Вы находитесь на странице: 1из 6

CBM CBM merupakan salah satu jenis natural gas yang tidak konvensional (unconventional natural gas) yang

terbentuk selama proses koalifikasi dan penyimpanan batu bara.. CBM dapat menggantikan produksi gas konvensional dengan lebih baik karena CBM dapat mengurangi emisi rumah kaca dari tambang gas, mengurangi polusi udara karena merupakan bahan bakar yang proses pembakarannya bersih, selain itu juga memanfaatkan sumber daya batubara yang cukup luas yang tadinya sudah ditemukan (Todd A. D dan Charles E. B., )

Pembentukan CBM Batubara dalam CBM berperan sebagai batuan induk maupun batuan reservoir. CBM terbentuk selama proses koalifikasi yakni proses material tanaman berubah menjadi batubara karena pengaruh tekanan dan temperatur yang tinggi yakni dan selama penyimpanan batu bara. Faktor yang paling mempengaruhi CBM teperangkap adalah tekanan hidraulik (Hydraulic pressure). CBM sebagian besar mengandung CH4, beberapa CO2 dan N2. Metana pada CBM dihasilkan oleh mikroba (biogenic) dan pengaruh temperatur yang tinggi (thermogenic). Proses pembentukan CBM tidak begitu lama dibanding gas konvensional. Gas yang tergolong CBM secara fisik diserap oleh pori-pori mikro (microporosity) pada permukaan batubara. Metana yang banyak terkandung di batubara bisa diproduksi hanya jika terdapat rekahan-rekahan yang membuat gas bisa mengalir ke sumur. Metana akan tetep berada di dalam batubara selama water table (muka air) masih berada di atas batubara yang jenuh dengan gas. Tetapi jika muka air tersebut turun, maka metana yang disimpan akan terlepas ke atmosfer. Dalam kondisi inilah rekahan berperan mengalirkan metana yang terlepas tersebut. Ada beberapa jenis rekahan, yakni rekahan primer, sekunder dan tersier. Rekahan sekunder dan tersier memiliki skala mikro sementara rekahan primer berkembang di seluruh lapisan batubara dan menghubungkan nonbatubara dan batubara (interbeds).

Satu gram batubara mengandung sejumlah besar metana atau satu ton barubara dapat memproduksi sekitar 1300 m3 metana (Todd A. D dan Charles E. B., ).

Coal cleat terminology

Respon Seismik terhadap CBM Keberadaaan gas memberikan pengaruh yang besar terhadap parameter fisis dari lapisan batubara. Parameter fisis tersebut antara lain: 1) Modulus elastis Jika kandungan gas yang terserap meningkat, maka modulus elastis pada CBM tersebut akan menurun. Dibanding lapisan batubara biasa, modulus elastis dari lapisan CBM akan menurun menjadi sepertiganya. 2) Poissons ratio dan kecepatan gelombang ultra (ultra sound velocity) Untuk possions ratio, keberadaan CBM membuat nilai possions ratio meningkat dua kali lipat. Sementara untuk kecepatan gelombang ultra (ultra sound velocity) besarnya sekitar kurang dari 1000m/s, dengan rata-rata 640 m/s, lebih rendah dibanding kecepatannya pada gas biasa yakni sekitar 1500-2700m/s, dengan rata-rata 2250 m/s. 3) Travel time, amplitudo, frekuensi Berdasarkan persamaan gelombang medium dua fase, Yang Shuang membuat model yang mensimulasi gelombang seismik pada daerah CBM maka didapat karakteristik CBM terhadap travel time, amplitudo, dan frekuensi yakni travel timenya lebih panjang (lama), amplitudonya lebih kecil, dan frekuensinya lebih rendah dibanding batubara biasanya. Fenomena tersebut diperkirakan disebabkan oleh kandugan mineral dan medium cairan dua fase pada pori-pori batuan. Keberadaanya mengurangi kecepatan gelombang P sehingga memperpanjang travel time, juga mengurangi energi yang berfrekuensi tinggi secara drastis sehingga distribusi frekuensi pada daerah CBM menjadi lebih rendah. 4) Kecepatan gelombang seismik dan densitas Kandungan gas yang tinggi membuat kecepatan gelombang seismik dari lapisan CBM ini menjadi lebih rendah begitu juga dengan densitasnya. Kecepatan gelombang seismik pada CBM menurun sekitar sepertiga dari kecepatan gelombang seismik pada gas biasa.

