Вы находитесь на странице: 1из 6

Menurut sajilata et al (2006) pada saat proses pendingin atau pemanasan akan terjadi peristiwa rekraistalisasi (retrogradasi).

Marsono 1993 dalam haryadi 2006 juga menyatakan bahwa retrogradasi dapat mengubah struktur pati ke arah pembentukan kristalin baru sehingga pati tidak mudah terlarut. Pati dengan menggunakan pemanasan akan terjadi penurunan kadar pati disbanding pati alaminya. Hal ini dikarenakan terjadinya pemtusan rantai cabang amilopektIn oleh pullulanase. Pemotongan rantai cabang ini akan menghasilkan molekul amilopektin dengan rantai terluar yang lebih panjang dan menyisakan ramtai polimer yang lebih pendek seperti limit dekstrin, rantai ini kemudian akan hilang selama proses pencucian. Hal ini secara otomatis akan menyebabkan turunnya berat molekul pati Sajilata,M.G:R.S. Singhal and P.R kulkarni.2006. resistance starch a review. CRFSFS vol 5. Institute of technology Haryadi.2006. teknologi pengolahan beras.UGM press. Yogyakarta Menurut tako and hizuruki (2000) retrogradasi pati terjadi akibat adanya gaya tarik menarik van der waals dan ikatan antar rantai amilosa dan amilopektin. Ikatan hydrogen intrmolekuler pada patI terjadi antara O-6 pada rantai amilosa dan OH-2 pada rantai amilopektin. Selain itu ikatan hydrogen juga terjadi antar molekul amilopektin pada H-1 dan OH-6. Seama retrogradasi, rantai polimer amilosa yang terlarut karena gelatinisasi akan mengalami rreasosiasi kembal membentuk double helik yang distabilkan oleh ikatan hydrogen. Wu and sarko dalam sajilata et al., 2006 Tako,M and S. Hizurui.2000.retrogradasion meechanisme of rice starch. J.cereal chem.. vol 77(4):473477 Tabel 4 menunjukkan swelling power dan solubility keempat jenis pati yang diteliti meningkat pada setiap peningkatan suhu pengukuran. Hal ini memberi arti bahwa suhu akan meningkatkan laju reaksi pembentukan ikatan hidrogen molekul pati dengan air, akibatnya makin banyak air yang dapat diikat oleh struktur gel pati. Di sisi lain, suhu juga akan menyebabkan melemahnya ikatan hidrogen pada molekul pati atau ikatan antara molekul pati dengan senyawa yang bersifat polar. Kondisi ini akan meningkatkan kelarutan gel pati dalam air. Swelling power dan solubility pati kacang hijau, pigeonpea, pati beras indica varietas Kaoshiung Sen 7 dan Taichung waxy, carboxymethyl starch, dan pati kacang merah juga meningkat pada setiap peningkatan suhu pengukuran (Sing et al., 1989; Lii et al., 1996; Fadzlina et al., 2005 dan Lii dan Chang, 1981). Sifat kimia, fisik dan fungsional menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan antara PKH dengan pati aren FPTB jika dibanding dengan pati aren FPBB dan FPB. Oleh karena itu pati aren FPTB mempunyai peluang yang lebih baik untuk mensubsitusi atau mengganti perananan pati kacang hijau dalam pembuatan starch noodle Lii, C.Y., M.L. Tsai and K.H. Tseng, 1996. Effect of Amylose Content on the Rheological Property of Rice Starch. Cereal Chemistry 73 (4) : 415-420.

Garut juga mengandung pati yang cukup tinggi (80.86%) yang apabila dipanaskan dalam air akan memberikan tekstur kental melalui proses gelatinisasi. Gelatinisasi pati merupakan pembengkakan granula pati oleh xii karena peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu antara 550 sampai 650 C. Apabila granula pati dipanaskan di dalam air, maka energi panas akan menyebabkan ikatan hidrogen terputus, dan air masuk ke dalam granula pati. Air yang masuk selanjutnya membentuk ikatan hidrogen dengan amilosa dan amilopektin. Meresapnya air ke dalam granula menyebabkan terjadinya pembengkakan granula pati. Ukuran granula akan meningkat sampai batas tertentu sebelum akhirnya granula pati tersebut pecah. Pecahnya granula menyebabkan bagian amilosa dan amilopektin berdifusi keluar. Proses masuknya air ke dalam pati yang menyebabkan granula mengembang dan akhirnya pecah disebut dengan gelatinisasi.20 Hal inilah yang menyebabkan mengapa semakin tinggi konsentrasi penambahan garut, tekstur yoghurt semakin kental dan rasanya akan semakin asam. 20. Suhardi. Kimia dan Teknologi Protein. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi UGM; 1991 12. Winarno, F.G. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama; 1992.

