Вы находитесь на странице: 1из 43

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

BAB I PENDAHULUAN
Malaria adalah penyakit yang mengancam jiwa yang disebabkan parasit yang ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk. Parasit yang menularkan malaria pada manusia adalah Plasmodium. Anopheles merupakan vektor malaria, yang terutama mengigit manusia pada malam hari mulai maghrib (dusk) sampai fajar (dawn). Plasmodium yang dapat menyebabkan malaria adalah P. falciparum, P. vivax, P. malariae, dan P. Ovale. Plasmodium falciparum dan P. vivax merupakan penyebab malaria terbanyak. Plasmodium falciparum adalah penyebab kematian paling utama. Akhir-akhir ini dilaporkan terjadinya penularan malaria yang disebabkan Plasmodium knowlesi yang merupakan penyebab malaria kera, yang terjadi di kawasan hutan di asia tenggara. Pada tahun 2009, World Health Organization (WHO) membuat World Malaria Report 2009 yang melaporkan bahwa 3,3 milyar manusia atau separuh penduduk dunia, hidup di daerah berisiko tertular malaria di 109 negara, 89% kematian akibat malaria terjadi di Afrika, dari data 2008 : 190-311 juta menderita malaria dan 708.000-1.003.000 meninggal dunia, dan malaria merupakan penyebab kematian no. 5 akibat penyakit infeksi di negara miskin, dan penyebab kematian no.2 di Afrika. Pada tahun 2008, 278 juta kasus malaria dilaporkan dari seluruh dunia dan hampir satu juta diantaranya meninggal, terutama anak-anak yang hidup di Afrika. Di Afrika dalam setiap 45 detik seorang anak meninggal dunia akibat malaria, sehingga merupakan 20% dari seluruh angka kematian di Afrika. Di Asia tenggara sendiri, malaria merupakan masalah kesehatan penting. Sepuluh dari 11 negara di Asia Tenggara merupakan daerah endemis malaria. Sekitar 40% penduduk dunia yang berisiko tertular
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 1

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

malaria, hidup di daerah Asia Tenggara, 15% dari kasus malaria dunia yang dilaporkan dan 2,7% penduduk dunia yang meninggal dunia akibat malaria yang berasal dari negara-negara Asia Tenggara. Penderita yang hidup di daerah endemis malaria, bayi, anak kecil, dan wanita hamil adalah kelompok penduduk yang berisiko tinggi terserang malaria. Kelompok lain yang juga berisiko tinggi tertular malaria adalah orang-orang yang sering berpindah tempat, misalnya pekerja penebangan hutan, pekerja tambang emas, nelayan, pekerja konstruksi jalan dan industri. Daerah berhutan dan daerah yang sejenis dengan kehutanan, merupakan daerah malaria yang harus selalu diperhatikan, mengingat kawasan tersebut berhubungan dengan tingginya jumlah vektor/nyamuk yang efisien dalam menularkan malaria. Di Indonesia, penyebaran malaria lebih tinggi di daerah perhutanan terutama di Indonesia bagian timur, dimana sekitar 113 juta penduduk dari jumlah seluruh penduduk Indonesia (sekitar 214 juta) berada di daerah beririko tertular malaria. Di Indonesia, malaria terutama dilaporkan dari luar jawa, yaitu di Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera. Di Jawa dan Bali dimana 70% penduduk Indonesia hidup, hanya sedikit kasus malaria yang dilaporkan. Semua spesies malaria dapat ditemukan di Indonesia, dengan Plasmodium vivax dan Plasmodium falciparum merupakan penyebab utama. Plasmodium malariae dilaporkan dari propinsi Lampung, Nusa Tenggara Timur dan Papua, sedangkan Plasmodium ovale pernah dilaporkan dari Nusa Tenggara Timur dan Papua. Gangguan ginjal akut (GGA) malaria hampir selalu disebabkan oleh infeksi P. falciparum dan merupakan kasus yang menyulitkan yang sering dijumpai pada keadaan kritis malaria. Komplikasi ginjal pada penyakit malaria sudah dilaporkan dari negara India. Dalam salah satu penelitian (Mehta, 2001), sudah diamati 24 pasien dengan GGA, 16 pasien terinfeksi P. falciparum, 3 pasien terinfeksi oleh P. vivax, dan 5 pasien lainnya terinfeksi oleh
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 2

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

infeksi campuran P. falciparum dan P. vivax. Insidens tinggi GGA malaria sudah dilaporkan dari Vietnam. Malaria berat pada orang dewasa di Vietnam biasanya penyakit multisistem dimana lebih dari 40% pasien malaria berat memiliki GGA dan lebih dari 55% kasus fatal memiliki GGA pada saat merujuk meningkat sampai 70% mortalitasnya. Maka dari itu, gangguan ginjal akut berhubungan dengan peningkatan mortalitas sehingga pada penanganan malaria dengan GGA, selain penanganan khusus untuk malaria juga perlu penanganan malaria dengan GGA. Penanganan tersebut bervariasi tergantung berat ringan penyakit, dari yang dapat membaik hanya dengan terapi cairan hingga GGA yang memerlukan terapi dialisis.

BAB II PEMBAHASAN
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 3

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

II.1.1. DEFINISI MALARIA Malaria adalah sebuah penyakit protozoa yang ditransmisikan oleh gigitan nyamuk Anopheles yang terinfeksi, yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, mengigil, anemia, dan splenomegali. Dapat berlangsung akut ataupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat. Sejenis infeksi parasit yang menyerupai malaria ialah infeksi babesiosa yang menyebabkan babesiosis. II.1.2. ETIOLOGI MALARIA Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium. Parasit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles yang merupakan vektor malaria, yang terutama mengigit manusia pada malam hari mulai maghrib (dusk) sampai fajar (dawn). Terdapat empat spesies parasit penyebab malaria pada manusia, yaitu

P. falciparum P. vivax P. malariae P. Ovale.

Plasmodium falciparum dan P. vivax merupakan penyebab malalria terbanyak. Plasmodium falcifarum adalah penyebab kematian paling utama. Akhir-akhir ini

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 4

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

dilaporkan terjadinya penularan malaria yang disebabkan Plasmodium knowlesi yang hospes alaminya adalah kera. Malaria adalah parasit yang memiliki banyak stadium (multi-stage parasite) yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina yang bertindak sebagai vektor penularnya. Sesudah nyamuk pembawa parasit menghisap darah, sporozoit yang berasal dari kelenjar ludah nyamuk akan memasuki aliran darah. Dari dalam aliran darah, sporozoit akan memasuki sel-sel parenkim hati secara langsung mencapai hepatosit atau sesudah melewati sel Kupffer baru memasuki hepatosit. Dalam waktu kurang dari 60 menit sporozoit sudah tidak lagi dijumpai di dalam aliran darah. Di dalam hepatosit, sporozoit berkembang biak secara aseksual (asexual amplification). Dalam waktu satu sampai dua minggu, satu sporozoi akan menghasilkan sekitar 30 ribu merozoit. Stadium ini disebut sebagai stadium preeritrositik (preerythrocytic stage) yang tidak menunjukkan gejala-gejala klinis malaria. Skizon liver yang pecah akan melepaskan merozoit ke dalam aliran darah dan mengawali berlangsungnya fase eritrositik. Merozoit yang berada ekstraseluler hanya dalam waktu 1-2 menit, untuk kemudian segera memasuki eritrosit. Di dalam eritrosit, merozoit berkembang menjadi stadium cincin, trofozoit, dan stadium skizon. Perkembangbiakan secara aseksual akan berlangsung kembali, dimana di dalam setiap eritrosit akan terbentuk 36 merozoit. Ketika skizon eritrositik pecah, merozoit akan masuk kembali ke dalam darah, mengulangi siklusnya di dalam eritrosit, membelah diri lagi, dan menyebabkan pecahnya eritrosit yang terinfeksi. Selama berulangnya

