Вы находитесь на странице: 1из 19

REFERAT

SARKOMA KAPOSI

Pembimbing :

Dr. Retno Sawitri, Sp.KK


Penyusun :

Yenovi Desy Selawani 030.06.280 Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Periode 09 April 12 Mei 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Sarkoma Kaposi ini. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang dalam kepada dr. Retno Sawitri, Sp.KK dan dr. Shinta, Sp.KK atas bimbingan yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini, serta kepada semua pihak yang telah membantu. Semoga referat ini dapat menambah pengetahuan bagi setiap pembaca dalam bidang ilmu kesehatan kulit dan kelamin. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan sarannya untuk menjadikan referat ini lebih baik. Atas perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.

Bekasi, 28 April 2012

Yenovi Desy Selawani

DAFTAR ISI

Kata Pengantar Daftar Isi Bab I Bab II Pendahuluan Sarkoma Kaposi 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 BAB III Daftar Pustaka Definisi Etiologi dan patogenesis Histogenesis Histopatologi Patofisiologi Klasifikasi Mortalitas dan morbiditas Gejala klinis Penanganan dan pencegahan Komplikasi

i ii 1 2 2 2 3 3 4 5 9 9 12 14 15 iii

Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN

Sarkoma Kaposi ( SK ) adalah tumor yang disebabkan oleh Human herpesvirus 8 ( HHV8 ) yang dikenal dengan istilah sarkoma kaposi dikaitkan dengan herpesvirus ( KSHV ). Penyakit ini ditemukan pada tahun 1872 oleh dermatologist Hongaria bernama Moriz Kaposi yang menjelaskan tentang 5 pasien dengan agresif idiopatik multiple pigmen sarcoma pada kulitnya. Dan seorang pasien meninggal dengan perdarahan gastrointestinal 15 bulan setelah ditemukannya lesi pada kulit. Dan pada autopsy tampak lesi visceral di paru paru dan traktus pencernaannya.( 1-4 ) Virus penyebab tumor ini ditemukan pada tahun 1994. HHV8 dapat ditularkan melalui kontak seksual sehingga risiko untuk tertular juga ada. Bahkan, penyakit ini telah diidentifikasi pada pasien transplantasi organ dengan HIV negative yang menerima terapi immunosupresif. Sejak tahun 1990-an sarkoma kaposi semakin diteliti hingga didapatkan 4 jenis sarkoma kaposi dengan manifestasi klinis yang berbeda namun patofisiologinya sama, diantaranya : SK klasik, SK endemik pada orang Afrika, SK pada pasien dengan terapi immunosupresan, dan SK terkait AIDS. Sarkoma kaposi ini mengakibatkan beberapa gejala klinik mulai dari gangguan kulit ringan sampai mempengaruhi organ tubuh.( 1-7 ) SK tipe klasik biasanya menyerang orang tua dari wilayah Laut Tengah atau keturunan Eropa Timur. SK endemik pada orang Afrika yang masih muda terutama dari daerah Afrika SubSahara sebagai penyakit yang lebih agresif menyerang kulit terutama anggota badan bagian bawah dengan prevalensi pria dan wanita 3:1. 10% laki-laki yang menderita kanker di Afrika penyebabnya adalah SK. SK pada pasien dengan terapi immunosupresan termasuk didalamnya pasien post transplantasi organ dan terbanyak pada pasien dengan penyakit autoimun. Lebih dari 20 % penderita AIDS di Eropa menderita SK dan SK ini didapat pada pasangan muda homoseksual. ( 1,2,4-10 )

BAB II SARKOMA KAPOSI

2.1

DEFINISI Seperti yang telah disampaikan pada pendahuluan, sarkoma kaposi ( SK ) adalah tumor

