Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
ST ELEVASI MIOKARD
INFARK INFERIOR
Rezky Mawarni
2010310187
Pembimbing :
dr. Widodo Sp. PD
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tuan J
Umur
: tahun
Jenis Kelamin: laki-laki
Alamat
: Getas , Salatiga
Masuk RS
: 8 februari 2015
Ruang
: ICU
ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri dada
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh sesak dada sebelah kiri seperti
tertindis beban berat kurang lebih setengah jam
hilang dengan istirahat. Selama nyeri dada pasien
pasien merasa sesak (+), berkeringat (+), nyeri ulu
hati (+), nyeri perut (+), mual (+), muntah (+), pusing
(-), batuk (-), pilek (-), panas (-), makan (+), minum
(+), BAK (+) normal lancar, tidak nyeri, warna kuning
jernih, BAB (+) normal.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum: keadaan sakit sedang, kesadaran compos mentis
Tanda Vital : Tekanan darah : 131/69 mmHg
Nadi : 58 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
SpO2: 100 %
Suhu : 36,6 C
KEPALA
Bentuk kepala: Normochepal
Mata: SI (-/-), CA (-/-),
Hidung: Discharge (-/-), deformitas (-), epistaksis (-)
Telinga: Otore (-/-), nyeri tekan (-/-)
Mulut: Lidah kotor (-), sariawan (-), sianosis (-)
Pharing: Hiperemis (-)
Leher: Limfonodi teraba (-) , pembesaran tonsil (-)
THORAKS
Pulmo :
Inspeksi : Bentuk simetris, retraksi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi -/-,wheezing -/Jantung :
I : ictus cordis tidak tampak
P : ictus cordis tidak teraba
P : pembesaran jantung dengan :
Batas atas jantung : ICS 2 sinistra
Batas bawah jantung : ICS 5 kiri
Batas kanan jantung : linea parasternalis dekstra
Batas kiri jantung : 1 jari ke lateral dari linea midclavicularis
dekstra
A : BJ I/II murni regular, murmur (-)
Abdomen
I : datar, ikut gerak nafas
A : peristaltik (+) kesan normal
P : NT (+) epigastric,
P : Timpani (+), ascites (-)
Ekstremitas :
Akral hangat (+), edema-/-, CRT < 2 detik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan elektrokardiograf
Pemeriksaan laboratorium :
o Hematologi
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
Leukosit
6,63
4,5-11
10^3/ul
Eritrosit
4,06
4,50-5,5
10^6/ul
Hemoglobin
11,1
14-18
g/dl
Hematoktrit
32,2
40-54
79,2
86-108
27,3
28-31
pg
34,5
30-35
g/dl
206
150-450
10^3/ul
80-144
Mg/dl
Trombosit
Golongan darah
Gula Darah
Sewaktu
B
155
o Kimia
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
SATUAN
105
80-144
mg/dl
Ureum
25
10-50
mg/dl
Creatinin
1,2
1,0-1,3
mg/dl
Cholesterol Total
186
<200
mg/dl
Trigliserid
102
<150
mg/dl
HDL Cholesterol
40
>45
mg/dl
LDL Cholesterol
132
<100
mg/dl
Asam Urat
4,7
3,4-70
mg/dl
SGOT
150
<37
U/I
SGPT
50
<42
U/I
Gula Darah
Sewaktu
Electrolit
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
SATUAN
Natrium
137
135-155
mEq/L
Kalium
4,2
3,6-5,5
mEq/L
Clorida
101
95-108
mEq/L
Kalsium
8,0
8,1-10,4
mEq/L
Magnesium
2,0
1,70-2,5
mEq/L
DIAGNOSIS
Diagnosis kerja :
STEMI inferior
PENATALAKSANAAN
O2 nasal 3 lpm
Infus asering 30 tpm
Inj. Ceftriaxon 2x1 g
Inj. Ranitidin 2x50 g
Inj. Omeprazol 1x4
Inj. Ondansentron 3x1 ampul
PO : ISDN 3x 5 gr
Aspilet 1x 8 gr
CPG 1x 75 gr
Pralax 3x1
Candisartan 1x8
Alprazolam 1x0,5
Arixtra 1x 2,5 gr
TINJAUAN PUSTAKA
Infark miokard akut (IMA) adalah kerusakan
sel miokard dikarenakan iskemia berat yang
terjadi secara tiba-tiba. Hal ini sangat berkaitan
dengan adanya trombus yang terbentuk oleh
rupturnya plak ateroma. Infark miokard akut
dengan elevasi ST (STEMI) merupakan bagian
dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang
terdiri dari anginapektoris tidak stabil, IMA
tanpa elevasi ST (NSTEMI) dan IMA dengan
elevasi ST(STEMI)
Anterior
2.
Anteroseptal
3.
Anterolateral
4.
