Вы находитесь на странице: 1из 39

DERMATITIS STASIS Definisi: suatu erupsi eksemantosa didaerah ekstremitas bawah karena ada gangguan vena perifer.

INSIDENS: menyerang orang dewasa terutama usia pertengahan atau usia lanjut DIAGNOSIS: UKK: ada varises, edem, pigmentasi kecoklatan, petekie, kulit menebal, skuama atau eksematisasi Predileksi: tungkai bawah tertuma diatas maleolus medialis TERAPI: Cegah stasis vena dan edem waktu tidur posisi kaki ditinggikan Kotikosteroid topikal Hati-hati pemberian obat topikal, karena 60% kasus dengan dermatitis stasis mudah alergi terhadap obat topikal.

faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis di puskesmas X


Posted on Juli 8, 2010 BAB I PENDAHULUAN 1. A. Latar Belakang Ekzema berasal dari bahasa Yunani. Artinya air mendidih. Penggunaan kata ini merupakan refleksi kelainan kulit yang tampak berbintil, menggelembung pada permukaan kulit sperti buih air mendidih. Di Eropa, ekzema merupakan nama penyakit yang mempunyai ciri khas gatal. Di Amerika ekzema ini dinamakan Dermatitis. Ciri khasnya terutama keluhan gatal. Rasa gatal merupakan perwujudan rasa nyeri yang berada dibawah nilai ambang. Rangsangan dapat berbentuk trauma fisik, kimiawi, dan mekanisme alergi. (Banjarmasin post, 2005) Ekzema mempunyai banyak bentuk gambaran klinis, sehingga sulit dibuat defenisi untuk kata Ekzema. Disarankan istilah tersebut tidak dipakai lagi dan digantikan dengan istilah dermatitis. Sebenarnya istilah dermatitis sudah banyak dipakai untuk ekzema karena kontak, ekzema pada atopik, dan pada dermatitis seboroik. Pengarang lainnya beranggapan istilah ekzema dan dermatitis ini tidak sama. Ada yang lebih senang menggunakan istilah dermatitis. Karena pengertian dermatitis dan ekzema sampai saat ini masih juga diperdebatkan, penulis masih mengangap kedua istilah itu mempunyai pengertian yang

sama. Jadi dermatitis adalah suatu reaksi peradangan kulit yang karakteristik terhadap berbagai rangsangan endogen ataupun eksogen. Penyakit ini sangat sering dijumpai. (Marwali, 2000) Prevalensi dari semua bentuk dermatitis adalah 4,66%, termasuk dermatitis atopik 0.69%, dermatitis numuler 0,17%, dan dermatitis seboroik 2,82%. (Marwali, 2000) Di Amerika Serikat, 90% klaim kesehatan akibat kelainan kulit pada pekerja diakibatkan oleh dermatitis kontak. Antigen penyebab utamanya adalah nikel, potassium dikromat dan parafenilendiamin. Konsultasi ke dokter kulit sebesar 4-7% diakibatkan oleh dermatitis kontak. Dermatitis tangan mengenai 2% dari populasi dan 20% wanita akan terkena setidaknya sekali seumur hidupnya. Anak-anak dengan dermatitis kontak 60% akan positif hasil uji tempelnya. Di Skandinavia yang telah lama memakai uji tempel sebagai standar, maka insiden dermatitis kontaknya lebih tinggi dari pada Amerika. Dermatitis kontak alergik yang terjadi akibat kontak dengan bahan-bahan di tempat pekerjaan disebut dermatitis kontak alergik akibat kerja (DKAAK) yang mencapai 25% dari seluruh dermatitis kontak akibat kerja (DKAK). Dermatitis kontak akibat kerja mencapai 90% dari dermatitis akibat kerja (DAK) prevalensi DKAAK berbeda-beda di tiap Negara tergantung macam serta derajat industrialisasi Negara tersebut. Di Eropa insiden juga tinggi seperti Swedia dermatitis kontak dijumpai pada 48% dari populasinya. Di belanda 6% di Stockholm 8% dan Bergen 12%. (Iwan Trihapsoro, 2003) Menurut Survei Rumah Tangga dari beberapa Negara menunjukkan penyakit alergi adalah satu dari tiga penyebab yang paling sering kenapa pasien berobat ke dokter keluarga. Penyakit pernapasan dijumpai sekitar 25% dari semua kunjungan ke dokter umum dan sekitar 80% dantaranya menunjukkan gangguan berulang yang menjurus pada kelainan alergi. Penderita alergi di Eropa ada kecenderungan meningkat pesat. Angka kejadian alergi meningkat tajam dalam 20 tahun terakhir. Setiap saat 30% orang berkembang menjadi alergi. Anak usia sekolah lebih 40% mempunyai 1 gejala alergi, 20% mempunyai asma, 6 juta orang mempunyai Dermatitis (alergi kulit). (Widodo Judarwanto, 2000) Di Indonesia laporan dari bagian penyakit kulit dan kelamin FK Unsrat Manado dari tahun 1988-1991 dijumpai insiden dermatitis kontak sebesar 4,45%. Di RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang Kalimantan Barat pada tahun 1991-1992 dijumpai insiden dermatitis kontak sebanyak 17,76%. Sedangkan di RS Dr. Pirngadi Medan insiden dermatitis kontak pada tahun 1992 sebanyak 37,54% tahun 1993 sebanyak 34,74% dan tahun 1994 sebanyak 40,05%. Dari data kunjungan pasien baru di RS Dr. Pirngadi Medan, selama tahun 2000 terdapat 3897 pasien baru di poliklinik alergi dengan 1193 pasien (30,61%) dengan diagnosis dermatitis kontak dari bulan Januari hingga Juni 2001 terdapat 2122 pasien alergi dengan 645 pasien (30,40%) menderita dermatitis kontak. Di RSUP H. Adam Malik Medan, selama tahun 2000 terdapat 731 pasien baru dipoliklinik alergi dimana 201 pasien (27,50%) menderita dermatitis kontak. Dari bulan januari hingga juni 2001 terdapat 270 pasien dengan 64 pasien (23,70%) menderita dermatitis kontak. (Widodo Judarwanto, 2000)

Berdasarkan data yang diperoleh dari puskesmas tawanga bahwa jumlah kasus dermatitis pada tahun 2007 pasien yang berobat sebanyak 26 orang pasien. Kemudian pada tahun 2008 pasien sebanyak 31 orang sedangkan. Pada periode januari juni 2009 jumlah pasien sebanyak 38 orang. (sumber data sekunder buku registrasi jumlah kunjungan pasien puskesmas tawanga) Penyebab dermatitis tidak diketahui, namun jika salah satu atau lebih anggota keluarga mengalami dermatitis, asma, atau rinitas alergika maka anak anda memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami ekzema dibanding populasi umum. Sebagian anak dengan ekzema juga mengalami asma atau rinitas alergika. Ekzema dapat dipicu oleh berbagai hal, antara lain : 1) keringnya kulit 2) iritasi oleh sabun detergen, pelembut pakaian, dan bahan kimia lain 3) menciptakan kondisi yang terlalu hangat untuk anak, misalnya membungkus anak dengan pakaian berlapis-lapis 4) alergi atau intoleransi terhadap makanan tertentu 5) alergi terhadap tungau debu, serbuk sari makanan, atau bulu hewan 6) virus dan infeksi lain 7) perjalanan ke Negara dengan iklim berbeda. 1. B. Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui faktor apa saja yang berhubungan dengan penyakit dermatitis dalam upaya pencegahan dan penanggulangan dermatitis di masyarakat di puskesmas tawanga kec. Konawe Kabupaten Konawe tahun 2009 1. C. Rumusan Masalah Dari latar belakang tersebut diatas adapun rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan penelitian yaitu : Faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan kejadian Dermatitis di Puskesmas Tawanga Kecamatan Konawe kabupaten Konawe Tahun 2009. 1. D. Tujuan penelitian 1. 1. Tujuan Umum Untuk diketahui beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis di Puskesmas Tawanga Kecamatan Konawe Kabupaten Konawe Tahun 2009 1. 2. Tujuan Khusus a) Untuk mengetahui hubungan alergi makanan dengan kejadian Dermatitisdi Puskesmas Tawanga Kecamatan Konawe Kabupaten Konawe Tahun 2009 b) Untuk mengetahui hubungan Lingkungan dengan kejadian Dermatitis di Puskesmas Tawanga Kecamatan Konawe Kabupaten Konawe Tahun 2009 c) Untuk mengetahui hubungan Genetik dengan kejadian Dermatitis di Puskesmas Tawanga Kecamatan Konawe Kabupaten Konawe Tahun 2009

1. E. Manfaat Penelitian 1. a. Manfaat Parktis 1. sebagai masukan bagi peneliti-peneliti selanjutnya khususnya mereka yang berminat untuk meneliti lebih lanjut mengenai Dermatitis. 2. sebagai masukan untuk dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya mengenai fator yang berhubungan dengan Dermatitis. 3. b. Manfaat Teoritis 1. Bagi masyarakat merupakan suatu informasi yang sangat penting di dapatkan yang berguna untuk kesehatan seluruh anggota keluarganya masing-masing. 2. sebagai aplikasi ilmu yang telah di dapatkan untuk menambah wawasan ilmiah khususnya mengenai kejadian Dermatitis. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. A. Tinjauan Umum Tentang Dermatitis 1. Pengertian Dermatitis merupakan epidermo-dermitis dengan gejala subyektif pruritus. Obyektif tampak inflamasi eritema, vesikulasi, eksudasi, dan pembentukan fisik. Tanda-tanda polimorf tersebut tidak selalu timbul pada saat yang sama. Penyakit bertendensi residif dan menjadi kronis. Sinonim : 1. Unitaris: eczema dan dermatitis dianggap sinonim. Anggapan ini, yang berasal dari kontinen eropa, tidak dianut lagi. 2. Dualistis: Ekzema dan dermatitis merupakan nama yang tidak sinonim. Anggapan dualistis sekarang dianut disemua negeri. Semua kelainan dianggap dermatitis dan dengan demiklian dicari factor-faktor penyebab. Yang dulu disebut eczema ialah salah satu bentuk dermatitis, yakni yang dinamakan dermatitis atopik. (Arif Mansjoer dkk, 2000) Dermatitis adalah peradangan epidermis dan dermis yang memberikan gejala subjektif gatal dan dalam perkembangannya memberikan efloresensi yang polimorf. Peradangan tersebut merupakan reaksi kulit terhadap zat endogen maupun eksogen misalnya zat kimia, bakteri, fungus. (Purnawan Junadi dkk, 1992) 2. Etiologi

Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak diketahui. Sebagian besar merupakan respon kulit terhadap agen-agen, misalnya zat kimia, protein, bakteri, dan fungus. Respon tersebut dapat berhubungan dengan alergi. Alergi ialah perubahan kemampuan tubuh yang didapat dan spesifik untuk bereaksi. Reaksi alergi terjadi atas dasar interaksi antara antigen dan antibody. Karena banyaknya agen penyebab, ada anggapan bahwa nama dermatitis digunakan sebagai nama sampah (catch basket term). Banyak penyakit alergi yang disertai tanda-tanda polimorf disebut dermatitis. (Arif Mansjoer dkk, 2000) 3. Klasifikasi Klasifikasi dermatitis didasarkan atas kriteria patogenik, walaupun kebanyakan bentuk penyakit tidak diketahui. Dermatitis dibagi atas 2 tipe: endogen (konstitusional) dan eksogen. Ada lagi yang membaginya tiga: endogen, eksogen, dan penyebabnya yang tidak diketahui. Contoh dermatitis endogen adalah dermatitis atopik, dermatitis seboroik, liken simplek kronis, dermatitis nonspesifik (pompoliks, dermatitis numuler, dermatitis xerotik, dermatitis otosensitasi), dan dermatitis karena obat. Sedangkan contoh dermatitis eksogen adalah dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergik, dermatitis fotoalergik, dermatitis infektif, dan dermatofitid. Beberapa buku memasukkan dermatitis atopik, dermatitis seboroik, liken simplek kronik, dermatitis stasis, pompoliks, dan dermatitis numularis pada dermatitis yang tidak diketahui penyebabnya. (Marwali Harahap, 2000) Menurut perjalanan penyakitnya, dermatitis dibagi menjadi stadium : 1. Akut : ditandai dengan gambaran klinik eritema, edema, vesikel dan eksudasi. 2. Subakut : eritema tidak begitu menonjol, terdapat krusta, erosi, ekskoriasi. Pada penyembuahan tampak krusta mulai melepas, terdapat skuama dan mulai mengering. 3. Kronik ditandai likenifikasi, hiperpigmentasi, atau hipopigmentasi. (Purnawan Junadi dkk, 1992) Dermatitis Endogen : a. Dermatitis Atopik 1) Defenisi Dermatitis atopik (DA) adalah dermatitis yang terjadi pada orang yang mempunyai riwayat atopi. Atopi ini diperkenalkan pertama sekali oleh Coca dan Cooke tahun 1923. atopi berasal dari bahasa yunani, yang berarti penyakit aneh ataupun hipersensivitas abnormal untuk melawan fakor-faktor lingkungan, dijumpai pada penderita ataupun keluarganya, tanpa sensitasi yang jelas sebelumnya. (Marwali Harahap, 2000)

Dermatitis endogen sering disertai dengan riwayat penyakit alergi pada keluarga atau perorangan seperti asma, hay fever, dan rhinitis. Dermatitis atopik mengenai 3% dari semua anak. (David Ovedoff, 2002) 2) Etiologi Terdapat stigma atopi (herediter) pada pasien/anggota keluarga berupa : a). Rhinitis alergik, asma bronchial, hay fever. b). Alergi terhadap berbagai alergin protein (polivalen). c). Pada kulit : dermatitis atopi, dermatografisme putih, dan kecenderungan timbul urtikaria d). Reaksi abnormal terhadap perubahan suhu (hawa udara panas dingin) dan ketegangan (stress). e). Resistensi menurun terhadap infeksi virus dan bakteri. f). Lebih sensitive terhadap serum dan obat.

g). Kadang-kadang terdapat katarak juvenilis. (Arif Mansjoer dkk, 2000) 3) Manifestasi klinik Subyektif selalu terdapat pruritus. Terdiri atas tiga bentuk, yaitu: a). Bentuk infantil (2 bulan-2 tahun). Karena letaknya didaerah pipi yang berkontak dengan payudara, secara salah sering di sebut ekzema susu. Terdapat eritema berbatas tegas, dapat disertai papul-papul dan vesikel-vesikel miliar, yang menjadi erosif, eksudatif dan berkrusta. Tempat predileksi kedua pipi, ekstremitas bagian fleksor dan ekstensor. b). Bentuk anak (3-10 tahun). Pada anamnesis dapat di dahului bentuk infantir. Lesi tidak eksudatif lagi, sering disertai hyperkeratosis, hiperpigmentasi dan hipogmentasi. Tempat predileksi tengkuk, fleksor kubita dan fleksor popliteal. c). Bentuk dewasa (13-30 tahun). Pada anamnesis terdapat bentuk infantil dan bentuk anak. Lesi selalu kering dan dapat disertai likenifikasi dan hiperpigmentasi. Tempat predileksi tenkuk serta daerah fleksor kubital dan popliteal. Manifestasi lain berupa kulit kering dan sukar berkeringat, gatal-gatal terutama jika berkeringat. Berbagai kelainan yang dapat menyertainya ialah xerosis kutis, iktiosis,

pomfoliks, pitiriasis alba, keratosis pilaris (berupa papul-papul miliar, di tengahnya terdapat lekukan), dll. (Arif Mansjoer dkk, 2000) 4) Penatalaksanaan Semua rangsang yang dapat memperhebat penyakit harus di hindarkan, misalnya pada kelainan kulit, tidak boleh memakai cita kasar/wool, kamar harus bebas debu, juga perubahan suhu yang mendadak harus dihindarkan. Makanan tidak mempengaruhi penyembuhan penyakit, tetapi dapat mempengaruhi terjadinya residif. Oleh karena itu makanan yang menyebabkan residif harus di hindari. Dilakukan perbaikan keadaan umum yang buruk. (Purnawan Junadi dkk, 1992) Pengobatan lokal (lebih penting dari pada pengobatan umum). Obat pilihan ialah obat yang mengandung kortison, seperti hidrokortison 1% atau 2% (untuk bentuk infantil) sedangkan untuk bentuk dewasa obat lain yang efektif ialah prefara ter, misalnya liantral 25%. (Punawan Junadi dkk, 1992) 1. Dermatitis seboroik 1) Pengertian Dermatitis seboroik ialah istilah yang dipakai secara luas untuk melukiskan erupsi kulit kronik residif yang mengenai daerah-daerah seborea. Nama dermatitis sebenarnya tidak tepat karena tidak tergolong dalam dermatitis atau eksim. Secara umum kelainan ini meliputi bermacam-macam kelainan kulit berupa eritema, skuama yang kering atau berlemak dengan krusta. (Purnawan Junadi dkk, 1992) Dermatitis seboroik biasanya menyerang kulit kepala, alis, lipatan nasolabial, telinga dan anterior dada. Timbul bercak-bercak eritematosa dan berskuama yang intermiten. Keadaan ini dapat timbul setiap saat sejak masa bayi sampai masa tua dan dapat terasa gatal. (Sylvia A.Price dkk, 2005) 2) Etiologi Penyebab belum diketahui pasti. Hanya didapati aktivitas kelenjar sebasea berlebihan. Dermatitis seboroik dijumpai pada bayi dan pada usia setelah pubertas. Kemungkinan ada pengaruh hormon. Pada bayi dijumpai hormone transplasenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun.. (Marwali Harahap, 2000) 3) Gambaran klinik Ada 3 gambaran klinik dari penyakit ini menurut letak lesinya : a). Dandruf, sarak :

Terdapat terutama pada bayi dan anak umur 6-10 tahun. Lokasinya adalah pada daerah berambut/scalp, dapat meluas sampai ke dahi dan di daerah retroaurikularis. Efloresensinya berupa skuama yang berminyak (Greasy) warnanya kuning-kuningan disebut pitiriasis okosa. Kadang-kadang ditemukan skuama yang kering disebut pitriasi sika (ketombe). Bila meluas sampai ke dahi disebut korona seborea. Bila yang terkena daerah retro aurikularis sering dijumpai selain skuama juga krusta warna kekuning-kuningan dan fisura. Sering disertai infeksi sekunder. b). Facial Seborrhoica Lokasinya selalu pada lipatan naso-labial. Efloresensi berupa macula eritematosa dan diatasnya ada skuama berminyak berwaran kekuning-kuningan. Pada wanita sering disertai blefaritis (radang dari palpebra) pada laki-laki sering disertai folikulitis pada Shave area (daerah yang berambut dan sering dicukur missal jenggot, kumis dsb). Bila timbul pada daerah jenggot disebut Sycosis barbae (harus dibedakan dengan Tinea Barbae). c). Scorporis Lokasinya tersering adalah pada daerah presternal dan interskapula. Efloresensinya berupa eritema dengan diatasnya ada skuama yang berminyak dan berwarna kekuning-kuningan kadang-kadang dapat berbentuk cincin dengan penyembuhan di sentral (central healing). Hampir selalu disertai folikulitis. Kalau berat, badan dapat terkena semua dan bisa meluas sampai ke lengan dan paha bagian atas. Sinter Triginalis, lokasi pada aksila, infra mama, umbilicus, efloresensi macula eritematosa dan di atasnya ada skuama yang berminyak dan berwarna kekuning-kuningan. Kemudian timbul fissura dan sering disertai dengan infeksi sekunder. Kadang-kadang dapat menjadi generalisata dan bila ini terjadi maka sering sekali disertai dengan adanya pompholi (vesikel-vesikel milier yang ternyata lebih dalam jika dibandingkan dengan vesikel biasa), pada daerah telapak tangan, telapak kaki dan diselasela jarinya. (Purnawan Junadi dkk, 1992) 4) Pengobatan Tindakan umum Penderita harus diberi tahu bahwa penyakit ini berlangsung kronik dan sering kambuh. Harus dihindari faktor pencetus, seperti stress emosional, makanan berlemak, dan sebagainya. (Marwali Harahap, 2000) 1. Liken Simplek Kronis 1) Pengertian Liken simplek kronik aalah suatu dermatitis dengan penebalan kulit dari jaringan tanduk (likenifikasi) karena garukan atau gosokan yang berulang-ulang. Kebanyakan lesi hanya dari satu tempat, namun dapat juga dijumpai atau beberapa tempat. (Marwali Harahap, 2000)

