Вы находитесь на странице: 1из 45

Ko-infeksi Tuberkulosis dengan

Human Immunodeficiency Virus (HIV)


Pembimbing: dr. Santoso.S
Disusun Oleh:
Consistania Ribuan (2013.060.088)
Clarissa Theodora (2013.060.089)

Angka kejadian HIV di Indonesia (2013) > 90.000 dengan


prevalensi terbesar pada jenis kelamin laki-laki
Health Foundation memperkirakan pada tahun 2020 terdapat
160.000 individu terkena HIV di Jakarta.
Infeksi Tuberkulosis (TB) infeksi oportunistik utama
pada pasien HIV
Sekitar 60% orang dengan HIV/AIDS berkembang menjadi TB
aktif sepanjang hidupnya
TB merupakan penyebab kematian utama pada orang dengan
infeksi HIV
Terdapat perbedaan dalam mendiagnosis dan memberikan
penatalaksanaan penyakit TB pada pasien HIV

Latar belakang

Definisi:
Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia
yaitu sel Limfosit T, khususnya cluster of differentiation 4
(CD4+)

Epidemiologi:
Tahun 2011 34 orang hidup dengan HIV diseluruh dunia
September 2012 92.251 kasus HIV di Indonesia
Jumlah kasus tertinggi di DKI Jakarta, kemudia Jawa Timur,
Papua, Jawa barat, dan Sumatra Utara

HIV

Etiologi:
HIV merupakan kelompok retrovirus, subfamili Lentivirus
Memiliki lapisan kapsid, protein matriks, dan inti virus
Kapsid terdiri dari lipid dan 2 glikoprotein yaitu
Glikoprotein eksternal (GP120)
Glikoprotein transmembran (GP41)

Protein matriks terdiri dari protein P17


Inti virus terdiri dari kapsul protein p24, enzim reverse
transcriptase yang berfungsi mengubah RNA menjadi DNA,
dan enzim integrase yang berfungsi menyatukan materi genetik
virus ke DNA sel yang terinfeksi.

HIV

HIV

Patogenesis:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Tahap perlekatan virus


Pemasukan inti virus dan uncoating
Aktivasi enzim reverse transcriptase
Integrasi kedalam DNA sel inang
Sintesis DNA virus
Translasi dan produksi protein virus
Penyatuan virus dan budding dari sel inang
Maturasi virus

HIV

HIV

Individu
terinfeksi
HIV

HIV

Respon
imun
selular (sel
T) dan
humoral
(sel B)

VIREMIA
AKUT
(aktivasi
CD8+)

Window
period

Penurunan
jumlah
CD4+
sampai
<200
sel/mm3

Acute Retroviral Syndrome


(ARS)/ Infeksi HIV primer
HIV diproduksi dalam jumlah
besar

Asimptomatik/
Clinical Latency
HIV tetap aktif
diproduksi tetapi
dalam jumlah
yang sangat
rendah

AIDS
dengan
berbagai
infeksi
oportunistik

2-4 minggu setelah terinfeksi

8 minggu setelah
terinfeksi

5 tahun
setelah
terinfeksi

HIV

Klasifikasi (WHO):
Infeksi HIV Primer
- Asimtomatik (tanpa gejala)

Stadium Klinis 3
- Kehilangan berat badan berat tanpa alasan (>10% dari berat badan yang
diperkirakan atau diukur)
- Diare kronik tanpa alasan yang berlangsung lebih dari 1 bulan
- Demam berkepanjangan tanpa alasan yang berlangsung lebih dari 1 bulan

- Acute retroviral syndrome


Stadium Klinis 1

(>37,6C, sementara atau terus-menerus)


- Kandidiasis mulut berkepanjangan

- Asimtomatik (tanpa gejala)

- Oral hairy leukoplakia

- Limfadenopati generalisata persisten

- Tuberkulosis paru

Stadium Klinis 2
- Kehilangan berat badan sedang tanpa alasan (<10% dari berat badan yang

