Вы находитесь на странице: 1из 23

BAB IV PENERAPAN PRAKTEK KEPERAWATAN BERBASIS PEMBUKTIAN: PEMBERIAN NUTRISI PADA PASIEN KOLOSTOMI

A. Penelaahan Kritis Penelitian Pada Pasien DM Tipe 2 1. Latar Belakang Perkembangan pelayanan kesehatan menuntut perawat untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan.Hal ini menuntut perawat untuk melakukan pendekatanpendekatan terbaru dan efektif dalam membantu pasien terhadap penyakitnya. Perawat perlu melakukan penelitian di area keperawatan untuk memenuhi tuntutan tersebut dan menerapkannya dalam praktek keperawatan atau dikenal dengan evidence based nursing practice.

Evidence based nursing practice (EBNP) adalah sebuah pendekatan yang membuat perawat dapat memberikan asuhan keperawatan dengan kualitas yang paling tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarga. EBNP adalah penggunaan dengan teliti bukti-bukti yang paling baik dalam membuat keputusan terhadap perawatan pasien (Sackett. et al, 2000). Dengan kata lain EBNP adalah pendekatan pemecahan masalah pada praktek keperawatan yang

108

109 mengintegrasikan pencarian sistematik dan penilaian kritis bukti yang paling relevan untuk menjawab permasalahan yang terjadi di area klinik, hal ini tentu saja membutuhkan keahlian klinik.

Penulis dalam hal ini berusaha untuk memberikan perawatan bagi pasien berdasarkan pendekatan EBNP.Salah satu penerapannya adalah pemberian nutrisi pada pasien kolostomi.Penerapan EBNP ini beranjak dari fenomena yang penulis temui saat melakukan praktek.Fenomena yang mendasari adalah pengetahuan dan sikap pasien terhadap makanan yang harus dikonsumsi setelah pulang dari perawatan. Mereka seringkali menanyakan makanan apa saja yang boleh dikonsumsi.

Pada saat penulis melakukan praktek di Poli Endokrin RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, ditemukan dua pasien dengan kadar glukosa darah puasa tinggi. Mereka mengatakan sudah mengurangi porsi nasi tetapi menggantikannya dengan makan mie dan lontong. Selain itu saat penulis melakukan home care pada pasien dengan DM, ditemukan fenomena lain yaitu pasien hanya makan sedikit karena takut glukosa darah akan meningkat dan terjadi ketergantungan terhadap insulin. Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut penulis, mulai melakukan pencarian jurnal penelitian tentang edukasi nutrisi, dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman pasien tentang nutrisi dan meningkatkan praktik self care pasien DM tipe 2.

110 2. Kritik Riset a. Penelitian berjudul Changes In Diet Following The Formatting of A Colostomy. Peneliti Jane Bulman . Penelitian dilakukan pada pasien, dalam penelitian ini disebutkan bahwa subjek adalah pasien post operasi. Tujuan penelitian secara umum yaitu untuk menemukan Jika pembentukan
kolostomi dapat mempengaruhi asupan diet jangka panjang pasien, sedangkan tujuan khususnya yaitu untuk menemukan apa yang dapat menyebabkan sebuah perubahan dalama diet, untuk memastikan apa jika ada efek samping dialami oleh orang-orang dengan kolostomi, untuk memastikan apakah asupan makanan memenuhi persyaratan gizi individu, untuk memastikan jenis nasihat diet diberikan kepada pasien kolostomi.

Desain penelitian yang digunakan adalah case control. Pasien


Kriteria inklusi: Pasien berusia di atas 50 tahun dan menjalani operasi sehingga berakhir turun kolostomi / sigmoid. Pengecualian kriteria: Pasien yang sakit atau memiliki cacat fisik yang mungkin mempengaruhi status gizi mereka. Pasien yang bingung dan tidak untuk menjawab pertanyaan tentang diet mereka asupan, dll

Intervensi dilakukan dalam dua kali sesi edukasi, masing-masing 80 menit. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan 58 pertanyaan yang terdiri dari empat bagian, yaitu data demografik, pengetahuan tentang nutrisi, komponen helath belief model dan praktek nutrisional.Validitas dan

111 reliabilitas kuesioner dilakukan dengan metode yang terstandar. Pemberian edukasi diakhiri dalam 4 sesi masing-masing 40 menit.