2) Manifestasi Klinik Liken simplek kronik ini berupa likenifikasi, papel, skuama, dan hiperpigmentasi. Pada lesi yang sudah lama, kulit menebal dan mengalami hipopigmentasi. Lesi berbatas tegas. Secara klinis, selain likenifikasi, bentuk-bentuknya dapat juga berupa papula besar yang disebut Prurigo Nodularis. Lesi yang sudah lama akan mengalami hiperpigmentasi dan ditengahnya akan mengalami hipopigmentasi. (Marwali Harahap, 2000) 3) Pengobatan Terutama hindari garukan. Harus diyakini oleh pasien bahwa bila tidak digaruk lesi akan hilang. Sebaiknya diberikan salep kortikosteroid yang dibungkus polictilen (plastic) diganti tiap 24 jam, ataupun dapat diberikan suntikan intralesi, misalnya suspensi triamsinolon. (Marwali Harahap, 2000) 1. Dermatitis stasis 1) Pengertian Dermatitis statis adalah dermatitis yang terjadi akibat adanya gangguan aliran darah vena ditungkai bawah. (Marwali Harahap, 2000) 2) Etiologi Suatu keadaan yang meyebabkan stasis peredaran darah di tungkai bawah. (Arif Mansjoer dkk, 2000) 3) Gambaran klinik Keluhan subjektif berupa rasa gatal. Efloresensi akibat garukan berupa skuama, hiperpigmentasi dan erosi. Apabila penderita mengobati sendiri dapat terjadi dermatitis kontak, dan lesi bertambah tergantung pada iritannya. Kelainan lebih lanjut akan timbul infeksi sekunder dan terjadi kerusakan jaringan (nekrosis), timbul daerah iskemik yang dapat memacu ulkus yang disebut ulkus varikosum. Insidens pada wanita lebih banyak menderita dari pada pria. Dijumpai pada orang dewasa dan orang tua, tidak pada anak-anak. Banyak terjadi pada orang gemuk, banyak berdiri dan banyak melahirkan. (Purnawan Junadi dkk, 1992) 4) Pengobatan Prinsip pengobatannya adalah menghindarkan gangguan aliran vena dan edema. Harus dihindari banyak berdiri lama, kalau pasien gemuk, berat badannya harus diturunkan. Pada dermatitis yang akut, dapat diberikan salep yang tidak menimbulkan iritasi dan sensitasi kulit, misalnya salep iktiol 2% dalam salep seng oksida. (Marwali Harahap, 2000)

1. Dermatitis (Ekzema) Nonspesifik 1) Pengertian Dermatitis Nonspesifik adalah suatu erupsi epidermal yang dapat berlangsung akut, kronik, terlokalisir atau generalis. (Marwali Harahap, 2000) 2) Manifestasi klinik Rasa gatal merupakan gejala yang sangat dikeluhkan penderita, sehingga dapat mengganggu kegiatan sehari-hari maupun tidur. Gatalnya dapat konstan ataupun episodic. Dermatitis nonspesifik biasanya mengenai penderita yang selalu mengeluh bahwa kulitnya sensitif, seperti selalu tidak cocok dengan kosmetik, pelembab, sabun dan detergen. (Marwali Harahap, 2000) 1. Dermatitis Pomfoliks Dermatitis pofoliks adalah dermatitis yang ditandai dengan adanya vesikula yang dalam, mengenai telapak tangan, kaki, dan sisi jari-jari. Biasanya jenis dermatitis ini simetris dan bilateral. (Marwali Harahap, 2000) 1. Dermatitis Otosensitasi Dermatitis otosensitasi merupakan perluasan yang cepat dari reaksi ekzematus atau vesikuler. Lesi primer mengeluarkan suatu bahan yang dapat berdifusi melalui epidermis atau melalui peredaran darah yang dapat menurunkan tingkat ambang kulit terhadap bahan iritan. Hipersensivitas tipe lambat juga ada pengaruhnya pada keadaan hiperiritabilitas ini. Bagaimana mekanisme terjadinya masih belum jelas. Kemungkinan terjadi karena adanya penyebaran bahan kimia atau sel, atau mungkin karena adanya pengaruh mekanisme neurologik. Whitfield adalah orang pertama yang menjelaskan bahwa penyebaran dermatitis kemungkinan disebabkan oleh adanya proses otosensitisasi terhadap antigen dikulit normal. (Marwali Harahap, 2000) 1. Dermatitis numuler 1) Pengertian Dermatitis numuler adalah dermatitis yang bentuk lesinya yang bulat seperti uang logam. (Marwali Harahap, 2000) 2) Gambaran klinik Gejala subjektif adalah gatal. Terdapat efloresensi berukuran numuler bulat, vesikel, erosi, eritema dan eksudasi. Akibat garukan terdapat ekskoriasi, bila kering meninggalkan krusta

berwarna hitam. Lokalisasinya adalah di ekstremitas bagian ekstensor, punggung dan bokong. Sisa penyembuhan sering berupa bercak hiperpigmentasi. Kadang-kadang penyebuhan tidak sempurna yaitu terdapat hiperpigmentasi dan skuama, tapi tidak gatal. Apabila penderita menggunakan obat, timbul sensitasi dan penyakit meluas. ( Purnawan Junadi dkk, 1992) 3) Pengobatan Prinsip pengobatannya sama dengan pengobatan eczema. Pada prinsipnya, harus dijaga kelembaban kulit; harus sering mandi dengan bahan yang mengandung minyak, kemudian lesi dioles vaselin; preparat tar; hindari minuman alcohol. Kelembaban ruangan harus dipertahankan supaya kulit jangan kering. (Marwali Harahap, 2000) 1. Dermatitis Xerotik 1) Pengertian Dermatitis xerotik atau xerosis adalah gangguan peradangan yang sering terjadi dan ditandai oleh kekeringan kulit hebat dan rasa gatal. Kekeringan diduga berkaitan dengan pengurangan lemak permukaan kulit, walaupun penyebab yang tepat tidak diketahui. Dermatitis xerotik paling sering terjadi pada orang lanjut usia. (Beth G. Goldstein dkk, 1998) 2) Manifestasi klinik Dijumpai skuama yang kering dan halus, kulit kelihatan pecah-pecah. Kulit kelihatan seperti susunan genteng (crazy paving). Fisura-fisura tersebut dapat menjadi merah dan meradang. Lokalisasi yang sering adalah daerah tulang kering, yang dapat meluas ke paha, tubuh, dan lengan. Muka dan bagian lipatan yang lembab jangan terkena. (Marwali Harahap, 2000) 3) Pengobatan Preparat emoien dibutuhkan pada kebanyakan kasus. Dianjurkan pasien mandi dengan minyak atau emolien daripada menggunakan sabun. Kortokosteroid yang ringan dapat digunakan. (Marwali Harahap, 2000) 1. Pomfoliks 1) Pengertian Pomfoliks adalah suatu dermatitis endogen yang ditandai dengan erupsi vesikula menonjol di telapak tangan atau telapak kaki. Karena lokalisasinya ditempat yang banyak berkeringat (hiperhidrosis), diduga keringat sebagai penyebabnya (dihidrotik), secara histologik dijumpai vesikula yang penuh berisi cairan, di epidermis. (Marwali Harahap, 2000)

2) Manifestasi klinik Pada stadium akut dijumpai banyak vesikula, yang berisi cairan. Munculnya tiba-tiba. Vesikula tersebut kadang-kadang dapat berkelompok dan kemudian membentuk bula yang besar. Pada stadium subakut atau kronis, kulit kering dan berskuama. Pada 80% penderita, mengenai telapak tangan, bagian lateral jari-jari, hanya 12% yang mengenai telapak kaki. Erupsinya simetris dan sering rekuren. (Marwali Harahap, 2000) 3) Pengobatan 1) 2) 3) 4) Astrigen untuk mengeringkan kulit Emolien pada lesi kulit yang kering Steroid topical Kortokosteroid sistemik hanya perlu pada kasus yang berat