- Infeksi bakteri berat (misalnya; pnemonia, empiema, piomiositis, infeksi tulang


atau sendi, meningitis, bakteremia)
- Acute necrotizing ulcerative stomatitis, gingivitis, or periodontitis

diperkirakan atau diukur)


- Anemia tanpa alasan (hemoglobin <8g/dl)

- Infeksi saluran napas bagian atas berulang (sinusitis, tonsilitis, ototis media dan
faringitis)
- Herpes zoster

- Neutropenia (neutrofil <500 sel/L)


- Trombositopenia kronik (trombosit <50,000 sel/L)
Stadium Klinis 4

- Kheilitis angularis
- HIV wasting syndrome

- Ulkus di mulut yang berulang


- Erupsi papular pruritis
- Dermatitis seboroik
- Infeksi jamur di kuku

- Pneumonia Pneumocystis
- Pneumonia bakteri berat yang berulang
- Infeksi herpes simplex kronik (orolabial, kelamin, atau anorektal lebih dari 1
bulan atau visceral pada bagian tubuh manapun)
- Kandidiasis esofagus (atau kandidiasis pada trakea, bronkus atau paru)

Diagnosis:
Dibutuhkan waktu 3-12 minggu untuk mendeteksi antibodi
HIV pada darah
1.
2.
3.
4.

Simple/ Rapid test


Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
Western Blot
Polymerase chain reaction (PCR)

HIV

Diagnosis:
Jumlah CD4+ didalam darah untuk mengetahui keadaan
imun pasien
Kadar CD4+total
Normal:

Jumlah sel CD4+ pada orang yang tidak terinfeksi HIV biasanya
berkisar antara 600 - 1500 sel per mikroliter (L).

Abnormal:

Jumlah sel CD4+ diantara 350 500 sel/L menunjukkan bahwa


sistem kekebalan tubuh mulai melemah. Terapi antiretroviral pada
HIV dianjurkan ketika jumlah sel CD4+ <500 sel/L.
Jumlah sel CD4+ <350 sel/L menunjukkan sistem kekebalan
tubuh yang melemah dan peningkatan risiko untuk mengalami
infeksi oportunistik.
Jumlah sel CD4+ <200 sel/L menunjukkan terjadinya acquired

HIV

immunodeficiency syndrome (AIDS) dan risiko tinggi untuk


mengalami infeksi oportunistik.

Diagnosis:
AIDS (Aquired immunodeficiency syndrome):
Minimal 2 dari kriteria mayor dan 1 dari kriteria minor harus dipenuhi, tanpa
ditemukannya penyebab lain dari penurunan sistem kekebalan tubuh seperti
kanker dan malnutrisi berat.
Ditemukannya sarkoma kaposi generalisata atau kriptokokal meningitis saja
sudah cukup untuk diagnosis AIDS.
Kriteria Mayor
Kehilangan berat badan >10%
Diare kronik > 1 bulan
Demam kronik > 1 bulan (intermiten atau konstan)
Kriteria Minor
Batuk persisten > 1 bulan
Dermatitis generalisata
Herpes zoster rekuren

HIV

Kandidiasis orofaringeal
Infeksi virus herpes simplex progresif kronik dan diseminata
Limfadenopati generalisata

Tatalaksana
Nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTIs)
=Menggantikan substrat yang dibutuhkan enzim reverse
transcriptase dan akan menghambat polimerisasi DNA
Contoh: Abacavir, Didanosine, Emtricitabine
Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTIs)
=Berikatan dengan enzim reverse transcriptase dan akan
menghambat replikasi virus
Contoh: Delavirdine, Efavirenz, Etravirine
Protease inhibitors
=Menghambat aktivitas enzim protease
Contoh: Atazanavir, Darunavir, Lopinavir