Lateral
5.
Inferolateral
6.
Inferior
7.
Inferoseptal
8.
True poterior
PATOFISIOLOGI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun
secara mendadaksetelah oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. STEMI terjadi jika
trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lesi
vaskuler, di mana lesi ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid. Pada sebagian
besarkasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami
fsura, ruptur atau ulserasi danjika kondisi lokal atau sistemik
memicu trombogenesis sehingga terjadi trombus muralpada
lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.
Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung
mengalami ruptur jika mempunyaifbrous capyang tipis dan
inti kaya lipid. Pada STEMI gambaran patologik klasik terdiri
dari trombus merah kaya fbrin, yang dipercaya menjadi
dasar sehingga STEMI memberi respons terhadap terapi
trombolitik.
FAKTOR RESIKO
Faktor yang tidak dapat dimodifkasi:
o Umur
o Jenis kelamin
o Suku bangsa dan warna kulit
o Genetik
Faktor yang dapat dimodifkasi:
o Hipertensi
o Hiperlipidemia
o Merokok
o Diabetes mellitus
o Kegemukan
o Kurang gerak dan kurang olahraga
o Konsumsi kontrasepsi oral
GEJALA KLINIS
Keluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan di
daerah sternum,bisa menjalar ke dada kiri atau kanan,ke
rahang,ke bahu kiri dan kanan dan pada lengan.Penderita
melukiskan seperti tertekan,terhimpit, diremas-remas atau
kadang hanya sebagai rasa tidak enak di dada. Walau sifatnya
dapat ringan ,tapi rasa sakit itu biasanya berlangsung lebih dari
setengah jam.Jarang ada hubungannya dengan aktiftas serta
tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitrat.
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut,
berkeringat dingin dan lemas. Kulit terlihat pucat dan berkeringat,
serta ektremitas biasanya terasa dingin. Volume dan denyut nadi
cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil
dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan
darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari.
Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal.
Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung
yang melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi.
DIAGNOSIS
Diagnosis STEMI ditegakkan berdasarkan
anamnesis nyeri dada yang khas dan
gambaran EKG adanya elevasi ST 1 mm,
minimal
pada
2
sandapan
yangberdampingan. Pemeriksaan enzim
jantung, terutama troponin T yang
meningkat,memperkuat diagnosis, namun
keputusan
memberikan
terapi
revaskularisasi tidak perlumenunggu hasil
pemeriksaan enzim.
a. Anamnesis
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada
perlu dilakukan anamnesis secara cermat apakah
nyeri dadanya berasal dari jantung atau luar jantung.
Selanjutnya perlu dibedakan apakah nyerinya berasal
dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula
apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya, serta
faktor-faktor risiko antara lain hipertensi, DM,
dislipidemia, merokok, stres, serta riwayat sakit
jantung koroner pada keluarga. Pada hampir setengah
kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi
STEMI,seperti aktivitas fsik berat, stres emosi atau
penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI dapat
terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian
dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam
setelah bangun tidur.
b. Pemeriksaan fsik
Sebagian besar pasien cemas dan gelisah. Sering
kali ekstremitas pucat disertai keringat dingin.
Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan
banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI.
Seperempat pasien infark anterior memiliki manifestasi
hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau
hipertensi) dan hampir setengah pasien infark inferior
menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia
dan/atau hipotensi). Tanda fsis lain pada disfungsi
ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan
intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal
bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur
midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat
sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan
pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38 C
dapat dijumpai pada minggu pertama pasca STEMI.
c. Elektrokardiograf (EKG)
Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam
menentukan terapi karenabukti kuat menunjukkan gambaran
elevasi ST dapat mengidentifkasi pasien yangbermanfaat untuk
dilakukan terapi reperfusi. Jika EKG awal tidak diagnostik
untukSTEMI tapi pasien tetap simtomatik dan terdapat
kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit
atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinu harus
dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi
segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan
harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada
ventrikel kanan.Sebagian besar pasien dengan presentasi awal
STEMI mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang
akhirnya didiagnosis sebagai infark miokard gelombang Q.
sebagian kecil menetap menjadi infark miokard non-gelombang
Q. Jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara
atau ditemukan banyakkolateral, biasanya tidak ditemukan
elevasi segmen ST. pasien tersebut biasanyamengalami angina
tidak stabil atau biasanya disebut dengan NSTEMI.
d.Laboratorium
Petanda (biomarker) kerusakan jantung. Pemeriksaan yang
dianjurkan adalah creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specifc
troponin (cTn) T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn
harus digunakan sebagai penanda optimal untuk pasien STEMI
yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini
juga akan diikutipeningkatan CKMB. Pada pasien dengan
elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan sesegera
mungkin dan tidak tergantung pemeriksaan biomarker.