Dalam intervensi ini pasien belajar tentang daftar makanan penukar.Satu bulan setelah intervensi, dilakukan evaluasi terhadap kuesioner. Kuesioner tentang pengetahuan berisi pertanyaan seputar perencanaan makan, intake energi, jumlah kalori dan beberapa informasi kesehatan tentang makanan bagi pasien DM. Analisis data menggunakan t-test untuk membandingkan nilai antara dua kelompok sebelum dan setelah intervensi.

Hasil Penelitian menunjukkan setelah intervensi, nilai pengetahuan meningkat pada kelompok intervensi dibandingkan pada kelompok kontrol (perbedaan rata-rata pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol: 22.6815.90 vs -2.2717.30, p <0,001). Perceived susceptibility meningkat secara signifikan pada kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol (27.518.5 vs 3.917.2, p <0,001). Hasil yang sama juga didapatkan untuk komponen perceived severity,perceived threatened dan perceived benefit (p<0,001). Sebaliknya pada komponen perceived barrier menurun pada kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol. Pada kelompok intervensi, tingkat perilaku meningkat dibandingkan kelompok kontrol (p<0,001).Kesimpulan dari penelitian ini menyatakan bahwa pemberian edukasi nutrisi bermanfaat pada pasien DM dengan pendekatan health belief model.

112
Kelebihan dari jurnal ini: setiap item makanan dan minuman ke dalam Foodbase analisis rencana nutrisi. Dalam program komputer ini kuantitas dari makanan tertentu dimasukkan. Program ini kemudian menyediakan data pada jumlah energi dan nutrisi yang akan terkandung dalam makanan tertentu. Kuantitas dihitung menggunakan Departemen Pertanian, Makanan dan Perikanan (MAFF) (1994) ukuran porsi makanan dan dimasukkan dalam gram (g). Sebuah sejarah 7-hari penuh yang dimasukkan. Dari informasi ini program yang disediakan analisis rata-rata harian kilokalori, karbohidrat, protein, lemak dan elemen jejak. Selain kelebihan ada juga kekurangan yaitu ada beberapa efek yang merugikan pada asupan gizi setelah operasi, menjadi jelas bahwa pasien memiliki kebutuhan untuk saran diet. Ada juga keterbatasan dalam semua studi epidemiologi. Oleh karena itu, sangat sulit untuk mengukur paparan faktor risiko selama umur. Hal ini juga sulit untuk mengetahui kapan pemaparan mungkin diukur secara akurat. Meskipun adanya keterbatasan ini, diet terus menjadi faktor signifikan dalam kejadian ganas dan penyakit usus jinak di Inggris.

113 Kesimpulan
Beberapa pasien yang mengalami colostomists mungkin mengalami masalah seperti kentut yang berlebihan; Namun, ini cenderung tidak menimbulkan masalah besar. Hal yang penting untuk diet yang sehat, misalnya makanan buah dan sayuran, yang dikonsumsi secara rutin meskipun meniimbulkan efek samping seperti stoma pada output. Beberapa kebutuhan untuk saran diet yang baik dan sistem yang seragam untuk memastikan semua pasien menerima saran ini. Kebutuhan untuk penelitian lebih lanjut yakni perawatan nutrisi.

Faktor confounding (jenis kelamin, tingkat pendidikan dan latar belakang pengetahuan) dikontrol dengan penyetaraan pada kedua kelompok sehingga tidak ada perbedaan diantara kedua kelompok. Karakteristik sampel pada kedua kelompok dalam hal umur dan lama menderita DM tidak ada perbedaan.Pada kedua kelompok juga tidak ditemukan perbedaan pada komponen health belief models.

Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan 58 pertanyaan meliputi data demografik, pengetahuan nutrisi, komponen health belief models dan praktek nutrisi (menggunakan food record). Dimana validitas dan reliabilitas dilakukan sesuai dengan standar (tapi tidak disebutkan menggunakan apa)

114
21 pertanyaan, pilihan ganda kuesioner. Keandalan dari kuesioner itu pertama kali diuji oleh pilot studi. Sebuah kelompok dari lima individu diminta untuk mengisi kuesioner menjawab pertanyaan di usus kebiasaan (bukan ouput stoma) dan mengomentari kejelasan kuesioner. Perubahan format dibuat seperti yang disarankan oleh peserta.

b.