HIV

Tatalaksana
Integrase inhibitors
=Hambat penyisipan DNA virus ke DNA sel inang
Contoh: Raltegravir
Fusion inhibitor
=Menghambat kemampuan HIV untuk berfusi dengan sel CD4+
Contoh: Enfuvirtide
CCR5 antagonist
=Menghambat pemasukan virus melalui reseptor CCR5
Contoh: Maraviroc

HIV

Definisi:
Keadaan dimana satu atau lebih organ tubuh yang terinfeksi bakteri
tuberkulosa menjadi sakit dan menunjukan tanda dan gejala klinis

Epidemiologi:
Di Indonesia ditemukan 235 kasus setiap 100.000 penduduk pada
tahun 2010

Etiologi:
Mycobacterium tuberculosis
Bakteri tahan asam berbentuk batang lurus, tidak berspora dan tidak
berkapsul

TB

Faktor resiko:
1.
2.
3.
4.

TB

Status gizi buruk


Sosioekonomi rendah
Tingkat pendidikan rendah
Toksin: merokok, alkohol

Patogenesis dan Patofisiologi:


1. Tuberkulosis primer
M. TBC terhirup melalui saluran nafas
Melewati sistem pertahanan mukosilier
Tertimbun pada alveolus terminal
Bersarang pada jaringan paru (Sarang pneumoni/ afek primer)
Limfangitis lokal dan limfadenitis regional
Sembuh tanpa cacat

TB

Sembuh dengan bekas

Menyebar

Limfogen

Perkontinuatum

Hematogen

Bronkogen

Patogenesis dan Patofisiologi:


1. Tuberkulosis postprimer
Reaktivasi/ reinfeksi TB primer

Sarang dini di apeks paru lobus superior/ inferior

Diresorpsi kembali
tanpa cacat

Meluas dan terjadi


proses penyembuhan
dengan penyebukan
jaringan fibrosis

Meluas membentuk
sarang pneumoni baru

TB

Meluas dan
membentuk jaringan
kaseosa (dapat
membentuk kavitas)

Memadat dan membungkus diri


membentuk tuberkuloma

Sembuh
Open healed
cavity
Kavitas
tertutup

Klasifikasi
Berdasarkan lokasi penyakit
1.
2.

TB Paru
TB Ekstraparu

Berdasarkan riwayat pengobatan TB sebelumnya


1.
2.
3.

Pasien baru
Pasien yang sudah diterapi sebelumnya
Pasien dengan riwayat terapi TB sebelumnya yang tidak diketahui

Berdasarkan resistensi obat


1.

Monoresistance :
Resisten terhadap 1 OAT lini pertama

2.

Polydrug resistance:
Resisten terhadap lebih dari 1 OAT lini pertama selain terhadap INH dan R

3.

Multidrug resistance:
Resisten terhadap paling tidak isoniazid dan rifampisin

TB

4.

Extensive drug resistance:


Resisten terhadap golongan florokuinolon apapun dan setidaknya satu dari tiga obat suntik
lini kedua (kapreomisin, kanamisin, dan amikasin), selain terjadi multidrug resistence.

5.

Rifampisin resistance

Klasifikasi
Berdasarkan patogenesis

TB

0:

Tidak ada riwayat paparan terhadap TB, uji tuberkulin negatif, tidak
terinfeksi TB.

I:

Terdapat riwayat paparan terhadap TB, uji tuberkulin negatif, tidak ada
tanda akan infeksi TB.

II:

Terinfeksi TB (uji tuberkulin +), tetapi tidak menderita penyakit TB (bukti


klinis TB tidak ada, radiologi tidak mendukung, dan bakteriologi negatif).

III:

Kultur Mycobacterium tuberculosis positif atau uji tuberkulin positif dan


terdapat bukti klinis atau radiologi yang mendukung.

IV:

Pernah menderita penyakit TB sebelumnya, tetapi saat ini tidak ada


penyakit aktif (bakteriologi negatif dan tidak ada bukti klinis atau radiologi
TB aktif).