(Marwali Harahap, 2000) 1. Medikamentosa Dermatitis medikamentosa merupakan penyakit yang manifestasinya pada kulit dan selaput lendir sebagai akibat obat-obatan. Obat tersebut dapat masuk ke dalam tubuh baik secara oral, injeksi maupun perinhalasi, sehingga menimbulkan erupsi. Absorbsi obat dapat melalui kulit yang utuh atau yang luka, melalui selaput lender seperti kandung kencing, konjungtiva, vagina, oral, dan nasal. Secara tiba-tiba penyakit ini timbul dengan kelainan pada kulit yang sering tampak simetris dan biasanya tersebar luas diseluruh badan. Morfologi klinik yang sering tampak pada erupsi akibat obat, yaitu: makulo-papula (morbiliforn), urtikaria, vesikobulosa dan purpura. Disamping kelainan kulit itu, beberapa jenis obat dapat pula menyebabkan kelainan bentuk lain seperti eritema multiforme oleh penisilin, eritema nodusun oleh sulfonamide dan yodida, dermatitis eksfoliativa. (Purnawan Junadi dkk, 1992) Dermatitis eksogen : 1. Dermatitis kontak Dermatitis kontak adalah peradangan kulit yang akut atau kronik akibat terpajan keiritan (dermatitis iritan) atau allergen (dermatitis alergik). Lokasi dermatitis dikulit sesuai dengan tempat pajanan. Dermatitis kontak alergik terjadi karena sel langerhans mengolah dan menyajikan suatu allergen ke sel-sel T didekatnya. Sel-sel T menanggapinya dengan respon hipersensitivitas tipe IV terhadap allergen. Respon tersebut bersifat lambat yaitu

memerlukan waktu beberapa jam atau beberapa hari untuk muncul. Dermatitis iritan tidak melibatkan system imun, hanya respon peradangan. (Elizabeth J. Corwin, 2000). Berdasrkan penyebabnya, dermatitis kontak dibagi atas : a). Dermatitis kontak toksik b). Dermatitis kontak alergik Pembagian lainnya adalah: a). Dermatitis kontak iritan

Dermatitis iritan akut Dermatitis iritan kronik (kumulatip)

b). Dermatitis kontak alergik c). Dermatitis fotokontrak d). Dermatitis fotokontrak toksik e). Dermatitis fotokontrak alergik Dermatitis kontak iritan merupakan 80% dari seluruh dermatitis kontak. (Marwali Harahap, 2000) 1. Dermatitis Infektif Dermatitis infekti adalah suatu ekzema yang disebabkan oleh suatu mikroorganisme ataupun produknya, dan menyembuh bila organismenya sudah di obati. Jadi bentuk dermatitis ini harus dibedakan dengan dermatitis yang mengalami infeksi sekunder oleh bakteri ataupun virus karena kulit terluka. Kadang-kadang dalam praktek kedua penyakit ini susah dibedakan. Istilah ini masih kontroversial, sehingga banyak ahli kulit tidak pernah membuat diagnosis ini. (Marwali Harahap, 2000) 1. Dermatofitid Reaksi dermatitis dapat terjadi sebagai reaksi alergi terhadap infeksi dermatofites. Harus ada kriteria dibawah ini untuk menegaskan diagnosis. 1) 2) 3) Ada focus infeksi dermatofites. Hasil tes kulit terhadap grup antigen trikofitin. Tidak dijumpai jamur pada lesi dermatofitid.

4)

Dermatofitid sembuh setelah jamurnya di obati.

Jadi dermatofitid terjadi secara sekunder, jauh dari lesi infeksi, analog dengan tuberkulid kulit pada tuberculosis. Keadaan ini jarang dijumpai. (Marwali Harahap, 2000) 1. Dermatitis Ekssfoliatifa Generalisata Dermatitis eksfoliata generalisata adalah suatu kelainan peradangan yang ditandai dengan eritema dan skuama yang hampir mengenai seluruh tubuh. Prosesnya dapat primer ataupun idiopatik, tanpa didahului penyakit kulit ataupun sistemik sebelumnya.Empat puluh persen kasus didahului oleh dermatosis, seperti psoriasis, obat-obatan, tinea, kelainan limforetikuler. Laki-laki 2-3 kali lebih banyak daripada perempuan. (Marwali Harahap, 2000) 1. B. Tinjauan Umum Tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Penyebab ekzema atau dermatitis tidak diketahui, namun jika salah satu atau lebih anggota keluarga mengalami ekzema, asma, atau rinitas alergika maka anak anda memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami ekzema dibanding populasi umum. Sebagian anak dengan ekzema juga mengalami asma atau rinitas alergika. Ekzema dapat dipicu oleh berbagai hal, antara lain : 1) keringnya kulit 2) iritasi oleh sabun detergen, pelembut pakaian, dan bahan kimia lain 3) menciptakan kondisi yang terlalu hangat untuk anak, misalnya membungkus anak dengan pakaian berlapis-lapis 4) alergi atau intoleransi terhadap makanan tertentu 5) alergi terhadap tungau debu, serbuk sari makanan, atau bulu hewan 6) virus dan infeksi lain 7) perjalanan ke Negara dengan iklim berbeda. Dari penjabaran penyebab dermatitis diatas, dapat disimpulkan bahwa dermatitis secara umum disebabkan oleh faktor keturunan, alergi makanan, dan lingkungan. (Nurul Itqiyah, 2007) 1. 1. Tinjauan Khusus Tentang Alergi Makanan Alergi makanan adalah suatu kumpulan gejala yang mengenal banyak organ dan system tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap makanan. Tidak semua reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan merupakan reaksi alergi murni, tetapi banyak dokter atau masyarakat awam menggunakan istilah alergi makanan untuk semua reaksi yang tidak diinginkan dari makanan, baik yang imunologik atau non imunologik. (Judarwanto, 2000) Alergi makanan didefenisikan sebagai respon abnormal tehadap makanan. Insiden alergi makanan jumlahnnya tidak diketahui dengan pasti, tetapi diperkirakan alergi ini dialami oleh 0,3-50% populasi penduduk dunia. Gejala-gejala alergi adalah timbulnya gangguan saluran pencernaan, saluran pernapasan, dan kulit. Dan umumnya gangguan akibat alergi ini bersifat ringan, tetapi dapat bersifat parah yang mengakibatkan terjadinya shock, kegagalan pernapasan dan kematian. Beberapa jenis makanan yang menimbulkan alergi

misalnya : susu sapi, telur, kedele, kacang tanah, ikan, kerang, tomat, jeruk, coklat dan sebagainya. Makanan penyebab alergi ini kadang-kadang dapat dikurangi sensivitasnya melalui proses pemasakan, sebagai contoh susu yang tidak dimasak lebih sering menyebabkan alergi dibandingkan susu yang dimasak. Zat penyebab alergi seringkali adiptif. Artinya, seseorang mungkin tidak mengalami gangguan alergi bila dia mengkonsumsi makanan tertentu dalam jumlah sedikit. Tetapi bila makanan tersebut dikonsumsi dalam jumlah banyak/sering, maka timbullah gejala-gejala alergi. (Ali Khomsan, 2004) Alergi makanan (alergi terhadap allergen ingestan) umumnya disebabkan oleh mekanisme imunologis, sedangkan itoleransi makanan tidak. Intoleransi makanan umum terjadi beberapa zat kimia dalam makanan dapat memperburuk dermatitis, misalnya tetrazine atau pewarna makanan. Meskipun demikian, mekanismenya masih belum jelas. Alergi makanan sifatnya bergantung usia. Alergi jenis ini bisa sangat parah terjadi pada bayi dan makin lama makin ringan. Alergi pada beberapa jenis makanan (seperti telur dan susu sapi) biasanya sementara, sedangkan alergi terhadap kacang atau ikan biasanya menetap seumur hidup. Hubungan antara dermatitis atopik dan alergi makanan cukup kompleks meskipun biasanya anak yang alergi makanan yang menderita dermatitis alergi berat. Kemungkinan kurang dari 10% dari semua anak dengan dermatitis atopik memiliki alergi makanan termediasi IgE dengan angioedema dan urtikaria (biduran). (Banjarmasin post, 2005) Kacang-kacangan seperti kacang tanah, kacang mete dan sejenisnya dapat menyebabkan reaksi akan tetapi biasanya bersifat ringan. Gejalanya biasanya berupa gatal di tenggorokan. Walaupun demikian, di Amerika serikat alergi terhadap kacang dilaporkan sebagai penyebab kematian tersering karena reaksi anafilaksis. Protein kacang-kacangan terdiri dari albumin (yang larut dalam air) dan globulin (yang tidak larut dalam air) yang terdiri dari fraksi arachin dan conarachin. Ikan merupakan alergen yang kuat terutama ikan laut. Bentuk reaksi alergi yang sering berupa urtikaria, atau asma. Pada anak yang sangat sensitif. Dengan hanya mencium bau ikan yang sedang dimasak dapat juga menimbulkan sesak napas atau bersin. Jenis hidangan laut lain (sea food) yang sering menimbulkan alergi adalah udang kecil, udang besar (lobster) serta kepiting, gejala yang sering timbul adalah urtikaria serta angioedema. Alergi terhadap ikan laut. Dengan proses pemasakan (pemanasan) sebagian besar dapat menghancurkan alergen utama yang ada dalam hidangan laut ini. (Zakiudin Munasir, 2006) 1. 2. Tinjauan Khusus Tentang Lingkungan Lingkungan sangat mempengaruhi kejadian suatu penyakit. Interaksi antara penjamu, agen, dan lingkungan sangat erat kaitannya dengan kondisi penyakit seseorang tetapi ada beberapa penyakit yang hanya disebabkan oleh kesalahan letak kode atau informasi genetik yang dinamakan oleh penyakit keturunan. Akan tetapi, hampir semua penyakit pada manusia berada di antara kedua ujung spectrum ini dan kedua faktor baik intrinsik maupun ekstrinsik saling mempengaruhi secara bermakna. Faktor-faktor di lingkungan yang memicu atau memperparah ekzema, misalnya :

1) 2) 3) 4)

Bahan seperti wol atau pelapis car seat Detergen, sabun, bubble baths, antiseptic Kontak dengan bulu hewan Menggunakan krim pelembab (moisturizer)

