Вы находитесь на странице: 1из 4

Pengaruh Kegiatan Pembangunan pada Ekosistem Terumbu Karang : Studi Kasus Efek Sedimentasi di Wilayah Pesisir Timur Pulau

Bintan
Oleh : A. A. Ayu Ariani Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem khas pesisir tropis yang memiliki berbagai fungsi penting, baik secara ekologis maupun ekonomis. Pada tahun 1996 diperkirakan luas terumbu karang di perairan bintan adalah 16.860,5 hektar. Pengamatan di lapangan atas terumbu karang yang dilakukan di sekitar perairan pantai Trikora, di pesisir timur Pulau Bintan, memperlihatkan bahwa kondisi terumbu karang pada lokasi tersebut mengalami kerusakan. Banyaknya karang mati yang ditemukan diduga disebabkan oleg berbagai kegiatan pembangunan yang berlangsung di wilayah pesisir timur Pulau Bintan. Lokasi penelitian meliputi 4 desa yang terletak di sepanjang pesisir timur pulau Bintan, yaitu Desa Berakit, Malang Rapat, Teluk Bakau, dan Gunung Kijang. Setiap kegiatan pembangunan di setiap desa penelitian diidentifikasi, kemudian dibuat suatu model dinamika sistem untuk melihat keterkaitan antara kegiatan pembangunan dengan ekosistem terumbu karang di pesisir timur Bintan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pengaruh kegiatan pembangunan pada ekosistem terumbu karang cukup besar, meliputi perusakan karang secara langsung melalui ledakan bom maupun penambangan karang, pencemaran dari berbagai kegiatan di sepanjang pesisir, dan sedimentasi yang dapat meningkatkan kekeruhan perairan dan menghambat pertumbuhan karang, bahkan mematikan terumbu karang. Namun berdasarkan pengamatan dalam kurun waktu tahun 2000-2006, kegiatan pembangunan yang pengaruhnya paling besar pads ekosistem terumbu karang adalah kegiatan pembukaan lahan. Dalam rangka melestarikan ekosistem terumbu karang, disarankan beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu (1) menetapkan sedikitnya 30% dari luas wilayah pesisir timur Pulau Bintan untuk dijadikan hutan lindung, (2) melakukan rehabilitasi lahan sekurang-kurangnya 20% dari lugs lahan terbuka yang ada, (3) mengharuskan berbagai kegiatan usaha yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan untuk melakukan rehabilitasi lahan sebagai syarat perijinan dan pemyataan tersebut disertakan dalam kontrak kerja.

Perikanan Dan Terumbu Karang Yang Rusak: Bagaimana Mengelolanya?


Oleh: Chair Rani, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Jurnal Bionatura, Vol. 5, No. 2, Juli 2003 : 97 111 Terumbu karang telah mengalami degradasi yang serius oleh berbagai aktivitas manusia. Di sisi lain, nelayan pesisir sangat bergantung pada perikanan terumbu karang. Terumbu karang memberikan beberapa fungsi ekologi terhadap biota laut (ikan dan invertebrata), yaitu sebagai daerah pemijahan, daerah pembesaran, dan daerah mencari makan. Terumbu karang yang sehat dengan struktur bio-fisik yang kompleks akan menyediakan makanan yang maksimal terhadap berbagai organisme, menyediakan mikrohabitat yang baik untuk berlangsungnya proses-proses reproduksi dan perlekatan larva, dan memberi perlindungan fisik dari predator (khususnya untuk larva). Kerusakan terumbu karang akan memberikan pengaruh tidak hanya berupa penurunan keragaman hayati tetapi juga berdampak sosialekonomi bagi masyarakat pesisir (nelayan). Oleh karena itu, diperlukan kegiatan-kegiatan yang terkait dengan usaha-usaha agar dapat membatasi kerusakan tersebut (regulasi), dan melindungi atau melakukan restorasi terhadap terumbu karang yang rusak.