yang disebabkan oleh virus bernama human herpesvirus 8 ( HHV8 ) dan biasa disebut dengan istilah sarkoma kaposi dikaitkan dengan herpesvirus ( KSHV ). ( 1,3-5,9 ) 2.2 ETIOLOGI DAN PATOGENESIS ( 1,4,7,9 ) Pada beberapa dekade sebelumnya dapat dilihat dari epidemiologi yang ada dan pemeriksaan mikroskopik yang pernah dilakukan yang menjelaskan etiologi dari sarkoma kaposi. Sejak tahun 1994 ketika Chang dan rekan rekannya menemukan DNA dari sebuah virus pada lesi dari sarkoma kaposi yang belum diketahui jenisnya. Penemuan ini lalu diklon, diisolasi dan diteliti dan ternyata virus tersebut merupakan sebuah virus herpes pada manusia yang sekarang dikenal dengan sarkoma kaposi terkait dengan herpesvirus ( KSHV ) atau family human herpes virus 8 ( HHV8 ). HHV8 ini adalah bagian dari family - herpesviridae, genus rhadinovirus. Terdiri dari 165-kb DNA genom yang menunjukkan 90 bentuk terbuka. HHV8 ini dikontrol oleh LANA-1, V cyclin dan vFLIP atau replikasi virus lytic yang dikenal vGPCR, vIL6 dan v-bcl-2. HHV8 ini masuk ke pejamu secara in vivo dan in vitro. Pada pemeriksaan darah dan sel endothelial limfatik menyerupai sel hemopoetic dengan tipe yang berbeda. Transmisi HHV8 tidak diketahui pasti. Namun angka terbesar dari sarkoma kaposi ini pada pria homoseksual dan biseksual. Perkembangan tumor ini berhubungan dengan aktivitas seksual yang terjadi. Hal inilah yang menjadi alasan terhadap pernyataan yang ada bahwa transmisi dari HHV8 tinggi melalui hubungan seksual, termasuk oral dan anal seks. Virus ini paling banyak menyebar di Mediterania dan Afrika. Transmisi nonseksual bisa melalui air liur khususnya di daerah endemik. Untuk tenaga medis perlu diketahui bahwa virus ini bertransmisi

melalui kontak darah termasuk pada kasus tranplantasi organ. Patogenesis dari HHV8 pada sarkoma kaposi yang ditemukan antara lain : 1. Genom dari HHV8 dideteksi pada lesi sarkoma kaposi di semua stadium dari semua varian yang ada. 2. Pada lesi sarkoma kaposi, HHV8 terdapat pada semua sel tumor. 3. Tumor sel sarkoma kaposi ini menunjukkan integrasi monoclonal dari virus DNA. Di area dengan insidensi rendah seperti Amerika Serikat dan Eropa Utara, infeksi HHV8 sangat jarang ( dibawah 0,1% ). Namun, di daerah insidensi tinggi seperti Italia Selatan, prevalensi dari HHV8 mencapai 20%. Dan prevalensi tertinggi di daerah Afrika Tengah yaitu 22 71% pada orang dewasanya yang menjadikan daerah tersebut merupakan endemik dari sarkoma kaposi. Pada pasien dengan transplantasi organ ( khususnya pada resipien ), manifestasi penyakit mulai terlihat 1 2 tahun setelah transplant dan pada pasien dengan HIV-1 menderita sarkoma kaposi pada 5 10 tahun setelah terinfeksi. 2.3 HISTOGENESIS ( 1,3,7,9-11 ) Derivat histogenetik dari sel tumor pada sarkoma kaposi sudah diteliti lebih dari dua dekade sebelumnya. Immunophenotipe dari sel ini (rWF+/-, PAL E-, CD31+, CD34-, VEGFR3+) memiliki karakteristik pada sel endothelial dari system limfatik. Beberapa kontroversi yang menanyakan sarkoma kaposi itu merupakan suatu gangguan proliferasi yang reversible atau merupakan suatu neoplasma sejati. Dan analisa pada reseptor androgen manusia menunjukkan lesi ini merupakan proliferasi klonal dan poliklonal. 2.4 HISTOPATOLOGI ( 1,3,7,11 ) Histopatologi tergantung pada stadium dari sarkoma kaposi. Terdapat perubahan histopatologi dan peningkatan pada dermal dari pembuluh darah yang terlihat pada sel endothelial. Pada beberapa pembuluh darah, lokasi di lapisan dermis superfisialisnya yang berhubungan dengan kulit luar sehingga tampak ireguler. Pada lesi didapatkan hemosiderin, deposit dan ekstravasasi dari eritrosit yang biasa ditemukan pada infiltrat dari radang yang sedang. Patologi dari plak sarkoma kaposi yaitu proliferasi pembuluh darah pada setiap tingkat

dermis atau kulit dengan dilatasi multiple dan angulasi pembuluh darah yang menyebabkan kekenyalan pada jaringan kolagen. Papul dari jaringan keras dan fascicles dari sel spindel, nodul dari sel spindel yang berkelompok, ireguler pada garis endothelial. Pada semua stadium dari sarkoma kaposi terdapat peradangan yang umumnya berisi limfosit, histiosit, sel plasma, sporadic dan neutrofil.