(Nurul Itqiyah, 2007) Alergen penyebab serangan asma/pilek pada penderita atopi/alergi, antara 70-80% adalah debu yang terdapat di dalam rumah. Sebetulnya penyebabnya adalah tungau yang berukuran 0,3 x 1,2 mm yang hidup dan berkembang biak di dalam debu rumah. Kutu/tungau ini di sebut Dermatophagoides pteronyssinus dan banyak dijumpai kasur, bantal, guling berisi kapuk, selimut karpet, mainan anak yang berisi kapuk, atau berbulu, perabotan rumah tangga dll. Pada sekitar 12% orang yang mempunyai tendensi alergi, paparan debu akan menimbulkan rasa gatal yang amat sangat pada hidung dan tenggorokan, mata membengkak merah dan gatal, hidung mengeluarkan cairan dan pilek, seringkali kesulitan bernafas atau asma. Di samping debu rumah penyebabnya dapat pula serpihan kulit manusia. Kulit manusia, terutama kulit kepala, setiap hari melepaskan serpihan kulit, umpamanya saat menggaruk atau menggosok kulit. Jika jatuh ke sarung bantal untuk orang yang peka menimbulkan asma, atau pilek atau bersin. Begitu pula dengan serpihan kulit binatang (anjing, kucing, kuda, lembu, dan ternak bersayap) juga spora bermacam-macam jamur (jamur tempe, oncom, jamur pada Air Conditioner), tepung sari tumbuh-tumbuhan. (Eliss, 2008) Dermatitis kontak alergika timbul pada individu yang telah tersensitasi bahan tersebut, reaksi hipersensivitas immun. Bahan penyebab ini meliputi bahan kosmetika, asesoris, pakaian, sepatu, obat topikal, semen, sabun pestisida, cat dll. Dan bahan penunjang yang menimbulkan dermatitis kontak alergika adalah suhu udara, kelembaban/gesekan. Macammacam bahan iritan : 1) Air : Melarutkan bahan pengikat air dalam lapisan permukaan kulit sehingga mengakibatkan kekeringan (Ca, Mg, Fe, Khlor, Brom) 2) Pembersih kulit : Sabun detergen meningkatkan PH melarutkan lemak, pewangi, pembersih iritan 3) 4) 5) 6) Alkalis : Soda, Amonia, semen, Kapur Asam : asam asetat, oksalat, nitrat Tumbuh-tumbuhan : Kulit jeruk, bawang putih, rempah, padi, dll Iklim : panas, dingin, lembab. (Sapto Harnowo, 2001)

Jika dermatitis terjadi setelah menyentuh zat tertentu lalu terkena sinar matahari, maka keadaannya disebut dermatitis kontak fotoalergika atau dermatitis kontak fototoksik. Zatzat tersebut antara lain tabir surya, loysen setelah bercukur, parfum tertentu, antibotik dan minyak. Penyebab dari dernatitis kontak alergika : 1) Kosmetika : cat kuku, penghapus cat kuku, deodoran, pelembab, loysen sehabis bercukur, parfum, tabir surya 2) 3) Senyawa kimia (dalam perhiasan) : nikel Tanaman : racun ivy, (tanaman merambat), sejenis rumput liar.

4) Obat-obat yang terkandung dalam krim kulit : antibiotik (penisilin, sulfonamid, neomisin), antihistamin (difenhidramin, prometasin). Anestesi (benzokain), antiseptik (timeosal) (Medicastore, 2004) Bahan yang dapat mencetuskan terjadinya dermatitis adalah bahan yang tergolong sebagai iritan. Bahan wool yang kontak langsung dengan kulit merupakan iritan utama. Bahan nilon yang mengkilat dan beberapa akrilik mungkin dapat mengiritasi kulit, tetapi campuran katun dan poliester biasanya tidak. Sabun dan busa yang berlebihan akan membuat kulit kering dan banyak produk yang berparfum atau mengandung obat yang dipakai di kulit dapat menyebabkan iritasi. Beberapa preparat ekstrak tanaman yang digunakan oleh pengobat alternatif bisa menjadi iritan atau alergen dan karenanya riwayat penggunaan zat ini harus dicari pada saat anamnesis. (Barnetson, 2002) 1. 3. Tinjauan Umum Tentang Genetik Memang saat ini kasus dermatitis makin meningkat dibanding dulu. Jika di keluarga ada yang mengalami alergi atau asma maka resiko alergi meningkat. Biasanya yang menjadi penyebab alergi adalah protein susu sapi dan jika memang ada alergi atau asma di keluarga maka pemberian ASI eksklusif atau susu hipoalergi sangat membantu mengurangi resiko terkena alergi (dermatitis, asma, termasuk penyakit alergi). Dengan pengobatan dan diet maka dermatitis ini dapat dihilangkan gejalanya tetapi dapat muncul kembali bila terkena faktor pencetus dan untuk penyembuhannya diperlukan waktu. (Rudi Hartono, 2003) Alergi dapat diturunkan dari orang tua atau kakek/nenek pada penderita. Bila ada orang tua menderita alergi kita harus mewaspadai terhadap alergi pada anak sejak dini. Bila ada salah satu orang tua yang menderita gejala alergi maka dapat menurunkan resiko pada annak sekitar 20-40%, kedua orang tua alergi resiko meningkat menjadi 40-80%. Sedangkan bila tidak ada riwayat alergi pada kedua orang tua maka resikonya adalah 5-15%. Pada kasus terakhir ini bisa saja terjadi bila nenek, kakek atau saudara dekat orang tuanya mengalami alergi. Bisa saja alergi pada saat anak timbul, setelah menginjak usia dewasa akan banyak berkurang. (Widodo Judarwanto, 2000)

Dalam kehidupan sehari-hari, dermatitis atopik merupakan peradangan menahun pada lapisan atas kulit yang menyebabkan rasa gatal; seringkali terjadi pada penderita rhinitis alergika atau penderita asma dan pada orang-orang yang anggota keluarganya ada yang menderita rhinitis alergika atau asma. Meski penyebabnya genetic (keturunan), sepanjang tidak ada faktor pencetusnya, eksema ini tidak akan timbul. Jadi kalau gejalannya masih sedikit gatal atau merah, lebih baik langsung diingat-ingat apa yang sudah dimakan dan dikenakan, lalu cepat hindari agar tidak berkepanjangan. (Ayu, 2000) Jelas bahwa faktor-faktor keturunan ikut memegang peranan. Jika kedua orangtua memiliki dermatitis atopik, sekitar 80% anak-anaknya mengalami perubahan yang sama pada keadaan kulitnya. (Sylvia A. Price dkk, 2005) BAB III KERANGKA KERJA PENELITIAN 1. A. Kerangka Konsep Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang dan tinjauan pustaka serta landasan teori, maka dikembangkan kerangka konsep yang merupakan perpaduan dari teori tersebut. Pada penelitian ini akan menganalisis mengenai faktor yang berhubungan dengan kejadian Dermatitis dengan variabel bebas adalah alergi makanan, genetik (keturunan), dan lingkungan sedangkan variabel terikat ialah Dermatitis. SKEMA KERANGKA KONSEP PENELITIAN Variabel Independent Keterangan : Variable Independent Variable Dependen 1. B. Hipotesa 1) Hipotesa Alternatif (Ha) 1. Ada hubungan antara Alergi Makanan dengan kejadian penyakit Dermatitis 2. Ada hubungan antara kebersihan Lingkungan dengan kejadian penyakit Dermatitis 3. Ada hubungan antara Genetik (keturunan) dengan kejadian penyakit Dermatitis 2) Hipotesa Nol (H0) Variabel Dependen

1. Tidak ada hubungan antara Alergi Makanan dengan kejadian penyakit Dermatitis 2. Tidak ada hubungan antara Kebersihan Lingkungan dengan kejadian penyakit Dermatitis 3. Tidak ada hubungan antara Alergi Makanan dengan kejadian penyakit Dermatitis 1. C. Defenisi Operasional Variablel Variablel Dependen Kejadian Dermatitis Defenisi Kriteria Obyektif Alat ukur Operasional Suatu peradangan Menderita : Apabila Kuesioner pada lapisan atas kulitdokter mendiagnosa yang menyebabkan bahwa pasien rasa gatal. Pada menderita dermatitis. umumnya dermatitis juga disertai dengan Tidak menderita : tanda-tanda seperti Apabila dokter terbentuknya bintil mendiagnosa bahwa yang berisi cairan pasien tidak menderita (bening/nanah) dan dermatitis. bersisik. Reaksi imunologis Dikatakan beresiko: Kuesioner (kekebalan tubuh) Apabila timbul gejala yang menyimpang dermatitis setelah karena masuknya makan. bahan penyebab alergi dalam tubuh Dikatakan tidak berisiko : Apabila tidak timbul gejala dermatitis setelah makan. Segala sesuatu yang Dikatakan Berisiko : Kuesioner ada disekitarnya baik Apabila tidak terdapat berupa benda hidup, faktor-faktor yang benda mati, benda memicu dermatitis. nyata/abstrak. Seperti debu, bahan wool, Dikatakan tidak air, suhu, cuaca dll berisiko : Apabila terdapat faktor-faktor yang memicu dermatitis. Adanya riwayat Dikatakan berisiko : Kuesioner dermatitis dalam Apabila bapak/ibu atau keluarga di masa lalu kedua-duanya yang didapatkan dari mempunyai riwayat keluarga, yakni dermatitis. skala Ordinal

Variable Independen 1. Alergi Makanan

Ordinal

2. Kebersihan Lingkungan

Ordinal

3. Genetik

Ordinal

bapak, ibu, saudara kandung, kakek dan Dikatakan tidak nenek. berisiko : Apabila bapak/ibu atau keduaduanya tidak mempunyai riwayat dermatitis. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 1. A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah survey dengan pendekatan Cross Sectional Study, merupakan rencana penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu) dengan maksud untuk mengetahui hubungan dengan varibel. Dimana data-data yang berkaitan dengan variabel independen maupun dependen dikumpulkan secara bersamaan untuk mendapatkan informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis. 1. B. Populasi dan Sampel 1. 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang datang berobat di puskesmas tawanga dengan diagnosa dermatitis periode Januari Juni 2009 sebanyak 38 orang. 1. 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien datang berobat di puskesmas tawanga. Teknik pengambilan sampel yang di gunakan adalah Total Sampling. 1. C. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini dilakukan dimulai pada Tanggal 26 Oktober 07 November 2009 1. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di puskesmas Tawanga Kec. Konawe 1. D. Cara Pengumpulan Data

Data Primer

Pengumpulan data dilakukan melalui pembagian kuesioner langsung kepada responden pada saat penelitian yang berkaitan dengan variabel yang akan diteliti.