Kajian Ekologis Trumbu Karang Karang Jeruk di Kabupaten Tegal


Oleh : Nur Isdarman, OSEATEK UPS Tegal Karang Jeruk merupakan kawasan suaka perikanan (Fish Sanctuary) yang keberadaannya diharapkan dapat memberikan perlindungan biota yang ada di dalamnya, sehingga keanekaragaman sumberdaya hayati dapat lebih dipertahankan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengumpulkan dan malakukan analisis dasar (base line analisys) tentang kondisiekosistem terumbu Karang Jeruk Kabupaten Tegal yang menitik beraktan pada kondisi ekosistem terumbu Karang Jeruk, plankton dan ikan-ikan karang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey, yaitu studi yang mengaddakan pengamatan untuk mendapatkan keterangan yang jelas dan baik terhadap suatu kondisi tertentu dalam suatu daerah tertentu. Hasil penelitian untuk indeks ekologis dari jenis plankton menunjukkan indeks keanekaragaman rata-rata nilainya 2,7189, sehingga termasuk kategori sedang dengan tekanan ekologi sedang. Indeks keseragaman rata-rata nilainya 0,2273, sehingga termasuk kategori populasi kecil. Kemudian berdasarkan indeks dominansi Simpson rata-rata nilainya 0,7682, kategori dominansi jenis dari setiap stasiun tinggi. Sedangkan indeks ekologi dari jenis ikan yang ada menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman rata-rata nilainya 1,762, sehingga termasuk kategori sedang dengan tekanan ekologi sedang. Kemudian berdasarkan indeks dominansi Simpson rata-rata nilainya 0,221, kategori dominansi jenis dari setiap stasiun rendah. Untuk persentasi tutupan karang berkisar 20,00% - 49,37% termasuk dalam kriteria rusak dengan kategori jelek sampai sedang. Data indeks ekologis dari jenis terumbu menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman rata-rata nilainya 1,198, sehingga keanekaragaman sedang dan tekanan ekologi sedang. Sedangkan untuk nilai keseragaman rata-rata nilainya 0,837 sehinnga masuk kategori keseragaman populasi tinggi. Kemudian berdasarkan indeks dominansi Simpson rata-rata nilainya 0,340, termasuk kategori dominansi jenis dari setiap stasiun rendah.

Penelitian Lingkungan Pantai Dan Logam Berat Perairan Pariaman Padang - Bungus Teluk Kabung Sumatera Barat
Oleh: Yudi Darlan Dan Udaya Kamiludin, Jurnal Geologi Kelautan Volume 6, No. 1, April 2008 Kawasan pesisir Padang merupakan salah satu kawasan andalan yang menjadi prioritas untuk dikembangkan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Kawasan pesisir Pariaman Padang merupakan daerah pantai abrasi, disusun oleh endapan alluvial berupa kerikil, pasir, dan lempung membentuk pantai lurus dan landai. Kawasan pesisir Padang Bungus Teluk Kabung berupa pantai teluk, stabil, disusun oleh batuan volkanik membentuk bentang alam perbukitan dan pantai terjal. Abrasi terjadi di daerah telitian sebagai dampak perubahan iklim global dan aktivitas manusia (anthropogenic) seperti dampak kerusakan terumbu karang terutama terjadi di kawasan pantai Pariaman - Padang. Di Padang Bungus Teluk Kabung sedimentasi terjadi akibat dampak perubahan rona lingkungan di kawasan hulu sungai (hinterland) yang membawa sedimen ke perairan. Mangrove dengan luasan kecil terdapat di kawasan Padang Bungus Teluk Kabung,. Terumbu karang masih banyak dijumpai di kawasan Bungus Teluk Kabung dan sekitarnya dalam kondisi 50% rusak akibat pemboman dan perubahan kondisi air laut yang disebabkan oleh pencemaran dari limbah kapal, industri dan rumah tangga. Kandungan Logam berat Hg sebagai zat pencemar yang terdapat pada sedimen perairan Bungus Teluk Kabung mencapai 3500 ppb di atas baku mutu sedimen (410 ppb). Kandungan logam lainnya yang punya nilai ekonomis yang terdapat di daerah telitian yaitu emas, Au (4ppb 22ppb) dan perak, Ag (1ppm 2ppm).

Kandungan Total Zat Padat Tersuspensi (Total Suspended Solid) Di Perairan Raha, Sulawesi Tenggara
Oleh : M.S. Tarigan Dan Edward, Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi, Makara, Sains, Vol. 7, No. 3, Desember 2003 Pengukuran kandungan total zat padat tersuspensi (TSS) di perairan Raha Pulau Muna, Sulawesi Tenggara telah dilakukan pada bulan Mei 2001. Hasilnya menunjukkan bahwa kandungan total zat padat tersuspensi berkisar antara 74,8-78,9 ppm dengan kandungan ratarata 76,5 ppm. Kandungan ini masih sesuai dengan nilai ambang batas yang ditetapkan oleh Kementerian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) tahun 1988 kepentingan perikanan dan taman laut konservasi, tetapi kurang sesuai untuk kepentingan pariwisata (selam, dan renang).

Pemantauan Kondisi Hidrologi Di Perairan Raha P. Muna Sulawesi Tenggara Dalam Kaitannya Dengan Kondisi Terumbu Karang
Oleh: Edward dan Z. Tarigan, Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Pemantauan kondisi hidrologi di perairan Raha Pulau Muna, Sulawesi Tenggara telah dilakukan pada bulan Mei dan Juni 2001. Hasilnya menunjukkan suhu berkisar antara 27.8030.39 oC, salinitas antara 30.0-32.9 ppt, zat padat tersuspensi antara 70-80 ppm, kecerahan antara tampak dasar (td) 8,5 m, zat hara fosfat antara 0.13-1.79g/l, nitrat antara 0.20-2.66 g/l, oksigen terlarut antara 3,68-4.53 ppm, dan pH antara 7.4 - 8.2. Nilai-nilai tersebut masih baik untuk pertumbuhan dan perkembangan karang, dan masih sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Kementerian Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) untuk berbagai kepentingan. Variasi kondisi hidrologi bukan merupakan penyebab kerusakan karang di perairan.

