Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
DESIGN NOTES
BAB I
KRITERIA PERENCANAAN
1.1 Beban Rencana 1.1.1 Beban Mati Beban mati adalah berat sendiri dari struktur serta seluruh beban tetap (permanen) yang ada diatasnya. Menurut standard Indonesia, berat satuan bermacammacam material tersebut biasanya mempergunakan besaran-besaran sebagai berilkut : Tabel 1.1 Berat Satuan Dari Material
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Material Baja Batu galian, batu kali (tidak dipadatkan) Batu Koral Besi tuang Beton Beton Bertulang Kayu Kelas I Kayu Kelas II Kerikil Mortel/Adukan Pasangan Bata Pasangan Batu Pasir (kering udara sampai lengas) Pasir (basah) Air Tanah, lempung, dan lanau (kering udara sampai lengas) Tanah, Lempung, dan lanau (basah) Berat Satuan (t/m3) 7.85 1.50 7.00 7.25 2.20 2.40 1.00 0.80 1.65 2.15 1.70 2.20 1.60 1.80 1.00 1.70 2.00
1.1.2 Beban Hidup Beban hidup adalah beban yang tidak bekerja secara terus menerus pada konstruksi bangunan. Penggunaan beban hidup adalah sebagai berikut : A. Beban Hidup yang Bekerja pada Dinding Beban hidup yang bekerja pada dinding dapat dihitung dengan rumus berikut tanpa memperhitungkan kedalaman permukaan tanah.
BAB I - 1
DESIGN NOTES
q1 q2
Pe Pe
Gambar 1.1 Beban hidup yang Bekerja pada Dinding Pe = Ka . q dimana : Pe = Gaya horisontal akibat beban hidup (t/m2) Ka = Koefisien tekanan aktif (Refer. KP-06 hal.22) q = beban merata equivalen (t/m2) atau apabila dilalui oleh kendaraan diatasnya maka q adalah q = W / (L . A) W = Berat beban kendaraan (ton) L = Panjang kendaraan (meter) A = Lebar kendaraan (meter) 1.1.3 Tekanan Tanah Perhitungan tekanan tanah yang bekerja pada dinding panahan dapat memakai Rumus Rankine. Rumus diatas tidak memperhitungkan kohesi tanah.
H1
Ea
Ep
H2
Ep = 0,50 . t . Kp . H22 dimana : Ea = Tekanan tanah aktif (t) Ep = Tekanan tanah pasif (t) Ka = Koefisien tekanan aktif (refer. KP-06, hal 22) Kp = Koefisien tekanan pasif (refer. KP-06, hal 22) t = Berat unit tanah (t/m2) H1, H2 = ketinggian terhadap permukaan tanah (m) Dalam perhitungan berat tanah, t dapat digantikan dengan sat (berat unit tanah jenuh air) maupun sub (berat unit tanah terendam) sesuai dengan kondisi.
Paket-7, PTMP dan DED TPA Gangga Kab.Lombok Utara
BAB I - 2
DESIGN NOTES
1.1.4 Tekanan Hidrostatik Tekanan hidrostatis bekerja pada semua arah, besarnya dipengaruhi oleh berat unit air dan kedalaman titik tinjauan dihitung dari permukaan air :
Up Stream Water Level
Ph
Jumlah tekanan hidrostatik (t) Berat satuan air (1,0 t/m3) Ketinggian air (m)
1.1.5 Tekanan Uplift Tekanan Uplift disebabkan oleh tekanan rembesan pada rongga-rongga yang terdapat pada pondasi batu kali atau tanah, Nilai tekanan uplift pada suatu struktur dapat dihitung menggunakan metoda Lane sebagai berikut :
Up Stream Water Level
A B C
dimana : Ux = Tekanan Uplit pada titik X (t/m2) Hx = Ketinggian permukaan air hulu terhadap titik X (m) Lx = Total panjang dari garis rembesan pada titik X (m) L = Total panjang garis rembesan (m), dihitung dengan metoda Lane. H = Beda ketinggian permukaan air hulu dan hilir (m). 1.1.6 Gaya Gempa Pengaruh gaya gempa terhadap struktur dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berilkut :
Paket-7, PTMP dan DED TPA Gangga Kab.Lombok Utara
BAB I - 3
DESIGN NOTES
E G
Gambar 1.5 Distribusi Gaya Gempa E = Kh . G Dimana : E Kh G = = = Gaya Gempa (t) Koefisien gempa horisontal (lihat sub-bab1.1.7) Beban mati bangunan (t)
1.1.7 Tekanan Hidrodinamis Penentuan adanya gaya hidrodinamis jarang diperhitungkan pada struktur kecil seperti yang dipergunakan pada sistim irigasi (KP-06, hal 26 paragraf 3.3.2). Tetapi untuk struktur besar dan tinggi seperti menara / tower, gravity dam, dan lain-lain. Hal tersebut membutuhkan analisa stabilitas. Besarnya gaya hidrodinamis yang bekerja pada struktur hitung dengan menggunakan Zanggers formula (Stantosh kumar Garg, Irrigation Engineering and Hydroulilc Stuctures, hal 854 & 855, Khana Publilshers, Delhi).
