Вы находитесь на странице: 1из 136

Koloborasi TB-HIV

Epidemiologi dan perjalanan penyakit

Dr Irvan Medison SpP


Target MDGs TB
Millennium Target Goals

Case Detection
Rate above 70
TB %
Cure Rate
above 85 %

Millennium Development Goals - A complete listing of the goals, targets, and indicators for
MDGs. 2003 Available from: http://www.developmentgoals.org/Goals.htm.
Epidemiologi TB
TB di Indonesia tahun 2011 Hampir tidak ada
No Empat didunia (setelah India, Cina, wilayah bebas TB
Afrika Selatan)
450.000 TB kasus baru pertahun
Prevalensi : 187 / 100.000 penduduk

Prevalensi TB di Indonesia :
1. Indonesia Timur : Kalimantan, Papua, Maluku,
NTB dan NTT : 210 per 100.000 pend
2. Sumatera : 160 per 100.000 pend
3. Jawa-Bali : 64 per 100.000 pend 7
Epidemiologi HIV

Estimated number of new HIV infections, by region and yearworldwide, 19801999. Source:
Joint United Nations Program on AIDS.
Epidemiologi HIV/AIDS
Pada akhir tahun 2002, diperkirakan sejumlah 42 juta orang dewasa dan anak-
anak hidup dengan HIV atau AIDS, 28,5 juta (68%) tinggal di daerah sub
Sahara Afrika dan 6 Juta(14%) hidup di Asia selatan dan Asia Tenggara.
Pada tahun 2002, diperkirakan terdapat 5 juta orang dewasa dan anak-
anak terinfeksi HIV dan 3,1 juta meninggal karena HIV/ AIDS, Sekitar 2,4
juta (77,4%) dari 3,1 juta kematian ini terjadi di sub Sahara Afrika. Sub Sahara
Afrika merupakan kawasan dengan angka seroprevalensi HIV tertinggi (9% pada
akhir tahun 2002) pada populasi orang dewasa (15-49 tahun).
Dari 24 dari 25 negara dengan seroprevalensi pada orang dewasa di atas 5%
pada tahun 2001 terdapat di kawasan sub Sahara Afrika. Satu-satunya negara
di luar sub Sahara Afrika adalah Haiti.
Dengan demikian, sub Sahara Afrika merupakan daerah dengan beban
epidemi HIV/AIDS terbesar. Beberapa negara di kawasan lain juga
mengalami dampak HIV yang berat dengan seroprevalensi HIV pada orang
dewasa sektar 1 - 5% misalnya Kamboja, Myanmar dan Thailand (Asia
Tenggara) dan Belize, Guatemala, Guyana, Haiti, Honduras, Panama dan
Suriname (Amerika). Seroprevalensi HIV tampaknya stabil di kawasan Sub
Sahara Afrika namun tetap meningkat di beberapa negara dengan populasi
besar seperti Federasi Rusia.
HIV dan AIDS di Indonesia meningkat dari tahun 2005 yaitu sebanyak 859 kasus
HIV dan 2639 kasus AIDS menjadi 21031 kasus HIV dan 4162 kasus AIDS pada
tahun 2011. Sedangkan 3 Provinsi dengan jumlah kumulatif kasus AIDS
terbanyak dari tahun 1987-2011 adalah Provinsi DKI Jakarta sebanyak 5117
kasus AIDS, Provinsi Jawa Timur sebanyak 4598 kasus AIDS dan Provinsi
Epidemiologi TB HIV

Data koloborasi TB HIV Indonesia


sampai tahun 2006 di belum ada
Epidemiologi ko-infeksi TB-HIV


3,2 juta koinfeksi TB-HIV terdapat di Asia
Selatan & Tenggara

Diperkirakan dalam 3-5 tahun mendatang, 20-
25% kasus TB pada beberapa negara di Asia
Selatan & Tenggara berhubungan langsung
dengan HIV

1/3 ODHA terinfeksi TB

TB merupakan OI terbanyak dan penyebab
kematian utama pada ODHA

40% kematian ODHA terkait dengan TB
TB is the main opportunistic infection
among people with advanced HIV/AIDS

Pneumocystis Oral candidiasis: 13%


carinii
pneumonia: Toxoplasmosis: 5%
16%
P. marneffiei: 4%

Cryptosporidiosis: 23%
TB:
38%

Data from Thailand, 1995, five sentinel sites


Epidemiologi klasifikasi TB HIV
Perjalanan
Infeksi TB
Infeksi TB vs Menderita TB (TB
aktif)

Infeksi TB organisme ada, tetapi bersifat


dormant (tidur), tidak dapat menginfeksi orang
lain

Menderita TB orang tsb sakit dan dapat


menularkan penyakitnya ke orang lain

10% orang dgn terinfeksi TB akan menjadi


penderita TB

Setiap orang dgn TB aktif dapat menginfeksi 10-


15 orang /tahun

21
Kapan org terinfeksi TB menjadi
menderita penyakit TB ?

Kebanyakan terjadi dalam 2 tahun
pertama setelah infeksi

Jika orang menjadi immunocompromised

HIV

Kanker

Khemoterapi

Diabetes yang tidak terkontrol

malnutrisi

22
Perjalanan Penyakit HIV
HIV
Termasuk dalam family retrovirus, genus lentivirus
Retrovirus mempunyai ciri ciri:
Dikelilingi oleh membran lipid
Mengandung 2 copy ssRNA
Mempunyai variabel genetik yg banyak
Menyerang semua vertebrata
Mempunyai kemampuan replikasi unik
Lentivirus
Menyebabkan infeksi kronis
Kemampuan replikasi yg persistent
Menyerang SSP
Periode klinis laten yg panjang
Target Sel dan Jaringan

Sasaran Mayor, In Vivo :


Limfosit T CD4+
Monosit/makrofag
Sasaran Minor, In Vivo :
Sel-sel Langerhan,
prekursor monosit
CD34+, timosit triple
negatif (CD3/CD4/CD8),
sel-sel dendritik yang
beredar
Interaksi TB-HIV
HIV merupakan faktor risiko utama
menyebabkan TB aktif
Jumlah progresi menjadi TB aktif
> 40 % pada pasien dengan HIV
5% pada pasien tanpa HIV
Risiko reaktivasi infeksi TB:
2.5-15 % setiap tahun pada pasien dgn HIV
< 0.1 % setiap tahun pada pasien tanpa HIV