Peningkatan enzim dua kali di atas nilai batas atas normal
menunjukkan ada nekrosis jantung (infarkmiokard).
CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan
mencapaipuncak dalam 10-24 jam dan kembali normal
dalam 2-4 hari. Operasi jantung,miokarditis dan kardioversi
elektrik dapat meningkatkan CKMB
cTn : ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat
setelah 2jam bila infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10-24 jam dan cTn T masihdapat dideteksi setelah 514 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan
nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin
dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian
obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA.
1.Tatalaksana awal
Tatalaksana pra-rumah sakit. Prognosis STEMI sebagian besar
tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi
elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian
besar kematian di luar RS pada STEMI disebabkan adanya fbrilasi ventrikel
mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24jam pertama onset
gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama sehingga
elemen utama tatalaksana pra-RS pada pasien yang dicurigai STEMI :
Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan
tindakanresusitasi
Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf
medis dokter dan perawat yang terlatih
Melakukan terapi reperfusi
2. Tatalaksana umum
a. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen
arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan
oksigen selama 6 jam pertama.
b. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4
mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain
mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen
dengan menurunkanpreloaddan meningkatkan suplai oksigen miokard
dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark
ataupembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat
diberikanNTG intravena. NTG IV juga dapat diberikan untuk
mengendalikan hipertensi dan edema paru. Terapi nitrat harus
dihindarkan pada pasien dengan tensi sistolik <90 mmHg atau pasien
yang dicurigai menderita infarkventrikel kanan. Nitrat juga harus
dihindari pada pasien yang menggunakan fosfodiesterase-5 inhibitor
sildenafl dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi
nitrat.
Indikasi
1. Rheumatoid arthritis
2. Demam selama penyakit menular dan infamasi
3. Untuk mengatasi nyeri
4. Neuralgia
5. Mialgia
6. Sakit kepala
7. Pencegahan penyakit berbasis trombosis dan emboli
8. Pencegahan primer dan sekunder infark miokard
Kontraindikasi
1. Pasien yang sensitif dengan aspirin
2. Asma
3. Tukak lambung
4. Perdarahan subkutan
5. Hemoflia
6. Trombositopenia
7. Pasien dengan terapi antikoagulan
Dosis
Untuk dosis melalui per oral tergantung dari indikasi penggunaannya, misalnya:
1. Untuk antipiretik (penurun demam) dan analgesik (pereda nyeri) Dewasa: 3 x
500-1000 mg/hari
2. Pencegahan primer dan sekunder infark miokard 1 x 40-325 mg/hari (biasanya
160 mg)
3. Sebagai inhibitor agregasi trombosit 300-325 mg/hari
Efek samping
1. Sistem pencernaan:
Mual, muntah, anoreksia, nyeri epigastrium, diare, luka erosif dan ulseratif.
2. Sistem saraf pusat:
Penggunaan jangka panjang mungkin dapat menyebabkan pusing, sakit kepala,
gangguan penglihatan reversibel, tinnitus, meningitis aseptik.
3. Sistem Hemopoietik:
Trombositopenia dan anemia, namun jarang terjadi.
4. Sistem pembekuan darah:
Perpanjangan waktu perdarahan.
5. Sistem urine:
Dalam penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan disfungsi ginjal, gagal
ginjal akut, sindrom nefrotik, namun jarang terjadi.
6. Reaksi alergi:
Ruam kulit, edema, bronkospasme, "aspirin triad" (kombinasi dari asma bronkial,
poliposis hidung kambuhan, sinus paranasal, intoleransi asam asetilsalisilat, dan
obat-obatan seri pirazolonic).
Dosis :
o Oral, dewasa: myocardial infarction (MI) yang belum lama
berselang terjadi, stroke yang belum lama berselang terjadi, atau
penyakit arterial peripheral yang sudah terbukti: satu kali sehari
satu tablet 75 mg
o Sindrom coronary akut: initial: loading dose 300 mg; diikuti
dengan satu kali sehari satu tablet 75 mg (dikombinasikan
dengan aspirin 75-325 mg satu kali sehari satu tablet).
o Pencegahan penutupan coronary artery bypass graft (saphenous
vein): pasien dengan alergi terhadap aspirin: dosis loading: 300
mg 6 jam ; dosis maintenance: 50-100 mg/hari
Aturan pakai :
Satu kali sehari satu tablet 75 mg, dapat diminum dengan atau
tanpa makanan.
Efek samping :
Perdarahan gastrointestinal (saluran pencernaan), purpura,
bruising, haematoma, epistaxis, haematuria, ocular haemorrhage,
perdarahan intracranial, nyeri abdominal (perut), gastritis,
konstipasi, rash, dan pruritus (gatal)
3. Resiko perdarahan
Pemilihan terapi reperfusi juga melibatkan risiko perdarahan
pada pasien. Jika tersedia PCI dan fbrinolisis, semakin tinggi
risiko perdarahan dengan terapi fbrinolisis, semakin kuat
keputusan untuk memilih PCI. Jika PCI tidak tersedia,
manfaat
terapi
reperfusi
farmakologis
harus
mempertimbangkan manfaat dan risiko.
