Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
rudy.badrudin@stieykpn.ac.id
NAFTA
Population: 445 million
GDP: US$15.857 trillion
CHINA
Population: 1.330 billion
GDP PPP: US$ 6.991 trillion
JAPAN
Population: 127 million
GDP PPP: US$ 4.29 trillion
Japan-Korea-China FTA
(under negotiation)
Japan-Korea FTA
(under negotiation)
EU
25 countries
Japan-Mexico EPA
NAFTA
U.S.A.,
Canada,
Mexico
EU-MEXICO
FTA
ASEAN-Japan
ACP-EU
Countries in Africa
and the Caribbean
(approx. 70
countries)
expanding to
Latin America
JapanMexico EPA
(signed agreement)
expanding to
Eastern Europe
under negotiation
Comprehensive
Economic Partnership
(AJCEP)
SAPTA
Bangladesh, Bhutan,
India, Maldives,
Nepal, Pakistan, Sri
Lanka
(signed agreement)
FTAA
(by 2005)
AFTA
MERCOSUR
Argentina, Brazil,
Paraguay, Uruguay
Indonesia, Malaysia,
Philippines, Singapore,
Thailand, Brunei, Vietnam,
Laos, Myanmar, Cambodia
Japans Bilaterals:
Japan-Singapore EPA
Japan-Philippines EPA
Japan-Thailand EPA
Japan-Malaysia EPA
Japan-Indonesia EPA
ASEAN
Population: 575.5 million
GDP: US$ 3.431 billion
Penandatanganan
Entry into
Force
ASEAN Economic
Community
20 November 2007
AEC 2015
ASEAN China
29 November 2004
1 Juli 2005
Coverage
Komprehensif
Komprehensif
Cakupan Tarif
ASEAN-CEPT: 98% dari pos tarif
ASEAN Korea
24 Agustus 2006
1 Juli 2007
Komprehensif
Sensitive Track
Batas maksimum jumlah pos tarif dalam
Sensitive Track ASEAN 6 & Korea adalah
10% dari total pos tarif.
FTAs
ASEAN
Jepang
Penandatanganan
1 Maret 2008
Entry into
Force
1 Desember 2008
Coverage
Komprehensif
(Indonesia EIF 1
Jan 2010, dalam
tahap proses
ratifikasi)
ASEAN
Australia New
Zealand
27 Februari 2009
Direncanakan 1
Januari 2010
Cakupan Tarif
Normal Track (NT) ASEAN sebesar
90% dari total pos tarif dan Jepang
sebesar 92% dari total pos tarif dan
nilai dagang, terdiri atas eliminasi
dalam tempo 10 tahun (88%) dan
penghapus lebih lanjut (4%)
Sensitive Track (ST) - 8% dari total
pos tarif 6 digit dan nilai dagang.
Komprehensif
ASEAN India
13 Agustus 2009
Direncanakan 1
Januari 2010
Perdagangan
Barang
(perundingan jasa
dan investasi
sedang dilakukan)
LATAR BELAKANG
1997 (Desember)
Joint Statement kepala negara
untuk menjalankan ASEAN dan RRC adalah sahabat dan
mitra yang
saling percaya untuk menyongsong
abad 21
2000 (Nopember)
Pada KTT ASEAN RRC, Kepala
Negara menyepakati gagasan pembentukan CAFTA
9
2001 (Maret)
Group
2002 (Nopember)
Pada KTT ASEAN RRC, Kepala Negara
menandatangani Framework Agreement on
Comprehensive
Economic Cooperation
between ASEAN and the PRC
2003
2004
Juni
2003
Bali Concord (Proposal IndonesiaASEAN
Community diterima):AFTA menjadi bagian
dari ASEAN Economic
Community
2004 (Nopember)
(2004-2010)
2007
2007
Print ditandatangani
2008 (Desember)
tangani
Blue
10
- Sensitive List: (a) Tahun 2012 = max 20% ; (b) Tahun 2018 = Pengurangan menjadi 0-5%
Dengan 304 Produk (HS 6 digit) antara lain Barang Jadi Kulit: tas, dompet; Alas kaki :
Sepatu, Casual, Kulit; Kacamata; Alat Musik; Tiup, petik, gesek; Mainan: Boneka; Alat
Olah Raga; Alat Tulis; Besi dan Baja; Spare part; Alat angkut; Glokasida dan Alkaloid
Nabati; Senyawa Organik; Antibiotik; Kaca; Barang-barang Plastik.