26
Interaksi TB-HIV
TB mempercepat perjalanan infeksi HIV
Pasien dgn koinfeksi TB-HIV mempunyai
viral load sekitar 1 log lebih besar daripada
pasien tanpa TB
Angka mortalitas pada ko-infeksi TB-HIV
kurang lebih 4 x lebih besar daripada pasien
TB tanpa HIV

27
TB dan AIDS
70
% 60%
60
%
50
%
40 Risiko TB
% selama hidup
30
%
20
% 10%
10
%
0% PPD+/HIV-negatif PPD+/HIV+
Interaksi TB-
HIV
Kerentanan
Presentasi

TB
HIV

Progresi Penyakit
Mortalitas
Masalah

Tuberkulosis kedaruratan global

Tuberkulosis di populasi dgn prevalensi


HIV yg tinggi merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas di
antara ODHA

Ke-2 penyakit menimbulkan stigma

Ke-2 penyakit memerlukan perawatan


jangka panjang

30
Koloborasi TB-HIV
(Diagnosis dan penatalaksanaan)

Dr Irvan Medison SpP


Ko infeksi TB dan HIV
Pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB.
Ko-infeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian
TB secara signifikan.
Di samping itu TB merupakan penyebab utama kematian
pada ODHA (sekitar 40-50%).
Kematian yang tinggi ini terutama pada TB paru BTA
negatif dan TB ekstra paru yang kemungkinan besar
disebabkan keterlambatan diagnosis dan terapi TB
1. Diagnosis TB pada ODHA
2. Diagnosis HIV pada pasien TB
1. Diagnosis TB pada ODHA

Riwayat penyakit (anamnesis)


Gejala TB
Gejala Stadium HIV
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Sputum
Foto Toraks
Tes Tuberkulin
Kecurigaan

34
MANIFESTASI KLINIS
Gejala TB
Gejala respirasi ( batuk, batuk darah , sesak
napas, nyeri dada
Gejala sistemik ( demam, keringat malam ,
nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malise, terasa lemas)
Gejala TB paru pada ODHA tidak spesifik
Gejala yang sering; demam, penurun berat
badan > 10 %.
Gejala TB ektra paru
Gejala klinis / Stadium Klinis
infeksi HIVDewasa & Anak
Stadium klinis HIV dewasa
(WHO 2006)

Stadium Klinis 1

Asimtomatis
Limfadenopati Generalisata Persistent
Stadium Klinis 2

Berat badan menurun <10% dari BB semula


Infeksi saluran napas berulang (sinusitis, tonsilitis,
otitis media, faringitis)
Herpes zoster
Cheilitis angularis
Ulkus oral yang berulang
Papular pruritic eruption
Dermatitis seboroika
Infeksi jamur kuku
Stadium Klinis 3
Berat badan menurun >10% dari BB semula
Diare kronis yg tdk diketahui penyebabnya berlangsung > 1
bulan
Demam persisten tanpa sebab yang jelas yang (intermiten
atau konstan > 37,5oC) > 1 bulan
Kandidiasis Oral persisten (thrush)
Oral Hairy Leukoplakia
TB paru
Infeksi bakteri berat (pnemonia, empiema, pyomiositis, infeksi
tulang atau sendi, meningitis atau bakteremia)
Stomatitis ulseratif nekrotizing akut, gingivitis atau
periodontitis
Anemi (< 8g/dL), netropeni (< 0,5x109/L) dan/atau
trombositopeni kronis yg tdk dpt diterangkan sebabnya
Stadium Klinis 4
HIV wasting syndrome (BB turun 10% + diare
kronik
> 1 bln atau demam >1 bln yg tdk disebabkan
peny lain)
Pneumonia Pneumocystis (PCP)
Pneumonia bakteri berat yg berulang
Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial, genital
atau anorektal > 1 bulan atau viseral)
Kandidiasis esofagus (atau trakea, bronkus, paru)
TB ekstra paru
Sarkoma Kaposi
Infeksi Cytomegalovirus (CMV) (retinitis atau
organ lain)
Toksoplasmosis SSP
Ensefalopati HIV
Stadium Klinis 4 (lanjutan)

Infeksi mikobakteri non-TB diseminata


Progressive multifocal leukoencephalopathy
Cryptosprodiosis kronis
Isosporiasis kronis
Mikosis diseminata (histoplasmosis atau
coccidioidomycosis ekstra paru)
Septikemi berulang (a.l. Salmonella non-typhoid)
Limfoma (serebral atau non Hodgkin sel B)
Karsinoma serviks invasif
Leishmaniasis diseminata atipik
Nefropati atau kardiomiopati terkait HIV yg
simtomatis
Stadium klinis HIV Anak
(WHO 2006)

Stadium klinis 1

Asimtomatik
Limfadenopati generalisata persisten
Stadium klinis 2:

Heatosplenomegali persisten yg tdk dpt


diterangkan sebabnya
Infeksi sal. napas atas kronis atau kambuh (otitis
media, otorhoea, sinusitis atau tonsilitis > 2
episode dlm 6 bln)
Papular Pruritic Eruption
Herpes zoster (> 1 episode dalam 6 bulan)
Ulkus oral rekurens (> 2 episode dlm 6 bln)
Lineal gingiva erythema (LGE)
Infeksi viral wart yg luas (> 5% tubuh)
Infeksi moluscum contagiosum yg luas (> 5 %
tubuh)
Infeksi jamur kuku
Stadium klinis 3
Malnutrisi sedang tanpa etiologi jelas yang tidak
membaik dengan terapi standar
Diare persisten tanpa etiologi yang jelas (> 14 hari)
Demam tanpa etiologi jelas (intermiten atau konstan
> 37,5oC, > 1 bln)
Kandidiasis oral persisten (setelah usia 6 8 minggu)
Oral hairy leukoplakia (OHL)
TB paru
TB kelenjar getah bening
Pneumonia bakteri kambuh yg berat (> 2 episode
dalam 6 bulan)
Necrotizing ulcerative gingivitis/peridontitis akut
Pneumonitis limfoid interstitialis (LIP)
Anemi (< 8 g/dL), netropeni (< 500/mm3) atau
trombositopeni kronis (<50.000/mm3) yg tdk dpt
diterangkan sebabnya
Stadium klinis 4:
Malnutrisi berat atau wasting berat tanpa etiologi
jelas yang tidak
membaik dengan terapi standar
Pneumonia Pneumocystis
Infeksi bakteri berulang yang berat (> 2 episode
dalam
1 tahun, mis: empiema, piomiositis, infeksi tulang
atau sendi,
meningitis selain pneumonia)
Infeksi Herpes simpleks orolabial atau kulit yg kronis
(lamanya
> 1 bulan) atau viseral
TB ekstra paru
Sarkoma Kaposi
Kandidiasis esofageal (atau trakea, bronkus, paru)
Stadium klinis 4 (lanjutan):
Keadaan dimana konfirmasi diagnosis dapat
dilakukan.