V:

Terdapat tanda dan gejala penyakit TB, tetapi evaluasi belum lengkap.

Manifestasi Klinis:
1. Infeksi awal:

Tanpa gejala
Demam, limfadenopati paratrakeal, sesak

2. TB progresif primer:

Kelelahan, lemas, penurunan berat badan,


demam ringan, menggigil, berkeringat malam
hari, batuk yang awalnya non-produktif
kemudian dapat berkembang menjadi batuk
produktif dengan sputum purulen hingga batuk
darah.

3. TB ekstrapulmonal:

Tergantung organ yang terkena


Nyeri dada pada pleuritis TB, sakit kepala dan
penurunan kesadaran pada meningitis dan
tuberkuloma otak

4. TB Laten:

Tidak ada gejala apapun

TB

Manifestasi Klinis

TB

Diagnosis
1. Manifestasi klinis

TB

Gejala Respiratori:

Batuk >= 2 minggu


Batuk berdahak
Batuk darah
Nyeri dada
Sesak Nafas

Gejala Sistemik:

Demam
Malaise
Keringat malam
Anoreksia
Penurunan BB

Gejala Ekstraparu:

Limfadenitis, kaku kuduk, nyeri dada

Diagnosis
2.

Pemeriksaan Fisik
TB Paru:

3.

TB

Kelainan sering ditemukan pada lobus


superior, terutama daerah apeks.
Suara nafas bronkial/ amforik/ melemah/
ronki basah

Pemeriksaan bakteriologi
Didapatkan dari dahak (3 spesimen: SPS)/ cairan
pleura/ serebrospinal
Dengan cara
Mikroskopis (BTA): Ziehl-Nielsen
Biakan kuman

Algoritma Pemeriksaan Dahak BTA


Interpretasi hasil dari 3 kali
pemeriksaan dahak
3x positif/ 2x positif
dengan 1 negatif

1x positif dengan 2
x negatif
Ulang BTA
3x

1x positif dengan 2x
negatif
BTA positif

3x negatif

BTA negatif

4. Pemeriksaan Radiologi
Bagian apex menunjukkan bayangan berupa bercak atau noduler
(satu atau 2 sisi)
Kavitas/ lubang
Bayangan titik-titik yang tersebar

TB

5. Pemeriksaan Tuberkulin
Penyuntikan protein turunan M.tuberculosis pada permukaan
belakang lengan bawah secara intradermal
48-72 jam setelah penyuntikan diukur diameter dari
pembengkakkan atau indurasi
Positif: indurasi berukuran diameter 10 mm atau lebih

TB

TB

Tatalaksana
Prinsip pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap yaitu:
1.

Tahap intensif

2.

Tahap lanjutan

TB

2 RHZE
Setiap hari
Pasien menjadi tidak menular dalam 2 minggu
Konversi BTA menjadi negatif dalam 2 bulan
Membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadi
kekambuhan
Durasi lebih panjang dengan oabt yang lebih sedikit

Tatalaksana
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di
Indonesia:
i.

Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3

ii.

Panduan OAT ini diberikan untuk pasien baru.

Karegori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya.

Obat lini 2 digunakan jika obat lini 1 tidak berhasil dalam mengobati TB. Tetapi, pengobatan
TB dengan menggunakan obat lini 2 membutuhkan waktu yang lebih lama dan memiliki
toksisitas yang lebih tinggi dibandingkan obat lini 1. Beberapa obat lini 2 adalah
kapreomisin, kanamisin, amikasin, etionamid, para-aminosalicylic acid, sikloserin,
siprofloksasin, levofloksasin, dan klofazimin.