Data Sekunder

Diperoleh melalui pencatatan dan pelaporan atau dokumentasi yang ada di puskesmas tawanga 1. E. Pengolahan Data Prosedur pengolahan data yang dilakukan sebagai berikut : 1. Editing Editing dilakukan untuk memeriksa ulang jumlah responden dan meneliti kelengkapan jawaban 1. Koding Untuk memudahkan pengelolaan data, semua jawaban perlu disederhanakan dengan cara memberikan simbol tertentu pada setiap jawaban 1. Tabulasi Setelah data terkumpul dan tersusun, selanjutnya data dikelompokkan dalam satu tabel menurut sifat-sifat pengelompokannya/sesuai penelitian. 1. F. Analisa data Setelah data terkumpul maka data tersebut dianalisa dengan menggunakan jasa komputer program SPSS Versi 14.0 yang meliputi : 1. Analisa univariat Dilakukan terhadap tiap-tiap variabel-variabel penelitian untuk melihat tampilan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap-tiap variabel independen. 1. Analisa Bivariat Untuk melihat hubungan tiap-tiap variabel independen dengan kejadian penyakit dermatitis sebagai variabel dependen maka digunakan uji statistik chi-squre. Dengan tingkat kemaknaan = 0,05 hasil perhitungan manual akan diperiksa ulang dengan menggunakan program komputer SPSS versi 14.0. Rumus chi- square (kai kuadrat) sebagai berikut : (Sugiyono,2004 Hal 244)

Dengan menggunakan table kontingensi 22(dua baris x dua kolom) sebagai berikut : Sampel Sampel A Sampel B Jumlah Frekwensi pada Obyek I Obyek II a b c d a+c b+d Jumlah sampel a+b c+d n

n = jumlah sampel dengan menggunakan rumus uji hipotesis sebagai berikut : X = n([ad bc] n)

(a+b)(a+c)(b+d)(c+d) (Sugiyono, 2004 : 244) Untuk menguji keeratan hubungan antara variabel yang diteliti adalah dengan menggunakan rumus : C = X hitung X hitung + n Keterangan : X = nilai Chi kuadrat n = total sampel m = nilai minimum baris/kolom dengan syarat penggunaan jika Ha diterima, dengan ketentuan sebagai berikut: 0,0 C/Cmaks 0,20 : hubungan sangat rendah C maks = m- 1 m

0,20 C/Cmaks 0,40 : hubungan rendah 0,40 C/Cmaks 0,60 : hubungan sedang 0,60 C/Cmaks 0,80 : hubungan tinggi

0,80 C/Cmaks 1,00 : hubungan sangat tinggi (sugiarto,2002) 1. G. Etika Penelitian Menurut Azis Alimul Hidayat (2003), etika penelitian meliputi : 1. Informed Consent Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan manfaat penelitian, bila subjek menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak subjek. 1. Anonimity (tanpa nama) Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan nama responden tetapi lembar tersebut diberi kode. 1. Kerahasiaan (Cofidentiality) Menjelaskan masalah-masalah responden yang harus dirahasiakan dalam penelitian. Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 1. A. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 1. 1. Letak Geografis Puskesmas tawanga terletak dikelurahan tawanga kecamatan Konawe akb. Konawe dengan 68 km dari ibu kota Propinsi sulawesi tenggara dan 10 km dari ibu kota kabupaten konawe (unaaha) dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. Sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Unaaha Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Wawotobi Sebalah Selatan berbatasan dengan kecamatan Wonggeduku Sebelah Barat berbatasan dengan kecamatan Uepai

Wilayah kerja puskesmas tawanga terdiri dari 9 desa dan pada umumnya adalah daratan rendah, dan potensial untuk area persawahan. Kecamatan konawe mempunyai 2 musim yaitu musim kemarau dan hujan Jumlah penduduk diwilayah kerja puskesmas unaaha pada tahun 2009 tercatat 7.641 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 1.931 KK.

1. 2. Sosial Ekonomi Masyarakat kecamatan konawe bermata pencaharian sebagai PNS, wiraswasta, TNI, tani, Polri, secara umum pendapatan atau penghasilan rata-rata sudah mencukupi kebutuhan keluarga 1. 3. Agama penduduk dalam wilayah kerja puskesmas tawanga 90 % penduduknya memeluk agama islam selabihnya Kristen protestan dan katolik. 1. 4. Budaya Penduduk wilayah kerja puskesmas tawanga terdiri dari berbagai macam suku, dimana suku tolaki adalah suku yang mayoritas dan hanya sebagian kecil suku lain yang ada di kecamatan konawe, seperti bugis, makassar, muna, dan buton jawa. 1. 5. Sarana Kesehatan Sarana Kesehatan kesehatan yang terdapat dikecamatan tawanga adalah sebagai berikut : 1. fisik ( bangunan) 1) 2) 3) 4) puskesmas induk 1 buah pustu 1 buah polindes 1 buah posyandu 9 buah 1. Tenaga Medis 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) dokter umum 1 Orang SKM 3 Orang Bidan 5 Orang Perawat 10 Orang Gizi 6 Orang Perawat gigi 1 Orang SMU/ Umum 6 Orang

1. B. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel yang disertai narasi dengan uraian sebagai berikut : (1) karakteristik responden dan (2) variabel penelitian . 1. 1. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin Tabel. 5.1 Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tentang Kejadian Dermatitis Di Puskesmas Tawanga Kec. Konawe Kab. Konawe Tahun 2009 Jensi kelamin Laki-laki perempuan Jumlah Sumber : data primer Berdasarkan tabel 5.1 diatas dari 38 responden lebih besar yang berjenis kelamin perempuan yaitu 27 orang (71,1%) dan yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 11 orang (28,9%). 1. Umur Tabel 5.2 Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Umur Tentang Tentang Kejadian Dermatitis Di Puskesmas Tawanga Kec. Konawe Kab. Konawe Tahun 2009 Umur 15- 20 21-25 26-30 31- 35 Frekwensi 6 8 7 6 Persentase 15,8 % 21,1% 18,4% 15,8% Frekwensi 11 27 38 Persentase 28,9% 71,1% 100 %

36-40 41-45 46> Jumlah Sumber : Data primer

2 4 5 38

5,3% 10,5% 13,2% 100%

Berdasarkan tabel 5.2 diatas menunjukkan bahwa dari 38 orang responden yang paling banyak pada kelompok umur 21-25 tahun yaitu sebesar 8 (21,1%) dan paling sedikit responden pada usia 36-40 2 (5,3%) 1. Tingkat Pendidikan Tabel 5.3 Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tentang Tentang Kejadian Dermatitis Di Puskesmas Tawanga Kec. Konawe Kab. Konawe Tahun 2009 Pendidikan SD SMP SMA Perguruan tinggi Jumlah Sumber : data primer Berdasarkan tabel 5.3 diatas menunjukkan bahwa responden yang berpendidikan SD 9 Orang (23,7%), responden yang berpendidikan SMP 16 orang (42,1%), responnden yang berpendidikan SMA 9 orang (23,7%) dan responden yang bependidikan perguruan tinggi 4 orang (10,5%). 1. kejadian dermatitis Tabel 5.4 Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan kejadian Dematitis Frekwensi 9 16 9 4 38 Persentase 23,7% 42,1% 23,7% 10,5% 100%

Di Puskesmas Tawanga Kec. Konawe Kab. Konawe Tahun 2009 Kejadian dermatitis Menderita Tidak menderita Jumlah Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 5.4 diatas menunjukkan bahwa dari 38 responden yang menderita dermatitis sebanyak 19 orang (50,0%) dan responden yang tidak menderita dermatitis sebanyak 19 orang (50,0%) 1. Faktor Alergi Makanan Tabel 5.5 Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Faktor Alergi Makanan Di Puskesmas Tawanga Kec. Konawe Kab. Konawe Tahun 2009 Alergi Makanan Beresiko Tidak Beresiko Jumlah Sumber : data primer Berdasarkan tabel 5.5 diatas menunjukkan bahwa dari 38 responden yang bersiko menderita dermatitis sebanyak 27 orang (71,1%) dan responden yang tidak beresiko menderita dermatitis sebanyak 11orang (28,9%) 1. Faktor Kebersihan lingkungan Tabel 5.6 Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Faktor kebersihan Lingkungan Di Puskesmas Tawanga Kec. Konawe Frekwensi 27 11 38 Persentase 71,1% 28,9% 100% Frekwensi 19 19 38 Persentase 50,0% 50,0% 100%

Kab. Konawe Tahun 2009 Kebersihan lingkungan Beresiko Tidak Beresiko Jumlah Sumber : data primer Berdasarkan tabel 5.6 diatas menunjukkan bahwa dari 38 responden yang bersiko menderita dermatitis sebanyak 19 orang (50,0%) dan responden yang tidak beresiko menderita dermatitis sebanyak 19 orang (50,0%) 1. Faktor Genetik Tabel 5.7 Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Faktor Genetik Di Puskesmas Tawanga Kec. Konawe Kab. Konawe Tahun 2009 Genetik Beresiko Tidak beresiko Jumlah Sumber : data Primer Berdasarkan tabel 5.7 diatas menunjukkan bahwa dari 38 responden yang beresiko menderita dermatitis sebanyak 21 orang (55,3%) dan responden yang tidak beresiko dermatitis sebanyak 17 orang (44,7%) 1. 2. Variabel Penelitian 1. a. Analisis hubungan antara variabel alergi makanan dengan kejadian dermatitis Tabel. 5.8 Hubungan Antara dermatitis Dengan faktor alergi Makanan Di Puskesmas Tawanga Kec. Konawe Kab. Konawe Frekwensi 21 17 38 Persentase 55,3% 44,7% 100% Frekwensi 19 19 38 Persentase 50,0% 50,0% 100%