Penelitian berjudul Effects of clinical nutrition education on glycemic control outcomes in type 2 diabetes. Peneliti: Sakineh Shabbidar, Batoul Fathi, Nazanin Mousavi Shirazifard Department of Food and Nutrition, Poursina Hospital, Guilan Trauma Research Center (GTRC), Rasht- Guilan, Iran. Tempat penelitian Endocrinology Research Center in Razi Hospital (Rasht, Iran) pada Mei 2005. Dilatarbelakangi bahwa insiden DM tipe 2 mengalami peningkatan. Terapi diet merupakan pilar perawatan DM terutama pada pasien DM tipe 2. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas edukasi diet dalam menurunkan kadar glukosa plasma pada pasien DM tipe 2.

Metodologi penelitian: sampel yang digunakan pada penelitian ini 135 pasien DM tipe 2 (rata-rata usia 58 tahun) yang dibagi dalam kelompok

115 intervensi dan kelompok kontrol. Seluruh pasien menerima edukasi dasar tentang diabetes.Kelompok intervensi mengikuti 11 minggu kelas nutrisi (masing-masing 90 menit).Pengukuran baseline dan evaluasi akhir adalah glycosilated hemoglobin, glukosa plasma puasa, kolesterol total, trigliserida, HDL dan LDL, tinggi badan, berat badan, body mass index (BMI) dan tekanan darah.Analisis digunakan t-test untuk menganalisis perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok intervensi kehilangan berat badan 1.52.2 kg, sedangkan pada kelompok kontrol 0.52.3 kg (p=0,01). Glukosa plasma puasa menurun rata-rata 2155 mg/dl pada kelompok intervensi dan meningkat pada kelompok kontrol rata-rata 19 mg/dl dengan standar deviasi (SD) 78 mg/dl (p=0,028). Kadar glykosilated hemoglobin menurun rata-rata 1.95 dengan SD 2.1% pada kelompok intervensi dan pada kelompok kontrol menurun rata-rata 0.22.2% (p=0,022). Kesimpulan: kontrol glikemik pada pasien DM tipe 2 dapat meningkat dengan intervensi kesehatan pada nutrisi.

Kelebihan penelitian menggunakan desain randomized contolled trial study. Desain ini menggunakan sejumlah besar subjek untuk menilai efek perlakuan dan membandingkan hasilnya dengan kelompok kontrol (tidak menerima perlakuan/ perlakuan tradisional). Desain yang digunakan telah sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui efektivitas edukasi diet dalam menurunkan kadar glukosa plasma pada pasien DM tipe 2. Sampel yang

116 digunakan juga cukup besar, serta metode pengambilan sampel dengan randomisasi.

Kelebihan lain adalah waktu yang lebih lama dan menukur berbagaiindikator untuk mengevaluasi keberhasilan suatu treatment. Pada pengukuran sebelum intervensi dilakukan blinding study sehingga bias penelitian dapat diminimalkan. Kelemahan, tidak dilakukan follow up setelah pemberian edukasi.

c. Penelitian berjudul Effect of clinical nutrition education and educator discipline on glycemic control outcomes in the Indian Health Service. Peneliti Charlton Wilson, MD; Tammy Brown, MPH, RD, BC, ADM, CDE; Kelly Acton, MD, MPH dan Susan Gilliand, PHD, MPH, RN. Penelitian dilakukan di Indian Health Service, 2001. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai efektivitas clinical nutrition education (CNE) dalam menurunkan HbA1c dan mengetahui efektivitas clinical nutrition education yang dilakukan oleh registered dietitian (RD) dibandingkan dengan educator dari disiplin lain (non RD).

