Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
112013132
Osteoporosis
Definisi
Osteoporosis berarti porous bone. Merupakan penyakit tulang yang
ditandai dengan kombinasi penurunan osteoblastik formasi dari
matriks dan peningkatan osteoklastik resorpsi dari tulang.
Akibatnya terjadi resultan penurunan kepadatan tulang pada kerangka
yang berkaitan dengan peningkatan fragilitas dan kerentanan terhadap
fraktur.
Osteoporosis merupakan salah satu bentuk osteopenia yang berarti
terlalu sedikit tulang.
Bentuk lain dari osteopenia adalah osteomalacia, dimana terjadi
kalsifikasi matriks yang inadekuat sehingga tulang yang terkalsifikasi
sedikit.
Walaupun tulang pada osteoporosis tipis dan berpori, tulang yang ada
terkalsifikasi dengan baik dan secara mikrokospik memiliki tampilan
yang normal (berbeda dengan osteomalacia)
Epidemiologi
Merupakan penyakit metabolik tulang yang umum
dijumpai.
Diperkirakan terdapat 22 juta orang dewasa
dengan osteoporosis di Amerika Utara, dalam
jangka waktu 1 tahun diperkirakan 1,5 juta orang
diantaranya akan mengalami setidaknya satu
fraktur.
Etiologi
Osteoporosis menandakan gangguan tidak hanya
pada deposisi tulang tetapi juga resorpsi tulang.
Penyebabnya terdiri atas hormonal,
postmenopausal, disuse, dan senile
osteoporosis
Faktor Risiko
Jenis kelamin (1/4 prempuan berbanding 1/8 laki-laki
di atas usia 50 tahun menderita osteoporosis).
Amenorrhea, baik postmenopausal atau induksi
secara artifisial
Menarche yang terlambat, menopause dini
Etnis kulit putih atau asia
Insufisiensi kalsium dalam diet
Kelainan pola makan
Merokok
Penggunaan kafein atau alkohol berlebihan.
Kurangnya latihan fisik atau imobilisasi
Faktor RIsiko
L O w calcium intake
S eizure meds (anticonvulsants)
T hin build
E thanol intake
Hyp O gonadism
P revious fracture
Thyr O id excess
R ace (white, Asian)
O ther relatives with osteoporosis
S teroids
I nactivity
S moking
Hormonal Osteoporosis
Pada sebagian pasien osteoporosis dijumpai
penyebab yang mendasarinya adalah
ketikseimbangan hormon berupa peningkatan
relatif sekresi hormon antianabolik terhadap
sekresi hormon anabolik.
Osteoporosis dapat merupakan manifestasi dari
hiperparatiroidisme, hiperptuitarisme,
hipertiroidisme, dan hiperadrenokortisisme.
Disuse Osteoporosis
Semua jaringan pada tubuh akan mengalami atropi ketika
tidak digunakan. Hal ini juga terjadi pada tulang.
Tekanan intermiten dari berat tubuh dan tegangan otot
menyebabkan stress pada tulang dan menstimulasi
deposisi tulang oleh aktivitas osteoblast.
Pada orang yang terus terbaring di kasur atau mengalami
keterbatasan aktivitas berlebih, terjadi penurunan deposisi
tulang disertai dengan peningkatan resorpsi tulang yang
berakhir dengan disuses osteoporosis.
Imobilisasi yang lama, tidak adanya beban pada tulang,
dan paralisis dapat menyebabkan disuse osteoporosis
lokal, terbatas pada tulang yang tidak digunakan.
Postmenopausal & Senile
Osteoporosis
Osteoporosis setelah menopause umur 65
tahun osteoporosis postmenopausal
Osteoporosis setelah umur 65 tahun
osteoporosis senile.
Hipogonadisme pada orang tua dan juga asupan
diet kalsium yang inadekuat merupakan
penyebab dari osteoporosis jenis ini.
Patogenesis
Deposisi tulang dan resorpsi tulang merupakan fenomena
yang terjadi pada permukaan tulang.
Tulang trabekular memiliki permukaan yang lebih luas
dibandingkan tulang kortikal ketidakseimbangan
deposisi-resorpsi lebih berpengaruh pada tulang
trabekular/kanselosa.
Osteoporosis paling parah terjadi pada vertebra dan
metafisis dari tulang panjang dimana kedua tulang ini
sebagian besar terdiri atas tulang kanselosa. Tulang
kortikal selanjutnya juga akan menipis dan berongga.
Akibatnya tulang akan menjadi fragil atau rapuh serta lebih
rentan untuk terjadinya fraktur patologis baik secara makro
ataupun mikroskopik bahkan akibat trauma yang umum
terjadi.