H Phd 0.412H
= = = = =
Gaya hidrodinamis Nilai maksimum dari koefisien tekanan untuk kemiringan konstan (= 0,735 x /20) Sudut kemiringan struktur searah bidang horisontal Koefisien gempa horisontal (= 0,12 lihat Pasal 1.2.2) Berat unit air (= 1,0 t/m3)
1.2
DESIGN NOTES
(kg/cm2) 1 2 3 4 5 6 7 Batu sangat keras Batu kapur/batu pasir keras Kerikil berkerapatan sedang atau pasir dan kerikil Pasir berkerapatan sedang Lempung kenyal Lempung teguh Lempung lunak dan lanau 100 40 2,00 - 6,00 1,00 - 3,00 1,50 - 3,00 0,75 - 1,50 < 0,75
1.2.2 Koefisien Perambatan Gempa Intensitas getaran akibat bumi dan pengaruhnya pada lokasi dam dihitung dengan menggunakan metode Cornell dan Kawasumi, berdasarkan dari data tercatat (1914 1978). Dengan metode diatas kecepatan maksimumnya mencapai 47 gall. Percepatan getaran untuk periode ulang 100 tahun diperkirakan mencapai 68 gall, dan untuk 200 tahun mencapai 116 gall. Koefisien gempa dapat dihitung berdasarkan standar irigasi KP06, dengan rumus sebagai berikut : ad Kh dimana : ad b1,b2 ac z g Kh = b1 . (ac . z)2 = ad / g
= = = = = =
Percepatan gempa rencana Koefisien jenis tanah (KP-06, halaman 33 tabel 3.8) Percepatan kejut dasar (cm/dt2) (KP-06, halaman 37 tabel 3.9) Koefisien getaran daerah gempa tergantung letak geografisnya (KP-06, halaman 34-36, gambar 3.12, 3.13, 3.14) Percepatan gravitasi (cm/dt2) (=9,8) koefisien gempa horisontal (lihat tabel 1.3) Tabel 1.3 Koefisien Gempa Horizontal
Pondasi Tanah 100 Interval Ulang (Tahun) 200 500 0,159 0,111 0,197 0,132
Alluvium Batu
Sumber : KP-06 ; hal.32 paragaraf 3.4.
0,145 0,103
DESIGN NOTES
II
III
Beton tumbuk Beton-massa tumbuk Beton bertulang Beton bertulang Beton prategang
1.2.4 Angka Ekivalen Maksimum untuk Beton dan Baja Tulangan Tabel 1.5 Angka Ekuivalen Maksimum Baja Tulangan
Mutu Beton B1 K 125 K 175 K 225
Sumber : PBI 1971 (N.I.-2), hal 132 tabel 11.1.1.
1.2.5 Angka Ekivalen Maksimum Untuk Beton dan Baja Tulangan A. Tegangan Ijin beton Tabel 1.6 Tegangan Ijin Beton
Simbol Kekuatan tekanan (dalam 28 hari) I. Beban Tetap Lentur tanpa dan/atau dengan gaya normal - Tekanan - Tarikan Gaya normal - Tekanan - Tarikan Geser akibat lenturan atau puntiran - Tanpa tulang geser - Dengan tulang geser Geser akibat kombinasi antara lenturan dgn.puntiran - Tanpa tulang geser - Dengan tulang geser bk b b
bs bs
Tegangan KK- K-225 125 175 125 175 225 40 5,5 40 4 5 12 6 15 60 6,5 60 5 5,5 14 7 18 75 7 75 5,5 6,5 16 8 20
b bm b bm
BAB I - 6
DESIGN NOTES
Tegangan KK- K-225 125 175 70 7,5 70 5,5 7,5 19 9,5 24 100 9 100 6,5 9,0 22 11 28 125 10 125 7,5 10 25 13 32
b b bs bs
b bm
55 7 55 5 7 17 8.5 21
b bm
B.
.Tegangan-tegangan
1.3 Beban Kombinasi Dan Faktor Keamanan 1.3.1 Kombinasi Pembebanan Tabel 1.8 Kombinasi Pembebanan
No. 1 2 3 Kombinasi Pembebanan M + H + K + Thn M + H + K + Thn + G M + H + K + Thn Kenaikan Tegangan Izin 0% 20% 20%
= = = = = =
Beban mati Beban hidup Beban kejut Tekanan tanah Tekanan air selama banjir Beban gempa
DESIGN NOTES
Keterangan : Mr Mo Fv Pu B c f = = = = = = = Total momen tahan Total momen guling Total gaya vertikal Total Tekanan uplift Lebar garis retakan atau dasar pondasi (m) Tegangan geser atau kohesi dari material dasar pondasi Koefisien gesekan, seperti pada 1,10
1.4 Stabilitas Terhadap Erosi Bawah Tanah (Piping) Untuk mengontrol stabilitas bangunan terhadap erosi bawah tanah digunakan metode Lane, atau disebut metode angka rembesan Lane (Weighted Creep Ratio). Perhitungan adalah sebagai berikut : Cl Lv + Lh/3 H Dimana : Lv Lh H CL = = = = Jumlah panjang vertikal (m) Jumlah panjang horizontal (m) Beda tinggi muka air (m) Angka rembesan Lane, seperti pada Tabel 1.11
BAB I - 8
DESIGN NOTES
Minimum 8,5 7,0 6,0 5,0 4,0 3,5 3,0 2,5 3,0 2,0 1,8 1,6
1.5 Persyaratan Dasar Dalam Merancang Bangunan 1.5.1 Jarak Bersih Minimum Batang Tulangan Tabel 1.12 Jarak Bersih Minimum Batang Tulangan
Jenis Konstruksi Pelat - > tulangan atau - > 4/3 agregat atau - >2,50 cm Dinding - > tulangan atau - > 4/3 agregat atau - > 5,00 cm Balok dan kolom dengan sengkang - > tulangan atau - > 4/3 agregat atau - >3,00 cm
Sumber : PBI 1971, Pasal 8.16 (1), hal.87
1.5.2 Jarak Maksimum Antara Pusat-pusat Batang Tulangan A. Balok Jarak maksimum dari pusat ke pusat batang tulangan utama harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 15 cm pada bagian dimana bending momen maksimum terjadi (PBI 71, pasal 8.16 (2) b.). 30 cm atau < lebar balok untuk tulangan samping jika balok lebih tinggi dari 90 cm (PBI 71, pasal 8.16 (2) b.) B. Kolom : Jarak maksimum antar batang tulang utama sebaiknya < 30 cm kolom dengan sengkang (PBI 71, pasal 8,16 (2) d.). C. Pelat.