Desain penelitian dan metode: pengumpulan data dilakukan oleh Indian Health Service (IHS) Diabetes Care and Outcomes Audit terhadap 7490 medical records selama tahun 2001. Kontrol glikemik dinilai dengan membandingkan perbedaan nilai dari dua pengukuran HbA1c yang terkini selama tahun 2001. Umur, Body Mass Index (BMI), lama menderita DM,

117 jenis perawatan, proteinuria dijadikan sebagai kovariat. CNE merupakan dokumentasi dari instruksi diet yang diberikan oleh edukator baik RD maupun non RD. Analisis digunakan ANCOVA untuk mengetahui efek edukasi diet dan disiplin dari educator pada perbedaan kadar HbA1c dan penyesuaian perbedaan distribusi kovariat pada kelompok edukasi.

Hasil : setelah penyesuaian faktor kovariat seperti umur,jenis kelamin, jenis perawatan, lama menderita DM, BMI, kadar HbA1c awal dan fasilitas klinik, maka dilakukan pengukuran terhadap CNE dan displin edukator dengan perubahan kadar HbA1c (p< 0,001). Hasilnya bahwa CNE dari RD maupun tim yang ada RD mengalami perbaikan paling besar pada HbA1c (berturut-turut -0,26 dan -0,32) dibandingkan yang menerima CNE dari hanya non RD atau tidak mendapat CNE (berturut-turut -0,19 dan 0,10).

Kesimpulan: CNE pada IHS memberikan dampak yang baik pada kontrol glikemik. CNE yang diberikan oleh RD atau tim yang melibatkan RD lebih efektif dalam kontrol glikemik.

Kelebihan: menilai kefektifan edukasi nutrisi pada displin ilmu yang berbeda, yaitu ahli gizi dan non ahli gizi. Sampel penelitian banyak, cukup homogen.Kelemahan, tidak disebutkan disiplin ilmu dari non ahli gizi maupun jenjang pendidikan dari pemberi materi edukasi.Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data didapat dari catatan medis. Hal ini memungkinkan terjadinya bias penelitian yang disebabkan pencatatan yang

118 kurang akurat, timing dan intensitas proses edukasi yang tidak terlihat/ ter record dengan baik, interval pengukuran HbA1c yang tidak sama pada setiap subjek. Selain itu untuk menilai efektivitas suatu terapi, metode yang paling baik adalah dengan desain experimental.Penelusuran catatan medis adalah lemah kekuatannya untuk menilai efektivitas terapi.

B. Pelaksanaan Praktek Berdasar Pembuktian Pelaksanaan praktek berdasar pembuktian dilakukan di Poliklinik Endokrin Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sejak bulan September hingga Desember 2009.Tujuan pelaksanaan adalah meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien DM terhadap kebutuhan makan.

Pemberian informasi akan meningkatkan pengetahuan masyarakat. Selanjutnya dengan pengetahuan-pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran dan akhirnya menyebabkan orang berperilaku sesuai pengetahuan yang dimilikinya tersebut. Hasil atau perubahan perilaku dengan cara ini membutuhkan waktu lama, tetapi perubahan yang dicapai akan bersifat langgeng karena didasari oleh kesadaran mereka sendiri.

Praktek berdasar pembuktian ini diterapkan pada pasien DM tipe 2 dengan kriteria inklusi usia lebih dari 18 tahun, dapat membaca dan menulis, kesadaran penuh, tidak ada gangguan untuk melihat tulisan maupun gambar, tidak mengalami gangguan wicara, pendengaran dan mental, bersedia mengikuti penelitian, belum pernah mendapat pendidikan kesehatan tentang nutrisi, pasien rawat jalan. Dari kriteria yang ditetapkan didapatkan ada 6 orang pasien DM yang mengikuti kegiatan ini.

119

Pengumpulan data mencakup data demografi pasien yang meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, lama menderita DM. Pengetahuan dan sikap tentang diet diukur dengan menggunakan kuesioner yang diadopsi dari The Australian diabetes and Lifestyle Study (lampiran 2). Pada kuesioner tentang pengetahuan ini, tiap jawaban yang benar diberi nilai 1 dan 0 bila jawaban salah. Sedangkan untuk sikap, bila responden memilih jawaban beberapa kali sehari dan setiap hari diberi nilai 1, sedangkan pilihan lainnya 0.