Gambar . Penampang lesi sarkoma kaposi. 2.5 PATOFISIOLOGI ( 1,3,4,8,9 ) Ditemukannya virus sarkoma kaposi yaitu human herpesvirus (KHSV) pada tahun 1994 mengarahkan kepada pemahaman akan patofisiologi dari penyakit ini. Perbedaan epidemiologi dan presentasi klinik dari penyakit ini berhubungan dengan perbedaan faktor resiko, seperti HIV tak terkontrol dan obat imunosupresi yang dipakai pada pasien transplantasi. Sarkoma kaposi disebabkan oleh proliferasi sel spindle yang berlebihan. Walaupun asal sel tumor ini tidak diketahui, peningkatan faktor endotel VIIIa antigen, marker spindle sel seperti alpha actin otot polos, dan marker makrofag seperti PAM 1, CD68, dan CD14 yang mengekspresikan spindle sel sudah diamati. Proliferasi spindle sel menjadi serat retikuler, kolagen dan mononuclear sel meliputi makrofag, limfosit dan sel plasma. Sel-sel ini cenderung melibatkan vascular baik di retikuler dermis (patch stage) atau keseluruhan ketebalan dari dermis (plak atau tahap noduler). KSHV memiliki genom yang luas sampai lebih dari 85 antigen. Pemakaian ELISA sampai pemakaian antigen sudah dipakai untuk menghitung antibodi KSHV. Beberapa studi

molekular disampaikan bahwa sarkoma kaposi berasal dari satu klon sel lebih banyak dibandingkan berasal dari multifokal sel. Walaupun demikian, banyak data terbaru yang berasal dari studi terhadap 98 pasien dengan sarkoma kaposi dengan penyakit yang menyerang sel kutaneus dianalisa dengan teknik diagnostic molekular dibandingkan dengan virus DNA HHV8 dari tumor tersebut menunjukkan sekitar 80% dari tumor berasal dari multiple sel. Kesimpulannya bahwa sedikit dari sarkoma kaposi berasal dari sel tunggal dan sarkoma kaposi mungkin tidak berasal dari metastasis tapi berasal dari multifocal dan independen pada beberapa tempat. Data ini sesuai dengan sarkoma kaposi kutaneus yang kurang agresif. Hal ini tidak sesuai dengan sarkoma kaposi di organ viseral yang agresif. Virus HHV8 telah diidentifikasi lebih dari 90% pada semua tipe sarkoma kaposi dengan menggunakan polymerase chain reaction (PCR), hipotesis terbaru mengatakan bahwa HHV8 harus ada untuk penyakit tersebut dapat berkembang. Penyakit ini ditularkan melalui saliva. HIV meningkatkan resiko imunosupresi. Faktor-faktor yang turut mempengaruhi perkembangan sarkoma kaposi pada individu yang terinfeksi HHV8 dan HIV termasuk sitokin abnormal yang berasosiasi dengan infeksi HIV dengan angiogenic sitokin-IL-1 beta, basic fibroblast growth factor (bfGF), acidic fibroblast growth factor, endothelial growth factor, and vascular endothelial growth factor. Sitokin lain termasuk IL-6, granulocyte-monocyte colony stimulating factor (GM-CSF), transforming growth factor beta (TGF-beta), tumor necrosis factor (TNF), dan platelet-derived growth factor alpha (PDGF-alpha berasal dari saluran pencernaan dan sel mononuclear. Oncostatin M, IL-1, IL-6, fibroblast growth factor, tumor necrosis factor (TNF), dan HIV-tat protein semua ini berasal dari sel T yang terinfeksi HIV berperan sebagai stimulant dari sel sarkoma kaposi. Kesimpulan, komplek imun deregulasi merupakan inti pathogenesis dari sarkoma kaposi. Ini termasuk defek sel imun, defek imun humoral dan vascular endothelial growth factor yang abnormal. 2.6 KLASIFIKASI ( 1-9,12,13 ) Terdapat 4 variant tentang sarkoma kaposi, yaitu :