Paket-7, PTMP dan DED TPA Gangga Kab.Lombok Utara
BAB I - 9
DESIGN NOTES
Jarak maksimum dari pusat ke pusat batang tulangan sebaiknya : < 2 kali ketebalan pelat atau < 20 cm pada bagian dimana terjadi bending momen maksimum (PBI 71, pasal 8.16 (2) a.) < 40 cm apabila tulangan plat dikurangi karena momen berkurang (PBI 71, pasal 8.16 (2) a.) < 25 cm untuk tulangan pembagi (PBI 71, pasal 8.16 (2) a. ) D. Dinding Jarak maksimum dari pusat ke pusat antar tulangan horisontal dan tulangan vertikal sebaiknya < 3 kali ketebalan dinding atau < 40 cm untuk tulangan vertikal (PBI 71, Pasal 8.16 (2)c.) < 1,5 kali tebal dinding atau < 40 cm untuk tulangan horisontal (PBI 71, pasal 8.16 (2) c.) < 25 cm untuk tulangan pembagi yang tegak lurus tulangan pokok (PBI 71, pasal 8.16 (2) c.) 1.5.3 Tebal Minimum Penutup Beton Tebal 1.13 Tebal Minimum Penutup Beton
Jenis konstruksi Pelat Dinding Balok Kolom Diluar/ tidak terlindung (cm) 1,5 2,0 2,5 3,0 Didalam/terlindung (cm) 1,0 1,5 2,0 2,5 Tidak nampak (cm) 2,0 2,5 3,0 3,5
Catatan : Jika tanah dan air yang korosif atau mengandung alkali mengenai permukaan beton, maka harga-harga pada tabel 1.13 sebaiknya ditambah < 1,0 cm penutup beton sebaiknya > tulangan Penutup beton sebaiknya > 1,25 agregat 1.5.4 Persyaratan Minimum Untuk Batang Tulangan Kriteria berikut dapat digunakan untuk menentukan luas minimum tulangan untuk mencegah retakan beton akibat pemuaian dan suhu. PBI 1971 hal 89, pasal 9.1 (2) menyatakan bahwa luas tulangan yang diperlukan untuk mencegah pengaruh pemuaian dan temperatur pada pelat, balok dan dinding harus diambil minimum sebesar 0,25% dari luas penampang beton tersebut.
BAB I - 10
DESIGN NOTES
1.5.5 Tebal Minimum Dinding Menurut PBI 71, halaman 90 pasal 9.2. (1), tebal dinding vertikal minimal 1/30 bentang bersih dinding atau 12 cm untuk dinding yang menahan lentur dan 10 cm untuk dinding yang tidak menahan lentur. Untuk dinding vertikal lebih dari 2,40 m sebaiknya menggunakan tulangan pada kedua permukaannya, dan memiliki tebal minimum 20 cm. Untuk dinding kurang dari 2,40 m dan hanya memakai tulangan pada satu permukaan sebaiknya mempunyai tebal minimum 15 cm. 1.5.6 Construction Joints Sambungan ini dipakai pada saat pengecoran beton terhenti karena ukuran bangunan atau kapasitas alat yang digunakan. Semestinya, lokasi dan detail struktur dari masing-masing sambungan ini sebaiknya diperlihatkan pada gambar desain. Lokasi sambungan tersebut ditentukan menurut jenis dan ukuran struktur dan kondisi konstruksi. Untuk hal tersebut dapat dipilih tempat-tempat dimana terjadi tekanan internal minimum. Construction joints untuk struktur-struktur seperti sypon, dimana tekanan internal terjadi, harus diukur dengan water-stop dengan arah tegak lurus aliran air.
Paket-7, PTMP dan DED TPA Gangga Kab.Lombok Utara
BAB I - 11
DESIGN NOTES
1.5.7 Compressible Joints Sambungan ini dipakai untuk mencegah pelebaran retakan akibat penyusutan beton. Lokasi dan detail struktur dari sambungan ini harus diperlihatkan dalam gambar desain. Lokasi sambungan ini ditentukan berdasarkan jenis struktur, kondisi pondasi dan konstruksi. Umumnya, jarak antar sambungan untuk struktur saluran dibuat berdasarkan standar sebagai berikut : Compressible Foundation (tanah) Non-compressible Foundation (batu) : sekitar 8,00 m. : sekitar 24,00 m.
Selain sambungan-sambungan tersebut, dipasang juga pelapis dasar dan besi penguat (dowel-bars) untuk mencegah terjadinya ketidak seragaman pemadatan, atau gerakan struktur akibat gempa bumi. 1.5.8 Expansion Joints Expansion Joints digunakan untuk mencegah terjadinya retakan akibat pengembangan (pemuaian) beton. Umumnya jenis tersebut dipakai untuk struktur yang berhubungan dengan permukaan tanah, pada saat struktur berubah. Rongga-rongga pada sambungan tersebut diisi dengan filler elastis dan diberi water-stop.