- Highly Sensitive List : Tahun 2015 tarifnya maksimum 50%
Dengan 47 Produk (HS 6 digit), yang antara lain terdiri dari Produk Pertanian, seperti
Beras, Gula, Jagung dan Kedelai; Produk Industri Tekstil dan produk Tekstil (ITPT);Produk
Otomotif; Produk Ceramic Tableware.
11
Pengelompokan Barang
Normal Track (target of tariff rate = 0%)
(a) Early Harvest Program (2006)
(b) NT1 (2010)
(c) NT2 (2012)
Sensitive list
(a) Tahun 2012 tarif menjadi 20%
(b) Tahun 2018 tarif menjadi 0-5%
Highly Sensitive list
Tahun 2015 tarif menjadi 50% (untuk produk yang pada tahun
2002 tingkat tarifnya >50%)
12
KINERJA PERDAGANGAN
LUAR NEGERI INDONESIA
TERKAIT CAFTA
13
Selama periode 1999-2009 pertumbuhan ekspor produk industri mencapai 17,7% per
tahun dan pertambangan 72,3% per tahun.
16
17
Impor barang modal dan bahan baku penolong dari China meningkat pesat dengan
pertumbuhan rata-rata tahunan masing-masing sebesar 49,8% dan 24,6%.
Kedua kelompok barang tersebut digunakan oleh industri dalam negeri untuk pasar
dalam negeri maupun ekspor.
18
Sumber: BPS
Keterangan: * ) Angka sementara
19
9.9
9,9
9,5
7,8
7,6
7,5
7,49
CEPT
3.4
2,8
2,8
2,0
1,9
1,9
CAFTA
9.9
9,6
9,5
6,4
6,4
3,8
2,9
AKFTA
9.9
9.9
9.5
6,6
6,0
2,6
2,6
AANZ
9.9
9,9
9,5
7,8
7,6
7,5
IJEPA
9.9
9.9
9.5
7.8
5,2
4,5
2,97
21
23
25
26
27
28
PEMBICARAAN ULANG
Pemerintah (Kementerian Perdagangan) telah menyampaikan
surat kepada Sekjen ASEAN 31/12/09 mengenai:
Indonesia tetap melaksanakan komitmen sesuai jadwal
Menjelaskan bahwa beberapa sektor menyampaikan
kekhawatiran atas pelaksanaan CAFTA dan akan bahas
pada kesempatan pertama
29
Ternyata, murahnya harga produk tekstil dan garmen asal Cina bukan
semata-mata karena keunggulan industri mereka. Tapi juga karena
praktik ilegal dalam mengimpor produk itu ke Indonesia. Ini
ditegaskan oleh Ketua Asosiasi Pedagang Grosir DKI Jakarta Heris MM.
Menurutnya, tekstil dan produk garmen selundupan menguasai
sejumlah pusat grosir di Jakarta, di antaranya Tanah Abang dan Mangga
Dua. Ini berlangsung sejak tiga tahun terakhir tanpa penanganan yang
jelas, tandasnya. Heris mencontohkan, di Pasar Tanah Abang misalnya,
saat ini memperdagangkan dari sekitar 75%-80% tekstil dan garmen
impor, sekitar 20%-30%-nya ditengarainya masuk secara ilegal.
