Вы находитесь на странице: 1из 50

PENGELOLAAN LIMBAH

ORGANIK
Maratush Sholihah
112110101110
Pengelolaan Limbah Kelas C
Pengertian Limbah Organik
Limbah organik adalah limbah yang berasal dari
makhluk hidup, diantaranya berasal dari
tumbuhan dan hewan yang telah mati, sampah
rumah tangga, sampah pasar ataupun berasal
dari kotoran hewan.
Limbah organik mudah terurai secara alami oleh
mikroorganisme melalui proses pembusukan.
Limbah organik yang telah mengalami
pembusukan mengandung unsur hara yang
bermanfaat bagi tumbuhan.

Limbah padat/sampah organik adalah limbah
yang mengalami pelapukan dan dapat
terurai menjadi bahan kecil dan tidak
berbau.
Limbah pasar khusus seperti sayur-mayur,
buah-buahan, dan ikan sekitar 95%
merupakan limbah organik.
Sedangkan limbah rumah tangga umumnya
75% merupakan limbah organik dan sisanya
limbah anorganik.

Jenis-Jenis Limbah Organik
Sekam padi
Daun dan ranting yang runtuh
Kayu (termasuk bambu)
Kertas
Limbah dapur (sayuran, sisa makanan,
tulang hewan, dsb)
Kotoran hewan dan manusia

Pengelolaan Limbah
Organik
Kompos
Biogas
Briket
Makanan ternak
Kompos
Kompos adalah suatu hasil penguraian
dari campuran bahan-bahan organik yang
dapat dipercepat oleh berbagai macam
mikroba dalam kondisi lingkungan yang
hangat, lembab, dan aerobik atau
anaerobik (J.H. Crawford, 2003)
Pengomposan adalah proses dimana
bahan organik mengalami penguraian
secara biologis, khususnya oleh mikroba-
mikroba yang memanfaatkan bahan
organik sebagai sumber energi.
Membuat kompos adalah mengatur dan
mengontrol proses alami tersebut agar
kompos dapat terbentuk lebih cepat.
Proses ini meliputi membuat campuran
bahan yang seimbang, pemberian air
yang cukup, mengaturan aerasi, dan
penambahan aktivator pengomposan.
Mengapa pengomposan
Penting?
Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu organik
dan anorganik. Rata-rata persentase bahan
organik sampah mencapai 80%.
Pengomposan merupakan penanganan
alternatif yang sesuai. Kompos sangat
berpotensi untuk dikembangkan mengingat
semakin tingginya jumlah sampah organik yang
dibuang ke tempat pembuangan akhir dan
menyebabkan terjadinya polusi bau dan
lepasnya gas metana ke udara.
Oleh karena itu sampah memerlukan
pengelolaan demi kelestarian lingkungan
dan kesejahteraan masyarakat (Rohendi,
2005).
Bahan Baku Pengomposan
Asal Bahan
1. Pertanian
Limbah dan tanaman
Jerami dan sekam padi, gulma, batang dan tongkol
jagung, semua bagian vegetatif tanaman, batang pisang
dan sabut kelapa
Limbah & ternak
Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak,
cairan biogas
Tanaman air
Azola, ganggang biru, enceng gondok, gulma air
2. Industri
Limbah padat
Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu, limbah
kelapa sawit, limbah pengalengan makanan dan
pemotongan hewan.
Limbah cair
limbah pengolahan kertas, limbah pengolahan minyak
kelapa sawit
3. Limbah rumah
tangga
Sampah
Tinja, urin, sampah rumah tangga, dan sampah kota

Kompos cacing (vermicompost)
kompos yang terbuat dari bahan organik
yang dicerna oleh cacing. Yang menjadi
pupuk adalah kotoran cacing tersebut.
Kompos bagase
pupuk yang terbuat dari ampas tebu
sisa penggilingan tebu di pabrik gula.
Kompos Bokashi
pupuk kompos yang dihasilkan dari
proses fermentasi atau peragian bahan
organik dengan teknologi EM-4
(Effective Microorganisms 4).
Aspek Ekonomi :
Menghemat biaya untuk transportasi
dan penimbunan limbah
Mengurangi volume/ukuran limbah
Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari
pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :
Mengurangi polusi udara karena
pembakaran limbah dan pelepasan gas
metana dari sampah organik yang
membusuk akibat bakteri metanogen di
tempat pembuangan sampah
Mengurangi kebutuhan lahan untuk
penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman:
Meningkatkan kesuburan tanah
Memperbaiki struktur dan karakteristik
tanah
Meningkatkan kapasitas penyerapan air
oleh tanah
Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
Meningkatkan kualitas hasil panen
(rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
Menyediakan hormon dan vitamin bagi
tanaman
Menekan pertumbuhan/serangan
penyakit tanaman
Meningkatkan ketersediaan unsur hara
di dalam tanah
Proses pengomposan secara sederhana dapat
dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif
dan tahap pematangan.
Proses pengomposan akan segera berlansung
setelah bahan-bahan mentah dicampur.
Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan
senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi
akan segera dimanfaatkan oleh mikroba
mesofilik.
Dan suhu tumpukan kompos akan meningkat
dengan cepat. Demikian pula akan diikuti
dengan peningkatan pH kompos.
Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah
mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif
pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi
dekomposisi/penguraian bahan organik yang
sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam
kompos dengan menggunakan oksigen akan
menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap
air, dan panas.
Setelah sebagian besar bahan telah terurai,
maka suhu akan berangsur-angsur mengalami
penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan
kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan
komplek liat humus.
Selama proses pengomposan akan terjadi
penyusutan volume maupun biomassa bahan.
Pengurangan ini dapat mencapai 30 40%
dari volume/bobot awal bahan.