Bone remodeling dengan osteoklas meresorpsi satu
sisi tulang trabekular dan osteoblas mendeposisi
tulang baru di sisi yang lain
Patogenesis
Fraktur patologis umum terjadi pada metafisis tulang
panjang (colum femur, colum humerus, ujung distal
radius), dan pada corpus vertebra.
Fraktur mikroskopik berulang pada vertebra
mengakibatkan deformitas berupa wedge-
shaped,yang berprogesif secara lambat menjadi
dorsal kifosis dan berkurangnya tinggi total tubuh.
Tekanan dari intervertebral discs secara terus
menerus mengakibatkan perubahan bentuk pada
permukaan setiap corpus vertebra, corpus vertebra
akan berubah bentuk menjadi bikonkaf sedangkan
intervertebral discs menjadi biconvex atau baloon-
shaped
Diagnosis
Gejala osteoporosis:
Nyeri pada punggung yang kronik
dan intermiten
Nyeri tulang pada lokasi lain
Kehilangan ketinggian tubuh baik
pada posisi berdiri maupun duduk
Penurunan kemampuan fisik.
Pasien dengan osteoporosis
lanjut biasanya tampak lemah
dan menunjukan dorsal kifosis
(dowagers hump)
Gambaran Laboratoris
CBC
Serum kalsium, fosfat, alkali fosfatase,
magnesium
25(OH) Vitamin D
PTH
Liver function
TSH
Gambaran Radiologis
Gambaran radiologis menunjukkan penurunan
kepadatan pada semua tulang (terutama tulang
kanselosa), korteks yang menipis, deformitas
terutama pada corpus vertebra.
Bone densitometry dapat digunakan untuk
mengukur secara kuantitatif densitas mineral
tulang.
Pengukuran Bone Mineral Density (BMD)
dengan bone densitometry sangat membantu
dalam mendiagnosis osteoporosis, melihat
respons pasien terhadap terapi, dan
memperkirakan risiko terjadinya fraktur pada
pasien.
Dual-energy x-ray absorptiometry (DXA)
merupakan kriteria standard untuk
mengevaluasi densitas mineral tulang.
WHO Definition of Osteoporosis
Based on BMD Measurement by
DXA
Definition
Bone Mass Density
Measurement
T-Score
Normal BMD within 1 SD of the
mean bone density for
young adult women
T-score 1
Low bone mass
(osteopenia)
BMD 12.5 SD below
the mean for young-
adult women
T-score between 1 and
2.5
Osteoporosis BMD 2.5 SD below the
normal mean for young-
adult women
T-score 2.5
Severe or established
osteoporosis
BMD 2.5 SD below the
normal mean for young-
adult women in a patient
who has already
experienced 1 fractures
T-score 2.5 (with
fragility fracture[s])
Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah pencegahan Bone Loss lebih
lanjut.
Dikarenakan kejadian osteoporosis berkaitan dengan postmenopausal
dan senile osteoporosis, tidak mengejutkan banyaknya ahli yang
berusaha untuk mecegah, menghambat, hingga memulihkan
osteoporosis dengan berbagai agen terapeutik:
Estrogen
Hormon anabolik
Bifosfonat
Kalsitonin
Vitamin D
Kalsium
Sodium fluoride
Setiap agen yang diberikan dalam dosis tinggi dapat menimbulkan efek
samping pada beberapa pasien, sehingga harus diberikan secara hati-
hati dan dengan pengawasan rutin.
Penatalaksanaan
Estrogen merupakan agen
terapi pengganti hormon
yang paling efektif dalam
pencegahan progesivitas
postmenopausal
osteoporosis.
Suplemen kalsium berperan
dalam pencegahan dan
penatalaksanaan
osteoporosis.
Kalsitonin menurunkan
jumlah dan aktivitas
osteoklas sehingga
menurunkan resorpsi tulang.
Bisfofonat, alendronate
(Fosamax) merupakan
penghambat resorpsi
osteklastik dari tulang yang
paling efektif. Dapat juga
meningkatkan BMD
sehingga mengurangi
insidens fraktur.
Vitamin D yang adekuat
dapat mengkoreksi
osteomalacia yang
menyertai osteoporosis.
Dosis yang dianjurkan 1200-
1500 mg kalsium dan 400-
800 IU vitamin D.
Aktivitas fisik yang adekuat
dapat membantu mengatasi
disuse atropi pada
osteoporosis
Prognosis
Prognosis pada osteoporosis baik apabila bone
loss terdeteksi dini dan dilakukan intervensi yang
tepat.
Pasien dapat meningkatkan BMD dan
menurunkan risiko fraktur dengan medikasi anti-
osteoporotik.
Perburukan keadaan medis dapat dicegah
dengan manajemen nyeri yang tepat, dan
penggunaan orthotic devices jika terdapat
indikasi.
TERIMA KASIH