A m i l o s a d a n a m i l o p e k t i n d i d a l a m g r a n u l a p a t i d i h u b u n g k a n d e n g a n ikatan hidrogen. Apabila granula pati dipanaskan di dalam air, maka energi panas akan menyebabkan ikatan hidrogen terputus, dan air masuk ke dalam granula pati. Air yang masuk selanjutnya membentuk ikatan hidrogen denganamilosa dan amilopektin.Meresapnya air ke dalam granula menyebabkan terjadinya pembengkakangranula pati. Ukuran granula akan meningkat sampai batas tertentu sebelumakhirnya granula pati tersebut pecah. Pecahnya granula menyebabkan bagianamilosa dan amilopektin berdifusi keluar. Proses masuknya air ke dalam pati yang menyebabkan granula mengembang dan akhirnya pecah disebut dengangelatinisasi, sedangkan suhu dimana terjadinya gelatinisasi disebut dengan suhu gelatinisasi.6

Proses gelatinisasi pati menyebabkan perubahan vi skositas larutan pati.Dengan menggunakan Brabender Viscoamylograph, terukur bahwa larutan p a t i s e b e l u m d i p a n a s k a n m e m i l i k i v i s k o s i t a s 0 u n i t . D e n g a n a d a n y a pemanasan, granula pati sedikit demi sedikit mengalami pembengkakan s a m p a i t i t i k t e r t e n t u . P e m b e n g k a k a n p a t i d i i k u t i d e n g a n p e n i n g k a t a n viskositas. Semakin besar pembengkakan granula, viskositas semakin besar.Setelah pembengkakan maksimum, dan granula pati pecah, dan pemanasan t e t a p d i l a n j u t k a n d e n g a n s u h u k o n s t a n , m a k a a k a n t e r j a d i p e n u r u n a n viskositas akibat proses degradasi

Swelling
Modifikasi HMT menyebabkan molekul granula pati tersusun menjadi lebih rapat sehingga kemampuan granula membengkak (swelling power) menjadi terbatas. Oleh sebab itu pati jagung HMT mengalami penurunan nilai swelling volume dibanding pati jagung tanpa HMT Karakteristik pati jagung yang diinginkan dalam produksi mi adalah pati jagung dengan swelling volume dan kelarutan yang rendah. Pati dalam kondisi telah dimodifikasi dengan HMT akan mengalami penurunan nilai swelling volume (Kulp and Lorenz 1981; Collado and Corke 1999). Collado LS dan Corke H. 1999. Heat Moisture Treatment Effects on Sweepotato Starches Differing in Amylose Content. Food Chem. 65: 339-346 Penurunan nilai swelling volume ini terkait erat dengan penurunan viskositas maksimum (PV) pada profil gelatinisasi pati jagung (Tabel 4). Perubahan susunan molekul pati jagung akibat proses modifikasi menyebabkan pembengkakan granula menjadi terbatas. Oleh sebab itu swelling volume granula pati jagung menjadi lebih rendah dan hal ini menyebabkan viskositas pati jagung HMT lebih rendah dibanding pati jagung tanpa HMT. Menurut Hoover dan Hadziyev (1981) dalam Ratnayake et al (2002) Ratnayake, W.S, R. Hoover dan Tom W., 2002. Pea Starch: Composistion, Structure and Properties Review. Starch/Starke 54; 217 234 ketika sejumlah pati dipanaskan dalam jumlah air yang berlebih, struktur kristalinnya menjadi terganggu sehingga menyebabkan kerusakan pada ikatan hidrogen dan molekul hidrogen keluar dari grup hidroksil amilosa dan amilopektin. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan swelling dan kelarutan granula. Swelling volume dan kelarutan merupakan petunjuk besarnya interaksi antar rantai pati dalam bidang amorphous dan bidang kristalin. Besarnya interaksi ini dipengaruhi oleh rasio amilosa dan amilopektin, karakteristik amilosa dan amilopektin berdasarkan distribusi berat molekul, derajat percabangan, panjangnya rantai cabang dan konformasi molekul. Dalam kondisi termodifikasi HMT, granula pati kemungkinan tidak mengalami proses interaksi seperti pada proses gelatinisasi pati tanpa modifikasi. Hal ini disebabkan karena menurut Miyoshi (2001) pati yang dimodifikasi HMT mengalami perubahan susunan struktur dan kristalissi. Perubahan ini kemungkinan menyebabkan pembentukan ikatan hidrogen antara air yang berada di luar granula dengan molekul pati baik amilosa maupun amilopektin menjadi lebih sulit, sehingga kemampuan granula untuk membengkak menjadi terbatas. Kelarutan menunjukkan karakteristik sifat kelarutan pati setelah dilakukan pemanasan. Pada proses gelatinisasi, air yang ada dalam suspensi pati akan masuk ke daerah amorphous yang terdiri dari molekul pati amilosa. Proses masuknya air dalam granula pati ini menyebabkan granula menjadi membengkak sehingga diameter granula pati bertambah besar. Pemanasan yang terus berlangsung akan menyebabkan granula pati pecah sehingga air yang terdapat dalam granula pati dan molekul pati yang larut

