Вы находитесь на странице: 1из 4

Pendahuluan

Tahun 1920, terdapat penyelidikan terhadap perilaku yang membingungkan dari bahanbahan tertentu, seperti kayu, gelatin, kapas, dan karet. Misalnya karet, yang mempunyai rumus empiris C 5H8 yang diambil dari pohon Hevea brasiliensis dilarutkan dalam pelarut organic, larutannya menunjukkan beberapa sifat yang tidak lazim yakni punya kekentalan yang tinggi, tekanan osmotik rendah, dan penurunan titik beku sangat kecil. Kimiawan saat itu berpendapat bahwa karet terdiri atas agregat unit-unit molekul kecil seperti C5H8 atau C10H16 , yang terikat bersama oleh gaya antarmolekul. Konsep inisalah dan berlangsung selama bertahun-tahun. Akhirnya, seorang kimiawan Jerman, Hermann Standinger dengan jelas menunjukkan bahwa apa yang disebut sebagai agregat tersebut pada kenyataannya ialah molekul yang sangat besar, di mana tiap-tiap mengandung ribuan atom yang terikat bersama oleh ikatan kovalen. Begitu struktur-struktur makromolekul ini dipahami, terbukalah jalan untuk pembuatan polimer. Saat ini, polimer jadi bagian dari hamper setiap aspek kehidupan kita, 90% kimiawan sekarang, termasuk di dalamnya biokimiawan bekerja dengan polimer. Jumlah isomer dalam polimer sangatlah terbatas disebabkan oleh penyusunnya berupa monomer, yakni unit berulang yang sederhana. Polimer sintetik sendiri diciptakan dengan menggabungkan satu-persatu monomer lewat reaksi adisi dan kondensasi. Karet memang punya elastisitas yang tinggi, ditarik hingga 10 kali panjang semula akan kembali ke ukuran awalnya. Bandingkan dengan tembaga! Ketika karet diregangkan, ia akan memiliki kristalinitas dan keteraturan yang tinggi. Kelenturan dari molekul-molekul rantai panjangnyalah yang membuat karet mempunyai sifat elastic. Namun, dalam keadaan menyatu, karet merupakan sekumpulan rantai polimer yang kusut, jika ada gaya luar yang cukup kuat dikerjakan padanya, setiap rantai akan slip satu sama lain, hingga karet kehilangan sebagian besar elastisitasnya. Tahun 1839, kimiawan Amerika, Charles Goodyear, menemukan bahwa karet alam dapat ditautsilangkan (cross-linked) dengan sulfur (menggunakan seng oksida sebagai katalis) untuk mencegah slip pada rantai molekulnya. Proses ini dikenal sebagaim vulkanisasi. Hal ini ternyata membuka jalan bagi banyak penggunaan praktis dan komersial dari karet, missal untuk ban mobil dan gigi palsu. Thermoplastic Elastomer (TPE) PD II, AS kekurangan pasokan karet alam. Hal ini memacu program intensif untuk memproduksi karet sintetik. Kebanyakan karet sintetik (elastomer) dibuat dari produk minyak bumi seperti etilena, propilena, dan butadiene. Contoh kloroprena mudah berpolimerisasi membentuk polikloroprena, dikenal dengan nama neoprene, yang sifatnya mendekati bahkan mengungguli karet alam. Satu lagi karakteristik penting, yakni dengan adisi (menambahkan) butadiene pada stirena dengan perbandingan 3:1 untuk menghasilkan karet stirena-butadiena (SBR). Karena stirena