Klasik (sporadic) sarkoma kaposi Jenis sarkoma kaposi ini sering terjadi pada pasien manula pada suku Mediterania dan

Eropa Timur. Dengan ratio pria banding wanita 10-15 : 1. Dengan usia berkisar 50-70 tahun. Penyakit ini jarang terdapat adanya benjolan limfe, membrane mukosa, atau keterlibatan organ viseral. Kekambuhan bisa terjadi karena imunosupresi oleh karena faktor umur, genetic, sejarah pernah terkena keganasan, dan kemungkinan karena infeksi malaria. Tingkat kebersihan juga berpengaruh dalam resiko terjadinya sarkoma kaposi tipe klasik. Tumor ini selalu dimulai pada kulit bagian distal dari ekstremitas bawah baik unilateral maupun bilateral berbentuk makula berwarna merah sehingga terlihat seperti hematom. Lesi ini perjalanannya perlahan bisa vertikal maupun horizontal dan berkembang sampai menjadi plak atau kadang kadang nodul. Awalnya tumor berwarna coklat dan hiperkeratosis dan pada ekstremitas bawah bisa terjadi ulserasi. Tumor ini bisa menimbulkan pitting edema sampai terjadi fibrosis. Klasik SK bermanifestasi pada nodus limfatikus di membrane mukosa dan organ dalam seperti traktus pencernaan yang seringnya jarang bergejala karena sarkoma kaposi tipe ini banyak mengenai orang usia tua dan meninggal karena penyakit lainnya.

Gambar 1 dan 2. Tipe klasik dengan gambaran papul dan nodul di ekstremitas.

Sarkoma kaposi berkaitan dengan AIDS ( AIDS SK ) Sebelum dekade pertama pandemi AIDS, SK didiagnosis > 20% pada pasien HIV-1 di

Eropa. Frekuensinya pada pria dan wanita yang berhubungan seks, pada pengguna narkoba suntik, hemofilia, resipien transfusi darah dan bayi yang lahir dari ibu positif HIV di kota industri. Hal inilah yang menyebabkan sarkoma kaposi merupakan keganasan yang paling sering dijumpai pada pasien terinfeksi HIV, khususnya pada daerah yang terbatas ketersediaan HAART (highly active antiretroviral therapy). Di Amerika Serikat, sarkoma kaposi terdapat pada 2-3% pasien homoseksual yang terinfeksi HIV. Pada pertengahan tahun 1990, sarkoma kaposi merupakan gejala yang jelas didapat pada 15% homoseksual. Di Afrika dan negara berkembang, epidemic sarkoma kaposi terkait AIDS umum didapat pada heteroseksual dewasa dan sedikit pada anak-anak. Kaposi sarcoma terkait AIDS merupakan bentuk kaposi sarcoma yang paling agresif. Serokonversi dari human herpevirus 8 (HHV-8) secara positif meningkatkan epidemic kaposi sarcoma dalam 5-10 tahun. Adanya penurunan CD4 dan peningkatan jumlah virus HIV-1 merupakan ukuran prognosa dari epidemic sarkoma kaposi. Kurang dari 1/6 penderita HIV memiliki jumlah CD4 diatas 500 per mikroliter. Penyakit ini biasanya berkembang pada pasien dengan imunodefisiensi yang parah. AIDS SK memiliki lesi berupa makula bentuk oval kecil yang akan berkembang menjadi plak dan nodul kecil. Lesi biasanya di wajah khususnya di hidung, alis, telinga dan bisa juga di tenggorokan. Lesi bisa menjadi plak yang besar di area yang luas pada wajah, tenggorokan atau ekstremitas dan menyebabkan gangguan fungsi. Mukosa mulut bisa terkena sarkoma kaposi juga pada 10 15% pada kasus ini. Dan lesi pada faring menyebabkan sulitnya menelan, berbicara dan bernafas. Lesi pada lambung dan duodenum merupakan lesi yang paling sering menyebabkan perdarahan dan ileus. Walaupun mungkin terlihat di gastroskopi, beberapa lesi tidak terdiagnosa histologisnya karena lokasi lesinya di submukosa dan bisa diambil dengan forsep biopsi. Sarkoma kaposi pulmonal dapat menyebabkan gejala tertentu seperti spasmebronkus, batuk, penurunan fungsi respirasi. Bronkoskopi dengan transbronkhial biopsi penting untuk diagnosa sarkoma kaposi pulmonal.