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 5

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

siklus, merozoit berkembang menjadi gametosit jantan betina. Dalam bentuk inilah parasit dapat terhisap bersama darah oleh nyamuk yang menjadi vektornya. Di dalam mid-gut nyamuk, terjadi fertilisasi, membentuk zigot yang kemudian tumbuh menjadi ookinet. Ookinet kemudian menjadi ookista yang kemudian tumbuh, membelah diri dan pecah sehingga sporozoit yang keluar akan migrasi ke kelenjar ludah. Sesudah itu, siklus infeksi malaria dapat berulang dengan sendirinya. Dalam tahapan siklus Plasmodium dapat berlangsung keadaan-keadaan : 1. Siklus preeritrositik : periode dimulai dari masuknya parasit ke dalam darah sampai merozoit dilepaskan oleh skizon hati, dan menginfeksi eritrosit. 2. Periode prepaten : waktu antara terjadinya infeksi dan ditemukannya parasit di dalam darah perifer. 3. Masa inkubasi : waktu antara terjadinya infeksi dengan mulai terlihatnya gejala penyakit. 4. Siklus eksoeritrositik : siklus yang terjadi sesudah merozoit terbentuk di skizon hepatik, merozoit menginfeksi ulang sel hati dan terulang kembali skizogoni. 5. Siklus eritrositik : waktu yang berlangsung mulai masuknya merozoit ke dalam eritrosit, terjadinya reproduksi aseksual di dalam eritrosit, dan pecahnya eritrosit yang melepaskan lebih banyak merozoit. 6. Demam paroksismal : serangan demam yang berulang pada malaria akibat pecahnya skizon matang dan masuknya merozoit ke dalam aliran darah.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 6

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

7. Rekuren : kambuhnya malaria sesudah beberapa bulan tanpa gejala. Tabel. II.1.2. Tahapan-tahapan siklus spesies Plasmodium Spesies Plasmodium Siklus preeritrositik Periode prepaten Masa inkubasi P vivax 8 hari 11-13 hari 12-17 sampai bulan P ovale 9 hari 10-14 hari hari/ 16-18 12 atau lama Ada P malariae 13 hari 15-16 hari P falciparum 5.5-6 hari 9-10 hari

hari 18-40 lebih atau lama

hari 9-14 hari lebih

Siklus eksoeritrositik Ada sekunder Jumlah merozoit per > 10 ribu skizon jaringan Siklus eritrositik Parasitemia per ml Beratnya serangan 48 jam 20-50 ribu Ringan-berat

Ada pada Tidak ada beberapa strain 2 ribu 72 jam 6-20 ribu Ringan 40 ribu 48 jam 20 ribu-2 juta Berat pada penderita nonimuokompeten Per 16-36 jam pendek 1.2 tahun

15 ribu 49-50 jam 9-30 ribu Ringan

Demam berulang Kekambuhan Masa rekuren Lama infeksi

Per 8-12 jam ++ Panjang 1,5-3 tahun

Per 8-12 jam ++ Panjang 1,5-3 tahun

Per 8-10 jam +++ Sangat panjang 3-50 tahun

II.1.3. PATOGENESIS MALARIA Setelah melalui jaringan hati P falcipafum melepaskan 18-24 merozoit ke dalam sirkulasi, merozoit yang dilepaskan akan masuk ke dalam sel RES di limpa
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 7

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

dan mengalami fagositosis serta filtrasi. Merozoit yang lepas dari filtrasi dan fagositosis di limpa akan menyerang eritrosit. Bentuk aseksual parasit dalam eritrosit (EP) inilah yang bertanggungjawab dalam patogenesa terjadinya malaria pada manusia. Patogenesa malaria yang banyak diteliti adalah patogenesa malaria yang disebabkan oleh P falciparum. Patogenesis malaria falciparum dipengaruhi oleh faktor parasit, faktor penjamu (host), faktor sosial & lingkungan. Ketiga faktor tersebut saling terakit satu sama lain dan menentukan manifestasi klinis malaria yang bervariasi mulai dari yang paling berat, yaitu malaria dengan komplikasi gagal organ (malaria berat), malaria ringan tanpa komplikasi, atau yang paling ringan, yantiu infeksi asimptomatis. Yang termasuk faktor parasit adalah intensitas transmisi, densitas parasit, dan virulensi parasit. Sedangkan yang termasuk dalam faktor penjamu adalah genetik, usia, status nutrisi dan status imunologi. Dan yang termasuk dalam faktor sosial dan geografi adalah tingkat endemisitas daerah tempat tinggal, akses pengobatan, dan faktorfaktor budaya dan ekonomi. Parasit dalam eritrosit secara garis besar mengalami 2 stadium, yaitu stadium cincin pada 24 jam pertama dan stadium matur pada 24 jam kedua. Permukaan EP stadium cincin akan menampilkan antigen RESA (Ringeryhthrocyte surface antigen) yang menghilang setelah parasit masuk stadium matur. Permukaan membran EP stadium matur akan mengalami penonjolan dan membentuk knob dengan Histidin Rich-protein-1(HRP-1) sebagai komponen utamanya. Selanjutnya EP tersebut mengalami merogoni, akan dilepaskan toksin malaria berupa GP1, yaitu glikosilfosfatidilinositol yang merangsang TNF- dan interleukin-1 (IL-1) dari makrofag.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 8

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

Faktor parasit yang paling banyak dibahas dan diteliti adalah sitoadherens dan pembentukan roset, serta peran berbagai toksin malaria. Sitoadherens Sitoadherens adalah ikatan antara eritrosit yang terinfeksi parasit dengan endotel vaskular terutama kapiler postvenula, menyebabkan terjadinya sekuesterisasi parasit pada kapiler-kapiler organ.

Mekanismenya sebagai berikut. Pada permukaan eritrosit yang terinfeksi parasit akan timbul tonjolan-tonjolan yang disebut knob. Pada knob tersebut terdapat berbagai protein seperti HRP-1, PfEMP-1, PfEMP-2 (MESA). Protein parasit yang berperan paling penting pada sitoadherens adalah PfEMP-1, yang berikatan dengan berbagai molekul adhesi pada permukaan endotel pembuluh darah sebagai reseptornya, yaitu CD 36, CD 31, intracellular-adhesion molecule-1 (ICAM-1), endothel leucocyte adhesion molecule-1 (ELAM-1/Eselektin), VCAM-1, trombospondin, asam hialuronat, kondroitin sulfat (CSA). Ikatan tersebut menyebabkan eritrosit yang terinfeksi melekat pada kapiler organ-organ tubuh, menimbulkan gangguan aliran darah lokal dan jika berat menimbulkkan iskemia dan hipoksia dengan hasil akhir kegagalan organ. Roseting dan autoaglutinasi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 9

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

Roseting adalah ikatan antara eritrosit yang terinfeksi parasit dengan beberapa eritrosit yang tidak terinfeksi, membentuk suatu gumpalan yang disebut roset. Sedangakan autoaglutinasi atau clumping adalah ikatan di antara eritrosit yang terinfeksi parasit, membentuk agregat yang tidak melibatkan eritrosit yang tak terinfeksi. Beberapa agregat roset dapat saling berikatan dan juga berikatan dengan eritrosit terinfeksi untuk membentuk giant roseting. Roset terjadi karena eritrosit yang terinfeksi parasit

mengekspresikan protein tertentu seperti rosetin, HSP-1 dan yang terpenting PfEMP-1 untuk saling berikatan dengan protein reseptor pada permukaan eritrosit tak terinfeksi, yaitu complement receptor 1 (CR1)/ CD 35, CD 36, atau glikoprotein golongan darah A atau B, heparan sulfate-like glycosaminoglycans (HS-like GAG), untuk membentuk ikatan atara eritrosit yang terinfeksi dengan beberapa eritrosit tak terinfeksi. Pada proses tersebut diperlukan pula faktor serum dalam darah seperti IgM, fibrinogen, albumin, atau protein lain, sedangkan mekanisme clumping masih belum jelas, diduga terjadi karena ikatan antara PfEMP-1 dari eritrosit-eritrosit terinfeksi dengan molekul adhesi CD 36 pada permukaan trombosit, membentuk gumpalan dari ikatan di antara beberapa eritrosit yang terinfeksi. Toksin parasit