air dengan mudah keluar dan masuk ke dalam sistem larutan. Molekul pati yang larut dalam air panas (amilosa) (Chen et al, 2003) Chen J-P. dan Y-N Hwang, 2003. Polyvinil Formal Resin Plates Impregnated with Lipase-entrapped Sol-gel Polymer for Flavour Ester Synthesis. Enzyme and Microbial Tech. 33. 513 - 619 akan ikut keluar bersama air tersebut sehingga terjadi leaching amilosa. Besarnya jumlah komponen amilosa yang keluar ini akan mempengaruhi viskositas pati. Semakin banyak komponen amilosa yang keluar, viskositas semakin menurun. Akan tetapi, metode modifikasi HMT menyebabkan berkurangnya leaching amilosa sehingga kelarutan pati jagung HMT menjadi lebih rendah dari kelarutan pati jagung tanpa HMT. Proses ini juga terkait erat dengan viskositas breakdown (BDV) (Tabel 4), dimana pati jagung HMT memiliki nilai BDV yang lebih rendah dari pati jagung tanpa HMT yang berarti viskositasnya dapat dipertahankan selama pemanasan (lebih stabil). Kestabilan viskositas pati jagung disebabkan karena kelarutan pati jagung HMT menurun. Hasil uji LSD (Lampiran 5a) untuk nilai swelling volume menunjukkan nilai yang berbeda nyata antara pati jagung tanpa HMT dengan pati jagung HMT. Pati jagung HMT hasil perlakuan suhu 100oC menghasilkan pengaruh yang sama dengan perlakuan HMT pada suhu 110oC dan 120oC pada semua variabel waktu pengujian kecuali pati jagung HMT suhu 110oC dengan waktu pemanasan 12 jam dimana pati jagung pada perlakuan tersebut memiliki nilai swelling yang lebih tinggi namun tidak berbeda nyata dengan pati jagung HMT lain. Hasil uji LSD prosentase kelarutan menunjukkan bahwa pati jagung tanpa HMT berbeda nyata dengan pati HMT pada semua perlakuan. Pati HMT hasil perlakuan suhu 110oC selama 16 dan 20 jam menunjukkan prosentase kelarutan yang lebih rendah dibanding perlakuan HMT lainnya. Hasil uji LSD menunjukkan bahwa pati HMT hasil perlakuan ini berbeda nyata dengan pati HMT hasil perlakuan suhu 100oC selama 20 jam dan perlakuan suhu 120oC selama 20 jam, namun tidak berbeda nyata dengan hasil perlakuan suhu 100oC selama 12 jam dan 16 jam serta pati HMT hasil perlakuan suhu 120oC selama 12 dan 16 jam. Penurunan nilai swelling volume pada suspensi pati ini sangat dibutuhkan pada produk mi, karena dengan nilai swelling yang terbatas akan menghasilkan mi yang tidak terlalu mengembang karena terlalu banyak menyerap air sehingga mudah hancur. Begitu pula halnya dengan nilai kelarutan, karena semakin kecil nilai kelarutan yang dihasilkan menunjukkan bahwa untaian mi lebih kompak dan tidak mudah larut karena pengaruh pemanasan. Penentuan Kondisi Terbaik Pati jagung Hasil Modifikasi HMT