Gambar 3. Terdapat multipel lesi yaitu makula, papul dan nodul pada SK-AIDS Sarkoma kaposi pada pasien terapi immunosupresan Kejadian ini dapat terjadi pada pasien yang menjalani transplantasi organ atau pasien yang mendapatkan terapi immunosupresor seperti penderita penyakit autoimun. Insiden sarkoma kaposi meningkat 100x lipat pada pasien yang menjalani transplantasi. Pada pasien dengan penyakit kongenital yang menyebabkan imunodefisiensi tidak terjadi peningkatan resiko. Ratarata peningkatan terjadinya sarkoma kaposi pada pasien transplantasi di waktu 1 sampai 10 tahun setelah transplantasi. Penanganan agresif perlu dilakukan bila ada keterlibatan organ viseral. Pada pasien yang menjalani penanganan immunosupresi kemungkinan terjadinya penyakit ini meningkat. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa keterlibatan immunosupresi memegang peran penting dalam perkembangan sarkoma kaposi. Aktivasi sistem imun dan immunosupresi memegang peran dalam perubahan komplek HHV-8. Tipe ini memiliki manifestasi klinis yang perjalanannya perlahan seperti SK tipe klasik tetapi dapat juga cepat seperti SK pada AIDS. Dosis, tipe obat serta onset yang lebih awal pada pemberian immunosupresan sangatlah penting pengaruhnya terhadap perkembangan SK yang dihubungkan dengan siklosporin A yang tinggi pada beberapa obat seperti glukokortikoid dan azatriopine. Tumor akan lebih progresif bila dosis dinaikkan. Lesi pada tipe ini sama dengan tipe klasik dan AIDS berkaitan dengan sarkoma kaposi. Dan lesi ini ditemukan pada > 85% pasien dengan transplantasi dan < 15% memiliki kelainan pada organ viseralnya ( gastrointestinal, paru ataupun nodus limfatikus ) tanpa gejala kulit yang terlihat.

Sarkoma kaposi pada daerah endemik di Afrika Penyakit ini utama terjadi pada pria juga pada wanita dan anak-anak dengan seronegative

HIV di Afrika. Sejak terjadi penyebaran penyakit AIDS, kejadian ini meningkat sampai 20x lipat. Jarangnya pemakaian alas kaki berkaitan dengan endemik sarkoma kaposi. Lesi sarkoma kaposi yang tampak yaitu berupa nodul, vegetatif atau infiltrat dan tipe limfadenopati. Tipe vegetatif atau infiltrat ini memiliki karakteristik lebih agresif pada proses biologis dan lesi bisa lebih dalam sampai ke dermis, subkutis, otot dan tulang. Tipe limfadenopati dominan menyerang anak anak dan usia muda. 2.7 MORTALITAS DAN MORBIDITAS ( 1,4,9,12 ) Sarkoma kaposi terkait AIDS, tidak seperti jenis sarkoma kaposi yang lain karena jenis ini lebih agresif. Morbiditas bisa terjadi karena terkaitnya gangguan kutaneus, mucosa dan organ visceral secara luas. Pada pasien yang menerima HAART, sarkoma kaposi lebih tersembunyi akan tetapi dapat menjadi parah dengan mendadak. Morbiditas paling umum termasuk lesi kutaneus yang parah, lymphedema, saluran pencernaan, atau terkaitnya paru-paru dalam penyakit ini. Gangguan paru-paru merupakan penyebab umum mortalitas dikarenakan adanya pendarahan paru. 2.8 GEJALA KLINIS ( 1-9,12,13 ) Lesi sarkoma kaposi berbentuk nodul atau plak yang berwarna merah, ungu, coklat atau hitam, dan biasanya bersifat papular. Sarkoma kaposi dapat ditemui pada kulit, tetapi biasanya dapat menyebar kemanapun, terutama pada mulut, saluran pencernaan dan saluran pernapasan. Perkembangan sarkoma dapat terjadi lambat sampai sangat cepat, dan berhubungan dengan mortalitas dan morbiditas yang penting. Lesi pada kulit Lesi pada kulit biasanya menyerang anggota tubuh bagian bawah, wajah, mulut dan alat kelamin. Lesi biasanya berbentuk nodul atau bisul yang dapat berwarna merah, ungu, coklat atau hitam, tetapi kadang-kadang berbentuk seperti plak (sering ada pada telapak kaki), atau bahkan menyebabkan kerusakan kulit. Pembengkakan mungkin dapat berasal dari peradangan atau limfedema (kerusakan sistem limfatik yang disebabkan oleh lesi).