1.6.
Embung Babi adalah suatu embung dengan pasangan batu. Secara tipikal embung Babi dapat dilihat dalam Gambar di bawah.
BAB I - 12
DESIGN NOTES
3.0
1.0
5 1
2 1
C
4.25 12.00 20.50 4.25
1.50
HWL NWL
+ +
147.65 147.00
1 5 1.85 1
6.00
0.80
+ 138.43
0.80
a b
0.5
+ + 136.5 +
+ +
h j f 5.0 g 1.0 5.0 18.50 3.0 k C 4.50 I
137.75 137.00 r
dx
m n p l 2.00
+ 136.0
c
+ 132.5
133.0
q
0.5
+ 132.5
0.5 6.0 3.5
BAB I - 13
DESIGN NOTES
Uplift Eksentrisitas Tegangan 1 2 2. Muka Air Banjir (MWL) Gelincir Guling Uplift Eksentrisitas Tegangan 1 2 3. Muka Air Normal (NWL) ( Gempa ) Gelincir Guling Uplift Eksentrisitas Tegangan 1 2 Sumber : hasil analisis, 2007
1.5 3.42 36 0 1.5 1.5 1.5 3.42 36 0 1.3 1.3 1.3 3.42 43.2 0
2.218 1.626 25.035 8.889 2.084 1.845 1.585 2.158 20.675 4.669 2.889 1.955 1.792 0.158 14.339 13.072
BAB I - 14
DESIGN NOTES
Pengaturan wilayah kerja, yaitu ukuran ruang / halaman yang tersedia dalam mendefinikan masalah Pengaturan skala, grid dan meyimpan file. Identifikasi masalah, memberikan judul dan komentar pada masing-masing file tersebut seperti yang ditunjukkan dalam Gambar.1.9 dengan kondisi steady state, selanjutnya menentukan kontrol yaitu 2 dimensi.
BAB I - 15
DESIGN NOTES
Sebelum input data hidraulic conductivity, diperlukan data volumetric water content dengan data yang dibutuhkan antara lain nilai porositas terkoreksi dari masing masing jenis material yang dipergunakan. Input data hidraulic conductivity meliputi nilai permeabiltas masing-masing material pada saat kondisi saturated ( jenuh ). Gambar 1.10 dan Gambar 1.11 berturut turut adalah input data volumetric water content dan fungsi hidraulic conductivity.
BAB I - 16
DESIGN NOTES
1.6.1.3. Pengaturan material timbunan / lapisan tanah. Material tanah dalam kotak Gambar 1.12 dimasukkan fungsi KFn yang merupakan fungsi conductivity dan WC-Fn merupakan fungsi volumetric water content (VWC).
1.6.1.4. Meng-generate finite element Langkah ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan cara memasukkan koordinat elemen dan menggambar elemen secara langsung kemudian membaginya menjadi elemen elemen kecil ( meshing ). Input point dilakukan dengan cara menentukan nomor point dan ordinatnya. Karena analisa ini menggunakan analisa 2 dimensi, maka ordinat yang dimasukkan yaitu ordinat terhadap sumbu X dan sumbu Y, sedangkan sumbu Z=0. Untuk memasukkan data point dapat dilakukan dengan cara memilih Nodes pada Main menu KeyIn, kemudian akan tampil kotak dialog KeyIn Nodes. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.13. Adapun data-data masukannya yaitu # yang artinya nomor point, ordinat terhadap sumbu X, ordinat terhadap sumbu Y dan ordinat terhadap sumbu Z. apabila ordinatnya telah ditentukan maka click Copy yang selanjutnya ordinat yang ditentukan masuk ke kotak dialognya. Lakukan secara berulang-ulang hingga data point selesai.
Gambar 1.13 Kotak dialog KeyIn Nodes 1.6.1.5. Input element Input element dilakukan dengan cara menentukan nomor elemen, dan elemen tersebut berada pada point-point apa saja. Perlu diperhatikan bahwa dalam menentukan input
Paket-7, PTMP dan DED TPA Gangga Kab.Lombok Utara
BAB I - 17
DESIGN NOTES
elemen, nomor elemen tidak boleh ada yang sama dan elemen yang dibentuk harus membentuk polygon tertutup. Ini dimaksudkan agar elemen-elemen yang dibentuk merupakan satu kesatuan yang nantinya akan terisi oleh material. Penentuan elemen dilakukan dengan memilih Elements pada Main menu KeyIn yang selanjutnya akan tampil kotak dialog KeyIn Elements. Data masukkannya antara lain : nomor elemen, nomor point yang membentuk polygon elemen dimana pembentukkan elemen pada analisa ini menggunakan elemen berbentuk segitiga, sehingga point pembentuk elemen terdiri dari tiga point, sedangkan data yang lain sesuai dengan default software. Setelah menentukan data elemen kemudian click copy. Selanjutnya data elemen tersebut masuk pada kotak dialognya. Ulangi langkah tersebut hingga elemen-elemen tersebut membentuk laisan timbunan pemodelan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.14..
Elemen-elemen yang terbentuk dari penentuan tersebut membentuk satu kesatuan pemodelan dengan memperhatikan jenis material tiap lapisan pemodelannya. Gambar 1.15 dan Gambar 1.16 adalah penjelasan pemilihan penggambaran bentuk elemen dan pembuatan meshing.