Kuesioner untuk menilai kepatuhan diet digunakan kuesioner yang diadopsi dari penelitian Waluya, 2008 (lampiran 2).Adapun skor untuk tiap item pertanyaan terdapat pada lampiran 3. Pengukuran kadar gula darah puasa dilakukan di poli Endokrin baik sebelum intervensi maupun setelah intervensi. Selanjutnya dicatat dalamlembar gula darah untuk mencatatkadar gula darah puasa pasien (lampiran 4)

Pelaksanaan dilakukan dengan mendapatkan kriteria sampel.Pasien yang memenuhi kriteria sampel diberi penjelasan tentang partisipasi/keterlibatan dalam kegiatan ini. Rencana awal pelaksanaan praktek berdasar pembuktian ini adalah mengadakan sesi edukasi kelas, tetapi karena terdapat hambatan dimana pasien tidak dapat hadir pada jam yang sama karena kepentingan masing-masing. Akhirnya pelaksanaan praktek berdasar pembuktian ini mengikuti jadwal kontrol pasien ke poli dan dilakukan secara individual.Diadakan tiap 2 minggu sekali, dimana terdiri dari 6 sesi pertemuan masing-masing 45 menit.

120

Pada pertemuan I dan II materi yang diberikan adalah kelompok makanan dan sumber-sumbernya.Pada pertemuan III dan IV materi yang diberikan adalah menghitung kebutuhan kalori dan bahan makanan penukar.Pada pertemuan V dan VI belajar tentang pengaturan menu makanan.1 bulan setelah sesi edukasi, pasien di follow up (dilakukan home visit) untukdilakukan evaluasi pada keberhasilan pemberian edukasi nutrisi. Berikut adalah hasil kegiatan praktek berdasar pembuktian dapat dilihat pada masing-masing tabel:

Tabel 4.1 Distribusi peserta berdasar Jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pernikahan di RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan September-Desember Tahun 2009 (n=6) Variabel Jenis kelamin Kategori Wanita Laki-laki < rata-rata (< 49) rata-rata ( 49) < rata-rata (<6,67) rata-rata ( 6,67) SMP SMU PT Menikah Janda Frekuensi 4 2 3 3 3 3 2 3 1 5 1 Presentasi 66,67 % 33,33% 50,0% 50,0% 50,0% 50,0% 33,33% 50,0% 16,67% 83,33% 16,67%

Umur

Lama DM

Tingkat pendidikan

Status pernikahan

121 Hasil analisis diketahui bahwa rata-rata peserta yang mengikuti kegiatan ini adalah wanita (66,67%). Pada tabel juga menunjukkan rata-rata umur peserta adalah 49 tahun, dan jumlah umur peserta diatas dan dibawah rata-rata adalah sama yaitu 50,0%. Rata-rata peserta telah menderita DM selama 6,67 atau hampir 7 tahun. Hampir semua jumlah peserta mempunyai pasangan hidup sebesar (83,33%) dan tingkat pendidikan peserta setengahnya (50%) adalah sekolah menengah atas.

Grafik 4.1 Perubahan tingkat pengetahuan peserta setelah edukasi nutrisi di RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta pada Bulan September-Desember Tahun 2009 (n=6)

20 18 16 tingkat pengetahuan 14 12 10 8 6 4 2 0 1 2 3 pasien 4 5 6 sebelum setelah

122 Dari grafik 4.1 diatas diketahui bahwa terjadi peningkatan pengetahuan pada keenam peserta yang mengikuti sesi edukasi.

Grafik 4.2 Perubahan sikap tentang diet seimbang setelah diberikan edukasi nutrisi di RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Bulan September-Desember Tahun 2009 (n=6)

123

5 4.5 4 sikap tentang diet 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 1 2 3 peserta 4 5 6 sebelum setelah

Dari grafik diatas terlihat bahwa terjadi peningkatan sikap tentang diet seimbang setelah diberikan edukasi nutrisi.Peningkatan terjadi pada keenam peserta yang mengikuti edukasi nutrisi.

