sebagai berikut : M0 M1 M2 M3 M4 M5 = tanpa pemberian NPK = 20 g NPK / petak setara dengan 100 kg/ha = 40 g NPK / petak setara dengan 200 kg/ha = 60 g NPK / petak setara dengan 300 kg/ha = 80 g NPK / petak setara dengan 400 kg/ha = 100 g NPK / petak setara dengan 500 kg/ha

D. Pelaksanaan Penelitian 1. Pengolahan Tanah Tanah yang digunakan sebelumnya dibersihkan dari rerumputan kemudian dicangkul. Bongkahan tanah hasil cagkulan kemudian dihaluskan agar tercipta struktur tanah yang remah. 2. Pembuatan petak percobaan Setelah tanah membentuk bongkahan yang lebih kecil-kecil kemudian dibuat petak-petak percobaan dengan ukuran panjang 2 m dan lebar 1 m jarak antar petak 0.75 m dan jarak antar blok 1 m.

12

3. Pengapuran lahan Setelah petak percobaan siap dilakukan pengapuran dengan kapur dolomit dengan dosis 237 g per petak dilakukan dua minggu sebelum tanam. 4. Pemupukan Pupuk NPK diberkan sesuai dosis perlakuan yaitu pada saat tanam dosis dan umur 4 minggu dosis. 5. Penanaman Benih Penanaman dengan menggunakan tugal dan setiap lubang ditanam 2 benih buncis dengan jarak tanam 50 cm x 20 cm. Apabila kedua benih tumbuh maka dilakukan penjarangan dan apabila kedua benih tidak tumbuh dilakukan penyulaman. 6. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman meliputi : a. Penyiraman, dilakukan apabila tidak terjadi hujan dilakukan 2 kali sehari b. Penyiangan, untuk mengendalikan gulma dan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada umur 20 dan 40 hari setelah tanam. c. Pengendalian hama penggerek polong dan ulat daun dengan cara penyemprotan insektisida Curacron dengan konsentrasi 2 cc/liter air dilakukan sebanyak 2 kali. 7. Panen

13

Pemanenan plong muda dilakukan pada saat polong telah memenuhi syarat untuk dilakukan pemanenan dengan ciri-ciri : warna polong agak muda dan suram, permukaan kulitnya agak kasar, biji dalam polong belum menonjol, polong belum berserat (Setianingsih dan Khaerodin, 2000) E. Variabel Pengamatan Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi : 1. Jumlah daun (helai) Pengamatan terhadap jumlah daun dilakukan setiap 2minggu pada tanaman Sample, mulai umur 2 minggu sampai dengan umur 6 minggu setelah tanam. 2. Umur berbunga (hari) Pengamatan dilakukan pada saat 60% tanaman berbunga mekar pada tanaman sampel 3. Jumlah polong per tanaman (polong) Setiap tanaman sampel dihitung polong yang terbentuk, sebanyak 7 kali panen 4. Berat polong per tanaman (g) Pengamatan dilakukan dengan cara menimbang berat polong tanaman sampel setiap kali panen sampai habis 5. Berat polong per petak (kg) Pengamatan dilakukan dengan cara menimang seluruh polong pada tiap petak, sebanyak 7 kali panen

14

6. Faktor Lingkungan Faktor lngkungan yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari : Suhu udara diukur setiap hari selama penelitian dengan menggunakan Thermometer Kelembaban udara diukur setiap hari dengan menggunakan hygrometer Curah hujan setempat diukur dengan menggunakan ombrometer pH awal dan pH akhir media, pH awal diukur pada saat tanam, sedangkan pH akhir diukur pada saat akhir penelitian F. Analisis Statistik Menurut Gasperz (1991), model matematika untuk percobaan Rancangan acak Kelompok (RAK) adalah sebagai berikut :

Xij = u + Bj + Ni +

Dimana : Xij U Bj Ni = = = = = nilai pengamatan pengaruh pupuk fosfor ke-I dalam kelompok ke j nilai tengah populasi pengaruh aditif dari perlakuan ke j pengaruh aditif dari perlakuan ke i pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke I ke kelompok ke j

Angka-angka dalam pengamatan ini diperoleh mellaui analisis Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan cara sebagai berikut : Y2 Faktor Koreksi (FK) = r1 = Total Banyaknya Pengamatan (Total Jendral)2

15

Jumlah Kuadrat Total (JKT) =

= Jumlah kuadrat seluruh pengamatan factor Koreksi =

Jumlah Kuadrat Kelompok (JKK) = -


 

- Faktor Koreksi

Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP) =


 

- Faktor Koreksi = JKT JKK JKP =r.t -1 = Total banyaknya

Jumlah Kuadrat Galat (JKG) Derajat Bebas Total (db Total) pengamatan -1

Derajat Bebas Kelompok (db kelompok)= r 1 = banyaknya kelompok 1 Derajat Bebas Perlakuan (db perlakuan) = t 1 = banyaknya perlakuan 1 Derajat Bebas Galat (db Galat) = (r-1) (t-1) atau sma dengan db total db kelompok db perlakuan Kuadrat Tengah Kelompok (KTK) = JKK = Jumlah Kuadrat Kelompok R1 dbKelompok Kuadrat Tengah Perlakuan (KTP) = JKP = Jumlah Kuadrat Perlakuan t-1 dbPerlakuan Kuadrat Tengah Galat (KTG) = K T G (R-1)(T-1)

Koefisien Keragaman (KK) seperti pada table berikut :

16

Tabel 3.1. Analisis Keragaman Rancangan Acak Kelompok (RAK) Sumber Keragaman (SK) Kelompok Perlakuan Galat Total Derajat Bebas (DB) (r-1) (t-1) (t-1)(r-1) (t.r-1) Jumlah Kuadrat (JK) JKK JKP JKG JKT Kuadrat Tengah (KT) JKK/DBU JKP/DBP JKG/DBG F hitung F tabel 5%

KTK/KTG KTP/KTG

Sumber : Gasperz (1991)

Untuk mengetahui yang berpengaruh nyata dibandingkan dengan Tabel 5% maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Jika F hitung > F table 5% artinya perlakuan berpengaruh nyata 2. Jika F hitung < F table 5 % artinya perlakuan berpengaruh tidak nyata Apabila dari perhitungan analisis sidik ragam terdapat pengaruh yang nyata maka analisis dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ 5%) dengan rumus :

BNJ = Q a (t.dbg) x KTG

Dimana : = Dipakai untuk melihat setiap perbedaan yang dapat dilihat dalam penelitian Q = Diperoleh dari table Q untuk tingkat nyata 5 % t = jumlah perlakuan dbg = derajat bebas galat KTG = Kuadrat Tengah Galat r = jumlah ulangan BNJ

Вам также может понравиться