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 10

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

Eritrosit terinfeksi parasit yang pecah sewaktu proses skizogoni mengeluarkan berbagai toksin seperti glicosylphosphatidylinositols (GPI), hemozosin, atau mungkin antigen parasit lain seperti MSP-1, MSP-2, RAP-1. Toksin tersebut akan merangsang makrofag dan limfosit T helper menghasilkan berbagai sitokin inflamasi (TNF-, IL1, IL-6, IL-8, IL-12, IFN-) dalam jumlah banyak yang akan menimbulkan gangguan metabolisme sel, sitokin tersebut juga dapat memicu enzim inducible nitric oxide synthase (iNOS) pada sel endotel vaskular untuk menghasilkan nitrit oksida (NO). Kadar sitokin proinflamasi dan NO yang tinggi juga akan meningkatkan ekspresi molekul adhesi pada endothel sehingga akan meningkatkan

sitoadherens dan sekueterisasi parasit. Toksin yang paling banyak diteliti adalah GPI, yang berfungsi seperti jangkar pada permukaan plasmodium yang berhubungan dengan protein permukaan, seperti MSP. Diduga GPI yang berikatan dengan reseptornya, yaitu CD 14 yang selanjutnya mengaktifkan makrofag dan sistem imun lain untuk menghasilkan sitokin proinflamasi. Saat ini sedang diteliti manfaat antibodi anti-GPI untuk pengobatan malaria. Faktor penjamu yang berperan menimbulkan malaria meliputi umur, genetik, nutrisi, imunitas, dan terutama peran berbagai mediator yang dihasilkan oleh makrofag, limfosit, leukosit, sel endotel, trombosit, akibat rangsangan oleh toksin atau antigen parasit. Di daerah endemis stabil, malaria berat terutama malaria serebral umumnya diderita anak-anak umur 1-4 atau 5 tahun, setelah itu hanya
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 11

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

ditemukan anemia sampai usia pubertas, sedangkan setelah dewasa umumnya infeksi asimptomatik. Hal ini mungkin disebabkan respons imun terhadap malaria pada anak terbentuk lebih lambat. Di daerah endemis tidak stabil, malaria berat dapat ditemukan pada semua umur. Selain itu ada laporan bahwa orang dewasa non-imun lebih peka terhadap malaria berat dibanding anak-anak non-imun, tetapi orang dewasa non-imun mampu membentuk imunitas klinis dan parasitologis lebih cepat daripada anak-anak non-imun. Beberapa kelainan genetik pada eritrosit atau hemoglobin dapat menghambat perkembangan malaria dan mencegah malaria berat, di antaranya adalah HB S (sickle cell), HB C, HB E, talasemia, defisiensi G6PD, ovalositosis herediter defisiensi enzim piruvat kinase. Beberapa tipe HLA tertentu seperti HLA-Bw53, HLA-A2, HLA-B17, HLA-DRB*1502, *0701, *1301, *1032, DQB-1202, 0501, diduga memiliki efek perlindungan terhadap malaria berat. Penelitian Dieye, dkk di Senegal menemukan HLA-DR13 berhubungan dengan risiko malaria berat. Faktor genetik non-HLA lain yang dilaporkan memiliki efek perlindungan terhadap malaria adalah polimorfisme gen spektin, gen eritrosit-band 3, golongan darah ABO (suatu penelitian di Gambia melaporkan bahwa malaria berat lebih sering terjadi pada pasien golongan darah A dan B dibanding golongan darah lain), gen glikoporin A dan B, suatu gen yang melindungi terhadap infeksi Schistosoma mansoni (gen SM-1 yang terletak di kromosom 5q31-33) dilaporkan juga melindunggi terhadap malaria berat. Polimorfisme gen promotor iNOS juga bersifat protektif. Di lain pihak, ada tiga bentuk polimorfisme gen promotor TNF- yang berhubungan dengan manifestasi klinis malaria berat, yaitu alel TNF-308A, alel TNF-376A, dan TNFKepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 12

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

238A. Faktor genetik lain yang diduga berperan pada kepekaan terhadap malaria berat adalah polimorfisme gen promotor Inos, polimorfisme Fc gamma receptor IIA (CD 32), dan polimorfisme gen ICAM-1. Faktor nutrisi mungkian berperan menentukan kepekaan terhadap malaria, dilaporkan malaria berat sangat jarang ditemukan pada anak-anak malnutrisi. Defisiensi besi, riboflavin, para-amino-benzoic acid (PABA) mungkin mempunyai efek protektif pada malaria berat, karena menghambat pertumbuhan parasit. Faktor imunitas berperan penting menentukan beratnya infeksi. Hal tersebut dibuktikan pada penduduk daerah endemis. Pada penduduk di daerah endemis ditemukan parasitemia berat namun asimptomatis, sebaliknya pasien non-imun dari daerah non- endemis lebih mudah mengalami malaria berat. Terdapat laporan bahwa pasien yang terinfeksi malaria pertama kali 27 kali berisiko mengalami malaria berat dibanding pasien yang terinfeksi 5 kali, juga pasien yang pernah terinfeksi seandainya terjadi malaria berat akan timbul 1-2 hari lebih lambat dibanding pasien yang baru pertama terinfeksi. Hal ini mungkin dikarenakan pada individu imun sudah terbentuk antibodi protektif yang dapat membunuh parasit atau menetralkan toksin parasit, misal antibodi anti-GPI, antibodi yang membataso sekuesterisasi parasit atau pembentukan roset, atau tubuh mampu mengekspresikan banyak molekul adhesi terlarut (soluble-ICAM) yang akan mengikat eritrosit terinfeksi di sirkulasi sehingga mencegah berikatan dengan endotel (mencegah sekuesterisasi), atau melepaskan sekuesterisasi yang telah dibentuk (desekuesterasi). II.1.4. MANIFESTASI KLINIK MALARIA
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 13

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik, anemia, dan splenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada setiap Plasmodium (tabel 1.4). Plasmodium vivax sub-spesies P vivax multinucleatum (Cheson Strain), sering dijumpai di Cina Tengah, mempunyai masa inkubasi yang lebih panjang (312-323 hari) dan sering relaps setelah infeksi primer. Inkubasi terpendek pernah dilaporkan di Afrika, yaitu 3 hari. Tabel II.1.4. inkubasi, periode prepaten, periode demam dan gejala klinik pada setiap Plasmodium (Sumber Cook GC. Prevention and Treatment Malaria) Spesies Plasmodium P vivax P ovale 10-14 hari P malariae 15-16 hari P falciparum 9-10 hari

Periode prepaten 11-13 hari Masa inkubasi

12-17 hari/ sampai 12 16-18 bulan atau lama 24,36,48 Gejala gastrointestinal; hemolisis, anemia; ikterus; hemoglobinurial syok; algid malaria; gejala serebral; edema paru; hipoglikemia; gagal ginjal; gangguan kehamilan; kelainan retina; kematian 48

hari 18-40 lebih atau lama 48

hari 9-14 hari lebih 72

Tipe panas (jam Manifestasi klinik

Anemia Sama seperti Rekrudensi kronik; P vivax sampai 50 splenomegali; tahun, ruptur limpa splenomegali menetap, limpa jarang ruptur, sindrom nefrotik

Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam. Keluhan antara lain lesu, malaise, sakit kepala, sakit tulang belakang (punggung), nyeri pada tulang atau otot, anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 14

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P vivax dan ovale, sedangkan pada P falciparum dan malariae keluhan prodromal tidak jelas bahkan gejala mendadak. Malaria memiliki gejala klasik berupa Trias Malaria (Malaria proxysm) secara berurutan sebagai berikut : Periode dingin Mulai menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau saarung dan saat mengigil seluruh tubuh sering bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur. Periode panas Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat, dan panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40C atau lebih, penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retro-orbital, muntah-muntah, dapat terjadi syok (tekanan darah turun), dapat delirium sampai terjadi kejang (anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat. Periode berkeringat Penderita berkeringat, mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah, temperatur turun, penderita merasa kelelahan dan sering
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 15

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

tertidur. Jika penderita bangun akan merasa sangat sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa. Trias malaria secara keseluruhan dapat berlangsung 6-10 jam, lebih sering terjadi pada infeksi P vivax. Pada P falciparum menggigil dapat berlangsung berat atau tidak ada. Periode tidak panas berlangsung 12 jam pada P falciparum, 36 jam pada P vivax dan ovale, 60 jam pada P malariae. Keadaan anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria. Anemia lebih sering dijumpai pada penderita di daerah endemis, anak-anak, dan ibu hamil. Beberapa mekanisme terjadinya anemia adalah sebagai berikut : 1. Pengrusakan eritrosit oleh parasit 2. Hambatan eritropoiesis yang sementara 3. Hemolisis karena proses complement mediated immune complex 4. Eritrofagositosis 5. Penghambatan pengeluaran retikulosit Pembesaran limpa (splenomegali) sering dijumpai pada malaria. Limpa akan teraba 3 hari setelah serangan infeksi akut. Limpa menjadi bengkak, nyeri, dan hiperemis. Limpa merupakan organ penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi. Pada penelitian dengan hewan percobaan, limpa menhapuskan eritrosit yang terinfeksi melalui perubahan metabolisme, antigenik, dan rheological eritrosit yang terinfeksi, II.1. 5. DIAGNOSIS MALARIA
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 16

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

Diagnosis malaria ditegakkan sesudah dilakukan wawancara (anamnesis), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti malaria baru dapat ditegakkan jika pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau Uji Diagnosis Cepat (Rapid Diagnostic Test=RDT). Awal tahun 2010 World Health Organization (WHO) menyempurnakan rekomendasi pada uji diagnosis malaria dengan menyertakan juga pemeriksaaan atas anak berumur dibawah lima tahun (balita). Dengan perbaikan ini, maka semua orang dari semua usia secara epidemiologi diduga menderita malaria harus dikonfirmasi secara parasitologis melalui mikroskopi atau melalui RDT positif hasilnya. Anamnesa dilakukan untuk mendapatkan semua informasi tentang penderita, yaitu : keluhan utama (demam, menggigil, berkeringat yang dapat disertai sakit kepala, mula, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal), riwayat dilakukannya kunjungan dan bermalam ke daerah endemis malaria 1-4 minggu, riwayat tinggal di daerah endemis malaria, riwayat pernah sakit malaria atau minum obat antimalaria satu bulan terakhir, dan riwayat pernah mendapat transfusi darah. Pada tersangka malaria berat, dapat terjadi : gangguan kesadaran, keadaan umum yang lemah sehingga penderita harus selalu tiduran, kejang-kejang, panas badan sangat tinggi, mata dan warna tubuh kuning, pendarahan (hidung, gusi, atau saluran cerna), napas cepat atau sesak, muntah terus menerus sehingga tidak bisa makan dan minum, warna urine coklat atau sampai kehitaman, jumlah urine sedikit (oliguria) atau tidak ada (anuria), dan telapak tangan sangat pucat.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 17

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

Pemeriksaan fisik terhadap penderita dapat ditemukan : demam lebih dari 37,50C, konjungtiva dan telapak tangan pucat, splenomegali, dan hepatomegali. Pada tersangka malaria berat dapat dijumpai gejala klinis berupa : suhu rektal diatas 400C, nadi cepat dan lemah, tekanan darah sistolik kurang dari 70 mmHg pada orang dewasa dan pada anak kurang dari 50 mmHg, frekuensi napas lebih dari 35/menit pada orang dewasa, lebih dari 40 menit pada balita, dan lebih dari 50/menit pada bayi di bawah usia 1 tahun, Glasgow Coma Scale < 11, perdarahan (petekia, purpura, hematoma), dehidrasi (mata cekung, bibir kering, oliguria, turgor dan elastisitas kulit berkurang), anemia berat (konjungtiva, lidah, dan telapak tangan pucat), mata ikterus, ronkhi paru, spleno atau hepatomegali, gagal ginjal dengan oliguria atau anuria, dan gejala neurologi (kaku kuduk, reflek patologi positif). Pada pemeriksaan laboratorium malaria terdapat 3 jenis pemeriksaan : Pemeriksaan mikroskopis Sedian berupa darah tetes tebal dan tipis untuk menentukan adanya parasit malaria, jenis spesies dan stadium parasit malaria, dan kepadatan parasit semikuantitatif dan kuantitatif (jumlah parasit per mikro liter darah). Penghitungan parasit secara semikuantitatif kurang akurat, sehingga sebaiknya hanya digunakan pada keadaan yang mendesak dan dilakukan pada sediaan darah tebal dengan interpretasi sebagai berikut : (+) : 1-10 parasit stadium aseksual per 100 lapang pandang mikroskop, (++) : 11-100 parasit stadium aseksual per 100 lapang pandang mikroskop, (+++) : 1-10 parasit stadium aseksual per
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 18

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

satu lapang pandang mikroskop, dan (++++) : 11-100 parasit stadium aseksual per satu lapang pandang mikroskop. Sedangkan perhitungan secara kuantitatif dapat dilakukan baik pada sediaan darah tebal maupun tipis. Jumlah parasit stadium aseksual (cincin, trofozoit, dan skizon) dan seksual (gametosit). Pada sediaan darah tebal, parasit dihitung berdasarkan jumlah leukosit per L darah; jika tidak diketahui biasanya diasumsikan leukosit penderita berjumlah 8.000/L.
Jumlah parasit stadium aseksual x jumlah leukosit/L : 200

Sedangkan perhitungan parasit dalam sediaan darah tipis perlu diketahui jumlah eritrosit per L darah. Jika nilai ini tidak diketahi, diasumsikan penderita mengandung eritrosit 5.000.000/L (pria) atau 4.500.000/L (wanita). Jumlah parasit kemudian dihitung paling sedikit dalam 25 lapangan pandang mikroskopik dan total parasit/L dihitung dengan rumus sebagai berikut
Jumlah parasit stadium aseksual x jumlah eritrosit/L : total eritrosit dalam 25 lapangan pandang

Pada sediaan darah tipis juga dapat dihitung proporsi atau presentase eritrosit yang terinfeksi dengan rumus sebagai berikut
Jumlah parasit stadium aseksual dalam 25 lapangan pandang mikroskopik x 100%

Pada penderita tersangka malaria berat harus diperhatikan : jika hasil pemeriksaan darah pertama negatif, darah harus diperiksa ulang setiap
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 19