Infeksi CMV (retinitis atau infeksi organ lain dengan


onset
pd umur > 1 bulan)
Meningitis Cryptococcus (atau penyakit ekstra paru
lain)
Mikosis endemis diseminata (Histoplasma,
Koksidioidomikosis)
Kriptosporidiosis kronis
Isosporiasis kronis
Infeksi Mikobakteria non-TB diseminata
Kandidiasis trakea, bronkus, atau paru
Fistula rekto-vesiko yang terkait HIV
Limfoma non Hodgkin sel B atau serebral
Pemeriksaan Laboratorium
Mikroskopis
BTA sputum ( sering negatif)
Walaupun sering negatif, pemeriksaan BTA
sputum wajib dilakukan
Biakan
Dianjurkan apabila pemeriksaan BTA
langsung hasilnya negatif
Memerlukan waktu yang lama ( 6 8
minggu)
Metode rapid untuk membantu
diagnosis TB pada pasien HIV
GeneXpert
Alur Diagnostik : 2 kelompok
risiko (Suspek TB-MDR dan TB-
HIV)
Placement plan of 17 GeneXpert machines

Nort
NortSumatera
Sumatera

1. Adam Malik Hosp

DKI Jakarta Papua


Papua
DKI Jakarta
East Java
East Java 1. BLK Papua

West Java Bali


Bali
1. Microbiology UI West Java South Sulawesi
South Sulawesi
2. Persahabatan Hosp
3. RS. Pengayoman (prison) 1. Sanglah Hosp.
1. Labuang Baji Hosp.
1. Hasan sadikin Hosp.1. Soetomo Hosp. 2. NEHCRI Makassar
2. BLK Bandung 2. BBLK Surabaya
c 3. Saiful Anwar Hosp.
Central Java
Central Java
DIY
DIY
1. Moewardi Hosp.
2. Kariadi Hosp.
3. Cilacap Hosp. (Prison) 1. Microbiology UGM
Pemeriksaan Radiologi
Indikasi pemeriksaan Radiologi
BTA positif (sesak napas, batuk darah, dicurigai
infeksi lain)
BTA negatif
Alur diagnosis TB pada ODHA
perlu diingat !!!
Pemberian antibiotika sebagai alat bantu diagnosis
tidak direkomendasikan lagi. Antibiotik digunakan
untuk mengobati infeksi bateri lain bersamaan
dengan M TB. Hindari penggunaan antibiotika
golongan fluorokuinolon ( respon terhadap infeksi
M TB dan dapat menimbulkan resistensi obat tsb).
Pemeriksaan foto toraks mempunyai peranan
penting dalam mendiagnosis TB pada ODHA,
namun tidak spesifik pada stadium lanjut.
Pemeriksaan Biakan sangat dianjurkan untuk
ODHA BTA negatif.
a. Tanda-tanda kegawatan yaitu bila
dijumpai salah satu dari tanda-tanda
berikut:
frekuensi pernapasan > 30 kali/menit,
demam > 39 0C,
denyut nadi > 120 kali/menit,
tidak dapat berjalan tanpa bantuan.
b. BTA Positif = sekurang-kurangnya
1 sediaan hasilnya positif
BTA Negatif = bila 2 sediaan
hasilnya negatif.
c. Pengobatan Pencegahan
Kotrimoksasol = PPK.
d. Termasuk penentuan stadium klinis (clinical
staging), pemeriksaan jumlah CD4 (bila
tersedia fasilitas)dan rujukan untuk layanan
HIV.
e. Pemeriksaan-pemeriksaan dalam
kotak tersebut harus dikerjakan secara
bersamaan (bila memungkinkan) supaya
jumlah kunjungan dapat dikurangi
sehingga mempercepat penegakan
diagnosis.
f. Pemberian antibiotik (jangan
golongan fluorokuinolon) untuk
mengatasi bakteri tipikal dan
atipikal.
g. Pneumonia Pneumocystis jirovecii = PCP.
h. Anjurkan untuk kembali diperiksa
bila gejala-gejala timbul lagi.
e. Pemeriksaan-pemeriksaan dalam kotak
tersebut harus dikerjakan secara bersamaan
(bila memungkinkan) supaya jumlah
kunjungan dapat dikurangi sehingga
mempercepat penegakan diagnosis.
Dirujuk ke fasilitas Tidak mungkin
yang lebih lengkap untuk segera
dirujuk

Mulai pengobatan TB dan


ARV
Selesaikan antibiotik
Rujuk ke unit layanan
Jika di Puskesmas dijumpai ODHA menderita
sakit berat
Harus segera dirujuk ke Fasyankes yang mempunyai
sarana lebih lengkap.
Jika rujukan tidak dapat segera dilaksanakan, upaya
berikut harus dilakukan :
Segera berikan antibiotik spektrum luas suntikan selama 3 5
hari untuk mengatasi infeksi bakteri kemudian lakukan pemeriksaan
mikroskopis dahak (BTA).
Bila BTA positif, mulailah pengobatan TB dengan pemberian OAT.
Pengobatan dengan antibiotik tetap terus dilanjutkan sampai selesai.
Bila BTA negatif maka, nilai respons pemberiaan antibiotik suntikan
setelah pengobatan 3 5 hari.
Jika tidak ada perbaikan maka pengobatan TB dapat dimulai
dengan pertimbangan dokter, misalnya kemungkinan terdapatnya
TB ekstraparu.
Penentuan stadium klinis HIV harus dilakukan dan selanjutnya
pasien perlu dirujuk ke Fasyankes yang lebih lengkap untuk
penegakan diagnosis TB maupun untuk layanan HIV.
Bila tetap tidak memungkinkan untuk dirujuk maka pengobatan TB
diteruskan sampai selesai.
Bila rujukan ke Fasyankes yang lebih lengkap memungkinkan
maka unit penerima rujukan harus memberikan tatalaksana pasien
Diagnosis TB ektra paru pada ODHA