Pengolahan Air Limbah Pencucian Batu Bara di PT. Bukit Asam Tanjung Enim Sumatra Selatan
Oleh: Tahi Siahaan, Dosen PNSD Fakultas Teknik Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai Limbah verka pencucian batubara di PT. Bukit Asam Tanjung Enim Sumatra Selatan mengandung zat-zat anorganik terlarut dan mengandung kadar asam yang tinggi. Untuk mengatasi masalah ini telah dilakukan percobaan untuk mengolahnya dengan menggunakan Ca(OH)2. Dari pengolahan hasil analisa menunjukkan kandungan bahan pencemar di bawah ambang batas yang diizinkan.

Analisis Kandungan dari Merkuri (Hg) dan sianida (CN) dalam Beberapa Jenis Ikan tangkapan Nelayan di Teluk Kao, Halmahera Utara.
Oleh: Domu Simbolon dan Dedi Jusadi. Pembuangan merkuri (Hg) dan sianida (CN) dalam kegiatan pertambangan emas di Halmahera Utara Kabupaten Teluk Kao dapat menyebabkan kerusakan habitat dan kontaminasi atau keracunan dan kematian berbagai jenis biota yang hidup di daerah sekitarnya, termasuk ikan dan manusia. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan kandungan dari merkuri (Hg) dan sianida (CN) dalam konsumsi air dan beberapa jenis ikan yang ditangkap di sekitar Teluk Kao dan tingkat kebugaran untuk konsumsi. Lokasi sampling ikan dilakukan dekat muara sungai di Cape Taolas Teluk Kao (stasiun 1) dan Akesone Cape (stasiun 2). Sementara analisis kandungan logam berat dalam air dan ikan yang dilakukan di laboratorium pusat penelitian dan pengembangan industri Manado dan Limnologi Laboratory di Institut Pertanian Bogor Bogor menggunakan metode AAS. Sampel ikan yang mengandung merkuri dalam mengukur dan sianidanya adalah udang putih atau ikan biji nangka merguensis Panaeus atau Upeneus sp, ikan atau merah Snapper Lutjanus sp, dan Belanak / Mugil sp. Berdasarkan hasil laboratorium menunjukkan bahwa merkuri (Hg) dan sianida (CN) dalam air laut di sekitar Teluk Kao masih di bawah ambang batas (0,0002 ppm Hg, dan CN 0,001 ppm). Dibandingkan dengan standar kualitas air sesuai dengan kategori C Kep-20/MENKLH/I/1990. Kandungan merkuri (Hg) dalam hati menjadi 4 jenis ikan lebih tinggi (0,13-0,51 ppm) dibandingkan dengan daging (0,02-0,19 ppm). Hati ikan kadar merkuri tertinggi benih ikan nangka yang (0,45-0,51). Isi sianida (CN) dalam hati juga lebih tinggi (6,0-18 ppm) dibandingkan dalam daging (4,2-9,7 ppm). Mengacu pada standar asupan merkuri dalam tubuh manusia telah ditetapkan oleh WHO pada Darmono (2008) dari 0,5 ppm, kakap merah, ikan Belanak, ikan dan biji nangka udang aman untuk dikonsumsi. Sementara kandungan sianida ke dalam tubuh sudah melebihi tingkat yang aman, mulai dari 1,52 ppm - 4,5 ppm, WHO (2004). Jadi, kakap merah, mullet, dan udang ditangkap di Cape dan Cape Akesone Taolas Kao Bay adalah pada tingkat kritis (berbahaya) bila dikonsumsi.

Teknik Bioremediasi Sebagai Pembersih Lahan Tercemar Metil Mercuri


Oleh: Zusje W.M Warauw, Staf Pengajar Jurusan Biologi MIPA UNIMA, Jurnal FORMAS Vol 1,No.4 Juni 2008 Pengembangan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi manusia memicu mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam tanpa henti. Ada aplikasi biasanya tidak efektif dan ceroboh menyebabkan efek tambahan pada bentuk polusi. Salah satu polutan berbahaya adalah metil merkuri. Metil merkuri merupakan racun yang dapat menyebabkan kerusakan saraf jika memasuki tubuh manusia. Untuk menetralisir merkuri, adalah dengan menggunakan teknologi bioremediasi. Artikel ini menunjukkan penggunaan teknologi bioremediasi sebagai cara untuk mengurangi metil merkuri. Teknologi bioremediasi proses biologis seperti enzim bakteri Mer B dapat mengurangi metil merkuri untuk membuatnya tidak berbahaya lagi.

Jurnal Mengenai Kondisi Terumbu Karang dan Pencemaran oleh Batubara

Amallya Fitra A. 230210090017

Вам также может понравиться