Вы находитесь на странице: 1из 5

# Al Mahkum Alaih adalah mukallaf yang perbuatannya berhubungan dengan hukum syar i, seorang mukallaf dianggap sah menanggung

beban menurut syara harus memenuhi dua syarat:

1. Mukallaf mampu memahami dalil taklif (pembebanan). Seperti jika dia mampu memahami Nash Nash hukum yang dibebankan kepadanya dari Al Quran dan As Sunnah secara langsung atau dengan perantara. Karena orang yang tidak mampu memahami-memahami dalil taklif, tentu tidak dapat melaksanakan tuntutan itu dan tujuan pembebanan tidak akan tercapai. Kemampuan memahami dalil taklif hanya dapat terwujud dengan akal, sedangkan nash yang dibebankan kepada orang-orang yang berakal hanya dapat dipahami oleh akal mereka, karena akal adalah alat memahami dan menemukan, dan dengan akal suatu keinginan itu dapat diarahkan untuk mengikuti. Namun karena akal adalah suatu yang samar yang tidak dapat diketahui oleh indera lahir maka syari mengikat pembebanan itu dengan suatu yang diketahui oleh indera, yaitu tempat dugaan akal, yakni usia baligh (dewasa). Siapa yang sampai masa baligh tanpa ada tanda-tanda kerusakan pada kekuatan akalnya, maka dia dianggap mampu untuk diberikan beban hukum. Oleh karena itu orang gila, anak kecil tidak boleh diberi beban karena tidak mempunyai akal sebagai sarana memahami dalil taklif. Begitu juga orang lupa, tidur dan mabuk karena pada saat lupa, tidur itu mereka tidak mampu memahami. 2. Mukallaf adalah ahli dengan sesuatu yang dibebankan kepadanya. Ahli menurut bahasa artinya layak dan pantas, seperti jika dikatakan si polan ahli dalam memelihara wakaf artinya layak atau pantas baginya.

Sedangkan menurut istilah ulama ushul, keahlian itu terbagi menjadi dua, yaitu kelahlian wajib dan kelahlian melaksanakan.

1. Keahlian wajib adalah kelayakan seseorang untuk mendapatkan hak dan kewajiban. Dasarnya adalah suatu yang diciptakan Allah SWT. Pada manusia dan yang dapat dibedakan diantara makhluk yang laun, dan dengan suatu itu, manusia layak mendapatkan hak dan menerima kewajiban. Keistimewaan ini oleh ulama fikih disebut adz dzimmah (hak dan kehormatan) adz dzimmah adalah sifat naluri manusia yang dengan itu ia menerima hak bagi orang lain dan kewajiban untuk orang lain pula. 2. Sedangkan keahlian melaksanakan adalah kelayakan seorang mukallaf agar ucapan dan perbuatannya diperhitungkan menurut syara . Artinya, jika ucapan atau perbuatan itu menimbulkan akad atau pengelolaan, maka akan diperhitungkan menurut syara dan akan berakibat hukum. Jika ia melaksanakan sholat, puasa, haji atau melaksanakan suatu kewajiban, maka yang dilakukan itu diperhatikan oleh syara dan gugurlah kewajiban itu baginya. Jika ia melakukan kriminal atas jiwa, harta atau harga diri orang lain, maka ia berdosa akibat tindakannya dan diberi hukuman pada fisik atau hartanya. Keahlian melaksanakan inilah yang dimintai pertanggungjawaban. Dasar yang ada pada manusia adalah kemampuan membedakan dengan akal.

1) Keadaan manusia dihubungkan dengan keahlian wajib. Keadaan manusia jika dihubungkan dengan keahlian wajib ada dua

* Keahlian wajib yang tidak sempurna jika mukallaf itu layak mendapatkan hak tetapi tidak harus menunaikan kewajiban atau sebaliknya * Keahlian wajib yang sempurna jika mukallaf layak menerima hak dan melaksanakan kewajiban

2) Keadaan manusia dihubungkan dengan keahlian melaksanakan. Manusia dalam hubungannya dengan keahlian melaksanakan memiliki tiga keadaan. Yaitu:

* Terkadang tidak memiliki keahlian melaksanakan sama sekali * Terkadang manusia memiliki keahlian melaksanakan yang tidak sempurna. Yaitu seorang mumayyiz yang belum sampai usia dewasa. * Terkadang manusia memiliki keahlian melaksanakan yang sempurna, yaitu orang baligh yang berakal. Jadi keahlian melaksanakan sempurna itu dibuktikan dengan usia baligh dan akal sehat.