Tahun 2009 Kejadian Dermatitis Menderita Tidak Menderita n % n % Beresiko 10 26,32 17 44,74 Tidak Beresiko 9 23,68 2 5,26 Jumlah 18 50 17 50 Alergi Makanan Sumber : data primer Berdasarakan Tabel 5.8 menunjukkan bahwa dari 38 responden yang menderita dermatitis dan beresiko terhadap faktor alergi makanan sebesar 10 (26,32%) dan responden yang tidak menderita dermatitis dan beresiko terhadap faktor alergi makanan sebesar 17 (44,74%). Sedangkan responden yang menderita dermatitis dan tidak beresiko terhadap faktor alergi makanan sebesar 9 (23,68%) dan yang tidak menderita dermatitis dan tidak beresiko terhadap faktor alergi makanan sebesar 2 (5,26%). Hipotesis yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara faktor alergi makanan dengan kejadian dermatitis di puskesmas tawanga kec konawe kab. Konawe . Untuk maksud tersebut, penulis menggunakan analisis Chi Square, pengambilan keputusan didasarkan pada kriteria X hitung lebih besar dari X tabel, maka hipotesis penelitian (Ha) Diterima atau ada hubungan antara faktor alergi makanan dengan kejadian dermatitis, sebaliknya jika X hitung lebih kecil dari X tabel maka hipotesis (Ha) ditolak atau tidak ada hubungan antara faktor alergi makanan dengan kejadian dermatitis. Hasil uji analisis menunjukkan bahwa nilai X hitung lebih besar 8,188552dan X tabel 3,841 sehingga didapat X hitung lebih besar X tabel (8,188552>3,841) maka hipotesis penelitian Ha diterima dan H0 Ditolak atau ada hubungan yang bermakana antara faktor alergi makanan dengan kejadian dermatitis hasil perhitungan dapat dilihat seperti berikut : Xhit = n ([a.d b.c] n) Total n 25 10 38 % 71,06 28,94 100

(a+b)(a+c)(b+d)(c+d) = 38 ([10.2-17.9]- .38) (10+17).(10+9).(17+2).(9+2) = 38([20-153]- .38) (27).(19).(19).(11) = 38([-133]-19)

107217 = 38 . 23104 107217 = 877952 107217 = 8,188552 Jadi X = 8,188552 Keterangan : Dk Xtabel X hit =1 = 3,841 = 8,188552

Kesimpulan : karena X hitung > X tabel maka Ha diterima, Ho ditolak artinya ada hubungan yang bermakna antara dermatitis dengan alergi makanan Derajat hubungan dermatitis dengan alergi makanan Dik = X hit = 8,188552 Xtabel N M = 38 =2 Rumus = C X hit+n = 8,188552+38 = 46,188552 = 0,1772853 8,188552 8,188552 = X hit = 3,841

= 0,4210526 C maks m = 2 = = 0,7071 C/C maks 0,7071 = 0,595464 Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sedang antara dermatitis dengan alergi makanan 1. b. Analisis Hubungan Antara Variabel Kebersihan Lingkungan Dengan Kejadian Dermatitis Tabel. 5.9 Hubungan Antara dermatitis Dengan faktor kebersihan lingkungan Di Puskesmas Tawanga Kec. Konawe Kab. Konawe Tahun 2009 Kejadian Dermatitis Menderita Tidak Menderita n % n % Beresiko 6 15,78 13 34,22 Tidak Beresiko 13 34,22 6 15,78 Jumlah 18 50 17 50 Kebersihan Lingkungan Sumber : data primer Berdasarakan Tabel 5.9 menunjukkan bahwa dari 38 responden yang menderita dermatitis dan beresiko terhadap faktor kebersihan lingkungan sebesar 6 (15,78%) dan responden Total n 19 19 38 % 50 50 100 = 0,4210526 0,5 2-1 = m -1

yang tidak menderita dermatitis dan beresiko terhadap faktor kebersihan lingkungan sebesar 13 (34,22%). Sedangkan responden yang menderita dermatitis dan tidak beresiko terhadap faktor kebersihan lingkungan sebesar 13 (34,22%) dan yang tidak menderita dermatitis dan tidak beresiko terhadap faktor kebersihan lingkungan sebesar 6 (15,78%). Hipotesis yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara faktor kebersihan lingkungan dengan kejadian dermatitis di puskesmas tawanga kec konawe kab. Konawe . Untuk maksud tersebut, penulis menggunakan analisis Chi Square, pengambilan keputusan didasarkan pada kriteria X hitung lebih besar dari X tabel, maka hipotesis penelitian (Ha) Diterima atau ada hubungan antara faktor kebersihan lingkungan dengan kejadian dermatitis, sebaliknya jika X hitung lebih kecil dari X tabel maka hipotesis (Ha) ditolak atau tidak ada hubungan antara faktor kebersihan lingkungan makanan dengan kejadian dermatitis. Hasil uji analisis menunjukkan bahwa nilai X hitung lebih besar 10,666 dan X tabel 3,841 sehingga didapat X hitung lebih besar X tabel (10,666>3,841) maka hipotesis penelitian Ha diterima dan H0 Ditolak atau ada hubungan yang bermakana antara faktor kebersihan lingkungan dengan kejadian dermatitis hasil perhitungan dapat dilihat sebagai berikut: Xhit = n ([a.d b.c] n)

(a+b)(a+c)(b+d)(c+d) = 38 ([6.6-13.13]- .38) (6+13).(6+6).(13+6).(13+6) = 38([36-169]- .38) (19).(12).(19).(19) = 38([-133]-19) 82308 = 35 . 23104 82308 = 877952 82308 = 10,666

Jadi X = 10,666 Keterangan : Dk = 1 Xtabel X hit = 3,841 = 10,666

Kesimpulan : karena X hitung > X tabel maka Ha diterima, Ho ditolak artinya ada hubungan yang bermakna antara dermatitis dengan kebersihan lingkungan Derajat hubungan dermatitis dengan kebersihan lingkungan Dik = X hit = 10,666 Xtabel N M = 38 =2 Rumus = C X hit+n = 10,666 = X hit = 3,841

10,666+35 = 48,666 = = 0,468153 C maks m = 2 = 0,5 2-1 = m -1 0,2191673 10,666

= 0,7071 C/C maks 0,7071 Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang tinggi antara dermatitis dengan kebersihan lingkungan 1. c. Analisis hubungan variabel genetik dengan kejadian dermatitis Analisis hubungan antara variabel genetik dengan kejadian dermatitis akan ditampilkan dalam tabel berikut : Tabel. 5.10 Hubungan Antara Genetik Dengan kejadian dermatitis Di Puskesmas Tawanga Kec. Konawe Kab. Konawe Tahun 2009 Kejadian Dermatitis Genetik Menderita Tidak Menderita n % n % Beresiko 13 34,21 8 21,05 Tidak Beresiko 6 15,79 11 28,95 Jumlah 18 50 17 50 Sumber : data primer Berdasarakan Tabel 5.10 menunjukkan bahwa dari 38 responden yang menderita dermatitis dan beresiko terhadap faktor genetik sebesar 13 (34,21%) dan responden yang tidak menderita dermatitis dan beresiko terhadap faktor genetik sebesar 8 (21,05%). Sedangkan responden yang menderita dermatitis dan tidak beresiko terhadap faktor genetik sebesar 6 (15,79%) dan yang tidak menderita dermatitis dan tidak beresiko terhadap faktor genetik sebesar 17 (28,95%). Hipotesis yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara faktor genetik dengan kejadian dermatitis di puskesmas tawanga kec konawe kab. Konawe . Untuk maksud tersebut, penulis menggunakan analisis Chi Square, pengambilan keputusan didasarkan pada kriteria X hitung lebih besar dari X tabel, maka hipotesis penelitian (Ha) Diterima atau ada hubungan antara faktor genetik dengan dengan kejadian dermatitis, sebaliknya jika X hitung lebih kecil dari X tabel maka hipotesis (Ha) ditolak atau tidak ada hubungan antara faktor genetik dengan kejadian dermatitis. Total n 27 11 38 % 55,26 44,74 100 = 00,468153= 0,6620746

Hasil uji analisis menunjukkan bahwa nilai X hitung lebih kecil 1,7030812 dan X tabel 3,841 sehingga didapat X hitung lebih kecil X tabel (1,7030812<3,841) maka hipotesis penelitian Ha ditolak dan H0 Diterima atau tidak ada hubungan yang bermakana antara faktor genetik dengan kejadian dermatitis hasil perhitungan dapat dilihat seperti berikut : Xhit = n ([a.d b.c] n) (a+b)(a+c)(b+d)(c+d) = 38 ([13.11-8.6]- .38) (13+8).(13+6).(8+11).(6+11) = 38 ([143-48]- .38)

(21).(19).(19).(17) = 38 ([95]-19)

128877 = 35 . 5766

128877 = 129488

128877 = 1,7030812

Jadi X = 1,7030812 Keterangan : Dk Xtabel X hit =1 = 3,841 = 1,7030812

Kesimpulan : karena X hitung < X tabel maka Ha dittolak, Ho diterima artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara dermatitis dengan genetik 1. C. Pembahasan

