Вы находитесь на странице: 1из 25

Sindrom Guillain Barre

Oleh:
Robby Prawira Sulbahri, S. Ked
Putri Natalia Bahari Pratama, S.Ked
Preceptor:
Dr. RA. Neilan Amroisa, Sp.S, M.Kes
SMF NEUROLOGI
RSUD ABDUL MOELOEK
Januari 2010

Pendahuluan

Sindrom Guillain Barre atau dikenal dengan


nama Idiopathic polyneuritis, Acute Febrile
Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post
Infectious Polyneuritis, Acute Inflammatory
Demyelinating Polyradiculoneuropathy ialah
polineuropati yang menyeluruh, dapat
berlangsung akut atau subakut, mungkin
terjadi spontan atau sesudah terjadi infeksi.

Definisi

Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu


polineuropati yang bersifat ascending dan
akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3
minggu setelah infeksi akut.
Menurut Bosch, SGB merupakan suatu
sindroma klinis yang ditandai adanya
paralisis flasid yang terjadi secara akut
berhubungan dengan proses autoimun
dimana targetnya adalah saraf perifer,
radiks, dan nervus kranialis.

Epidemiologi

Penyakit ini terjadi di seluruh dunia,


kejadiannya pada semua musim
Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi
antara 0.6 sampai 1.9 kasus per 100.000
orang pertahun
Data di Indonesia, menurut penelitian
Chandra dkk, insidensi terbanyak di
Indonesia adalah dekade I, II, III (dibawah
usia 35 tahun)
Angka perbandingan kejadian SGB laki-laki
dan wanita 3 : 1

Etiologi

Belum diketahui dengan pasti


Beberapa keadaan atau penyakit
yang mendahului dan mungkin ada
hubungannya dengan terjadinya SGB,
antara lain:
- Infeksi (bakteri, virus)
- Vaksinasi
- Penyakit sistemik (keganasan, SLE)

Insidensi kasus SGB yang berkaitan dengan infeksi ini


sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu
sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran
pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal.

Patogenesa

Pada kebanyakan pasien GBS, gejala


timbul akibat dari cedera selubung
myielin. Pada beberapa pasien GBS,
kerusakan akson terjadi akibat
serangan langsung akson itu sendiri.
Saraf perifer dan radiks saraf
merupakan bagian terbesar yang
mengalami demyelinisasi,namun
saraf cranial juga dapat terserang.

Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan


mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada
sindroma ini adalah:
1. didapatkannya antibodi atau adanya respon
kekebalan seluler (celi mediated immunity)
terhadap agen infeksious pada saraf tepi.
2. adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3. didapatkannya penimbunan kompleks antigen
antibodi dari peredaran pada pembuluh darah saraf
tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf
tepi.

Klasifikasi
1.

2.
3.
4.
5.

Acute Motor-Sensory Axonal


Neuropathy (AMSAN)
Acute Motor-Axonal Neuropathy
(AMAN)
Miller Fisher Syndrome
Chronic Inflammatory Demyelinative
Polyneuropathy (CIDP)
Acute pandysautonomia

Gejala klinis
1.
2.
3.

4.

Onsetnya akut dan pada bentuk yang berat seseorang yang


semula tampak sehat mendadak dalam 2-3 hari menjadi
lumpuh sama sekali.
Keadaan semakin memberat dalam waktu 10-12 hari.
Kematian rata-rata terjadi dalam 8 hari sesudah onset.
Sekitar 40-60% penderita sebelumnya menunjukan gejalagejala seperti flu,ISPA. Dapat juga didahului oleh penyakitpenyakit virus lain (seperti Sitomegalovirus,Virus Epstein
Barr,HIV) dan radang usus oleh Compylobacter jejuni
Gejala-gejala umum didahului dengan parestesia dua jari-jari
kaki dan tangan. Dalam beberapa hari diikuti dengan
kelemahan otot yang sifatnya simetris bilateral,dimulai dari
otot-otot ekstermitas bawah kemudian ke otot-otot tubuh
ekstermitas atas,wajah dan orofaring.

5. 30% kasus disertai kelemahan otot-otot wajah (facial


diplegi)
6. Reflek-reflek tendon dalam (fisiologis) menurun atau
menghilang
7. Pada kasus berat disertai dengan kelemahan otot-otot
untuk pernapasaan, menelan dan ektraokuler.
8. Sering juga dengan keluhan nyeri dalam bentuk nyeri
iskialgia, nyeri pingggang dan nyeri punggung
9. Gangguan sistem autonom berupa gangguan denyut
jantung, irama jantung dan tekanan darah

Perjalanan penyakit ini terdiri dari 3


fase

Kriteria diagnosa
National Institute of Neurological
and Communicative Disorder and
Stroke (NINCDS), yaitu:
I. Ciri-ciri yang perlu untuk
diagnosis:
- Terjadinya kelemahan yang
progresif
- Hiporefleksi

II. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:


a. Ciri-ciri klinis:
1. Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal dalam 4 minggu
50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.
2. Relatif simetris.
3. Gejala gangguan sensibilitas ringan
4. Gejala saraf kranial 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak lain dapat terkena
khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari
otot ekstraokuler atau saraf otak lain.
5. Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat memanjang sampai beberapa bulan.
6. Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi dangejala vasomotor.
7. Tidak ada demam saat onset gejala neurologis.
b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:
Protein CSS ( Cairan Serebrospinal ) Meningkat setekah gejala 1 minggu pertama dari timbulnya gejala
atau antara punksi pertama dan kedua pada punksi serial
Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3
Varian:
o Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala
o Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3
c. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa:
Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus.Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari
normal.