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

6 jam sampai 3 hari berturut-turut dan jika pemeriksaaan tetes tebal negatif selama 3 hari berturut-turut, maka diagnosis malaria baru disingkirkan. Rapid diagnostic test Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan deteksi antigen parasit malaria dengan imunokromatografi dalam bentuk dipstick. Tes ini digunakan di UGD, pada waktu terjadi KLB atau untuk memeriksa malaria di daerah terpencil yang tidak tersedia sarana laboratorium atau untuk melakukan survei tertentu. Ada 2 jenis RPD : single (mendeteksi hanya Plasmodium falciparum) dan combo (mendeteksi infeksi semua spesies Plasmodium). Rapid Diagnostic Test yang digunakan sebaiknya memiliki sensitivitas lebih dari 95% dan spesifisitas lebih 95%. Contoh RPD yang tersedia di pasaran : HRP-2 (Histidine Rich Protein-2) yang dihasilkan trofozoit, skizon dan gametosit muda Plasmodium falciparum dan p-LDH (parasite Lactate Dehydrogenase) dan Aldolase yang diproduksi oleh parasit bentuk seksual dan aseksual semua spesies Plasmodium. Pemeriksaan penunjang lain
o

Pemeriksaan darah rutin : trombosit, didapatkan kurang dari 50.000/L, jumlah leukosit bukan merupakan indikasi yang spesifik, hemoglobin didapatkan menurun (anemia)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 20

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

o Kimia darah (gula darah, serum bilirubin, SGOT/SGPT, alkali fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium, dan kalium, dan analisis gas darah)
o

PCR : metode paling sensitif dalam mendeteksi parasit malaria dalam darah. Sensitivitasnya dapat mencapai 5 parasit/L darah, bahkan akhir-akhir ini dilaporkan dapat dipakai pada infeksi 1 parasit/L darah. Teknik biologi molekuler ini sudah dapat diaplikasikan untuk membedakan keempat spesies Plasmodium dan dapat dilihat mutasi parasit yang berhubungan dengan resistensi terhadap obat dab adanya variasi P vivax atau Plasmodium lainnya.

Cell Dyn 3500 atau 4000 : untuk melakukan analisis hematologi secara rutin dan deteksi pigmen malaria (hemozoin)

o Laser

Desorption

Mass

Spectrometry Plasmodium

(LDMS)

memperlihatkan

parasit

dalam

eritrosit

mengkatabolisme hemoglobin menjadi heme dalam bentuk kristal (hemozoin)


o

Nucleic acid probe dan immunofluorescence : mendeteksi Plasmodium yang ada di dalam eritrosit; gel diffusion, counter-immunoelectrophoresis, Radio immunoassay dan

Enzym immunoassay untuk mendeteki antigen malaria dalam cairan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 21

tubuh;

hemagglutination

test,

Indirect

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

immunofluorescence, immunochromatography, mendeteksi antibodi

Enzym dan Western di

immunoassay, blotting dalam untuk serum.

anti-plasmodium

Pemeriksaan ini digunakan untuk penelitian, mengkonfirmasi retrograde malaria dan skrining pada transfusi darah o EKG, foto thorax, analisis cairan serebrospinalis, biakan darah, uji serologi, dan urinalisis. Tabel II.1.5.1. Diagnosis Banding Malaria DIAGNOSIS BANDING MALARIA PENYAKIT Demam tifoid MANIFESTASI KLINIK Demam > 7 hari, sakit kepala, sakit perut, obstipasi, lidah kotor, bradikardi relatif, roseola, leukopenia, limfositosis relatif, aneosinofilia, tes Widal bermakna, biakan empedu positif Demam tinggi 2-7 hari, sakit kepala, nyeri tulang, nyeri uluhati, muntah, uji torniquet positif, trombositopenia, hemoglobin dan hematokrit meningkat, tes serologi inhibisi heamaglutinasi positif, IgM atau IgG anti dengue positif Batuk beringus, nyeri telan, sesak/napas cepat, dinding dada tertarik ke dalam, stridor Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah, konjungtiva merah, nyeri betis berat, tes Leptodipstik positif

Demam dengue

ISPA Leptospirosis

Tabel II.1.5.2. Diagnosis Banding Malaria Berat DIAGNOSIS BANDING MALARIA BERAT PENYAKIT Meningitis/ ensefalitis Stroke MANIFESTASI KLINIK Panas, nyeri kepala progresif, hilang kesadaran, kaku kuduk, kejang, dan gejala neurologis lainnya Gangguan/hilangnya kesadaran, gejala neurologik lateral

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 22

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

(hemiparese, hemiplegia), tidak demam, ada penyakit dasar (hipertensi, diabetes melitus) Tifoid ensefalopati Hepatitis Demam tifoid disertai penurunan kesadaran Demam, mual, nyeri hepar, muntah, ikterus tanpa panas, mata dan kulit kuning, urine warna seperti teh, SGOT/SGPT meningkat 5xdari normal Demam, ikterus, nyeri betis, nyeri tulang, riwayat pekerjaan (pembersih got, tukang sampah), leukositosis, gagal ginjal, sembuh dengan pemberian antibiotik (penisillin) Demam dengan fokal infeksi jelas, gangguan kesadaran, gangguan sirkulasi, leukositosis, hasil biakan mikrobiologi positif

Leptospirosis berat

Sepsis

Demam berdarah Demam terus menerus 2-7 hari, disertai syok atau tanpa syok, dan dengue atau keluhan demam dengue lainnya. Dengue shock syndrome II.2.1 DEFINISI MALARIA BERAT Malaria berat adalah ditemukan Plasmodium falciparum bentuk aseksual pada seorang pasien, ditambah dengan salah satu tanda gejala klinis atau penemuan pada laboratorium yang mengklasifikasikan seorang pasien menderita malaria berat, antara lain : Gejala Klinis :
Kesadaran yang terganggu atau koma yang tidak ada respons pada

rangsangan nyeri (unrousable coma)


Prostration (kelemahan yang menyeluruh yang mengakibatkan pasien tidak

dapat berjalan) Tidak mau makan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 23

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

Konvulsi multipel lebih dari dua episode dalam 24 jam Napas dalam, gangguan respiratori (napas asidosis) Kolaps sirkulasi atau syok, tekanan darah sistolik < 70 mmHg pada dewasa dan < 50 mmHg pada anak-anak Ikterus secara klinis ditambah adanya disfungsi organ vital lainnya Hemoglobinuria
Pendarahan spontan yang abnormal

Edema pulmoner (radiologis)

Penemuan pada Laboratorium : Hipoglikemia (glukosa darah > 2.2 mmol/l atau < 40 mg/dl) Asidosis metabolik (bikarbonat plasma < 15 mmol/l)
Anemia normositik berat (Hb < 5 g/dl, packed cell volume < 15%)

Hemoglobinuria Hiperparasitemia (< 2%/100.00/l di area transmisi intensitas rendah atau > 5% atau 250.000 pada area yang intensitas transmisi malarianya tinggi) Hiperlaktatemia (laktat > 5mmol/l)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 24

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

Gangguan ginjal (kreatinin serum > 265 mol/l)

II.2.2. PATOGENESIS MALARIA BERAT Setelah sporozoit dilepas sewaktu nyamuk Anopheles mengigit manusia, selanjutnya akan masuk ke dalam hepatosit dan kemudian terjadi skizogoni ekstra eritrositer. Skizon hati yang matang selanjutnya akan ruptur dan selanjutnya merozoit akan menginvasi sel eritrosit dan terjadi skizogoni intra eritrositer, menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit (EP) mengalami perubahan struktur dan biomolekuler sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme transport membran sel, penurunan deformabilitas, perubahan reologi, pembentukan knob, ekspresi varian neoantigen di permukaan sel, sitoadherens, rosseting, dan sekuestrasi. Skizon yang matang akan pecah, melepaskan toksin malaria yang menstimulasi sistem RES dengan dilepaskannya sitokin proinflamasi seperti TNF- dan sitokin lainnya dan mengubah aliran darah lokal dan endotelium vaskular, mengubah biokimia sistemik, menyebabkan anemia, hipoksia, dan asidosis metabolik jaringan dan organ. Saat ini ada tiga mediator yang diduga kuat berperan penting dalam patogenesis malaria berat, yaitu reactive oxygen species (ROS), sitokin, dan nitrit oksida (NO). Mediator lain yang akhir-akhir ini sedang diteliti adalah HMB-1, CO, PARP-1 yang akan dibahas secara singkat di bawah. Peranan sitokin