TB

Definisi
Pada pasien dengan HIV, dimana sistem pertahanan tubuhnya
menurun, maka infeksi TB laten tersebut dengan mudah
berkembang menjadi TB aktif

Epidemiologi
60% pasien dengan HIV terinfeksi kuman TB akan menjadi TB
aktif
3% pasien TB dengan memiliki status HIV positif
Infeksi penyerta terbanyak pada pasien HIV/AIDS adalah TB
yaitu sebanyak 11.835 kasus atau 49% dari seluruh pasien
HIV/AIDS

KO-INFEKSI TB - HIV

Diagnosis
1. Manifestasi Klinis

Tidak spesifik
Paling sering: demam, penurunan berat badan >10%, gejala
ekstraparu seperti diare berkepanjangan, pembesaran KGB, dll
Sifat batuk tidak harus >=2 minggu

2. Radiografi

Tahap awal HIV: lesi tipikal


Penurunan imun sedang: lesi ekstrapulmoner, limfadenopati
intra-torakal atau mediastinal, infiltrasi bagian bawah lobus
paru hingga gambaran TB milier yaitu infiltrat selain di apeks
paru dengan atau tanpa kavitas
Penurunan imun berat: gambaran tidak bermakna/ normal

KO-INFEKSI TB - HIV

Gambaran Foto Toraks TB pada ODHA


Tipikal
Infiltrat di apeks paru
Infiltrat bilateral

Tidak Tipikal
Infiltrat di interstitial (selain apeks paru)

Kavitas

Limfadenopati intratoraks

Fibrosis dan pengerutan/ atelektasis

Tidak terdapat kavitas

KO-INFEKSI TB - HIV

Diagnosis
3. Mikroskopis bakteri (BTA)

Hasil positif apabila terdapat kuman M.TBC sebanyak 10 5/mL


Sulit menemukan hasil positif pada ODHA
Pemeriksaan cukup dilakukan dengan 2 spesimen (sewaktu dan pagi) jika
terdapat sedikitnya 1 dahak dengan BTA positif maka diagnosis TB dapat
ditegakkan

4. Biakan

GOLD STANDARD untuk diagnosis TB pada HIV


2 media: Lowestain Jenson dan Middlebrook
Lama biakan: 6-8 minggu
Sangat dianjurkan untuk pasien dengan hasil pemeriksaan penunjang lainnya
menunjukkan hasil negatif

5. Serologis

Antibodi, Antigen
Tuberculin test sebagian besar ODHA menunjukkan hasil negatif karena adanya
keadaan anergi

KO-INFEKSI TB - HIV

Alur Diagnosis TB Paru pada ODHA dengan Rawat Jalan

Alur Diagnosis TB Paru pada ODHA dengan Sakit Berat

Diagnosis Banding:

Pneumonia Bakterial
Sarkoma Kaposi
Pneumonia Pneumocystis Jirovecii (PCP)
Mycobacterium Avium Complex (MAC)
Infeksi Jamur (Cryptococcus sp dan Nocardia sp)

KO-INFEKSI TB - HIV

Manifetasi Klinis dan Gambaran Foto Toraks PCP dan TB Paru

Penatalaksanaan
1. Prevensi TB pada ODHA

Pentingnya skrining TB pada ODHA


Penggunaan INH selama 6 bulan (6H) dengan dosis
5mg/KgBB atau 300 mg berhasil menurunkan insiden TB pada
2/3 ODHA

2. Pengobatan TB pada ODHA

Pengobatan TB pada pasien ko-infeksi TB HIV harus


diberikan segera sedangkan pengobatan ARV dimulai setelah
pengobatan TB dapat ditoleransi dengan baik, yaitu paling
cepat 2 minggu dan paling lambat 8 minggu

KO-INFEKSI TB - HIV

Penatalaksanaan
OAT:
Kasus baru: 2RHZE/ 4RH
Kasus lama (relaps/ gagal pengobatan): 2RHZES atau 1RHZE /
5RHE

ARV
WHO kombinasi 2 NRTIs dengan 1 NNRTI sebagai lini pertama
Penggunaan Rifampisin dan ARV secara bersamaan dapat
menurunkan efisiensi obat antiretroviral dosis antiviral harus
dinaikan
Anjuran ARV untuk pasien HIV dan TB dengan OAT Efavirenz
dengan dosis 600 mg/ hari