BAB I - 18
DESIGN NOTES
1.6.1.6. Menentukan Kondisi Batas dan Penggambaran Flux Section Menurut Krahn ( 2004 ) komponen penting dalam analisa numeris adalah mendefinisikan kondisi batas. Kondisi batas yang digunakan adalah Head, Pressure Head dan Total Flux. Hasil penentapan boundary condition ini disajikan pada Gambar 1.17.
BAB I - 19
DESIGN NOTES
Kesalahan masukan diakibatkan oleh ketidaktepatan elemen-elemen yang dibentuk pada point-point tersebut, kesalahan masukan juga dapat ditentukan oleh adanya nomor point dan nomor elemen yang sama. Untuk itu diperlukan suatu verifikasi data masukkan. Pada software SEEP/W disediakan suatu menu untuk mengecek kesalahan masukkan tersebut yaitu dengan cara memilih Verify/Sort Data pada Main menu tools kemudian akan tampil kotak dialog Verify/Sort Data yang selanjutnya pengecekan dilakukan dengan meng-click Verify/Sort pada kotak dialog tersebut. Apabila hasil analisanya tidak terdapat kesalahan ( yang ditentukan dengan data keluaran Error), maka secara otomatis data masukan tersebut sudah benar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.18.
Gambar 1.18 Kotak dialog Verify/Sort Data 1.6.1.8. Proses analisa garis rembesan Untuk mengetahui model garis rembesan tampungan waduk pada pemodelan dapat dilakukan dengan memilih Icon Solve pada Toolbar (Runing) baik untuk tampungan maksimum, tampungan normal maupun tampungan minimum, kemudian akan tampil kotak dialog SEEP/W SOLVE yang selanjutnya click Star pada kotak dialog tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.19.
Lebih lanjut, proses analisa garis rembesan dilakukan dengan memilih Icon Contour pada Toolbar (Runing) baik untuk tampungan maksimum, tampungan normal maupun
Paket-7, PTMP dan DED TPA Gangga Kab.Lombok Utara
BAB I - 20
DESIGN NOTES
tampungan minimum, kemudian akan tampil gambar kontur tiap tampungan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.20 keluaran kontur garis rembesan (flow line) dibawah ini untuk masing-masing kondisi muka air. Pada software SEEP/W, Garis rembesan (flow line) selanjutnya digunakan untuk menentukan debit rembesan yang mungkin terjadi, kecepatannya berdasarkan jumlah bujur sangkar yang dapat dibentuk oleh garis aliran ( flow line ) dan garis ekipotensial.
70
60
50
40
30
20
10
Feet
1.6.2. Koefisien Gempa Faktor-faktor beban akibat gempa diperhitungkan dengan menggunakan rumus pada Kriteria Perencanaan (KP-06, Bab 2 Tegangan Rencana, hal 33, Dep. PU, CV Galang Persada, Bandung 1986) sebagai berikut
Ad = n (Ac x z)m E = Ad / g
dimana : Ad n,m Ac E g z Jenis Batu Diluvial Aluvial Aluvial lunak = = = = = = percepatan gempa rencana, cm/dt koefisien jenis tanah percepatan kejut dasar (m/dt2) koefisien gempa percepatan gravitasi (m/dt2) faktor yang tergantung letak geografis m 0,71 1,05 0,89 1,32
Tabel 1.19 Periode Ulang dan Percepatan Dasar Gempa Periode Ulang (tahun) ac (gal = cm/dt2)
Paket-7, PTMP dan DED TPA Gangga Kab.Lombok Utara
BAB I - 21
5.8119e-003
DESIGN NOTES
Maka berdasarkan peta dari DPMA, 1981 dengan judul Peta Zona Seismik untuk Perencanaan Bangunan Air Tahan Gempa, didapat faktor beban akibat gempa. Peta tersebut dapat dilihat pada Lampiran.
1.7. Tipe Embung Urugan Tanah ( Embung Dasan Dao ) Embung Dasan Dao adalah suatu embung dengan tipe zonal dengan urugan random serta inti tegak yang dilengkapi dengan zona filter. Secara tipikal embung Dasan Dao dapat dilihat dalam Gambar di bawah.
3
1
Gambar 1.21 Tipikal Embung Dasan Dao 1.7.1. Lebar puncak embung Lebar mercu embung yang memadai diperlukan agar puncak embung dapat bertahan terhadap hempasan ombak diatas permukaan lereng hulu dekat dengan mercu embung dan terhadap aliran filtrasi yang melalui bagian puncak embung tersebut, disamping untuk keperluan ekploitasi dan pemeliharaan (sarana transportasi), dimana lebar minimum puncak embung dihitung berdasar rumus berikut :
B = 3,6 . H1/3 - 3
Sumber : Bendungan Tipe Urugan, hal 174,
dengan
B H
= =
1.7.2. Analisa Rembesan Pemodelan garis rembesan (flow line) pada tubuh embung digunakan bantuan software SEEP/W.Adapun langkah-langkah dalam pemodelan garis rembesan tubuh embung
menggunakan software SEEP/W sama seperti pada embung pasangan batu dengan tampilan yang berbeda pada bagian bagian sebagai berikut : Lebih lanjut, proses analisa garis rembesan dilakukan dengan memilih Icon Contour pada Toolbar (Runing) baik untuk tampungan maksimum, tampungan normal maupun
Paket-7, PTMP dan DED TPA Gangga Kab.Lombok Utara
BAB I - 22
DESIGN NOTES
tampungan minimum, kemudian akan tampil gambar kontur tiap tampungan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.30 keluaran kontur garis rembesan (flow line) dibawah ini untuk masing-masing kondisi muka air. Pada software SEEP/W, Garis rembesan (flow line) selanjutnya digunakan untuk menentukan debit rembesan yang mungkin terjadi, kecepatannya berdasarkan jumlah bujur sangkar yang dapat dibentuk oleh garis aliran ( flow line ) dan garis ekipotensial.