Diagnosis TB ektra paru berdasarkan klinis,


bakteriologis, dan histologis spesemen dari lesi.
TB ektra paru yang sulit ditegakkan dignosisnya/
sulit mengambil sampel pemeriksaan, diagnosis
ditegakkan secara presumtif berdasarkan bukti
klinis yang kuat dan menyingkirkan penyebab lain.
Pemberian pengobatan TB pada kasus diatas di
evaluasi setelah 1 bulan, jika tidak ada perbaikan
harus dilakukan penilaiaan ulang .
TB ektra paru pada ODHA
TB kelenjer limfe
TB perikard : gejala tamponade jantung
TB pleura : gejala efuusi pleura
TB abdomen :
TB Peritoneal gejala asites
TB intestinal) gejala akut abdomen / gejala kronik
TB saraf :
Meningitis ( paling sering): dibagai 3 fase :( fase prodormal,
fase meningitis, fase paralitik (penurunan kesadaran)
Tuberkuloma
Arachnoiditis spinalis
TB tulang :
spondilitis -- gibus
Koksitis
ghonitis
Diagnosis banding
pneumonia bakterial
Sering sebagai infeksi sekunder pada ko infeksi TB HIV
Sarkoma kaposi
Lesi sarkoma kaposi pada kulit dan mukosa berupa biru kihitaman. Pada
paru dapat berupa batiuk , sesak napas , batuk darah . Foto toraks infiltral
nodular difus.
Pneumonia pneumocystis jirovicii ( PCP);
Diagnostis pasti; ditemukan kista pada dahak/ bilasan bronkus/ biopsi
paru dengan pewarnan methenamin silver
Infeksi mycobacterium Avium Complex ( MAX)
Infeksi parasit:
Cryptococcosis : ditemukan spora jamur pada apusan dahak
Nocardiosis : mirip TB, foto torak sering di lobus atas disertai
kavitas, kecurigaan bila ada disertai abses otak.
Diagnosis ditegakkan dengan ditemukan batang
pada pewarnaan gram positif
Diagnosis MDR TB pada pasien
ODHA
Suspek MDR TB
1. Kasus TB paru dengan gagal pengobatan pada kategori 2
2. Pasien Tb paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif
setelah sisipan denagn kategori 2
3. Pasien TB yang pernah diobatai di fasilitas non DOTS termasuk
yang mendapatkan OAT lini ke dua seperti kuinolon dan
kanamisin
4. Pasien TB paru yang gagal pengobatan kategori I
5. Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif
setelah sisipan kategori I
6. TB paru kasus kambuh
7. Pasien TB yang kembali setelah lalai/ default pada pengobatan
kategori I atau II
8. Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien TB
MDR kofirmasi, termasuk petugas kesehatan yang bertugas di
bangsal TB MDR
9. TB HIV
Algoritma diagnosis MDR TB
pada ODHA
PENGOBATAN KO-INFEKSI
TB MDR DAN HIV

Semua ODHA dengan gejala TB harus


mendapatkan PPK
ART bukan alasan untuk menunda
pengobatan TB MDR
ART harus diberikan segera setelah
pengobatan TB MDR dapat ditoleransi (2-8
minggu)
OAT TB MDR yang diberikan Km-Lfx-Eto-
Cs-Z-(E) (dapat disesuaikan dengan hasil
DST)
Potensi toksisitas OAT MDR dan ART

Toksisitas ART OAT


Neuropati perifer d4T, ddI Cs,H, Km, Eto, E
Toksisitas pada saraf EFV Cs, H, Eto, fluoroquinolon
pusat
Depresi EFV Cs, fluoroquinolon, H, Eto,
Sakit kepala AZT, EFV Cs
Mual dan Muntah RTV, d4T, NVP Eto,PAS, H, E, Z
Nyeri perut Semua pengobatan dengan Eto, PAS
ART menyebabkan nyeri
perut.
Diare Semua PI, ddl (dengan Eto, PAS, fluroquinolon
bufer)
Potensi toksisitas OAT MDR dan ART

Toksisitas ART OAT


Hepatotoksisitas NVP,EFV, semua PI, semua E, Z, PAS, Eto,
NRTI (RTV> dari PI yang Fluoroquinolon
lain).
Skin rash ABC, NVP, EFV, d4T dan Z, PAS, Fluroquinolon
lainnya
Nefrotoksi-sitas TDF Km, Cm
Gangguan elektrolit TDF Cm, Km
Neuritis optikal Ddl E, Eto (jarang)
Gangguan regulasi PI Eto
kadar gula darah
Hipotiroidis-me d4T Eto, PAS
Diagnosis TB HIV pada Anak
TB HIV PADA ANAK
Tanda/gejala TB pada anak dengan HIV
kurang spesifik tidak dapat dijadikan
pedoman diagnosis TB (status gizi
kurang/buruk, gejala infeksi kronik
(demam, diare, malaise), uji tuberkulin,
gb.radiologis, respon thd OAT)
Diagnosis TB anak
Pemeriksaan bakteriologi tetap harus
dilaksanakan, meskipun sulit untuk
dilaksanakan
Tanpa konfirmasi bakteriologi diagnosis TB anak
terutama didasarkan pada :
Riwayat kontak dengan pasien TB dewasa BTA positif
Uji tuberkulin positif 5 mm pada anak yang
terinfeksi HIV sdh dianggap positif.
Gambaran sugestif TB secara klinis ( misalnya
adanya gibus)
Gambaran sugestif TB pada Foto Toraks
TB-HIV PADA ANAK

Kondisi imunokompramais indurasi 5mm


dikategorikan (+)
TB paru pada bayi dapat bermanifestasi
secara akut jika ibu TB(+) dan HIV (+)
harus dipikirkan TB paru pada bayi yang
tidak memberikan respon thd AB standar
TB paru sulit dibedakan dengan LIP
(Lymphocytic Interstitial Pneumonitis)
yang sering terjadi pada pasien dengan
HIV berusia >2th
PEMBERIAN OAT TB-HIV ANAK

Tujuan pemberian OAT :


mengobati pasien dengan ES minimal,
mencegah transmisi kuman, mencegah
resistensi obat
Pengobatan TB pada anak terinfeksi HIV
diberikan bila :
klinis, foto toraks, uji tuberkulin mendukung TB