Diduga banyak dijumpai di wilayah yang berdekatan dengan pertambangan batubara. Perbedaaan mendasar CBM dengan gas adalah 1) Gas konvensional berasal dari fosil tumbuhan atau binatang ribuan bahkan jutaan tahun yang lalu, terjadi karena temperatur dan tekanan yang tinggi sehingga kemungkinan ditemukan pada kedalaman yang dalam. Sementara CBM berasal dari material tumbuhan yang tertimbun relatif singkat dibanding fosil akibat tekanan dan temperatur yang tinggi sehingga kemungkinan ditemukan pada kedalaman yang dangkal. 2) Gas konvensional berpindah ke atas menuju perangkap, sementara CBM tidak bermigrasi melainkan terserap oleh pori-pori mikrobatuan. 3) Untuk gas konvensional, kita perlu mengetahui letak source rock, arah migrasi, batuan reservoar dan perangkan, sementara untuk CBM, tidak perlu diktahui arah migrasi karena batubara bertindak sebagai batuan sumber dan batuan reservoar. 4) Gas konvensional mengambang bebas di ruang pori, sementara CBM terserap di dalam ruang pori akibat tekanan air yang cukup tinggi sehingga untuk memproduksi CBM, kita perlu mengeluarkan air dari reservoar agar gas metana dapat terbebas selanjutnya menuju pipa produksi.

Respon AVO terhadap CBM Dibanding dengan respon gas pada pasir, respon gas pada litologi karbonat tidak begitu signifikan. Hal itu dikarenakan gas yang berada pada pori-pori batuan tidak dengan signifikan terkompresi karena hampir semua energi kompresi gelombang seismik ditransmisikan melalui matriks batuan karbonat yang inkompresibel dan rigid. Although the coal fromIndonesia tends to be shallow and lowrank, conventional oil and gas wells that drill though the coal seams tend to experience blow outs and log gas spikes; both of these features are good indicators for coalbed methane (CBM). A recent assessment of the potential CBM resources in Indonesia identified 12.7 trillion m3 (450 Tcf) within eleven onshore basins (Stevens and Hadiyanto, 2004). More detailed analysis of coal rank, geochemistry, and geology in Indonesia has led to an increased estimate of Indonesian CBM potential (Nugroho and Arsegianto, 1993; Stevens et al., 2001; Stevens and Hadiyanto, 2004). Stevens and Hadiyanto (2004) ranked six basins with high CBM potential; South Sumatra Basin, Central Sumatra Basin, Barito Basin, Kutei Basin, Berau Basin, and North Tarakan Basin. They recommended testing, using in-country mining rigs to drill expendable core holes, for coal seam gas measurement content and permeability followed by production pilot wells. The government of Indonesia is moving rapidly to settle the regulations and terms for CBM production, as the demand for clean energy in Indonesia continues to grow. Accurate coal characterization is critical and necessary to support CBM research and development.

Respon LOG terhadap CBM


Geophysical logs can be used to identify coal beds and to quantify their resources because coal has several unique physical properties including low natural radioactivity, low density, and high resistance to electrical currents. Thus, geophysical logs can provide information on the existence, continuity, thickness, and correlation of shallow to deeply buried coal beds in known coalbearing areas that have not yet been fully explored and in the future may provide information in areas not previously thought to contain coal.

Pertama, jika hanya satu jenis log tersedia, jenis batuan lainnya dapat salah diidentifikasi sebagai batubara, misalnya, batu kapur yang sangat resistif pada logresistivitas atau batu pasir kuarsa murni pada log radioaktivitas alami. Namun, masalah ini dapat diatasi dengan pengetahuan menyeluruh dari batubara-bearingstrata di daerah tersebut sedang diselidiki dan dengan pemahaman tentangbagaimana strata dicatat pada log
For example, if limestone beds are not present in the coal-bearing sequence and if all sandstone beds are more radioactive than the coal beds, problems of lithologic identification are nonexistent

Here again, a knowledge of the stratigraphic positions of coal beds in coalbearing sequences will aid identification of unsuitable logs. Because coal thicknesses interpreted from geophysical logs are considered as points of measurement for calculating coal resources, it is advisable to use only those coal thicknesses that are determined with confidence. The geophysical log types generally used in coal bed recognition and stratigraphic identification and rank, quality, and thickness evaluations are the electrical, gamma ray, density, neutron, and acoustic velocity
Fundamentals of Coalbed Methane Reservoir Engineering

Вам также может понравиться