Elevation ( meter )
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
10
20
30
40
50
60
Distance ( meter )
Dari perhitungan / analisa SEEP/W diatas dapat ditentukan debit rembesan ( q ) dan kecepatan rembesan ( v ) dengan persamaan : q = k . h . Nf / Nd dengan : q = debit rembesan Nd = jumlah penurunan eksipotensial Nf = flow channel ( garis aliran ) k = koefisien permeabilitas v = k . I = k . h . h2/l dengan : v = kecepatan rembesan k = koefisien permeabilitas I = jari jari girasi L = panjang lintasan
1.8. Stabilitas Lereng A. Metode Irisan Bidang Luncur Bundar Stabilitas lereng hulu dan hilir embung dihitung dengan Metode Irisan Bidang Luncur Bundar (Slice method on Circular Slip Surface)
Paket-7, PTMP dan DED TPA Gangga Kab.Lombok Utara
BAB I - 23
DESIGN NOTES
S b W
Mn
En+1 N
N 0 U1 En
En
l S N
Gambar 1.23. Skema Bidang Gelincir Faktor keamanan dihitung dengan rumus :
Fs = (CL + ( N U N e ) tan (T + Te )
dimana : Fs C f L N T Ne Te U = = = = = = = = =
faktor keamanan Angka kohesi bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang luncur sudut geser dalam panjang permukaan geser gaya normal gaya tangensial komponen normal dari gaya gempa komponen tangensial dari gaya gempa tekanan air pori
dimana : N, T, Ne, Te, dan U ditentukan berdasarkan kondisi stabilitas, sebagai berikut : a) Kasus akhir konstruksi N = W . cos a = b . ht . gt . cos a U = u . b / cos a Ne = k . W . sin a = k . b . ht . gt . sin a T = W . sin a = b . ht . gt . sin a Te = k . W . cos a = k . b . ht . gt . sin a Notasi dalam persamaan-persamaan diatas : W = berat masing-masing potongan w = berat volume air t = berat volume tanah basah sat = berat volume tanah jenuh sub = berat volume tanah terendam u = tekanan pori k = koefisien gempa h = tinggi irisan b = lebar irisan ht = tinggi tanah basah dalam irisan
Paket-7, PTMP dan DED TPA Gangga Kab.Lombok Utara
BAB I - 24
DESIGN NOTES
hs hu hw
= = =
tinggi tanah jenuh dalam irisan tinggi tanah terendam dalam irisan tinggi air dalam irisan
b S
W h kW W P
Bidang Gelincir
l N
kW
Gambar 1.24. Skema kasus akhir konstruksi b) Kasus rembesan tetap N atau Ne atau U T atau Te atau W gw gt gsat u k h b ht hw
= = = = = = = = = = = = = = = = = = =
(Ww + Wsat) cos a = (hw gw + ht gsat) b sin a (Wt + Wsat) cos a = (ht + gw + ht gsat) b sin a k (Wsat) sin a = kht gsat sin a k (Wt + Wsat) sin a = k (ht gt + ht gsat) b sin a ub = (hw + ht ) gw b sin a (Ww + Wsat) sin a = (hw gw + ht gsat) b sin a (Wt + Wsat) sin a = k (ht gt + ht gsat) b sin a (Wsat) sin a = kht gt b sin a k (Wt + Wsat) cos a = k (ht gt + ht gsat) b cos a berat irisan = A . g (kN) berat jenis air (t/m3) berat jenis tanah basah (t/m3) berat jenis tanah jenuh (t/m3) tekanan air pori koefisien gempa tinggi irisan lebar irisan tinggi tanah dalam irisan tinggi air dalam irisan
dimana :
BAB I - 25
DESIGN NOTES
KWw Ww
Hw h
S ys y
KWs F l P
Hs F P yw En K(Ww+Ws)
( Ws + Ww ) Cos + F Sin ( hs sat + hw w ) b Cos + h w b Sin2 /Cos ( hs sub b ) Cos + h w b / Cos k Ws Sin k ( hs sat b ) Sin u l = h w b / Cos ( Ws + Ww ) Sin + F Cos ( hs sat + hw w ) b Sin + h w b Sin ( hs sub b ) Sin k Ws Cos k ( hs sat b ) Cos gaya horisontal yang disebabkan oleh tekanan air u b tan
BAB I - 26
DESIGN NOTES
Selanjutya untuk analisa kestabilan lereng menggunakan SLOPE/W ada 3 langkah dalam analisa meliputi : 1. Pendefinisian Masalah Bagian terpenting adalah input data, dimensi satuan dan penyesuaian lembar kerja. Pengaturan analisa antara lain metode analisis yang dipilih ( metode Bishop ), browsing tekanan air pori dan kontrol utamanya arah kelongsoran yang diasumsikan ( Direct of Movement ). Gambar 1.27, Gambar 1.28 dan Gambar 1.29 masing masing pendefinisian metode analisa, PWP dan kontrol kelongsorannya.