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 25

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

Sitokin yang berperan penting pada patogenesis malaria, meliputi TNF-, limfotoksin, IL-1, IL-6, IFN-, dan IL-10. Dalam kadar tinggi/berlebihan dapat merusak sel terutama endotel, bahkan dapat menguntungkan pertumbuhan parasit karena meningkatkan sitoadherens. Penelitian terakhir melaporkan kemungkinan sitokin dapat menyebabkan vesikulasi membran sel terutama sel endotel, menyebabkan peningkatan kadar mikropartikel (bermacam-macam vesikel kecil yang dibungkus membran yang diekskresi dari berbagai sel, seperti leukosit, trombosit, endotel, dsb sewaktu sel tersebut diaktifkan atau sewaktu apoptosis) dari endotel. Mikropartikel ini masih mempunyai fungsi atau sifat seperti sel asalnya, terutama menyebabkan inflamasi. Diduga mikropartikel dari endotel berperan secara langsung menimbulkan malaria berat, mungkin dengan meningkatkan interaksi dengan berbagai sel imun dan meningkatkan sekuesterisasi dengan akibat obstruksi kapiler. Peranan nitrit oksida Diduga berperan penting untuk menghambat pertumbuhan parasit, dalam jumlah sedang dapat menghambat produksi maupun efek patologis TNF pada endotel dengan mengurangi ekspresi molekul adhesi, namun pada kadar yang tinggi mungkin justru meningkatkan ekspresi molekul adhesi sehingga meningkatkan sitoadherens dan sekueterisasi parasit. Di samping itu, kadar NO yang tinggi dapat
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 26

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

berikatan dengan radikal bebas H2O2 (dihasilkan oleh neutrofil dan makrofag) membentuk peroksinitrit yang toksik bagi sel dan dapat menimbulkan vasodilatasi berlebihan yang mengakibatkan hipotensi dan gangguan perfusi jaringan, mengganggu transmisi neuron yang mungkin berperan pada patogenesis malaria berat. Tetapi, peranan NO pada patogenesis malaria berat masih belum jelas dan memerlukan penelitian lebih lanjut.

Peranan reactive oxygen species Clark, dkk mengajukan hipotesis bahwa produksi ROS yang berlebihan oleh eritrosit dan leukosit dapat menyebabkan koma dan kerusakan jaringan lokal seperti di otak. Dan berbagai penelitian menunjukkan kadar ROS meningkat pada pasien malaria berat dihubungkan dengan anemia dan malaria serebral.

Peranan mediator lain


o

Protein high-mobility group box-1 (HMBG-1) merupakan mediator yang timbul lambat setelah kurang lebih 16 jam dan mempunyai waktu paruh panjang. Protein ini berikatan dengan reseptor untuk advanced glycation end product (RAGE) yang dapat menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler,

meningkatkan produksi NO dan ROS, sitokin inflamasi, molekul adhesi PAI-1, tPA sehingga kadar HMBG-1 yang tinggi akan meningkatkan inflamasi sistemik.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 27

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

o Karbonmonoksida (CO) yang dihasilkan di endotel melalui perantaraan enzim hemoksigenase-1 (HO-1) setelah terpajan sitokin proinflamasi secara umpan balik akan mengurangi sekresi TNF, karena peran CO adalah menekan proses inflamasi.
o

Enzim poly (ADP-ribose) polymerase-1 (PARP-1) yang berlebihan mungkin berkaitan dengan manifestasi klinis malaria berat. Aktivas enzim yang berlebihan akan menurunkan kadar NAD+ selular dan selanjutnya menurunkan kadar ATP sel yang dapat mengganggu respiras aerobik seluler dan mengaktifkan faktor transkripsi nuclear factor-kappa beta, yang akan meningkatkan sekresi sitokin proinflamasi.

II.3.1. DEFINISI GANGGUAN GINJAL AKUT pada MALARIA Gangguan ginjal akut (GGA) sebagai komplikasi malaria falciparum yang diajukan oleh WHO pada tahun 2000 adalah jika kadar kreatinin serum lebih dari 3 mg/dL dengan produksi urine kurang dari 400 mL/24 jam pada orang dewasa atau lebih dari 12 mL/kgBB/24 jam pada anak-anak, meskipun telah diberikan rehidrasi pada penderita dengan bentuk aseksual dari P falciparum dalam darah tepi. II.3.2. PATOFISIOLOGI GANGGUAN GINJAL AKUT pada MALARIA Mekanisme GGA pada malaria yang pasti belum diketahui sepenuhnya. Beberapa hipotesis termasuk obstruksi mekanik oleh eritrosit yang terinfeksi, glomerular yang patologis yang dimediasi imun, hilangnya cairan berhubungan mekanisme multipel
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 28

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

dan perubahan pada mikrosirkulasi renal telah dikemukakan (gambar 3.2). Sitoadherens dari eritrosit yang terinfeksi P falciparum di sel endotelial vaskuler pada organ yang berbeda sepanjang dengan pembentukkan rosset dianggap sebagai mekanisme terpenting pada malaria berat. Infiltrasi sel mononuklear di glomeruli dan tubulointerstitium telah dilaporkan berada di jaringan ginjal pada malaria falciparum berat. Aktivasi sel mononuklear dalam kapiler glomerular dan peritubular sepertinya untuk menginduksi reaksi imunitas host dengan mengeluarkan sitokin, reactive oxygen intermediates (ROI), dan NO secara lokal. Sekuesterisasi dapat juga terjadi di ginjal selain terutama di pembuluh darah serebral. Oklusi pembuluh darah ginjal menyebabkan anoksia pada sel-sel tubulus proksimal dan selanjutnya menyebabkan nekrosis tubular akut (NTA). Proses ini dicetuskan oleh vasokonstriksi korteks renal, dehidrasi akibat panas tinggi, asupan cairan yang kurang, dan muntah-muntah. Selain oklusi mikrovaskular ginjal, terdapat mekanisme imunologis berupa pelepasan sejumlah besar sitokin proinflamasi (TNF-, TNF-, INF-, IL-1, IL-6, IL-8, dan IL-12) yang memiliki kontribusi terhadap terjadinya kerusakan tubulus. Diantara sitokin tersebut peningkatan TNF- secara spesifik berhubungan dengan terjadinya GGA pada malaria.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 29

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

Gambar II.3.2. Mekanisme gangguan ginjal akut pada malaria II.3.3 GAMBARAN KLINIS GANGGUAN GINJAL AKUT pada MALARIA Terdapat gambaran klinis khas (demam periodik, anemia, dan splenomegali) dan gejala prodromal malaria. Gangguan ginjal akut pada malaria falciparum dapat terjadi pada fase akut maupun fase penyembuhan. Gangguan ginjal yang terjadi pada fase akut biasanya oliguri atau anuri dan sering berhubungan dengan komplikasi lain pada malaria berat (koma, asidosis, dan ikterus). Gangguan ginjal akut yang terjadi pada fase penyembuhan biasanya non-oligurik. Hipertensi dan edema bukan gambaran yang lazim dari GGA malaria dan proteinuri yang terjadi biasanya ringan. Ikterus merupakan keadaan yang sering ditemukan bersama GGA malaria (75% kasus). Kadar bilirubin total lebih dari 20 mg/dL sering berhubungan dengan GGA yang berat. Hubungan antara gangguan fungsi ginjal dan ikterus mungkin akibat