Kriteria diagnosa klinik GBS menurut


Asbury
Kriteria diagnosa klinik GBS menurut Asbury
Kriteria yang harus ada

Menunjang diagnosa

- Kelemahan progresif lebih dari


1
anggota gerak
- Hiporefleksia atau arefleksia
- Progresivitas sampai 4 minggu
- Relatif simetris
- Gangguan sensoris ringan
- Keterlibatan saraf kranial
(paling
sering N VII)
- Perbaikan dalam 4 minggu
- Disfungsi autonom ringan
- Tanpa demam
- Protein LCS meningkat setelah
1
minggu
- Leukosit LCS <10/mm3
- Pelambatan hantar saraf

Kriteria diagnosa klinik GBS menurut Asbury


Meragukan diagnosa

Mengeksklusikan diagnosa

- Asimetris
- Disfungsi BAB dan BAK
- Leukosit LCS >50/mm3
- Gangguan sensoris berbatas
nyata
- Gangguan sensoris saja
- Terdiagnosa sebagai
polineuropati
lain

Pemerikasaan Penunjang
1. Elektrolit
Syndrom of inapproprite antidiuretic hormone (SIADH ) terjadi pada beberapa
pasien GBS
Serum dan osmolaritas urin merupakan indikasi jika SIADH dicurigai
2. Tes fungsi liver meningkat pada 1 dari 3 pasien
3. Tes kehamilan (kehamilan mungkin dapat menjadi pemicu)
4. Lumbal pungsi dan analisa cairan serebrospinal
Sebagian besar pasien tidak mengalami peningkatan kadar serebrospinal
(>400 mg/L) tanpa peningkatan jumlah sel Peningkatan protein dengan
tekanan normal dan tanpa leukosit dicurigai berhubungan dengan infeksi HIV
5. Antibody screen
Mungkinterdapat antibody terhadap saraf perifer dan saraf pusat
Pasien dengan Miller-Fisher varian mungkin memiliki antibody GQ1b
Pasien yang mempunyai antibody subtype GMI mungkin memiliki prognosis
yang buruk
6. Electrocardiogram
Banyak abnormalisasi yang berbeda dapat terlihat pada EGC termasuk
second-degree and atrioventricular (AV) block, abnormalisasi gelombang T,
depresi ST, pelebaran QRS dan berbagai macam kekacauan ritme

Diagnosa Banding

Gejala klinis SGB biasanya jelas dan mudah


dikenal sesuai dengan kriteriadiagnostik
dari NINCDS, tetapi pada stadium awal
kadang-kadang harus dibedakandengan
keadaan lain, seperti:
- Mielitis akuta
- Poliomyelitis anterior akuta
- Porphyria intermitten akuta
- Polineuropati post difteri

Terapi
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara
umum bersifat simtomatik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat
sembuh sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan
angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap
harus diberikan. Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya
penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas
(imunoterapi).
Penatalaksanaan
- Plasmaparesis
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan
faktor autoantibodi yang beredar. Pemakaian plasmaparesis pada SGB
memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat,
penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang
lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250 ml
plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila
diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).

Penatalaksanaan medikamentosa
- Pengobatan imunosupresan:
1. Imunoglobulin IV
Pengobatan dengan gamma globulin intervena
lebih menguntungkan dibandingkan
plasmaparesis karena efek samping/komplikasi
lebih ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg
BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis
maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari
sampai sembuh.
2. Kortikosteroid
3. Obat sitotoksik
Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:
- 6 merkaptopurin (6-MP)
- azathioprine
- cyclophosphamid

Penatalaksanaan Nonmedikamentosa
Rehabilitasi Medik
1. Fisioterapi :
Alih baring dan peregangan otot untuk
mencegah kekakuan juga
untuk mencegah terjadinya ulkus
dekubitus
ROM exercise ( latihan lingkup gerak
sendi ) secara pasif dan aktif
untuk alat gerak atas dan bawah

2. Terapi Okupasi :
3. Ortotik dan Prostetika
4. Psikososial

Prognosa

Pada umumnya penderita mempunyai prognosis yang


baik, tetapi pada sebagian kecil penderita dapat
meninggal atau mempunyai gejala sisa.
Penderita SGB dapat sembuh sempurna (75-90%)
atau sembuh dengan gejala sisa berupa dropfoot atau
tremor postural (25-36%).
Penyembuhan dapat memakan waktu beberapa
minggu samapai beberapatahun. Menurut National
Institute of Neurological Disorders and Stroke
sekitar 30% penderita masih mengalami gejala sisa
setelah 3 tahun (gejala sisa ringan dapat menetap
pada penderita).
Keluaran penderita akan menjadi sangat baik bila
gejala-gejala dapat hilang dalam waktu 3 minggu
sejak muncul gejala tersebut muncul.

KESIMPULAN

Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu penyakit


pada susunan saraf yang terjadi secara akut dan
menyeluruh, terutama mengenai radiks dan saraf
tepi, kadang-kadang mengenai saraf otak yang
didahului oleh infeksi akut non spesifikseperti infeksi
saluran nafas dan saluran cerna.
Penyebab infeksi yang paling sering adalah
Campylobacter jejuni. Adapun gejala utama dari SGB
adalah kelemahan yang bersifat progresif pada satu
atau lebih ekstremitas dengan atau tanpa disertai
ataxia dan arefleksia atau hiporefleksia yang bersifat
general.

Terima Kasih

Вам также может понравиться