Lesi pada kulit memperburuk penampilan penderita, dan menyebabkan patologi psikososial.

Gambar 3 dan 4. Lesi pada badan dan punggung berbentuk nodul warna merah atau ungu.

Gambar 5. Lesi pada telapak kaki

Gambar 6. Lesi pada tungkai bawah

Gambar 7 dan 8. Tampak nodul berwarna merah dan ungu

Lesi pada mulut Pada mulut, sarkoma kaposi berperan sebesar 30%, dan merupakan 15% awal dari sarkoma kaposi yang berhubungan dengan AIDS. Pada mulut, sarkoma kaposi paling sering menyerang langit-langit keras, diikuti oleh gusi. Lesi pada mulut mudah rusak dengan digigit dan berdarah atau menderita infeksi sekunder, dan bahkan mengganggu penderita untuk makan dan berbicara.

Gambar 9 dan10. Lesi sarkoma kaposi pada mulut Lesi pada saluran cerna Sarkoma kaposi pada saluran pencernaan biasanya terjadi pada sarkoma kaposi yang berhubungan dengan transplantasi atau yang berhubungan dengan AIDS, dan dapat muncul dengan tidak adanya gangguan sarkoma kaposi pada kulit. Lesi saluran pencernaan menyebabkan turunnya berat badan, tekanan, muntah, diare, berdarah, malabsorpsi, atau gangguan perut.

Gambar 11. Sarkoma kaposi pada lien

Lesi pada pernafasan Sarkoma kaposi pada saluran pernapasan muncul dengan adanya sesak napas, demam, batuk, hemoptisis (batuk darah), atau nyeri pada dada, atau sebagai penemuan insiden pada sinar x tulang rusuk. Diagnosis dikonfirmasi oleh bronkoskopi ketika lesi secara langsung terlihat dan biasanya dibiopsi.

Gambar 12. Sarkoma kaposi pulmonal 2.9

Gambar 13. Sarkoma kaposi tracheal

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN ( 1,2,4-7 ) Sarkoma kaposi tidak dapat disembuhkan, tetapi secara efektif dapat diredakan untuk

beberapa tahun dan hal ini merupakan tujuan dari perawatan. Terapi tergantung tipe dari sarkoma kaposi, lesi dan sistem organ yang terkena. Pada sarkoma kaposi yang berhubungan dengan defisiensi imun atau supresi imun, penanganan terhadap disfungsi sistem kekebalan tubuh dapat memperlambat atau menghentikan perkembangan sarkoma kaposi. Dalam penatalaksanaan sarkoma kaposi kita kenal istilah terapi lokal atau localized cutaneous disease dan terapi terhadap organ sistemik. Lokal terapi ini termasuk eksisi, destruksi lokal dengan cairan nitrogen laser, terapi sinar/photodynamic dan terapi topical dengan 9-cis retinoic acid. Terapi radiasi sangat berguna dalam penyakit lokal yang sulit dijangkau seperti lesi pada mukosa mulut dan hidung. Operasi tidak direkomendasikan karena sarkoma kaposi dapat muncul pada tepi luka.