Proses Pengomposan
Pemilahan Sampah
Pada tahap ini dilakukan pemisahan
sampah organik dari sampah anorganik
(barang lapak dan barang berbahaya).
Pemilahan harus dilakukan dengan
teliti karena akan menentukan
kelancaran proses dan mutu kompos
yang dihasilkan


Pengecil Ukuran
Pengecil ukuran dilakukan untuk
memperluas permukaan sampah,
sehingga sampah dapat dengan mudah
dan cepat didekomposisi menjadi
kompos
Penyusunan Tumpukan
Bahan organik yang telah melewati tahap
pemilahan dan pengecil ukuran kemudian
disusun menjadi tumpukan.
Desain penumpukan yang biasa digunakan
adalah desain memanjang dengan dimensi
panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x
1,75m.
Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan
bambu yang berfungsi mengalirkan udara di
dalam tumpukan.
Pembalikan
Pembalikan dilakuan untuk membuang
panas yang berlebihan, memasukkan udara
segar ke dalam tumpukan bahan,
meratakan proses pelapukan di setiap
bagian tumpukan, meratakan pemberian
air, serta membantu penghancuran bahan
menjadi partikel kecil-kecil.

Penyiraman
Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku
dan tumpukan yang terlalu kering
(kelembaban kurang dari 50%).
Secara manual perlu tidaknya penyiraman
dapat dilakukan dengan memeras segenggam
bahan dari bagian dalam tumpukan.
Apabila pada saat digenggam kemudian
diperas tidak keluar air, maka tumpukan
sampah harus ditambahkan air. Sedangkan
jika sebelum diperas sudah keluar air, maka
tumpukan terlalu basah oleh karena itu
perlu dilakukan pembalikan.
Pematangan
Setelah pengomposan berjalan 30 40
hari, suhu tumpukan akan semakin
menurun hingga mendekati suhu ruangan.
Pada saat itu tumpukan telah lapuk,
berwarna coklat tua atau kehitaman.
Kompos masuk pada tahap pematangan
selama 14 hari.
Penyaringan
Penyaringan dilakukan untuk memperoleh
ukuran partikel kompos sesuai dengan
kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-
bahan yang tidak dapat dikomposkan yang
lolos dari proses pemilahan di awal proses.
Bahan yang belum terkomposkan
dikembalikan ke dalam tumpukan yang
baru, sedangkan bahan yang tidak
terkomposkan dibuang sebagai residu.
Pengemasan dan Penyimpanan
Kompos yang telah disaring dikemas dalam
kantung sesuai dengan kebutuhan
pemasaran.
Kompos yang telah dikemas disimpan dalam
gudang yang aman dan terlindung dari
kemungkinan tumbuhnya jamur dan
tercemari oleh bibit jamur dan benih gulma
dan benih lain yang tidak diinginkan yang
mungkin terbawa oleh angin.
Pengomposan Aerobik dan
Anaerobik
Proses pengomposan dapat terjadi secara
aerobik (menggunakan oksigen) atau
anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang
dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik,
dimana mikroba menggunakan oksigen dalam
proses dekomposisi bahan organik.
Proses dekomposisi dapat juga terjadi secara
anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan,
karena selama proses pengomposan akan
dihasilkan bau yang tidak sedap.
Proses anaerobik akan menghasilkan
senyawa-senyawa yang berbau tidak
sedap, seperti: asam-asam organik
(asam asetat, asam butirat, asam
valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.
Tabel organisme yang terlibat
dalam proses pengomposan

Kelompok Organisme Organisme
Mikroflora
Bakteri; Aktinomicetes;
Kapang
Mikrofanuna
Protozoa

Makroflora
Jamur tingkat tinggi

Makrofauna
Cacing tanah, rayap, semut,
kutu, dll
Kontrol proses produksi
kompos
Proses pengomposan membutuhkan
pengendalian agar memperoleh hasil
yang baik.
Kondisi ideal bagi proses pengomposan
berupa keadaan lingkungan atau habitat
dimana jasad renik (mikroorganisme)
dapat hidup dan berkembang biak
dengan optimal.


Jasad renik membutuhkan air, udara
(O2), dan makanan berupa bahan
organik dari sampah untuk menghasilkan
energi dan tumbuh.
Faktor yang mempengaruhi
proses Pengomposan
Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area
dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan
meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan
dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat.
Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi
yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan
terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang
menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang
lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos.
Porositas
Porositas adalah ruang diantara partikel
di dalam tumpukan kompos. Porositas
dihitung dengan mengukur volume
rongga dibagi dengan volume total.
Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan
udara.