Bila meragukan dan tidak emergensi,


treatment trial tidak dibenarkan
PEMBERIAN OAT TB-HIV ANAK

Masalah yang sering dihadapi :


respons pengobatan yang kurang baik
dan angka relaps yang tinggi

Bila respon klinis dan radiologi


kurang
OAT boleh diberikan sampai 12 bulan
dan dilakukan evaluasi kepatuhan,
absorbsi obat, resistensi dan diagnosis
PEMBERIAN ART PADA TB-HIV
ANAK
Bayi yang lahir dari ibu HIV (+) dan terbukti
terinfeksi HIV
langsung ART tanpa melihat CD4
Pemberian ARV dapat dimulai bila anak telah
mendapat OAT selama minimal 2-8 minggu
selama syarat untuk pemberian ARV telah
terpenuhi
Pemberian Rifampisin bersama antiretroviral PI
dan NNRTI menurunkan kadar kedua ARV
tersebut dalam darah dan menurunkan ambang
toksik Rifampisin
PEMBERIAN ART PADA TB-HIV ANAK
PENGOBATAN TB-HIV ANAK
Paduan OAT pada anak yang terinfeksi HIV
(WHO, 2011)
TB paru dan TB ektra paru
2HRZE/(7)HR
Meningitis TB dan TB milier :
2RHZES/10HR
TB Tulang :
2RHZE/10HR
Dosis :
INH 10mg/kgBB/hari (7-15)
Rifampisin 15mg/kgBB/hari (10-20)
PZA 35mg/kgBB/hari (30-40)
Etambutol 20mg/kgBB/hari (15-25)
Streptomisin 15-20mg/kgBB/hari
PEMANTAUAN PENGOBATAN TB-
HIV ANAK
Pemantauan efek hepatotoksik pemberian OAT dan
ARV dilakukan melalui pemeriksaan rutin
SGOT/SGPT 1 bulan sekali

Obat Anti TB dihentikan bila SGOT/SGPT meningkat


5x nilai normal tertinggi atau kadar bilirubin >1,5
mg/dL tanpa gejala ikterus serta bila terdapat gejala
ikterus dengan tes fungsi hati normal
PENCEGAHAN TB
PADA ANAK YANG TERINFEKSI HIV
PELACAKAN KONTAK
Pelacakan sentripetal
mencari sumber infeksi dengan pemeriksaan
sputum BTA dan foto toraks
Pelacakan sentrifugal
mencari anak lain di sekitar sumber
penularan yang kemungkinan tertular, dengan
pemeriksaan uji tuberkulin
PENGENDALIAN INFEKSI
Mendiagnosis dan mengobatai kasus TB secara
adekuat
PEMBERIAN INH PROFILAKSIS
(10mg/kgBB/hari selama 6 bulan)
Anak dengan infeksi laten TB
Kontak erat dengan pasien TB paru
Umur HIV Tata laksana
dewasa
Balita (+)/(-) Ya INH profilaksis
Balita (+)/(-) Tidak Observasi
> 5 th (-) Ya observasi
> 5 th (+) Ya INH profilaksis
> 5 th (-) Tidak observasi
> 5 th (+) Tidak Observasi

Anak bukan TB
Kontak erat dengan pasien TB paru
Umur HIV Tata laksana
dewasa
Balita (+)/(-) Ya INH profilaksis
Pikirkan diagnosis lain, bila perlu
Balita (+)/(-) Tidak
dirujuk
> 5 th (-) Ya Observasi
> 5 th (+) Ya INH profilaksis
Pikirkan diagnosis lain, bila perlu
> 5 th (-)/(+) Tidak
dirujuk
Vaksinasi BCG
Bila status HIV ibu telah diketahui dan
Preventing Mother to Child Transmission
of HIV (PMTCT) telah dilakukan
vaksinasi BCG tidak segera diberikan
pada bayi sesuai jadwal
menunggu pemeriksaan PCR saat
bayi umur 6 bulan atau serologis pada
umur sesudahnya
Diagnosis HIV pada pasien
TB
A. Faktor Risiko HIV pd TB
dewasa
Berganti-ganti atau memiliki lebih dari satu
pasangan seksual.
Pengguna Napza suntik.
Memiliki tindik berlebihan dan tato permanen.
Memiliki riwayat Infeksi Menular Seksual (IMS).
Memiliki jenis pekerjaan berisiko tinggi, misalnya
orang yang karena pekerjaannya berpindah-
pindah tempat (supir, pelaut), migran, tuna
wisma, pekerja bar/ salon, pekerja seks.
Memiliki riwayat transfusi darah dan produk
darah, transplantasi organ tubuh
B. Gambaran Klinis infeksi ko-
infeksi HIV pd TB (dewasa)
Riwayat kesehatan
IMS - Pneumonia atau kambuh
Hepes zoster - Saat ini menjalani terapi TB
Gejala:
BB turun > 20% - Disfagi/odinofagi
Diare > 1 bulan - Neuropati perifer
Tanda:
Bekas luka herpes - Cheilitis angularis
Pruritus - Oral hairy leukoplakia
Sarkoma Kaposi - Nectotizing gingivitis
Limfadenopati generalisata - Ulkus aftosa yg besar
Kandidiasis oral - Bisul/borok pd genital
Gambaran klinis kemungkinan
HIV pd anak
Infeksi berulang: > 3 episode infeksi bakteri yang sangat
berat pada 12 bulan terakhir.
Bercak putih di mulut (thrush)
Parotitis kronik
Limfadenopati generalisata
Hepatomegali tanpa penyebab yang jelas
Demam yang menetap dan/atau berulang: demam
(>38C) berlangsung 7 hari atau terjadi > 1 x dlm waktu
7 hari.
Disfungsi Neurologis
Herpes zoster (shingles)
Dermatitis HIV
Penyakit paru supuratif yang kronik (Chronic
suppurative lung disease)
C. Konseling dan Tes HIV
Konseling dan Tes Sukarela
(KTS)=VCT
Konseling dan Tes atas Inisiatif
Petugas Kesehatan
(KTIPK)=PITC