4.
Waktu yang dibutuhkan untuk transportasi ke
laboratorium PCI.
Adanya fasilitas kardiologi intervensi merupakan penentu
utama apakah PCI dapat dikerjakan. Untuk fasilitas yang
dapat mengerjakan PCI, penelitian menunjukkan PCI lebih
superior dari reperfusi farmakologis. Jika composite end
pointkematian,infark miokard rekuren nonfatal atau stroke
dianalisis, superioritas PCI terutama dalam hal penurunan
laju infark miokard non fatal berulang.
Fibrinolisis
Terapi Farmakologis
1.Antitrombotik
Tujuan primer pengobatan adalah untuk memantapkan dan
mempertahankanpatensi arteri koroner yang terkait infark.
Tujuan sekunder adalah menurunkan tendensipasien menjadi
trombosis. Aspirin merupakan antiplatelet standar pada STEMI.
Obat anti trombin standar yang digunakan dalam praktik klinis
adalah unfractionatedheparin. Pemberian UFH IV segera
sebagai tambahan terapi regimen aspirin dan obat trombolitik
spesifk fbrin membantu trombolisis dan memantapkan dan
mempertahankan patensi arteri yang terkait infark. Dosis yang
direkomendasikan adalahbolus 60 U/kg (maksimum 4000 U)
dilanjutkan infus inisial 12 U/kg perjam (maksimum 1000
U/jam). APTT selama terapi pemeliharaan harus mencapai 1,52 kali. Antikoagulan alternatif pada pasien STEMI adalah lowmolecular-weight heparin(LMWH).
2.Beta blocker
Manfaat beta blocker pada pasien STEMI dapat dibagi
menjadi yang terjadi segera bila obat diberikan secara akut
dan yang diberikan dalam jangka panjang jika obat
diberikan untuk pencegahan sekunder setelah infark.
Pemberian beta blocker akut IV memperbaiki
keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokard,
mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark, dan
menurunkan risiko kejadian aritmia ventrikelyang serius.
Terapi beta blocker pasca STEMI bermanfaat untuk
sebagian besar pasien termasuk yang mendapat terapi
inhibitor ACE, kecuali pada pasien dengan kontraindikasi
(pasien dengan gagal jantung atau fungsi sistolik ventrikel
kiri sangat menurun, blok jantung, hipotensi ortostatik
atau riwayat asma).
3. Inhibitor ACE
Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat
terhadap mortalitas bertambah dengan penambahan aspirin dan beta
blocker. Penelitian SAVE, AIRE, dan TRACE menunjukkan manfaat inhibitor
ACE yang jelas. Manfaat maksimal tampak pada pasien dengan risiko
tinggi (pasien usia lanjut atau infark inferior, riwayat infark sebelumnya
dan/atau fungsi ventrikel kiri menurun global), namun bukti menunjukkan
manfaat jangka pendek terjadi jika inhibitor ACE diberikan pada
semuapasien dengan hemodinamik stabil pada STEMI (pasien dengan
tekanan darah sistolik>100 mmHg). Mekanismenya melibatkan
penurunan remodelingventrikel pasca infarkdengan penurunan risiko
gagal jantung. Kejadian infark berulang juga lebih rendah padapasien
yang mendapat inhibitor ACE menahun pasca infark.
Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pasien STEMI.
Pemberian inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien
dengan bukti klinis gagaljantung, pada pasien dengan dengan
pemeriksaan pencitraan menunjukkan penurunan fungsi ventrikel kiri
secara global atau terdapat abnormalitas gerakan dinding global,atau
pasien hipertensif. Penelitian klinis dalam tatalaksana pasien gagal
jantung termasuk data dari penelitian pada pasien STEMI menunjukkan
bahwa ARB mungkinbermanfaat pada pasien dengan fungsi ventrikel kiri
menurun.
PEMBAHASAN
Pasien diatas didiagnosis STEMI inferior. Hal
ini dibuktikan dari anamnesis pasien mengeluh
sesak dada sebelah kiri seperti tertindis beban
berat kurang lebih setengah jam hilang dengan
istirahat, selama nyeri dada pasien pasien
merasa sesak, berkeringat, nyeri ulu hati, nyeri
perut, mual, muntah. Pemeriksaan fsik, pasien
tampak gelisah, berkeringat dan hipertensi
131/69 mmHg, bradikardi 58 kali/menit.
Pemeriksaan penunjang EKG didapatkan ST
elevasi II, III, AVF.