Terapi pada organ sistemik bisa untuk beberapa varian, seperti : Pada klasik sarkoma kaposi Dilakukan kemoterapi termasuk doxorubicin 20 30 mg/m2, bleomycin 10 mg/m2, vincristine 1 2 mg setiap 2 4 minggu. Bisa juga diberikan etoposide dan dacarbazine yang bisa diberikan sendiri ataupun dengan kombinasi sehingga memberikan efek terapi pada pasien sarkoma kaposi tipe klasik. Penyakit yang lebih banyak menyebar dan atau yang menyerang organ internal ditangani dengan terapi sistemik dengan interferon 3 30 juta unit rutin 3x seminggu, liposomal anthracycline (seperti Doksil) 20 40 mg/m2 setiap 2 4 minggu atau vinblastin 6 mg i.v seminggu sekali. Pada sarkoma kaposi terkait pasien dengan terapi immunosupresan Bisa dilakukan penurunan dosis untuk terapi immunosupresannya atau menekan penambahan kortikosteroid pada terapi immunosupresive, mengganti penghambat calsineurin dengan rapamycin yang juga berguna untuk terapi sarkoma kaposi dengan tipe lainnya. Pada sarkoma kaposi terkait AIDS Pemberian terapi dengan HAART pada 40% atau lebih pasien dengan sarkoma kaposi yang berhubungan dengan AIDS lesinya akan mengecil dengan pemberian terapi ini. Terapi paliatif dengan kombinasi kemoterapi atau terapi radiasi. HAART mensupresi replikasi HIV-1 dan melindungi imunitas. HAART juga menurunkan insiden SK AIDS, berefek untuk menghambat protease ( kombinasi antiretroviral terapi ). Terapi dengan liposomal anthracycline ( liposomal doxorubicin ) lebih efektif daripada kombinasi bleomycin dan vincristine atau doxorubicin. Dosis liposomal anthracycline yaitu 20 mg/m2 i.v setiap 2 4 minggu. Atau bisa juga diberikan paclitaxel 100 mg/m2 setiap 2 minggu. Dengan berkurangnya kematian antara pasien AIDS yang menerima perawatan pada tahun 1990-an, mengakibatkan insidensi epidemik sarkoma kaposi juga berkurang. Namun, jumlah pasien yang hidup dengan AIDS meningkat di Amerika Serikat dan jumlah pasien dengan sarkoma kaposi yang berhubungan dengan AIDS akan meningkat kembali karena pasien tersebut hidup lebih lama dengan infeksi HIV. Tes darah untuk mendeteksi antibodi melawan

virus herpes penyebab sarkoma kaposi telah dikembangkan dan dapat digunakan untuk menentukan apakah pasien memberikan risiko transmisi infeksi pada partner seksualnya atau bisa juga dilakukan skrining terhadap sebuah organ yang akan digunakan untuk transplantasi. 2.10 KOMPLIKASI ( 1-4,6-9,12 ) Komplikasi yang umum pada sarkoma kaposi tipe klasik adalah vena statis dan lymphedema. Sebanyak 30 % pasien dengan sarkoma kaposi tipe klasik akan berisiko terjadi keganasan kedua, dan yang paling sering terkena limfoma non-hodgkin. Kekambuhan bisa terjadi karena imunosupresi oleh karena faktor umur, genetik, sejarah pernah terkena keganasan, dan kemungkinan karena infeksi malaria. Tingkat kebersihan juga berpengaruh dalam resiko terjadinya klasik Kaposi sarcoma. Sarkoma kaposi terkait AIDS, tidak seperti jenis sarkoma kaposi yang lain karena jenis ini lebih agresif. Morbiditas bisa terjadi karena terkaitnya gangguan kutaneus, mukosa dan organ visceral secara luas. Lesi pada lambung dan duodenum merupakan lesi yang paling sering menyebabkan perdarahan dan ileus dan bisa menyebabkan kematian apabila tidak diatasi dengan baik. Sarkoma kaposi pulmonal dapat menyebabkan gejala tertentu seperti spasmebronkus, batuk, penurunan fungsi respirasi. Penyebab umum terjadinya kematian untuk lesi di paru dikarenakan adanya pendarahan paru. Tipe vegetatif atau infiltrat pada sarkoma kaposi terkaid AIDS memiliki karakteristik lebih agresif pada proses biologis dan lesi bisa lebih dalam sampai ke dermis, subkutis, otot dan tulang. Lesi pada mulut yang mudah rusak dengan digigit dan berdarah atau menderita infeksi sekunder, dan bahkan mengganggu penderita untuk makan dan berbicara.