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 30

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

sekuesterisasi oleh eritrosit berparasit dengan mikrosirkulasi. Keadaan lain yang berhubungan dengan GGA adalah hiperparasitemia dan hemolisis intravaskuler. II.3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG GANGGUAN GINJAL AKUT pada MALARIA Pada pemeriksaan hematologi didapatkan anemia dan trombositopenia. Hitung leukosit biasanya normal atau rendah, tapi sering ditemukan netrofilia dengan peningkatan netrofil batang (left shift ). Pemeriksaan lain adalah untuk menentukan komplikasi GGA, antara lain : kadar ureum dan kreatinin, bilirubin, natrium, kalium, magnesium, analisa gas darah (kadar bikarbonat, pH serum), kalsium, dan fosfat. II.3.5. KOMPLIKASI GANGGUAN GINJAL AKUT pada MALARIA Komplikasi GGA akibat malaria dapat berupa oliguria akut (produksi urine < 400 mL/hari atau < 0,5 mL/kgBB/jam), edema paru, asidosis, hiperkalemia, gangguan metabolisme kalsium dan fosfat (hipokalsemia dan hiperfosfatemia pada fase oliguri; hiperkalsemia pada fase diuresis), serta uremia akut.
Oliguria akut : konsekuensinya adalah peningkatan ureum, kreatininm, dan

K+ terjadi asidosis serta kelebihan cairan dalam tubuh. Perubahan dari keadaan oliguria menjadi non-oliguria merupakan kunci keberhasilan terapi GGA
Edema paru : terjadi akibat gangguan keseimbangan pertukaran cairan intra

dan ekstravaskuler; kekuatan yang menyebabkan cairan keluar dari ruang vaskuler (dipengaruhi tekanan hidrostatikn dan permeabilitas kapiler alveoli) melebihio kekuatan yang menyebabkan cairan kemabli ke intravaskuler (dipengaruhi tekanan onkotik plasma dan drainase melalui
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 31

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

sistem limfatik). Ditemukan pada fase akhir penyait, karena retensii garam dan air tidak akan terjadi sebelum LFG menurun di bawah 10-20 mL/menit. Asidosis : ditandai dengan anion gap yang tinggi dengan laktat plasma lebih dari atau sama dengan 4 mmol/L. Keadaan tersebut akibay hipoksia jaringan, sehingga berlangsung glikolisi anerob. Pada hipoksia yang berat memproduksi asam laktat dapat mencapai 70 mEq/menit.
Hiperkalemia (K+ plasma lebih dari 6,5 mmol/L) : terjadi akibat penurunan

ekskresi K+, hemolisis intravaskuler, rhabdomiolisis, dan asidosis. Gangguan metabolisme kalsium mdan fosfat : diduga karena adanya peningkatan kadar hormon paratiroid akibat retensi jaringan terhadap hormon paratiroid dan deposisi kalsium pada jaringan. Uremia akut : disebabkan oleh insufisiensi glomerulus berat yang berhubungan dengan gangguan fungsi tubular dan endokrin ginjal. Manifestasi klinis umumnya timbul jika LFG turun sampai kurang dari atau sama dengan 15 mL/menit dan lebih tampak jelas pada GGA yang disertai anuria.

II.4. PENATALAKSANAAN pada MALARIA dan MALARIA BERAT dengan KOMPLIKASI GANGGUAN GINJAL AKUT Penatalaksanaan malaria terdiri dari :

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 32

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

P falciparum yang tidak berkomplikasi Terapi pilihan : kombinasi dua atau lebih obat antimalaria dengan mekanisme kerja yang berbeda
Artemisinin-based combination therapy (ACT) adalah tatalaksana yang

direkomendasi
Komponen derivat artemisinin pada kombinasi harus diberikan minimal

tiga hari untuk efek yang optimum

Berikut ini adalah ACT yang direkomendasikan :

Artemether plus lumefantrin, artesunat plus amodiakuin, artesunat plus mefloqkuin, artesunat plus sulfadoksin-pyrimethamin, dan dihydrortemisinin plus piperakuin.

Kombinasi dosis yang tetap sangat lebih disukai Artemisinin dan derivatnya sebaiknya tidak digunakan sebagai monoterapi
Pemilihan ACT di sebuah negara atau regio akan didasarkan pada

tingkat resistensi pada obat kedua dalam kombinasi :


Di area resistensi multidrug (Asia Timur), artesunat plus meflokuin, or artemether plus

lumefantrin atau dihydroartemisinin plus piperakuin direkomendasikan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 33

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

Di area lainnya tanpa resistensi multidrug (terutama di Afrika), beberapa ACT yang terdiri

dari amodiakuin atau sulfadoksin-pyrimethamin mungkin masih efektif Tatalaksana antimalaria lini kedua : Artesunat plus tetrasiklin atau doksisiklin atau klindamisin, kombinasinya dapat diberikan untuk 7 hari. Kuinin plus tetrasiklinn atau doksisiklin atau klindamisin, kombinasinya dapat diberikan untuk 7 hari.
P falciparum berat

Malaria berat adalah kegawatdaruratan medis. Setelah pemeriksaan klinis yang cepat dan konfirmasi diagnosis, dosis penuh tatalaksana antimalaria parenteral sebaiknya dimulai tanpa menunggu dengan antimalaria yang efektif terlebih dahulu.
Untuk dewasa, artesunat 2,4 mg/kgBB IV atau IM, lalu pada 12 jam dan

24

jam,

lalu

sekali

per

hari

merupakan

tatalaksana

yang

direkomendasikan. Arthemether, atau klorokuin merupakan alternatif jika artesunat parenteral tidak ada : arthemether 3,2 mg/kgBB IM diberikan admisi (penerimaaan pasien) lalu1,6 mg/kgBB per hari; atau kuinon 20 mg garam/kgBB pada admisi (infus IV atau injeksi IM terbagi), lalu 10 mg/kgBB tiap 8 jam; laju infus sebaiknya tidak lebih dari 5 mg garam /kgBB per jam.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 34

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

Berikan antimalaria parenteral pada tatalaksana malaria berat untuk

minimum 24 jam, ketika dimulai dan setelahnya. Tatalaksana lengkap dengan memberikan :

Artemether plus lumefantrin, Artesunat plus amodiakuin, Dihydroartemisinin plus piperakuin, Artesunat plus sulfadoksin-pyrimethamin, Artesunat plus klindamisin atau doksisiklin, Kuinin plus klindamisin atau doksisiklin.