Hal-hal yang menghalangi keahlian melaksanakan ini diantaranya dapat menghilangkan keahlian itu sama sekali seperti gila, tidur dan pingsan. Orang yang gila, tidur atau pingsan sama sekali tidak memiliki keahlian melaksanakan. Sehingga pengel0olaan yang dilakukan sama sekali tidak mempunyai akibat syar i. Orang gila menurut keahlian wajibnya tidak wajib melaksanakan kewajiban pada harta yang ditunaikan oleh walinya. Orang tidur dan pingsan menurut keahlian wajibnya tidak wajib melaksanakan kewajiban pada tubuh dan hartanya yang ditunaikan setelah mereka tersadar. Diterbitkan di: 22 Desember, 2011

Sumber: http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2241292-al-mahkum-alaihmukallaf/#ixzz1jijxk8gPKetentuan Hukum (Mahkum Bih) Wajib Yaitu pekerjaan yang bila tidak dikerjakan mendapatkan dosa.

Hukum wajib terbagi menjadi :

1. Wajib Muthlaq = wajib yang tidak ditentukan dan tidak dibatasi waktunya, contoh : wajib membayar kafarah sumpah, tapi waktunya tidak ditentukan oleh syara . 2. Wajib Muwaqqat = wajib yang ditentukan waktunya, contoh shalat lima waktu, puasa ramadhan. 3. Wajib Muwassa = wajib yang diluaskan waktunya, contoh waktu shalat lima waktu, sholat isak dari petang sampai subuh. 4. Wajib Mudhaiyaq = wajib yang sempit waktunya, puasa ramadhan waktu mulainya dan berakhirnya sama yaitu dari terbit fajar sampai maghrib. 5. Wajib Dzu Syabahain = wajib muwassa sekaligus mudhaiyaq, yaitu waktu mulainya sama dengan waktu berakhirnya dan waktunya panjang, contohnya ibadah haji. 6. Wajib ain = wajib yang dibebankan kepada setiap individu, tidak dapat diwakilkan oleh atau kepada orang lain. 7. Wajib Kifayai = wajib yang dibebankan kepada sebagian individu, bila sebagian individu sudah menunaikan maka gugur kewajiban individu yang lain, contoh : mengurus jenazah. 8. Wajib Muhaddad = wajib yang ditentukan kadarnya, contoh : zakat. 9. Wajib Ghairu Muhaddad = wajib yang tidak ditentukan kadarnya, contoh : sedekah, wakaf. 10. Wajib Mu aiyin = wajib yang ditentukan zatnya , contoh : membaca Al Fatihah dalam shalat. 11. Wajib Mukhaiyar = wajib yang diberi kebebasan memilih, contoh = kafarah sumpah. 12. Wajib Muaddaa = Wajib yang ditunaikan dalam waktunya ada an. 13. Wajib Maqdi = wajibn yang ditunaikan sesudah lewat waktunya qada an. 14. Wajib Mu aad = wajib yang dikerjakan mengulang karena kurang sempurnanya yang ditunaikan pertama.

Sunnat Yaitu bila dikerjakan mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak berdosa.

Pembagian Sunnat :

1. Sunnat Hadyin = sunnat untuk menyempurnakan kewajiban-kewajiban agama, contoh : azan dan jama ah.

2. Sunnat Zaidah = sunnat yang dikerjakan Nabi dalam urusan adat kebiasaan, contoh : makan, minum, adat, kesukaan Nabi yang bagus bila ditiru dan tidak dicela bila ditinggalkan. 3. Sunnat Muakkadah = sunnat yang sering dikerjakan Nabi (jarang ditinggalkan), contoh : shalat sunnat rawatib, shalat tahajud. 4. Sunnat Ghairu Muakkadah = sunnat yang kadang ditinggalkan oleh Nabi, contoh : shalat sunnat 4 rakaat sebelum duhur.

Mubah Yaitu sesuatu yang dibolehkan, boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan.

Catatan untuk perkara yang mubah :

1. Jangan berlebihan. 2. Jangan membuat perkara baru (bid ah) dalam agama yang tanpa ada contoh atau tanpa ada maslahatnya dalam urusan dunia atau tidak menjadi sarana kemaslahatan yang lain. 3. Jangan sibuk dengan perkara yang mubah sehingga melalaikan dari akhirat.

Makruh Yaitu bila dikerjakan tidak dicela, tetapi bila ditinggalkan terpuji.

Pembagian Makruh :

1. Makruh Tanzih = makruh yang tidak dicela bila dikerjakan, tetapi terpuji bila ditinggalkan, contoh : merokok, makan jengkol, shalat di akhir waktu. 2. Makruh Tahrim = makruh yang dekat kepada haram, yaitu haram yang dalilnya belum qath i (pasti) yaitu dari hadits ahad.

Haram Yaitu bila dikerjakan mendapat dosa, contohnya : meninggalkan shalat lima waktu, makan daging babi.

Вам также может понравиться