BAB III KESIMPULAN

Kesimpulan dari pembahasan ini adalah kita telah mengetahui definisi, etiologi, klasifikasi, gejala klinisnya serta mengenai pengobatan dan komplikasi dari penyakit ini. Penyebabnya ialah human herpes virus 8 ( HHHV8 ) yang transmisinya bisa melalui in vivo dan in vitro ke pejamu. Untuk itu kita harus lebih waspada khususnya pekerjaan kita di bidang medis karena virus ini bisa melalui kontak darah dan saliva. Klasifikasi yang ada untuk sarkoma kaposi diantaranya : sarkoma kaposi tipe klasik, sarkoma kaposi terkait dengan AIDS, sarkoma kaposi terkait dengan pasien terapi immunosupresan dan sarkoma kaposi di daerah endemik. Tipe yang progresif yaitu tipe sarkoma kaposi terkait dengan AIDS serta yang lambat tipe klasik dan biasanya pasien sarkoma kaposi tipe klasik bukan meninggal karena tumornya namun karena penyakit yang lain. Pengobatan bisa terai lokal dan sistemik. Terapi lokal ini bermacam macam seperti eksisi, destruksi lokal dengan cairan nitrogen laser, terapi sinar/photodynamic dan terapi topical dengan 9-cis retinoic acid. Terapi radiasi juga bisa diberikan pada lesi yang sulit dijangkau seperti lesi pada mukosa. Terapi sistemik diberikan pada pasien yang dicurigai memiliki lesi di organ viseralnya. Terapi sistemik ini tergantung pada variannya. Misalnya kemoterapi pada pasien tipe klasik, penurunan dosis immunosupressan, sampai pemberian HAART pada pasin AIDS. Komplikasi dari sarkoma kaposi ini bisa menyebabkan gangguan pada sistem pencernaannya, gangguan fungsi paru, gangguan berbicara dan makan serta yang paling akhir adalah kematian. Untuk itu kita harus melakukan skrining dengan tes darah untuk mendeteksi antibodi melawan virus herpes penyebab sarkoma kaposi, menentukan apakah pasien memberikan risiko transmisi infeksi pada partner seksualnya atau bisa juga dilakukan skrining terhadap sebuah organ yang akan digunakan untuk transplantasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Tschachler E. Kaposi Sarcoma. In : Fitzpatricks Dermatology In General Medicine. Vol 1. Seventh Edition. New York : The McGraw-Hill Companies ; 2008. Pg. 1183 1188. Wolff K, Johnson RA. Kaposi Sarcoma. In : Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. Sixth Edition. New York : The McGraw-Hill Companies ; 2009. Pg. 538 543, 1066. DeVita V. AIDS-related malignancies. In: DeVita V, Vincent T Jr, eds. Cancer: Principles and Practice of Clinical Oncology. Vol 8. 5th ed. Philadelphia, Pa: Lippincott, Williams, & Wilkins; 2008. Pg.2404-2407. Rose LJ. Sarkoma Kaposi. Available at http://www.medscape.com/sarkoma-kaposi. accessed on 12th April 2012. James WD, Berger TG, Elston DM. Kaposi Sarcoma. In : Andrews Disease of The Skin Clinical Dermatology. Tenth Edition. Philadelphia : WB Saunders Company ; 2006. Pg. 418 419, 599 601. National Cancer Institute. Kaposi Sarcoma Treatment. th http://www.usa.gov/kaposi-sarcoma. accessed on 12 April 2012. Available at

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Antman K, Chang Y. Kaposis Sarcoma. The New England Journal of Medicine. 2000. 14. 1027 1038. Katz MH, Zolopa AR, Hollander H. HIV Infection. In : Current Medical Diagnosis & Treatment. 45th Edition. New York : McGraw-Hill ; 2006. Pg. 1318, 1320 1321. Fauci AS, Lane HC. Human Immunodeficiency Virus Disease : AIDS and Related Disorders. In : Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th Edition. New York : McGraw-Hill ; 2005. Pg. 1098. Handsfield HH. Color Atlas and Synopsis of Sexually Transmited Disease. 3 rd Edition. New York : McGraw-Hill ; 2011. Pg. 174 175. Rugo SH. Cancer. In : Current Medical Diagnosis & Treatment. 45th Edition. New York : McGraw-Hill ; 2006. Gasparetto TD, et al. Pulmonary involvement in Kaposi sarcoma: correlation between imaging and pathology. Orphanet Journal of Rare Diseases. 2009. 4. 1 7. Restrepo CS, et al. Imaging Manifestations of Kaposi Sarkoma. RadioGraphics. 2006. 26. 1169 1185.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

Вам также может понравиться