dan butadiene adalah dua monomer yang berbeda, SBR dimasukkan ke dalam golongan kopolimer, yakni polimer yang mengandung dua jenis monomer atau lebih. Proses lain yang sering terjadi pada gabungan reaksi dengan reaksi adisi atau reaksi kondensasi merupakan gabungan/ikatan bersama dari banyak rantai polimer. Hal ini disebut ikatan silang, dan ikatan silang ini memberikan kekuatan tambahan terhadap polimer. Pada tahun 1844, Charles Goodyear telah menemukan bahwa lateks dari pohon karet yang dipanaskan dengan belerang dapat membentuk ikatan silang antara rantai-rantai hidrokarbon di dalam lateks cair. Karet padat yang dibentuk dapat digunakan pada ban dan bola-bola karet. Proses ini disebut vulkanisasi, untuk menghormati dewa Romawi yang bernama Vulkan. Perhatikan Gambar 1, karet alam merupakan polimer adisi alam yang paling penting. Karet disadap dari pohon karet dalam bentuk suspensi di dalam air yang disebut lateks. Karet alam adalah polimer isoprena.

Gambar 1. Karet alam dan karet sintetis. Lateks atau karet alam yang dihasilkan dari pohon karet bersifat lunak/lembek dan lengket bila dipanaskan

Elastomer bearing pad


Elastomer bearing adalah merupakan salah satu komponen utama dalam pembuatan jembatan, yang berfungsi sebagai alat peredam benturan antara jembatan dengan pondasi utama. Didalam elastomeric terdapat satu atau lebih pelat besi dengan ketebalan tertentu, dimana jumlah pelat biasanya tergantung dari dimensi elastomeric atau disesuaikan dengan perancangan jembatan. Ukuran atau dimensi dari elastomeric ini sangat ditentukan oleh kapasitas pembebanan maksimal dari jembatan yg akan dibuat. Elastomer tersebut dapat terbuat dari karet alam (chloropene) maupun karet buatan (neoprene) Mengapa menggunakan elastomeric Bearings untuk Jembatan dan bangunan? jembatan pada dasarnya terdiri dari jembatan deck didukung oleh Piers. Untuk menghindari kerusakan oleh pergerakan ekspansi thermal, gerakan kendaraan, elastomer Bearings digunakan untuk menampung gerakan ini sehingga memaksa untuk mengurangi reaksi dan gerakan tekukan ke dalam keselamatan batas struktur. Neoprene serta Karet Alam adalah bahan yang ideal untuk bahan jembatan Bearings karena sangat elastis dan cukup lunak untuk mengakomodasi pergerakan ini tanpa merusak transmisi dan stres itu juga menyerap energi dari dampak getaran.

Keuntungan
Ringan, praktis serta midah untuk dipasang Tahan karat, sehingga ongkos pemeliharaan murah Mampu memikul beban ke arah vertikal, horizontal, maupun rotasi Poisson ratio = 0.5 , sehingga mampu meredam gaya akibat tumbukan

Set lengkap tumpuan elastomeric untuk jembatan antara lain sbb :

1. Elastomeric bearing utama (menahan displacement vertikal; sedikit displacement horisontal dan kemampuan rotasi-sesuai desain) 2. Lateral stopper (menahan displacement horisontal berlebih & mengunci posisi lateral jembatan) 3. Seismic buffer (menahan displacement horisontal berlebih arah memanjang jembatan) 4. Anchor bolt (menahan uplift yang mungkin terjadi pada salah satu tumpuan pada saat gempa) Bahan elastomeric bearing sendiri terbuat dari karet yang biasanya sudah dicampur dengan neoprene (aditif yang memperbaiki sifat karet alam murni) dan didalamnya diselipkan berlapis2 pelat baja dengan ketebalan dan jarak tertentu untuk memperkuat sifat tegarnya. Biasanya tumpuan karet tersebut dipasang setelah pengecoran slab beton untuk lantai selesai (setelah beton kering), guna menghindari translasi dan rotasi awal yang timbul akibat deformasi struktur jembatan oleh beban mati tambahan.

Pemasangan
Permukaan yang akan digunakan harus rata, sejajar, tidak berlubang atau memiliki celah serta bebas dari kotoran. Sebaiknya struktur permukaan memiliki tekstur yang kasar tanpa lubrikasi terutama dari minyak atau hidrokarbon lainnya.

Вам также может понравиться