Demikian juga dengan pusat perdagangan Mangga Dua, diperkirakan
sekitar 40% garmen dan 60% tekstil merupakan barang selundupan (
http://www.sabili.co.id).
(PERILAKU PRODUSEN)
Staf Ahli Menteri Keuangan Chatib Basri menilai implementasi ChinaASEAN Free Trade Agreement (CAFTA) tidak perlu ditakutkan. Itu karena
yang terjadi hanyalah legalisasi barang selundupan asal China. "Kita
khawatir untuk sesuatu yang sudah terjadi, barang-barang China sudah ada
di sini lewat selundupan. Jadi, sekarang hanya dilegalisasi saja," kata Chatib
seusai diskusi bertema "100 Hari SBY dan Arah Ekonomi Indonesia" di
Jakarta, Selasa (2/2/2010) malam.
Menurutnya, terjadinya selundupan barang asal China karena adanya
perbedaan harga barang di China dan Indonesia yang disebabkan
pengenaan tarif bea masuk. Oleh karena itu, dengan adanya penurunan tarif
akibat implementasi CAFTA, harga barang-barang selundupan itu akan
menjadi sama dengan harga di China. "Kalau sekarang tarifnya diturunkan,
orang akan masuk ke impor yang legal. Dampaknya akan terlihat di data
impor nanti," ujarnya. (http://metrotvnews.com).
(PERILAKU STAF AHLI PEMERINTAH)
Sisi Technical:
Pertama, Cina unggul di 12 faktor kompetisi bisnis. Kecuali faktor efisiensi
pasar barang dan jasa, Cina menang telak di faktor sistem birokrasi yang
cepat-tepat, infrastruktur, stabilitas ekonomi, inovasi bisnis, efisiensi
tenaga kerja dan ukuran pasar (sehingga mampu mencapai economies of
scale).
Kedua, Cina menerapkan strategi Reverse Engineering atau imitasi, sehingga
mengurangi biaya riset dan pengembangan, serta dapat memproduksi
barang yang bervariasi dalam waktu singkat.
Ketiga, adanya tax free policy selama tiga tahun pertama untuk perusahaan
joint venture, subsidi 13,5% dari pemerintahan lokal dalam bentuk tax
refund, pinjaman bank yang hanya 3% per tahun, serta banyaknya industri
pendukung sehingga industri Cina tidak perlu mengimpor barang. Mata uang
yuan yang dipatok terhadap US$ membuat harga ekspor barang Cina
menjadi sangat murah.
Keempat, sistem politik di Cina lebih terbuka dan tidak memberangus kritik
lagi sehingga mendorong perbaikan bersinambungan. Contohnya, ada
pertemuan tahunan yang disebut Chinese Economists Society.
Sisi Technical:
Kelima, sebagai pusat industri di dunia, pemerintah China memilih untuk
memprioritaskan penyediaan listrik murah. Listrik merupakan faktor
penting untuk menciptakan daya saing dan menarik investasi. Karena itu
dalam penyediaan listrik, China memilih memanfaatkan batu bara yang
melimpah.
Rendahnya daya tarik industri manufaktur di Indonesia antara lain akibat
kegagalan PLN menjaga pasokan listrik dan tingkat harga. Tingginya
biaya produksi terjadi karena PLN tidak mendapat dukungan pasokan
energi murah baik batu bara maupuan gas dari pemerintah. Padahal
Indonesia memiliki kekayaan energi alam yang tidak kalah jika
dibandingkan dengan China. Tetapi Indonesia lebih memilih menjadikan
batu bara dan gas sebagai komoditas ekspor, bukan modal untuk
membangun Industri. Demikian juga pada pengolahan timah, China tidak
menjadikan komoditas ekspor yang didasarkan pada visi dan strategi
China untuk membangun struktur industri elektronik yang kompetitif.
Sedangkan di Indonesia, timah dibiarkan untuk diolah negara lain.