-
BAB I - 27
DESIGN NOTES
Properties Tanah : dalam analisa stabilitas lereng ( embung ) parameter yang sangat berpengaruh adalah nilai kohesi ( c ), sudut gesek dalam ( ) dan berat volume tanah ( ). Digunakan model Mohr-Coulomb untuk analisa kekuatan pada timbunan. Coulomb 1976 dalam Giani ( 1992 ) menyatakan bahwa tanah dan batuan mempunyai kekuatan geser yang dijumlahkan dari 2 komponen yaitu kohesi dan sudut geseknya. Gambar 1.30 menjelaskan parameter tanah yang dimasukkan pada box soil properties. Freatik line yang diperoleh SEEP/W sebagai input data untuk distribusi tekanan air juga dimasukan dengan cara digambar biasa atau dapat di import dari SEEP/W.
-
Slip Surface : Hal lain yang menentukan dalam analisa stabilitas lereng adalah penentuan bidang gelincing ( slip surface ). Bowles, 1986 dalam Purwono ( 2003 ) menyatakan bahwa kesalahan analisa stabilitas lereng tidak banyak disebabkan oleh bentuk anggapan bidang longsornya akan tetapi kesalahan banyak disebabkan pada penentuan sifat-sifat tanahdan
Paket-7, PTMP dan DED TPA Gangga Kab.Lombok Utara
BAB I - 28
DESIGN NOTES
pencarian lokasi bidang gelincirnya. Selanjutnya dalam analisa ini akan dipergunakan kontrol grid and radius untuk pilihan kontrol stabilitas sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 1.31.
17
18
Verifikasi : langkah terakhir sebelum melakukan running adalah verifikasi untuk pengecekan data titik dan elemen juga pengecekan posisi nomer node dan nomer element pada posisi vertikal maupun horizontal. Verifikasi dalam analisa ini tampak pada Gambar 1.16 dibawah ini.
-
2. Tahap Penyelesaian Setelah tidak ada kesalahan selanjutnya dilakukan running SLOPE/W sebagaimana tampak pada Gambar. 1.33.
Paket-7, PTMP dan DED TPA Gangga Kab.Lombok Utara
BAB I - 29
Elevasi ( meter )
19
16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1 1,2,3,4 0 0
26 27
2 9 28 29 30
3 10
31 32 33 7 8 34 13 12
10 20 30 40
11 4 14
6
50 60
15
Jarak ( meter )
16
Gambar 1.31. Input data slip surface dan garis freatik line
DESIGN NOTES
3. Tahap akhir ( countoring and graficing result ) Pada tahap ini akan ditampilkan output dari Slope/W berupa kontur dan grafik Kontur kondisi lereng dengan faktor aman minimum seperti ditunjukkan pada Gambar 1.34
1.352
16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 0
Soil: 1 Description: Rip-Rap Soil Model: Mohr-Coulomb Unit Weight: 18 Cohesion: 0 Phi: 35 Piezometric Line #: 1 Ru: 0 Pore-Air Pressure: 0
Soil: 2 Description: Tanah Urug Soil Model: Mohr-Coulomb Unit Weight: 17.9 Cohesion: 21.33 Phi: 16.54 Piezometric Line #: 1 Ru: 0 Pore-Air Pressure: 0
Gambar 1.34. Hasil dalam bentuk gambar sliding dan kontur faktor aman.
Hasil perhitungan analisis bidang gelincir untuk Embung Dasan Dao menggunakan program GeoSlope selengkapnya disajikan pada Lampiran, sedangkan rekapitulasinya disajikan dalam Tabel 1.20 dan Tabel 1.21 berikut ini :
Elevasi ( meter )
Soil: 3 Description: Filter Soil Model: Mohr-Coulomb Unit Weight: 20 Cohesion: 0 Phi: 30 Piezometric Line #: 1 Ru: 0 Pore-Air Pressure: 0
10
20
30
40
50
60
Jarak ( m ) eter
BAB I - 30
DESIGN NOTES
3.
4.
Tabel 1.21. Hasil analisis stabilitas pada pelimpah Embung Dasan Dao
No. 1. Tinjauan Kosong (after construction) Stabilitas yang ditinjau Gelincir Guling Uplift Eksentrisitas Tegangan 1 2 Kapasitas Dukung Tanah Gelincir Guling Uplift Eksentrisitas Tegangan 1 2 3. Muka Air Normal (NWL) ( Gempa ) Gelincir Guling Kriteria Minimum 1.5 1.5 1.5 3.08 34 0 3.0 1.5 1.5 1.5 3.08 34 0 1.3 1.3 Angka Keamanan 3.198 2.951 0 2.588 7.793 0.680 8.026 3.525 2.327 1.806 0.319 3.009 2.444 8.506 2.832
2.