Grafik 4.3 Perubahan tingkat kepatuhan setelah edukasi nutrisi di RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo pada Bulan September-Desember Tahun 2009 (n=6)

124

9 8 7 tingkat kepatuhan 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 Peserta 4 5 6 Sebelum setelah

Terlihat dari grafik diatas terjadi kecenderungan peningkatan tingkat kepatuhan setelah diberikan edukasi nutrisi.Tetapi pada peserta ke enam ditemukan bahwa tidak terjadi perubahan tingkat kepatuhan sebelum dan setelah edukasi nutrisi.

Grafik 4.4 Perubahan nilai glukosa darah puasa setelah edukasi nutrisi di RSUP Dr.Cipto Mangunkusumo pada Bulan September-Desember Tahun 2009 (n=6)

125

160 140 glukosa darah puasa 120 100 80 60 40 20 0 1 2 3 Peserta 4 5 6 Sebelum Setelah

Dari grafik 4.4 dapat diketahui perubahan kadar glukosa darah puasa. Terlihat kecenderungan adanya penurunan kadar glukosa darah puasa pada peserta edukasi nutrisi. Tetapi pada peserta ke enam terjadi peningkatan kadar glukosa darah puasa dari 87 mg/dL menjadi 90 mg/dL.

C. Pembahasan Hasil dari kegiatan praktek berdasar pembuktian ini menunjukkan bahwa, rata-rata peserta yang terlibat berumur 49 tahun.Seperti diungkapkan oleh Porth (2008) bahwa penderita DM tipe 2 banyak dialami pada orang dewasa diatas usia 40 tahun. Hal itu disebabkan resistensi insulin pada DM tipe 2 cenderung meningkat pada usia lansia (diatas 65 tahun), riwayat obesitas dan adanya faktor keturunan (Smeltzer & Bare, 2002).

126 Peserta yang terbanyak adalah wanita (66,67%). Soegondo (2006) menyatakan jenis kelamin mempengaruhi jumlah lemak tubuh sehingga mempengaruhi terjadinya DM tipe 2.Pada laki-laki jumlah lemak tubuh > 25% sedangkan pada wanita jumlah lemak tubuh >35%.Berdasarkan hal tersebut maka insiden DM 2 lebih banyak pada wanita dibandingkan pada laki-laki.Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hilary (2001) bahwa pasien DM wanita menunjukkan tingkat kecemasan yang lebih tinggi dan persepsi kesehatan yang kurang dibandingkan laki-laki sehingga hal tersebut dapat berkontribusi pada peningkatan kadar gula darah.

Tingkat pendidikan setengahnya (50%) adalah sekolah menengah atas.Hal ini sangat memudahkan dalam pemberian informasi karena pasien mempunyai tingkat pengetahuan yang cukup tinggi.Tingkat pendidikan umumnya akan berpengaruh terhadap kemampuan dalam mengolah informasi. Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa pengetahuan merupakan faktor predisposisi pada pembentukan perilaku kesehatan, dalam hal ini yaitu perilaku kepatuhan pasien DM dalam memelihara kesehatannya. Menurut Glasgow (1997) pendidikan merupakanfaktor yang penting pada pasien DM untuk dapat memahami dan mengaturdirinya sendiri serta dalam mengontrol gula darah.Rubin (2000) juga menyatakan bahwa pasien dengan pendidikan baik dan memiliki penghasilan dilaporkan memiliki persepsi kesehatan yang lebih baik dibandingkan yang lainnya.

Status pernikahan, hampir semua peserta mempunyai pasangan hidup dan hanya satu yang janda.Menurut Delamater (2000) orang yang menikah atau tinggal dengan pasangannya akan mempunyai penyesuaian psikologis yang baik. Tentu saja hal ini

127 merupakan faktor yang menguntungkan dalam kegiatan edukasi nutrisi. Adanya pasangan akan memberikan dukungan untuk perawatan pasien sehingga akan tercapai derajat kesehatan yang optimal. Whisman & Bruce (1999 dalam Skarbek, 2006) menyatakan bahwa dalam konteks hubungan pernikahan, ketidakhadiran pasangan berisiko tiga kali untuk terjadinya depresi dan hal ini tentu saja akan berimplikasi pada kesehatan.