Malaria yang disebabkan P vivax, P ovale, P malariae

Tatalaksana malaria P vivax yang tidak berkomplikasi : Klorokuin plus primakuin merupakan tatalaksan pilihan untuk infeksi yang sensitif dengan klorokuin Pada defisiensi G6PD yang ringan sampai sedang, primakuin 0,75 mg/kgBB diberikan sekali per minggu untuk 8 minggu. Pada defisiensi G6PD yang berat, primakuin dikontraindikasikan dan sebaiknya tidak digunakan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 35

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

Dimana ACT (pengecualian AS+SP) telah diadopsi sebagai tatalaksana

lini pertama untuk malaria P falciparum, mungkin juga digunakan untuk malaria P vivax yang dikombinasikan dengan primakuin untuk penyembuhan radikal (radical cure). Artesunat plus sulfadoksinpyrimethamine tidak efektid untuk melawan P vivax di banyak tempat.
Di area dengan P vivax yang resisten dengan klorokuin, ACT

(khususnya obat kedua yang memiliki waktu paruh yang panjang) direkomendasikan untuk tatalaksana malaria P vivax.
Paling tidak 14 hari pemberian primakuin yang dibutuhkan untuk

tatalaksana radikal P vivax. Tatalaksana malaria P vivax yang berat :


o Sama dengan tatalaksana malaria P falciparum yang berat

Tatalaksana malaria P ovale dan P malariae


P ovale : tatalaksana sama dengan tatalaksana yang diberikan pada

malaria P vivax.
P malariae : sebaiknya ditatalaksana dengan regimen standar klorokuin

sebagaimana untuk malaria P vivax, tapi tidak membutuhkan penyembuhan radikal dengan primakuin. Infeksi malaria campuran

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 36

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

ACT efektif untuk melawan semua spesies malaria dan merupakan terapi

pilihan.
Tatalaksana Radikal dengan primakuin sebaiknya diberikan pada pasien

dengan infeksi P ovale dan P vivax yang terkonfirmasi. Penatalaksanaan malaria berat dengan komplikasi Gangguan Ginjal Akut (GGA) Terdiri dari tindakan umum, pengobatan simptomatik, pengobatan antimalaria, dan penanganan komplikasi Tindakan umum 1. Membebaskan jalan napas dan mulut untuk mencegah asfiksia, bila perlu diberikan oksigen.
2. Memperbaiki

keadaan

umum

penderita

dengan

melakukan

perawatan umum dan pemberian cairan 3. Memantau setiap 30 menit tanda-tanda vital penderita (keadaan umum, kesadaran, pernapasan, tekanan darah, suhu tubuh, warna kulit dan nadi) 4. Penderita hipotensi ditidurkaan pada posisi Trendenlenburg 5. Memeriksa ulang darah untuk konfirmasi malaria (pemeriksaan tetes tebal)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 37

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

6. Mencatat lengkap rekam medik penderita (identitas, riwayat dahulu dan yang terakit dengan malaria, dan lain sebagainya) 7. Jika penderita dalam keadaan koma lakukan tindakan ABCD (Airway, Breathing, Circulation, Drug/Defibrilasi) Pengobatan simptomatik Antipiretik dan antikonvulsan dapat diberikan untuk terapi simptomatisnya. Antipiretik yang dapat diberikan adalah Parasetamol. Sedangkan antikonvulsan yang dapat diberikan adalah diazepam IV atau fenobarbital IM.

Pengobatan antimalaria Penderita malaria berat harus segera diobati dengan antimalaria secara parenteral. Pengobatan oral dengan kuinin, klorokuin atau meflokuin tidak dianjurkan untuk mengatasi malaria berat. Jika secara klinis diduga kuat penderita mengalami malaria berat, tetapi pemeriksaan darah menunjukkan hasil negatif, dapat diberikan antimalaria parenteral sebagai terapi percobaan. Jika secara klinis penderita menunjukkan gejala malaria berat, tetapi pemeriksaan mikroskopis hanya menemukan P vivax, P ovale

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 38

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

atau P malariae, penderita harus diobati sebagai penderita malaria P falciparum, karena bisa terjadi kemungkinan adanya infeksi ganda atau salah diagnosis. Tindakan pada GGA Semua penderita melaria berat sebaiknya diperiksa kadar ureum dan kreaatinin darah 2-3 kali per minggu atau periksan produk urine. Jika terjadi oliguria yang disertai gejala klinis dehidrasi, berikan cairan dengan pengawasan ketat untuk mencegah terjadinya overload (berlebihan)
Lakukan observasi atas tanda-tanda vital, keseimbangan cairan,

auskultasi paru, JVP (jugular vein pressure) dan CVP (central vein pressure) jika tersedia Jika terjadi anuria, berikan furosemid inisial 40 mg IV lalu pantau keluaran urine. Jika tidak terjadi respons, naikkan dosis secara progresif dengan interva, 30 menit, sampai tercapai dosis maksimum 200 mg. GGA biasanya reversibel jika ditanggulangi dengan cepat dan tepat. Penderita sebaiknya dirujuk ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas dialisis.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 39

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

GG yangdisertai dekompensasi jantung (menunjukkan tanda-tanda overload) harus ditangani dengan cepat karena sangat berbahaya. Jika terjadi overload (batuk-batuk, sesak napas, tekanan darah meningkat, nadi cepat, terdengar ronkhi basah di bagian basal kedua paru, terdengar bunyi jantung ke-3, JVP meningkat), maka hentikan pemberian cairan, rencanakan dialisis ultrafiltrasi atau dialisis peritoneal atau rujuk ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas dialisis, dan kadar elektrolit darah dan EKG diperiksa untuk mengetahui terjadinya hiperkalemia, asidosis metabolik, atau gangguan keseimbangan asam-basa. Indikasi dialisis : indikasi klinik (tanda-tanda uremia, tanda-tanda volumer overload, dan adanya pericardial friction rub) dan indikasi laboratorium (hiperkalemia [K+ > 5,5 mEq/L] atau periksa melalu pemeriksaan EKG dan terjadi sindrom uremikumk dengan kadar ureum yang meningkat). II.5. PENCEGAHAN MALARIA Pengendalian vektor merupaka upaya kesehatan masyarakat yang utama untuk menurunkan penularan malaria di masyarakat. Tindakan ini satu-satunya jalan yang dapat menurunkan angka penularan malaria sampai ke titik yang terendah bahkan sampai ke titik nol.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 40

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

Pada pencegahan perorangan, penggunaan repelen untuk mencegah gigitan nyamuk merupak garis depan dari pertahanabn untuk mencegah penyebaran malaria. Dua bentuk pengendalian vektor yang efektif jika digunakan secara luas : Kelambu yang diberi insektisida Semprotan insektisida residual di dalam rumah Obat-obatan antimalaria juga dapat digunakan untuk mencegah malaria. Untuk pelancong dan turis yang bepergian ke daerah malaria, pemberian obat pencegahan malaria (doksisiklin 2 mg/kgBB diminum satu hari sebelum mengunjungi daerah endemis dan diteruskan setiap hari selama tidak lebih dari 12 minggu) berfungsi memberantas stadium parasit malaria yang ada di dalam darah.

BAB III PENUTUP


Malaria adalah penyakit yang mengancam jiwa yang disebabkan parasit yang ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk. Plasmodium falcifarum adalah penyebab kematian paling utama. Ginjal adalah salah satu organ yang terkena dampaknya bila malaria tidak dapat diatasi dengan baik, yang dapat bermanifestasi sebagai gangguan ginjal akut. Dan pencegahan adalah lini pertama untuk menurunkan penularan malaria.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 41

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

DAFTAR PUSTAKA
Cook GC, Zumla AI (editor). (2009). Mansons tropical disease. Edisi 22. Cina: Saunders Elsevier.

Das BS. (2008). Renal failure in Malaria, Journal Vector Borne Disease. Vol 45. Bhubaneswar.

Harijanto PN, Nugroho A, Gunawan CA, editor. (2010). Malaria dari molekuler ke klinis. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J, editor. (2012). Harrisons principles of internal medicine. Edisi 18. Amerika Serikat: Mc Graw Hill.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 42

Malaria dan Gangguan Ginjal Akut

Agung Kurniawan (406107021)

Soedarto. (2011). Malaria : referensi muktahir epidemiologi global-plasmodiumanopheles penatalaksanaan penderita malaria 2011. Edisi 1. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S (editor). (2010). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jakarta: FKUI.

World Health Organization. (2010). Guidelines for the treatment of malaria. Edisi 2. Geneva. WHO Press.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011 31 Desember 2011 43

Вам также может понравиться