Pembahasan analisis data tentang hubungan antara dermatitis dengan faktor genetik, alergi makanan dan kebersihan lingkungan dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Hubungan Alergi Makanan Dengan Kejadian Dermatitis Berdasarakan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Tawanga kec. Konawe kab. Konawe, menunjukkan bahwa dermatitis mempunyai hubungan dengan faktor alergi makanan atau hipotesis penelitian (Ha) yang menyatakan ada hubungan antara dermatitis dengan faktor alergi makanan diterima, hal ini didasarkan pada nilai X hitung 8,188552 lebih besar dari X tabel 3,841 (8,188552> 3,841). Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Dwiana Safitri dalam Cermin Dunia Kedokteran yang menyatakan bahwa Alergi terhadap makanan, atau biasa kita sebut sebagai alergi makanan,merupakan sistem kekebalan tubuh (reaksi imun) terhadap makanan atau unsure makanan pada seseorang yang mempunyai bakat alergi. Selain reaksi alergi, reaksi terhadap makanan dapat juga terjadi bukan karena reaksi imun. Reaksi terhadap makanan yang bukan merupakan reaksi alergi disebut sebagai intoleransi makanan, artinya tubuh.tidak memberi toleransi atas kehadiran benda atau zat tersebut. Seperti telah disebutkan semula maka intoleransi makanan dapat terjadi melalui efek farmakologi, toksik, metabolik atau neuropsikologis,secara umum reaksi terhadap makanan yang terdiri dari alergi makanan dan intoleransi makanan disebut sebagai reaksi simpang terhadap makanan (adverse food reactions). Dalam kehidupan sehari-hari kedua ha1tersebut sering dikacaukan dan menjadi rancun sehingga semua kelainan yang berhubungan atau diduga disebabkan oleh makanan, secara salah dengan mudah dikatakan sebagai alergi makanam Beberapa jenis makanan yang menimbulkan alergi misalnya : susu sapi, telur, kedele, kacang tanah, ikan, kerang, tomat, jeruk, coklat dan sebagainya. Makanan penyebab alergi ini kadang-kadang dapat dikurangi sensivitasnya melalui proses pemasakan, sebagai contoh susu yang tidak dimasak lebih sering menyebabkan alergi dibandingkan susu yang dimasak. Zat penyebab alergi seringkali adiptif. Artinya, seseorang mungkin tidak mengalami gangguan alergi bila dia mengkonsumsi makanan tertentu dalam jumlah sedikit. Tetapi bila makanan tersebut dikonsumsi dalam jumlah banyak/sering, maka timbulah gejala-gejala alergi. (Dwiana Safitri, 2008) Alergi makanan (alergi terhadap allergen ingestan) umumnya disebabkan oleh mekanisme imunologis, sedangkan itoleransi makanan tidak. Intoleransi makanan umum terjadi beberapa zat kimia dalam makanan dapat memperburuk dermatitis, misalnya tetrazine atau pewarna makanan. Meskipun demikian, mekanismenya masih belum jelas. Alergi makanan sifatnya bergantung usia. Alergi jenis ini bisa sangat parah terjadi pada bayi dan makin lama makin ringan. Alergi pada beberapa jenis makanan (seperti telur dan susu sapi) biasanya sementara, sedangkan alergi terhadap kacang atau ikan biasanya menetap seumur hidup. Hubungan antara dermatitis atopik dan alergi makanan cukup kompleks meskipun biasanya anak yang alergi makanan yang menderita dermatitis alergi berat. Kemungkinan kurang dari 10% dari semua anak dengan dermatitis atopik memiliki alergi makanan termediasi IgE dengan angioedema dan urtikaria.(Zakiudin Munasir, 2006)

Kacang-kacangan seperti kacang tanah, kacang mete dan sejenisnya dapat menyebabkan reaksi akan tetapi biasanya bersifat ringan. Gejalanya biasanya berupa gatal di tenggorokan. Walaupun demikian, di Amerika serikat alergi terhadap kacang dilaporkan sebagai penyebab kematian tersering karena reaksi anafilaksis. Protein kacang-kacangan terdiri dari albumin (yang larut dalam air) dan globulin (yang tidak larut dalam air) yang terdiri dari fraksi arachin dan conarachin. Ikan merupakan alergen yang kuat terutama ikan laut. Bentuk reaksi alergi yang sering berupa urtikaria, atau asma. Pada anak yang sangat sensitif. Dengan hanya mencium bau ikan yang sedang dimasak dapat juga menimbulkan sesak napas atau bersin. Jenis hidangan laut lain (sea food) yang sering menimbulkan alergi adalah udang kecil, udang besar (lobster) serta kepiting, gejala yang sering timbul adalah urtikaria serta angioedema. Alergi terhadap ikan laut. Dengan proses pemasakan (pemanasan) sebagian besar dapat menghancurkan alergen utama yang ada dalam hidangan laut ini. (Zakiudin Munasir, 2006) Dengan demikian dari hasil penelitian diperoleh bahwa ada hubungan antara alergi makanan dengan kejadian dermatitis, hal tersebut disebabkan karena pada orang yang sistem imunnya reaktif terhadap salah satu jenis makanan akan mudah terkena reaksi alergi yang ditimbulkan berupa dermatitis. 1. Hubungan Kebersihan Lingkungan Dengan Kejadian Dermatitis Berdasarakan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Tawanga kec. Konawe kab. Konawe, menunjukkan bahwa dermatitis mempunyai hubungan dengan faktor kebersihan lingkungan atau hipotesis penelitian (Ha) yang menyatakan ada hubungan antara dermatitis dengan faktor kebersihan lingkungan diterima, hal ini didasarkan pada nilai X hitung 10,666 lebih besar dari X tabel 3,841 (10,666> 3,841). Hasil penelitian ini didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh (Nurul Itqiyah, 2007) yang menyatakan bahwa Lingkungan sangat mempengaruhi kejadian suatu penyakit. Interaksi antara penjamu, agen, dan lingkungan sangat erat kaitannya dengan kondisi penyakit seseorang tetapi ada beberapa penyakit yang hanya disebabkan oleh kesalahan letak kode atau informasi genetik yang dinamakan oleh penyakit keturunan. Akan tetapi, hampir semua penyakit pada manusia berada di antara kedua ujung spectrum ini dan kedua faktor baik intrinsik maupun ekstrinsik saling mempengaruhi secara bermakna. Faktorfaktor di lingkungan yang memicu atau memperparah ekzema, misalnya :Bahan seperti wol atau pelapis car seat, Detergen, sabun, bubble baths, antiseptic, Kontak dengan bulu hewan Menggunakan krim pelembab (moisturizer), serta bahan-bahan kosmetik (Nurul Itqiyah, 2007). Hal ini berarti bahwa faktor lingkungan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya penyakit dermatitis ini, terutama faktor cuaca yang panas ini akan memicu timbulnya dermatitis terutama dermatitis atopik, dan kemungkinan juga di picu oleh faktor debu yang berada dilingkunagn sekitar yang dapat dapat menyebabkan iritasi pada kulit berupa dermatitis. 1. Hubungan Genetik Dengan Kejadian Dermatitis

Berdasarakan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Tawanga kec. Konawe kab. Konawe, menunjukkan bahwa dermatitis tidak mempunyai hubungan dengan faktor genetik atau hipotesis penelitian (H0) yang menyatakan tidak ada hubungan antara dermatitis dengan faktor genetik diterima, hal ini didasarkan pada nilai X hitung 1,7030812 lebih kecil dari X tabel 3,841 (1,7030812<3,841). Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Dwiyana Safitri, 2008 Dalam Cermin Dunia Kedokteran yang menyatakan bahwa penyebabnya genetic (keturunan), sepanjang tidak ada faktor pencetusnya, eksema ini tidak akan timbul. Jadi kalau gejalannya masih sedikit gatal atau merah, lebih baik langsung diingat-ingat apa yang sudah dimakan dan dikenakan, lalu cepat hindari agar tidak berkepanjangan.. (Dwiyana Safitri, 2008) Dari hasil penelitian didapatkan tidak ada hubungan antara faktor genetik dengan kejadian dermatitis, hal tersebut disebabkan karena pada saat penelitian rata-rata mereka yang datang berobat kepuskesmas mengatakan bahwa dalam keluarga ada yang menderita gatalgatal dan mereka menganggap bahwa gatal-gatal tersebut merupakan penyakit dermatitis sehingga pada saat memberi jawaban responden menyatakan bahwa dalam keluarganya ada yang menderita dermatitis sehingga pada saat penelitian didapatkan ada faktor gentik namun tidak memiliki hubungan antara kejadian dermatitis dengan faktor genetik tersebut. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 1. A. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis pada pasien di puskesmas tawanga kecamatan konawe kabupaten konawe dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Ada hubungan yang bermakna antara alergi makanan dengan kejadian dermatitis pada pasien di puskesmas tawangan Kec. Konawe Kab. Konawe Tahun 2009 dimana dari hasil uji statistik didapatkan nilai didapatkan nilai X hitung (8, 188552) lebih besar dari X tabel (3,841) 2. Ada hubungan yang bermakna antara kebersihan lingkungan dengan kejadian dermatitis pada pasien di puskesmas tawangan Kec. Konawe Kab. Konawe Tahun 2009 dimana dari hasil uji statistik didapatkan nilai didapatkan nilai X hitung (10,666) lebih besar dari X tabel (3,841) 3. Tidak ada hubungan yang bermakna antara genetik dengan kejadian dermatitis pada pasien di puskesmas tawangan Kec, Konawe Kab. Konawe Tahun 2009 dimana dari hasil uji statistik didapatkan nilai didapatkan nilai X hitung (1,7030812) lebih lebih kecil dari dari X tabel (3,841) 4. B. Saran

Merujuk pada pada hasil pembahasan dan kesimpulan dalam penelitian ini maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut : 1. Peneliti selanjutnya agar dapat lebih memahami tentang penyebab penyakit dermatitis 2. Masyarakat agar lebih memahami tentang faktor-faktor penyebab dari penyakit dermatitis sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit dermatitis 3. Kepada pihak institusi Akper Pemda Konawe agar dapat memperbanyak literatur tentang penyekit dermatitis guna mempermudah jalannya penyusunan penelitian bagi peneliti selanjutnya, sehingga lebih baik dan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan khusunya pada penyakit- penyakit tertentu. http://antholeo.wordpress.com/2010/07/08/faktor-faktor-yang-berhubungan-dengankejadian-dermatitis-di-puskesmas-x/

Вам также может понравиться