Lama menderita DM pada peserta diadapatkan sekitar 7 tahun. Penulis berasumsi, seharusnya dengan lama menderita DM yang cukup lama (sekitar 7 tahun) seharusnya peserta mampu melakukan perawatan yang berkaitan dengan penyakitnya.Namun, setelah dikaji pasien belum mendapatkan edukasi tentang nutrisi.Hal ini membuat tantangan bagi pemberi pelayanan kesehatan dalam meningkatkan status pengetahuan pasien. Atau semakin lama menderita DM akan menyebabkan komplikasi dan hal tersebut membuat beban dan status emosional yang beraham pada pasien sehingga pasien enggan mengikuti program-program terapeutik terkait dengan penyakitnya.

Pada tingkat pengetahuan, sikap dan kepatuhan terhadap nutrisi ditemukan adanya peningkatan pada hampir peserta.Manajemen DM tidak hanya membutuhkan nutrisi yang adekuat dan regimen farmakologis oleh dokter tetapi juga pemberian edukasi secara intensif pada pasien.DM adalah penyakit kronis dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.Komplikasi kronis DM mempengaruhi kualitas hidup pasien DM. Banyak faktor seperti pengetahuan pasien tentang

128 penyakitnya, sosioekonomi, regulasi diet, pemantauan gula darah mandiri memainkan peran yang penting dalam manajemen DM (Rowley, 1999).

Pemberian edukasi nutrisi merupakan faktor yang penting bagi manjemen diabetes Sukardji (2007). Menurut WHO (2003) dilaporkan bahwa sekitar 70 - 75% pasien DM di Kuba dan Amerika tidak patuh terhadap diet yang direkomendasikan, sedangkan di Finlandia ada sekitar 70% mengikuti diet sesuai dengan yang direkomendasikan . Banyak faktor yang menyebabkan ketidakpatuhan pada pasien DM salah satunya adalah informasi yang kurang adekuat yang selanjutnya berimplikasi pada derajat kesehatan (Wu Shu Fang, 2007).

Hasil dari praktek berdasar pembuktian disini menunjukkan pemberian edukasi nutrisi dapat meningkatkan pengetahuan dan menurunkan glukosa darah puasa.Memberi informasi tentang cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya dengan pengetahuanpengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka, dan akhirnya menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya itu. Hasil atau perubahan perilaku dengan cara ini membutuhkan waktu lama, tetapi perubahan yang dicapai akan bersifat langgeng karena didasari oleh kesadaran mereka sendiri. Sesuai dengan penelitian ini bahwa dengan memberi edukasi terjadi peningkatan pengetahuan dan sikap yang akhirnya meningkatkan kepatuhan yang berdampak pada nilai glukosa darah yang semakin baik.

129

Pada praktek ini rencana awalnya adalah pemberian edukasi secara kelas, namun karena kendala yang sudah disebutkan maka edukasi dilakukan secara individual. Sebuah penelitian yang dilakukan Rickheim, Weaver, Flader & Kendall (2001)menyebutkan bahwa edukasi yang diberikan secara kelompok dibandingkan individual, sama efektifnya dalam memberikan dampak terhadap perbaikan kontrol glikemik.

Praktek keperawatan berdasarkan pembuktian yang telah dilakukan beberapa waktu yang lalu adalah tentang edukasi nutrisi pada pasien DM tipe 2 untuk melihat tingkat pengetahuan, sikap, kepatuhan dan kadar gula darah. Tiga hasil penelitian diluar negeri menunjukkan bahwa edukasi nutrisi berdampak pada peningkatan pengetahuan dan kontrol glikemik yang semakin baik. Implikasi dari praktek keperawatan berdasarkan pembuktian yang telah dilakukan adalah perlunya perawat untuk memberikan edukasi secara terstruktur pada pasien DM. Dengan demikian, pasien akan mempunyai pengetahuan yang baik terkait perawatannya.

Berdasarkan hal tersebut, maka perawat praktisi perlu untuk terus meningkatkan pengetahuan dan wawasannnya tentang ilmu keperawatan dan hasil-hasil penelitian keperawatan yang telah dilakukan oleh para peneliti, baik di dalam maupun di luar negeri. Hal ini untuk mewujudkan praktek keperawatan berdasarkan pembuktian dan pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas tindakan dan asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien.

130

Вам также может понравиться