Prinsip 3 C (Counseling,
Consent, Confidentiality)
Langkah KTIPK di unit DOTS
meliputi
1. Pemberian KIE mengenai kaitan TB dengan HIV.
2. Memeriksa tanda-tanda infeksi oportunistik lain pada kasus TB.
3. Identifikasi faktor risiko yang tampak, misalnya jejas suntikan,
tindik berlebihan dan tato permanen.
4. Pemberian informasi dan motivasi pasien TB yang berisiko HIV
untuk menjalani tes.
5. Rujukan pasien TB ke layanan tes HIV dengan menggunakan
formulir rujukan.
6. Pemberian informasi tentang hasil tes HIV kepada pasien TB
dan tindak lanjutnya.
7. Pengisian format pencatatan (rekam medis, register, dll) pada
setiap akhir layanan.
8. Kompilasi data pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV.
Strategi Konseling dan Tes HIV pd
TB
Di wilayah dengan epidemi HIV yang meluas
Seluruh pasien TB di unit DOTS dilakukan konseling dan tes
HIV secara rutin.
Di seluruh Fasyankes di daerah dengan prevalensi HIV pada
pasien TB >5%, Konseling dan Tes HIV harus ditawarkan
secara rutin pada semua pasien TB.
Konseling dan tes HIV dapat dilaksanakan setiap saat
selama pengobatan TB.
Di wilayah dengan epidemi HIV yang rendah dan
terkonsentrasi
Dilakukan penilaian faktor risiko menggunakan formulir
skrining (kuesioner) pada setiap pasien TB.
Pasien TB dengan faktor risiko ditawarkan untuk konseling
dan tes HIV (oleh petugas TB atau dirujuk ke unit Konseling
dan Tes HIV).
Konseling Pasca tes
konselor melakukan :
Penjelasan hasil tes
Pembacaan hasil tes
Pemberian informasi selanjutnya
Merujuk pasien ke fasilitas layanan lain
yang diperlukan
Diskusi strategi untuk menurunkan
penularan HIV
PENGOBATAN KO-
INFEKSI TB-HIV
Prinsip pengobatan: ART diberikan
2-8 minggu setelah OAT dapat
ditoleransi
Hati-hati dgn interaksi obat
(terutama dgn rifampisin)
Hati-hati dgn efek samping yg
tumpang tindih
Obat Antiretroviral

ARV terdiri atas 2 kelas :


a. Reverse transcriptase inhibitors (RTIs)
b. Protease inhibitors (PIs)

RTI kemudian dibagi menjadi 3 grup:


c. Nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NsRTIs)
d. Non nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTIs)
e. Nucleotide reverse transcriptase inhibitors (NtRTIs)
Obat ARV di Indonesia

Generic Name Group Branded Name


Zidovudine/AZT NRTI Zidovex, Antivir
Lamivudine/3TC NRTI Hiviral
Stavudine NRTI Stavir, Zerit
Didanosine NRTI Videx
Nevirapine NNRTI Neviral
Nelfinavir PI Nelvex
Efavirenz/EFZ NNRTI Stocrin
Zidovudine + Lamivudine Duviral
Stavudine + Lamivudine Coviro-LS3*
Stavudine + Lamivudine + Nevirapine Triomune, GPOVir

108
27 maret 2010 109
PRINSIP ARV

ARV bekerja dengan memblokade enzim yang


berhubungan dengan fungsi dan replikasi HIV.
Kombinasi standar harus terdiri dari 3 macam
obat.
Monoterapi tidak diperbolehkan mengingat
resistensi yang sangat besar.

110
ARV dan OAT

Interaksi obat
Rifampisin meningkatkan aktivitas sitokrom P450
yang berfungsi untuk metabolisme PI dan NNRTI
PI dan NNRTI juga dapat meningkatkan atau menekan
sitokrom P450, sehingga mengganggu kadar rifampisin
Hal yang terjadi :
Potensi ARV menurun,
Potensi OAT menurun,
Toksisitas obat meningkat
Kapan Memulai Terapi
ARV
ODHA dengan CD4 < 350 sel/mm3, terlepas ada
tidaknya gejala klinis.
ODHA dengan gejala klinis yang berat (Stadium
klinis 3 atau 4) berapapun jumlah CD4nya.
Wanita hamil berapapun jumlah CD4 nya
Semua pasien HIV dengan TB aktif tanpa melihat
jumlah CD4
Pasien HIV koinfeksi Hepatitis B tanpa
memandang jumlah CD4.
Kapan Memulai Terapi
ARV
Pilihan paduan pengobatan ARV
pada ODHA dengan TB

Paduan Paduan ARV Pilihan terapi ARV


ARV saat terjadi
TB
Lini pertama 2 NRTI + EFV Teruskan dengan 2 NRTI +
EFV
2 NRTI + NVP 2 NRTI + EFV atau
Teruskan dengan 2 NRTI +
NVP.
Triple NRTI dapat
dipertimbangkan selama 3
bulan
Lini kedua 2 NRTI + PI/r OAT tanpa rifampisin +
LPV/r.
Jika Rifampisin perlu
diberikan maka pilihan lain
Pengobatan Pencegahan
Kotrimoksazol (PPK)
Pneumonia Pneumocystis (PCP). Gejala yang timbul:
sesak napas bila beraktivitas, batuk kering, demam dan
hipoksemia (kadar oksigen dalam darah menurun).
Prognosis sering kali buruk.
Abses otak toksoplasmosis: penyakit ini
menyebabkan hemiparesis (kelemahan atau kelumpuhan
satu sisi tubuh) disertai sakit kepala dan demam.
Pneumonia yang disebabkan oleh S. pneumoniae.
Isospora belli: tipe mikroorganisme yang menyebabkan
diare kronik yang disertai dengan penurunan berat badan.
Salmonella sp.: gejala gastrointestinal dan demam.
Malaria.
PPK primer
Indikasi Saat Dosis Pemantauan
penghentian
Bila tidak ada 2 tahun setelah 960 mg/ Efek samping
jumlah sel CD4, penggunaan hari dosis berupa tanda
semua kotrimoksasol jika tunggal hipersensitivitas
diberikan mendapatkan ARV seperti demam,
Kotrimoksasol rash, sindrom
Jumlah CD4 < Bila CD4 naik > 200 Steven Johnson,
200 sel/mm3 sel/mm3 pada tanda penekanan
pemeriksaan 2 kali sumsum tulang
interval 6 bulan seperti anemia,
berturut-turut jika trombositopenia,
mendapatkan ARV leukopenia,
pansitopenia
Semua bayi Dihentikan pada usia Trimetropi Interaksi obat
lahir dari ibu 18 bulan m 8 dengan ARV dan
hamil HIV dengan hasil test HIV 10 mg/kg obat lain yang
positif berusia 6 negatif BB dosis digunakan dalam
minggu Jika test HIV positif tunggal pengobatan
dihentikan pada usia
Desensitisasi Kotrimoksazol
Hari Dosis
Hari 1 80 mg SMX + 16 mg TMP (2 ml sirup)
Hari 2 160 mg SMX + 32 mg TMP (4 ml sirup)
Hari 3 240 mg SMX + 48 mg TMP (6 ml sirup)
Hari 4 320 mg SMX + 64 mg TMP (8 ml sirup)
Hari 5 1 tablet dewasa SMX - TMP (400 mg SMX + 80 mg TMP)
Hari 6 2 tablet dewasa SMX - TMP atau 1 tablet forte (800 mg SMX + 160 mg
TMP