Kelembaban (Moisture content)
Kelembaban memegang peranan yang sangat penting
dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak
langsung berpengaruh pada suplay oksigen.
Temperatur/suhu
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada
hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan
konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan
semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin
cepat pula proses dekomposisi.
pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada
kisaran pH yang lebar. pH yang optimum
untuk proses pengomposan berkisar antara
6,5 sampai 7,5.
pH kotoran ternak umumnya berkisar antara
6,8 hingga 7,4. Proses pengomposan sendiri
akan menyebabkan perubahan pada bahan
organik dan pH bahan itu sendiri.
Mutu Kompos
Kompos yang bermutu adalah kompos yang
telah terdekomposisi dengan sempurna serta
tidak menimbulkan efek-efek merugikan bagi
pertumbuhan tanaman.
Penggunaan kompos yang belum matang akan
menyebabkan terjadinya persaingan bahan
nutrien antara tanaman dengan
mikroorganisme tanah yang mengakibatkan
terhambatnya pertumbuhan tanaman

Kompos yang baik memiliki beberapa ciri sebagai
berikut :
Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan
warna tanah,
Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos
dapat membentuk suspensi,
Nisbah C/N sebesar 10 20, tergantung dari
bahan baku
Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah,
Suhunya kurang lebih sama dengan suhu
lingkungan, dan tidak berbau.
BIOGAS
Biogas adalah gas yang berasal dari
makhluk hidup yaitu hewan dan tanaman.
Biogas merupakan sebuah proses produksi
gas bio dari material organik dengan
bantuan bakteri. Proses degradasi material
organik ini tanpa melibatkan oksigen
disebut anaerobik digestion Gas yang
dihasilkan sebagian besar (lebih 50 % )
berupa metana.
Biogas merupakan energi tanpa menggunakan
material yang masih memiliki manfaat termasuk
biomassa sehingga biogas tidak merusak keseimbangan
karbondioksida yang diakibatkan oleh penggundulan
hutan (deforestation) dan perusakan tanah.
Energi biogas dapat berfungsi sebagai energi
pengganti bahan bakar fosil sehingga akan
menurunkan gas rumah kaca di atmosfer dan emisi
lainnya.
Dengan menggunakan biogas sebagai bahan bakar
maka akan mengurangi gas metana di udara.

Pengolahan biogas banyak macamnya, di antaranya
dengan skala besar atau skala kecil. Keduanya
membutuhkan bahan baku yang sama yaitu kotoran
atau sampah organik. Berikut contoh cara pembuatan
biogas:
1. Kotoran sapi kira-kira 1kg,dibungkus plastik,
kemudian di kubur dalam tanah selama kurang lebih
1-3 bulan
2. Buat wadah untuk tempatnya misalnya gali tanah
atau di tong sampah jangan lupa buat lubang untuk
menyalurkan gas yang dihasilkannya melalui selang


3. Masukkan kotoran sapi tadi ke dalam
tempat yang sudah disediakan tadi
kemudian tambahkan kotoran sapi atau
sampah organik lain tutup tempatnya
tunggu sampai kotoran sapi tadi
diuraikan bakteri.
BRIKET
Briket adalah sumber energi alternatif
pengganti Minyak Tanah dan Elpiji dari
bahan-bahan bekas atau bahan yang
sudah tidak terpakai.
Macam briket: Briket batu bara, Briket
tempurung kelapa, Briket kotoran sapi,
Briket serbuk kayu, Briket sampah,
Briket arang, Briket tebu, Briket sekam
padi, Briket tongkol jagung.


Cara membuat briket
Kumpulkan bahan dasar (kayu-kayu sisa,
daun-daun kering, makanan sisa, kertas).
Persentase komposisi bahan pembuatan briket
organik adalah 80% sampah organik kering
dan 20% campuran daun segar
Bahan-bahan tersebut, pertama-tama dibakar
dalam tong/tempayan tanah liat atau dibakar
langsung diatas tanah.

Pembakaran dilakukan diruangan
tertutup dengan adanya sedikit
pemasukan oksigen.
Dengan metode pembakaran seperti ini
maka apabila suatu material telah
berubah menjadi karbon maka api akan
mati dengan sendirinya.




Daftar Pustaka
Marsono. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk.
Jakarta: Penebar Swadaya
Murbandono HS. 2002. Membuat Kompos.
Jakarta: Penebar Swadaya
Nisandi. Pengolahan Dan Pemanfaatan
Sampah Organik Menjadi Briket Arang Dan
Asap Cair. Yogyakarta. November 2007.
Chandra, Budiman. 2007. Pengantar
kesehatan lingkungan . Jakarta: Penerbit
Buku kedokteran EGC

Aryanto, Erik Malia, dkk. 2009.
Makalah : Teknologi Pemanfaatan
Kotoran Ternak sebagai Sumber Biogas.
BPTP Sulawesi Utara : kampus
Pertanian Kalasey
Sugiharto. 1987. Dasar-dasar
Pengelolaan Air Limbah. UI-Press,
Jakarta.

04/05/2014

Вам также может понравиться