Вы находитесь на странице: 1из 25

Ratu Ayu Kusumaningrum 1120221180

Bells palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan

fasialis akibat paralisis nervus fasial perifer yang terjadi secara akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) di luar sistem saraf pusat tanpa disertai adanya penyakit neurologis lainnya. Sir Charles Bell (1821) adalah orang yang pertama meneliti beberapa penderita dengan wajah asimetrik, sejak itu semua kelumpuhan n. fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya disebut Bell's pals.

Bells palsy sering terjadi setelah infeksi virus (

misalnya herpes simplex) atau setelah imunisasi, lebih sering terjadi pada wanita hamil dan penderita diabetes serta penderita hipertensi Lokasi cedera nervus fasialis pada Bells palsy adalah di bagian perifer nukleus nervus VII. Cedera tersebut terjadi di dekat ganglion genikulatum. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada usia dewasa, jarang pada anak di bawah umur 2 tahun. Biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca dingin.

Bells palsy menempati urutan ketiga penyebab

terbanyak dari paralysis fasial akut. Di Amerika Serikat, insiden Bells palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bells palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding non-diabetes. Laki-laki = wanita semua umur (terutama 15-50 tahun)

Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :


Serabut somato motorik, mensarafi otot-otot wajah (kecuali m. levator palpebrae (n.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah). Serabut visero-motorik (parasimpatis) datang dari nukleus salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis. Serabut visero-sensorik menghantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga bagian depan lidah. Serabut somato-sensorik rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus.

Nervus fasialis (N.VII) merupakan saraf motorik yang

menginervasi otot- otot ekspresi wajah. N. VII juga membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah dan air mata ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung, dan juga menghantarkan sensasi eksteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah, dan sensasi visceral umum dari kelenjar ludah, mukosa hidung dan faring, dan sensasi proprioseptif dari otot yang disarafinya. Secara anatomis bagian motorik saraf ini terpisah dari bagian yang menghantar sensasi dan serabut parasimpatis (saraf intermedius atau pars intermedius Wisberg) Sel sensoriknya terletak di ganglion genikulatum, pada lekukan saraf fasialis di kanal fasialis. Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum. Serabut yang menghantar sensasi ekteroseptif mempunyai badan selnya di ganglion genikulatum dan berakhir pada akar desenden dan inti akar decenden dari saraf trigeminus (N.V). Hubungan sentralnya identik dengan saraf trigeminus.

Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus VI, dan keluar di bagian

leteral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral pons, di antara nervus V dan nervus VIII. Nervus VII bersama nervus intermedius dan nervus VIII memasuki meatus akustikus internus. Di sini nervus fasialis bersatu dengan nervus intermedius dan menjadi satu berkas saraf yang berjalan dalam kanalis fasialis dan kemudian masuk ke dalam os mastoid. Ia keluar dari tulang tengkorak melalui foramen stilomastoid, dan bercabang untuk mersarafi otot- otot wajah.

Teori Infeksi Virus Herpes Zoster Herpes zoster hidup didalam jaringan saraf menyerang ganglion genikulatum paralisis pada otot-otot wajah sesuai area persarafannya. Jenis herpes zoster yang menyebabkan kelemahan pada otot-otot wajah ini sering dikenal dengan Sindroma Ramsay-Hunt atau Bells Palsy Teori Iskemia Vaskuler Gangguan sirkulasi darah di kanalis falopii menimbulkan tekanan saraf perifer akibat oklusi dari pembuluh darah yang mengaliri saraf tersebut menimbulkan paralisis pada nervus facialis. Adanya respon simpatis yang berlebihan terjadi spasme arterioral atau statis vena pada bagian bawah dari canalis fasialis sehingga menimbulkan oedema sekunder menambah kompresi terhadap suplai darah menambah iskemia parese nervus facialis.

Teori herediter Teori herediter mengemukakan bahwa Bells Palsy yang disebabkan karena faktor herediter berhubungan dengan kelainan anatomis pada canalis facialis yang bersifat menurun. Pengaruh udara dingin Udara dingin menyebabkan lapisan endotelium dari pembuluh darah leher atau telinga rusak, sehingga terjadi proses transdusi (proses mengubah dari suatu bentuk kebentuk lain) dan mengakibatkan foramen stilomastoideus bengkak. Nervus facialis yang melewati daerah tersebut terjepit sehingga rangsangan yang dihantarkan terhambat yang menyebabkan otot-otot wajah mengalami kelemahan atau lumpuh.

Idiopatik
Sampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebab Faktor-faktor yang diduga berperan menyebabkan Bells Palsy

antara lain : sesudah bepergian jauh dengan kendaraan, tidur di tempat terbuka, tidur di lantai, hipertensi, stres, hiperkolesterolemi, diabetes mellitus, penyakit vaskuler, gangguan imunologik dan faktor genetic.