Keterangan:
Setiap 5 ml sirup Kotrimoksasol mengandung 200 mg SMX +
40 mg TMP
Tatalaksana efek samping ringan
untuk pasien TB yang tidak dalam ART

Efek Samping Penyebab Penanganan


Tidak ada nafsu makan, INH, Rifampisin
mual, sakit perut Obat diminum malam sebelum
tidur, atau sesudah makan

Nyeri sendi Pirasinamid


Beri aspirin atau parasetamol
Kesemutan sampai rasa ter INH Beri vitamin B6 (piridoksin)
bakar di kaki 100mg per hari
Warna kemerahan pada air Rifampisin Jelaskan ke pasien bahwa itu
seni (urine) tidak berbahaya hanya warna
dari obat.
Tatalaksana efek samping berat untuk
pasien TB yang tidak dalam ART
Efek Samping Penyebab Penanganan
Gatal dan kemerahan kulit Semua jenis OAT Ikuti petunjuk penatalaksanaan
di bawah
Tuli/gangguan pendengaran, Streptomisin Hentikan streptomisin
Gangguan keseimbangan
Ikterus tanpa penyebab lain Hampir semua OAT Hentikan semua OAT sampai
ikterus menghilang
Muntah berulang (permula- Hampir semua obat Hentikan semua OAT, segera
an ikterus karena obat) lakukan tes fungsi hati
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol
Purpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan Rifampisin

Berikan antihistamin sambil meneruskan OAT dengan pengawasan


ketat. Gatal tersebut pada sebagian pasien hilang namun pada
sebagian pasien terjadi kemerahan kulit. Bila terjadi keadaan seperti ini
maka hentikan semua OAT dan tunggu sampai kemerahan kulit hilang.
Jika gejala efek samping ini bertambah berat maka pasien perlu dirujuk
Tatalaksana ESO pd pasien dengan
pengobatan ko-infeksi TB-HIV
Tanda / Gejala Tatalaksana
Anoreksia, mual Telan obat setelah makan. Jika paduan obat ARV mengandung ZDV,
dan nyeri perut jelaskan kepada pasien bahwa gejala ini akan hilang sendiri. Atasi
keluhan secara simptomatis.
Tablet INH dapat diberikan malam sebelum tidur.
Makanan yang dianjurkan adalah makanan lunak, porsi kecil dan
frekuensinya sering.
Nyeri sendi Beri analgetik, misalnya aspirin atau parasetamol.
Rasa kesemutan Efek ini jeIas dijumpai bila INH diberi bersama ddI atau d4T, substitusi ddl
pada kaki atau d4T sesuai pedoman. Berikan tambahan tablet vitamin B6
(piridoksin) 100 mg per hari. Jika tidak berhasil, gunakan amitriptilin atau
rujuk ke RS spesialistik.
Kencing warna Jelaskan pada pasien bahwa itu adalah warna obat, jadi tidak berbahaya.
kemerahan/ oranye
Sakit kepala Beri analgetik. Periksa tanda-tanda meningitis.
Bila dalam pengobatan dengan ZDV atau EFV, biasa terjadi dan akan
hilang sendiri. Berikan EFV pada malam hari. Bila sakit kepala menetap >
2 minggu atau memburuk, pasien dirujuk.
Tatalaksana ESO pd pasien dengan
pengobatan ko-infeksi TB-HIV
Tanda / Gejala Tatalaksana
Diare Beri oralit atau cairan pengganti dan ikuti petunjuk penanganan
diare. Yakinkan pada pasien bahwa kalau disebabkan oleh obat ARV
itu akan membaik setelah beberapa minggu. Pantau dalam 2
minggu, kalau belum membaik, pasien dirujuk.
Kelelahan Pikirkan anemi terutama bila paduan obat mengandung ZDV.
Periksa hemoglobin. Kelelahan biasanya berlangsung selama 4
6 minggu setelah ZDV dimulai. Jika berat atau berlanjut (lebih dari 4-
6 minggu), pasien dirujuk.
Tegang, mimpi-buruk Ini mungkin disebabkan oleh EFV. Lakukan konseling dan dukungan
(biasanya efek samping berakhir kurang dari 3 minggu). Rujuk
pasien jika depresi berat, usaha bunuh diri atau psikosis. Masa sulit
pertama biasanya dapat diatasi dengan amitriptilin pada malam hari.
Kuku kebiruan/ Yakinkan pasien bahwa hal ini biasa terjadi pada pengobatan
kehitaman dengan AZT.
Perubahan dalam Diskusikan dengan pasien, apakah dia dapat menerima kenyataan
distribusi lemak ini, karena hal ini tidak bisa disembuhkan. Ini merupakan salah satu
efek samping dari d4T. Oleh sebab itu, jika tidak terjadi efek samping
setelah 2 tahun pengobatan d4T, lakukan substitusi d4T dengan TDF
Tatalaksana ESO pd pasien dengan
pengobatan ko-infeksi TB-HIV
Tanda / Gejala Tatalaksana
Muntah berulang Periksa penyebab muntah, lakukan pemeriksaan fungsi
hati. Kalau terjadi hepatotoksik, hentikan OAT dan obat
ARV, mintalah pendapat ahli atau pasien dirujuk.
Penglihatan Hentikan etambutol, mintalah pendapat ahli atau pasien
berkurang dirujuk.
Demam Periksa penyebab demam, mungkin karena efek
samping obat, IO atau infeksi baru atau IRIS/SPI*. Beri
parasetamol dan mintalah pendapat ahli atau pasien
dirujuk.
Pucat, anemi Ukur kadar hemoglobin dan singkirkan IO. Bila pucat
sekali atau kadar Hb sangat rendah (< 8 gr/dL; < 7gr/dL
pada ibu hamil), pasien dirujuk (dan stop ZDV/diganti
d4T).
Batuk atau kesulitan Mungkin SPI* atau suatu IO. Mintalah pendapat ahli.
bernapas
Limfadenopati Mungkin SPI* atau suatu IO. Mintalah pendapat ahli.
Tatalaksana ESO pd pasien dengan
pengobatan ko-infeksi TB-HIV
Tanda / Gejala Tatalaksana
Gatal atau ruam kulit Jika menyeluruh atau mengelupas, stop obat TB
dan obat ARV dan pasien dirujuk.
Jika dalam pengobatan dengan NVP, periksa
dengan teliti: apakah lesi nya kering (kemungkinan
alergi) atau basah (kemungkinan Steven Johnson
Syndrom). Mintalah pendapat ahli.
Gangguan pende- Hentikan streptomisin, kalau perlu rujuk ke unit
ngaran/keseimbangan DOTS (TB).
Ikterus Lakukan pemeriksaan fungsi hati, hentikan OAT
dan obat ARV. Mintalah pendapat ahli atau pasien
dirujuk.
Ikterus dan nyeri perut Hentikan OAT dan obat ARV dan periksa fungsi hati
(bila tersedia sarana). Mintalah pendapat ahli atau
pasien dirujuk. Nyeri perut mungkin karena
pankreatitis disebabkan oleh ddI atau d4T.
Sindrom Pulih Imun (SPI)
perburukan kondisi klinis sebagai
akibat respons inflamasi berlebihan
pada saat pemulihan respons imun
setelah pemberian terapi
antiretroviral