Menurut Lii dan Chang (1981) dalam Collado et al (2001), tipe pati yang ideal untuk pembuatan mi berbasis pati adalah pati yang memiliki kadar amilosa yang tinggi, swelling dan kelarutan yang terbatas, dan memiliki profil gelatinisasi tipe C. Karakter lain dari pati yang baik untuk mi

adalah pati dengan viskositas yang rendah, stabil terhadap panas dan pengadukan bahkan cenderung mengalami peningkatan selama pemanasan serta persen sineresis yang rendah (Chen et al 2003, Purwani et al 2006) dan viskositas yang tinggi pada suhu rendah juga cepat mengalami retrogradasi (Tam et al, 2004 Seperti yang diungkapkan pula oleh Damayanti (2002) adanya peningkatan pembengkakan pati secara tajam pada suhu 60-70oC. Pembengkakan 3-4 kali lipat, diduga pada kisaran suhu tersebut ikatan antar molekul pati sudah melemah dan pati sudah tergelatinisasi, sehingga terjadi penyerapan air pada granula. Pada suhu diatas 70oC pembengkakan hanya bertambah sedikit karena pati sudah sangat mengembang, sehingga kemampuan pati untuk menyerap air t inggal sedikit. Namun pembengkakan akan terus terjadi sampai suhu 90oC karena pati akan terus tergelatinisasi dan membengkak sampai suhu maksimum, yaitu 95.25oC. Menurut Hung (2005) swelling power pati ganyong masih lebih rendah dibandingkan pati kentang, ubi dan singkong. Hal ini menggambarkan bahwa pati ganyong memiliki kapasitas daya ikat air yang rendah selama pemanasan dikarenakan kadar amilosanya. Hal ini juga yang mempengaruhi kualitas baik dari mi pati dengan bahan baku yang berasal dari pati yang memiliki sifat yang sama (Hung, 2005). Swelling power pati umbi-umbian berkorelasi negatif dengan kadar amilosa dan suhu gelatinisasi, namun ukuran rata-rata pati menunjukkan korelasi positif terhadap swelling power pada suhu 75oC (Li, 2001). Pat i dengan swelling power yang terbatas akan memberikan sifat mi yang tidak terlalu mengembang (Ahmad, 2009). Pat i yang terlalu mengembang akan mudah hancur. Swelling tepat Gambar 10 menunjukkan hubungan antara waktu (lama) pengeringan dengan swelling power. Semakin meningkat waktu pengeringan maka swelling power akan semakin naik.Semakin lama waktu pengeringan maka suhu akan makin tinggi sehingga granula granula pati akan membengkak dan mengembang yang mengakibatkan swelling power naik (Murillo dkk, 2008). Murillo, C.E.C., Wang, Y.i., dan Perez, L.A.B., 2008, Morphological, Physicochemical and Structural Characteristics of Oxidized Barley and Corn Starches, Starch/ Starke Vol 60, 634-645 Swelling volume tepung jagung tanpa perlakuan Ca(OH)2 meningkat pada lama pemasakan hingga 10 menit dan kemudian menurun jika pemasakan diteruskan hingga 20 menit. Hal ini berkaitan dengan kapasitas penyerapan air tepung jagung tersebut. Kapasitas penyerapan air tepung jagung tanpa perlakuan Ca(OH)2 meningkat pada perlakuan lama pemasakan hingga 10 menit, kemudian menurun jika pemasakan diteruskan hingga 20 menit. Swelling volume dipengaruhi oleh kemampuan molekul pati untuk mengikat air melalui pembentukan ikatan hidrogen. Setelah gelatinisasi ikatan hidrogen antara molekul pati terputus dan digantikan oleh ikatan hidrogen dengan air. Pembengkakan granula pati secara cepat yang disebabkan oleh putusnya ikatan hidrogen intermolekuler pada area daerah amorf terjadi pada suhu di bawah 70 0C (De la Torre-Gutirrez et al. 2008). Hal ini dapat menjelaskan bahwa semakin tinggi kapasitas penyerapan air, maka semakin tinggi pula swelling volume tepung jagung sehingga terdapat korelasi antara kapasitas penyerapan air dengan swelling volume tepung jagung (r = 0,865; p 0,01) (Gambar 4).

Kerusakan warna buah selama pengolahan dengan panasterutama disebabkan oleh degradasi pigmen dan reaksipencoklatan (reaksi Maillard). Penggunaan suhu yang lebih tinggiakan menyebabkan peningkatan nilai a atau intensitas warnamerah (Jamradloedluk et al. , 2007Jamradloedluk J, A Nathakaranakule, S Soponronnarit dan S.Prachayawarakorn. 2007. Influences of drying medium andtemperature on drying kinetics and quality attributes of durianchip. Journal of Food Engineering 78(1):198-205

Вам также может понравиться