Kongenital
anomali kongenital (sindroma Moebius) trauma lahir (fraktur tengkorak, perdarahan intrakranial .dll.)

Didapat
Trauma Penyakit tulang tengkorak (osteomielitis) Proses intrakranial (tumor, radang, perdarahan dll) Proses di leher yang menekan daerah prosesus

stilomastoideus) Infeksi tempat lain (otitis media, herpes zoster dll) Sindroma paralisis n. fasialis familial.

Manifestasi klinik BP khas dengan memperhatikan

riwayat penyakit dan gejala kelumpuhan yang timbul. Pada anak 73% didahului infeksi saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca dingin. Perasaan nyeri, pegal, linu dan rasa tidak enak pada telinga atau sekitarnya sering merupakan gejala awal yang segera diikuti oleh gejala kelumpuhan otot wajah berupa :
Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi

yang lumpuh (lagophthalmos). Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata berputar zXke atas bila memejamkan mata, fenomena ini disebut Bell's sign. Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar pada sisi yang lumpuh dan mencong ke sisi yang sehat.

Selanjutnya gejala dan tanda klinik lainnya berhubungan

dengan lokasi lesi : Lesi di luar foramen stilomastoideus

Mulut tertarik ke arah sisi mulut yang sehat,makanan

berkumpul di antar pipi dan gusi, dan sensasi dalam (deep sensation) di wajah menghilang. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak tertutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.
Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)
Gejala dan tanda klinik seperti (a), ditambah dengan

hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di daerah antara pons dan titik di mana korda timpani bergabung dengan nervus fasialis di kanalis fasialis.

Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus

stapedius)

Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), (b), ditambah dengan

adanya hiperakusis.

Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion

genikulatum)

Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b), (c) disertai dengan nyeri di

belakang dan di dalam liang telinga. Kasus seperti ini dapat terjadi pasca herpes di membran timpani dan konka. Ramsay Hunt adalah paralisis fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes zoster di ganglion genikulatum. Lesi herpetik terlibat di membran timpani, kanalis auditorius eksterna dan pina.
Lesi di daerah meatus akustikus interna,

Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b), (c), (d), ditambah dengan

tuli sebagi akibat dari terlibatnya nervus akustikus.

Anamnesa
Rasa nyeri Gangguan atau kehilangan pengecapan. Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada

malam hari di ruangan terbuka atau di luar ruangan. Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.
Pemeriksaan Fisik
Diagnosis Bells palsy biasanya ditegakkan berdasarkan gejala yang

muncul. Dibedakan dengan stroke karena stroke menyebabkan kelemahan mendadak hanya pada wajah bagian bawah dan stroke juga menyebabkan kelemahan yang khas pada lengan dan kaki. Para dokter dapat membedakan Bells palsy dari kelainan lain yang menyebabkan paralisis nervus fasialis karena kelainan lain biasanya berkembang secara perlahan-lahan. Yang termasuk pada kelainan ini antara lain tumor otak, tumor lain yang menekan nervus fasialis, infeksi di rongga telinga tengah atau sinus mastoideus, dan fraktur basis cranii.

Untuk menilai kelumpuhan atau kondisi simetris-asimetris dari

Bells palsy yaitu dengan UGO FISCH SCORE. Cara penilaian kondisi simetris-asimetris antara sisi sakit dibandingkan dengan sisi sehat pada 5 posisi:

1. Kerutan dahi : 10 point 2. Bersiul : 10 point 3. Istirahat : 20 point 4. Tutup mata : 30 point 5. Tersenyum : 30 point

Kondisi tersebut dikalikan dengan penilaian dengan kondisi

dibawah ini:
0% 30%

normal 70% 100%

= asimetris komplit, gerakan involunter tidak ada = simetris, lebih dekat ke asimetris komplit dari pada = simetris cukup, sembuh parsial, lebih dekat ke normal = simetris normal atau komplit

Kemudian semua hasil dijumlahkan (dalam keadaan normal,

jumlah point = 100)

Pemeriksaan Laboratorium.
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik

untuk menegakkan diagnosis Bells palsy.


Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiologi bukan indikasi pada Bells palsy. Pemeriksaan CT-Scan dilakukan jika dicurigai adanya

fraktur atau metastasis neoplasma ke tulang, stroke, sklerosis multipel dan AIDS pada CNS. Pemeriksaan MRI pada pasien Bells palsy akan menunjukkan adanya penyangatan (Enhancement) pada nervus fasialis, atau pada telinga, ganglion genikulatum.