KO-INFEKSI TB - HIV

Inisiasi Pengobatan ARV dan TB


Kriteria
TB ekstrapulmoer
(tanpa memperhatikan
jumlah CD4)
TB Paru
(CD < 200 sel/mm3)

Pengobatan TB

Dimulai segera
Dimulai segera

TB Paru
(CD4 = 200 350 sel/
mm3)

Dimulai segera

TB Paru
(CD4 > 350 sel/mm3)

Dimulai segera

ARV
Mulai ART segera
setelah pengobatan TB
telah tertoleransi
(2 minggu 2 bulan)*
Mulai ART setelah
fase terapi insiasi TB
selesai (mulai lebih
awal jika terdapat
penurunan imun
parah)
Monitor jumlah CD4
Pertimbangkan ART
jika umlah CD4 turun
dibawah 350 sel/mm3

KO-INFEKSI TB - HIV

3.

Interaksi Tatalaksana ARV dan OAT:


Rifampicin menstimulasi aktivitas enzim Cytochrome P450 (CYP) di
hati yang akan memetabolisme NNRTIs dan Pis:
Penurunan level NNRTIs dan Pis dalam darah
Mengganggu supresi dari replikasi HIV
Bahaya resistensi obat
NNRTIs dan Pis juga dapat meningkatkan atau menginhibisi CYP dan
mengganggu level Rifampicin dalam darah
Rifampicin tidak memiliki efek pada level serum NRTI (tidak
dimetabolisme oleh CYP) tidak ada dosis tambahan diperlukan untuk
obat ini.
Rifampicin tetap merupakan obat yang paling dipilih karena kejadian
relaps TB pada HIV positif menjadi rendah
Immune reconstitution inflammatory syndrome (IRIS) 4-8 minggu dari
pemberian ARV pertama

KO-INFEKSI TB - HIV

4. Cotrimoxazole Primary Profilaxis


Mencegah kematian akibat infeksi oportunistik seperti
Pneumocystic Jirovecii Pneumonia (PCP) atau Toxoplasma gondii
encephalitis (TE)
Dosis rekomendasi: 160-800 mg/hari
Pasien dengan CD4 < 200 cel/mm3/ clinical stage 3 (dengan
orofaringeal candidiasis)/ clinical stage 4 harus mendapatkan
cotrimoxazole bersamaan dengan pengobatan TB sampai CD4
stabil selama 4-6 bulan, atau setidaknya 3 bulan sampai >200
sel/mm3

KO-INFEKSI TB - HIV

Epidemi HIV menunjukkan pengaruhnya terhadap kejadian TB diseluruh dunia


dan mengakibatkan meningkatnya jumlah kasus TB di masyarakat
TB merupakan infeksi oportunistik terbanyak pada orang dengan HIV/ AIDS
Diagnosis TB pada pasien HIV berbeda karena gejala TB pada pasien HIV tidak
spesifik.
TB ekstraparu lebih sering ditemukan pada pasien dengan HIV/AIDS
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis merupakan standar baku emas untuk
diagnosis TB pada pasien HIV
Pada prinsipnya pengobatan TB pada pasien dengan ko-infeksi HIV sama seperti
pada pasien TB tanpa HIV
Pengobatan TB pada pasien ko-infeksi TB HIV harus diberikan segera sedangkan
pengobatan ARV dimulai setelah pengobatan TB dapat ditoleransi dengan baik,
dianjurkan diberikan paling cepat 2 minggu dan paling lambat 8 minggu
Terdapat efek samping penurunan level obat didalam darah khususnya oleh
penggunaan Rifampisin dan ARV jenis protease inhibitors (PIs) dan nucleoside
reverse transcriptase inhbitors (NNRTIs)

KESIMPULAN

Вам также может понравиться