BAB I - 31
DESIGN NOTES
1.9. Analisis deformasi, tegangan, konsolidasi etc. Metode analisis menggunakan software plaxis atas prinsip metode elemen hingga dengan penjelasan sebagai berikut : Elemen hingga merupakan suatu analisa pendekatan yang didasarkan asumsi displacement atau asumsi tegangan, bahkan dapat juga didasarkan kombinasi dari keduanya (Weaver, 1989). Analisis elemen hingga yaitu dengan memisalkan suatu bidang dibagi menjadi beberapa elemen, kemudian tiap-tiap elemen terdiri dari titik-titik nodal. Setiap nodal memiliki nomor derajat kebebasan yang belum diketahui (unknown). Untuk analisis deformasi, derajat kebebasan berdasar pada displacement (u, v dan w) komponen yang diperoleh dari diskretisasi nilai vektor nodal displacement elemen (d)e dengan menggunakan interpolasi fungsi-fungsi yang telah digabung pada matrix sebagai shape factor [N]. Berikut ini langkah penyelesaian analisa deformasi menggunakan program plaxis terdiri dari 3 tahap yaitu : 1. Plaxis input dan tegangan dengan
Pemodelan geometri : prinsip pembuatan model geometri dalam plaxis input, pertama menggambar kontur geometri yang dianalisis dilanjutkan dengan menambah lapisan lapisan tanah dasar fondasi, kemudian objek struktur yang akan dianalisa sekaligus merefresentasikan tahapan tahapan pekerjaan pada saat konstruksi selanjutnya diberi kondisi batas dan jenis pembebanan. Material set : langkah selanjutnya mengisi semua parameter material yang akan digunakan dengan memilih tool bar data set. Dalam material set tersedia pilihan perilaku pemodelan tanah. Selain itu terdapat juga pilihan tipe perilaku material yang terbagi dua yaitu perilaku drainase dan perilaku tak terdrainase. Gambar 1.35 tampak jendela input data soil and interface dan juga geometri struktur yang telah dimasukkan parameter tanahnya.
-
BAB I - 32
DESIGN NOTES
Gambar 1.35. Input data soil and interface dan geometri struktur
Mesh generation : tahap ini struktur secara otomatis akan dibagi bagi menjadi elemen segitiga yang tidak beraturan. Pembagian elemen segitiga menggunakan dasar triangle meshgeneration yang diperkenalkan oleh Sepra dengan memilih nodal nodal segitiga yang memiliki nilai optimum ( dalam Brinkgreve, 1998 ). Jendela mesh generation dapat dilihat dalam Gambar 1. 36.
-
Initial condition : model geometri diberi kondisi muka air tanah (underground ) sesuai dengan kenyataan dilapangan. Penetapan kondisi awal muka air tanah bertujuan untuk mengetahui tegangan air pori dan tegangan efektif tanah yang terjadi pada tanah dasar dan timbunan. Plaxis secara otomotis akan menghitung besarnya tekanan air pori efektif yang terjadi
-
BAB I - 33
DESIGN NOTES
dengan hasil dapat dilihat pada Gambar 1.37. Selain pemberian muka air tanah model geometri ditetepkan batasan air tidak diperbolehkan keluar secara bebas.
2.
Plaxis Calculation
Tahap ini dilakukan setelah model elemen hingga setelah di generate. Dalam tahap ini yang terpenting adalah mendefinisikan tahap tahap pembangunan konstruksi, karena akan berpengaruh terhadap urutan perhitungan oleh plaxis. Perhitungan memberikan 3 pilihan yakni plastis, analisa konsolidasi dan anlisa up date mesh. Secara berurutan berikut penetapan perhitungan untuk analisa plastis dan konsolidasi diberikan pada Gambar 1.38.
-
BAB I - 34
DESIGN NOTES
Plaxis Ouput
Hasil perhitungan dalam analisa metode elemen hingga oleh plaxis adalah deformasi dan tegangan pada tiap tiap nodal pada jaring elemen hingga. Nilai deformasi meliputi perpindahan horizontal , perpindahan vertikal dan perpindahan total yang merupakan vektor total perpindahan tiap nodal pada setiap akhir tahap perhitungan. Gambar 1.39 menunjukkan deformasi, tegangan, tekanan air pori yang terjadi.
a.
Total displacement
BAB I - 35
DESIGN NOTES
b. Total stresses
Gambar 1.39. Output plaxis berupa total dsplacement, total stresses dan tekanan air pori
1.7. Instrumentasi Untuk memonitor kondisi suatu embung setelah embung beroperasi diperlukan peralatan untuk mengamati seluruh kelakuan embung secara seksama, sehingga kondisi sebenarnya segera diketahui. Sehingga apabila terjadi penyimpangan dari apa yang telah direncanakan, akan segera diketahui dan segera diambil tindakan untuk pengamanan konstruksi. Peralatan yang akan diperlukan adalah :
Paket-7, PTMP dan DED TPA Gangga Kab.Lombok Utara
BAB I - 36
DESIGN NOTES
1. Settlement Meter Settlement meter ini dipasang pada zonal inti dan pada lerengnya. Tujuan pemasangan alat ini untuk memonitor penurunan timbunan saat pelaksanaan dan setelah embung beroperasi. Pembacaan settlement meter dalam tubuh embung tersebut dilakukan secara periodik dengan memasukkan sensor kedalam pipa, apabila pipa tersebut melewati "plate magnet"-nya akan terdengar bunyi. Dengan mengukur kedalaman bunyi serta data elevasi ujung pipa teratas, akan diketahui juga tempat kedudukan "plate magnet"-nya. Perbedaan elevasi antara saat penurunan yang terjadi pada titik tersebut. Pembacaan settlement diatas tubuh embung dilakukan dengan alat waterpass atau theodolite. Selain untuk mengetahui settlement dipermukaan juga mengetahui pergerakan tubuh embung. 2. Piezometer Alat ini digunakan untuk memonitor proses kenaikan timbunan akibat kenaikan tekanan air pada zonal inti dan memonitor keamanan terhadap piping. 3. Leakage Meter Alat ini berfungsi untuk memonitor rembesan dan bocoran yang terjadi didalam tubuh embung.
BAB I - 37