Ramsay Hunt syndrom Infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum Ramsay Hunt Syndrome (RHS) adalah infeksi saraf wajah yang disertai dengan ruam yang menyakitkan dan kelemahan otot wajah. Tanda dan gejala RHS meliputi :
Ruam merah yang menyakitkan dengan lepuh berisi cairan di

gendang telinga, saluran telinga eksternal, bagian luar telinga, atap dari mulut (langit-langit) atau lidah. Kelemahan (kelumpuhan) pada sisi yang sama seperti telinga yang terkinfeksi. Kesulitan menutup satu mata. Sakit telinga. Pendengaran berkurang. Dering di telinga (tinnitus). Sebuah sensasi berputar atau bergerak (vertigo). Perubahan dalam persepsi rasa.

Miller Fisher Syndrom Miller Fisher syndrom adalah varian dari Guillain Barre syndrom yang jarang dijumpai. Miiler Fisher syndrom atau Acute Disseminated Encephalomyeloradiculopaty ditandai dengan trias gejala neurologis berupa opthalmoplegi, ataksia, dan arefleksia yang kuat. Pada Miller Fisher syndrom didapatakan double vision akibat kerusakan nervus cranial yang menyebabkan kelemahan otot otot mata Kelemahan nervus facialis menyebabkan kelemahan otot wajah tipe perifer Kelumpuhan nervus facialis tipe perifer pada Miller Fisher syndrom menyerang otot wajah bilateral. Gejala lain bisa didapatkan rasa kebas, pusing dan mual.

Istirahat terutama pada keadaan akut Medikamentosa Kortikosteroid


Pemberian kortikosteroid (perdnison dengan dosis 40 -60 mg/hari per oral atau 1

mg/kgBB/hari selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian) Pemberiannya dimulai pada hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien.
Penggunaan obat- obat antivirus .
Acyclovir (400 mg selama 10 hari) dapat digunakan dalam penatalaksanaan Bells

palsy yang dikombinasikan dengan prednison atau dapat juga diberikan sebagai dosis tunggal untuk penderita yang tidak dapat mengkonsumsi prednison. Penggunaan Acyclovir akan berguna jika diberikan pada 3 hari pertama dari onset penyakit untuk mencegah replikasi virus.
Perawatan mata:
Air mata buatan: digunakan selama masa sadar untuk menggantikan lakrimasi

yang hilang. Pelumas digunakan saat tidur: Dapat digunakan selama masa sadar jika air mata buatan tidak mampu menyedikan perlindungan yang adekuat. Satu kerugiannya adalah pandangan kabur. Kacamata atau tameng pelindung mata dari trauma dan menurunkan pengeringan dengan menurunkan paparan udara langsung terhadap kornea.

Fisioterapi Sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan pada stadium akut. Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot yang lumpuh. Dapat dilakukan dengan melakukan terapi ke rehabmedik dengan pemberian terapi Infra Merah (15 menit) dan Elektrikal Stimulasi intensitas 1 MA. Cara yang sering digunakan yaitu : mengurut/massage otot wajah selama 5 menit pagi-sore atau dengan faradisasi. Ocupational Terapi Program : Suportif OT Latihan penguatan otot pipi dan wajah kiri dengan kerut dahi, tutup mata, tersenyum, meringis, meniup bola pingpong,/lilin, berkumur. Latihan makan dengan mengunyah disisi yang lemah. Operasi Tindakan operatif umumnya tidak dianjurkan pada anak-anak karena dapat menimbulkan komplikasi lokal maupun intracranial. Tindakan operatif dilakukan apabila : tidak terdapat penyembuhan spontan tidak terdapat perbaikan dengan pengobatan prednison

Crocodile tear phenomenon. Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar ganglion genikulatum. Synkinesis. Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri, selalu timbul gerakan bersama.
Misal bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan timbul

gerakan (involunter) elevasi sudut mulut,kontraksi platisma, atau berkerutnya dahi.


Penyebabnya adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang

mengalami regenerasi bersambung dengan serabut-serabut otot yang salah.

Tic Facialis sampai Hemifacial Spasme Timbul kedutan pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan. Pada stadium awal hanya mengenai satu sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat mengenai pada sisi lainnya. Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian.

Walaupun tanpa diberikan terapi, pasien Bells palsy

cenderung memiliki prognosis yang baik. Dalam sebuah penelitian pada 1.011 penderita Bells palsy, 85% memperlihatkan tanda-tanda perbaikan pada minggu ketiga setelah onset penyakit. 15% kesembuhan terjadi pada 3-6 bulan kemudian. Sepertiga dari penderita Bells palsy dapat sembuh seperti sedia kala tanpa gejala sisa. 1/3 lainnya dapat sembuh tetapi dengan elastisitas otot yang tidak berfungsi dengan baik,penderita seperti ini tidak memiliki kelainan yang nyata. 1/3 sisanya cacat seumur hidup.

Вам также может понравиться