Bentuk:
Paradoxical worsening
Unmasking
Kriteria SPI
Manifestasi klinis atipikal setelah ARV
mulai diberikan.
Viral load turun 1 log10 per mL.
CD4 meningkat.
Bukan TB relaps atau resisten OAT.
Bukan karena ketidakpatuhan minum obat.
Bukan akibat efek samping obat.
Bukan karena infeksi lain atau keadaan
lain karena HIV.
PENGENDALIAN INFEKSI DAN
KEWASPADAAN STANDAR DI FASYANKES

Penularan HIV di Fasyankes


Perlukaan di kulit
Tusukan jarum tercemar
Percikan darah /cairan tubuh ke mukosa
Penularan TB di Fasyankes
Konsentrasi droplet infeksius di udara.
Lamanya pajanan dengan droplet
infeksius.
Prinsip utama Prosedur
Kewaspadaan Standar di Fasyankes

Cuci tangan pakai sabun dengan air


mengalir.
Pemakaian alat pelindung (misal:
pemakaian sarung tangan).
Pengelolaan alat kesehatan bekas
pakai.
Pengelolaan jarum dan alat tajam
untuk mencegah perlukaan.
Pengelolaan limbah dan kebersihan
Prinsip PPI TB di Fasyankes
Dukungan Manajerial
Komitmen, kepemimpinan dan dukungan manajemen yang efektif
dalam kegiatan PPI TB Fasyankes berupa pembuatan rencana kerja,
SOP, pelaksanaan sosialisasi, surveilans dan monitoring evaluasi.
Pengendalian Administratif
Perilaku kerja yang baik dan penerapan kebijakan yang efektif dengan
tujuan mengurangi droplet nuclei di udara berupa pemisahan kasus
potensi infeksius, etika batuk dan mempersingkat waktu pasien di
Fasyankes.
Pengendalian Lingkungan
Upaya pengendalian lingkungan dengan mengutamakan pengaturan
ventilasi dan pengkondisian udara yang menyalurkan droplet nuclei
kearah udara terbuka yang bebas dari lalu lintas orang.
Penggunaan Perlindungan Diri
Perlindungan diri bertujuan untuk melindungi petugas kesehatan yang
harus bekerja di lingkungan dengan kontaminasi droplet nuclei di
udara yang tidak dapat dihilangkan seluruhnya dengan pengendalian
administrasi dan lingkungan
Alur PPP pada pajanan HIV:
1. Menentukan Kategori Pajanan
(KP)
Sumber pajanan berupa darah, cairan berdarah, atau bahan lain yang berpotensi menularkan
infeksi (OPIM), atau alat kesehatan yang tercemar dari salah satu bahan tersebut?

Tidak
Ya
OPIM Darah atau cairan berdarah
Tak perlu
PPP
Macam pajanan yang terjadi

Kulit yg tak utuh atau selaput mukosa Kulit yang utuh Pajanan perkutaneus

Volume? Tak perlu PPP Seberapa berat?

Sedikit Banyak Tidak berat Lebih berat


(mis. satu tetes, dalam (mis. Beberapa tetes, percikan (mis. Jarum solid atau (mis. Jarum besar bersaluran,
waktu singkat) darah darah banyak dan/atau dalam goresan superfisial) tusukan dalam, darah terlihat,
waktu lama) jarum bekas pasien)

KP 1 KP 2 KP 2 KP 3
Alur PPP pada pajanan HIV:
2. Menentukan Kategori/ status HIV
sumber pajanan (KS-HIV)

Bagaimanakah Status HIV dari Sumber Pajanan?

HIV (-) HIV (+) Tak diketahui Tak diketahui


sumbernya

Tak perlu PPP

KS HIV
Pajanan dengan titer Pajanan dengan titer tinggi, mis. tidak tahu
rendah, mis. Asimtomatik AIDS lanjut, infeksi HIV primer, VL
dan CD4 tinggi yang meningkat atau tinggi atau
CD4 rendah
Pada umumnya
Tak perlu PPP,
Perlu telaah
KS HIV 1 KS HIV 2 kasus per kasus
Alur PPP pada pajanan HIV
3. Menentukan Pengobatan Profilaksis Pasca
Pajanan
Kategori Kategori Sumber Rekomendasi Pengobatan
Pajanan (KP) pajanan (KS HIV)
1 1 (rendah Obat tidak dianjurkan
Risiko toksisitas obat > dari risiko terinfeksi HIV

1 2 (tinggi) Pertimbangkan AZT + 3TC + EFV


Pajanan memiliki risiko yang perlu
dipertimbangkan
2 1 (rendah) Dianjurkan AZT + 3TC + EFV
Kebanyakan pajanan masuk dalan kategori ini

2 2 Dianjurkan AZT + 3TC + EFV


3 1 atau 2
Anjuran pengobatan selama 4 minggu dengan dosis:
AZT: 3 kali sehari @ 200 mg, atau 2 kali sehari @ 300mg
3TC: 2 kali sehari @ 150mg
EFV: 1 kali sehari @ 600mg malam (jika timbul efek samping, dapat diganti dgn LPV/r 2 x 2 tablet
sehari)
Rujukan dan perawatan
TB-HIV
Program TB Program AIDS
Penemuan kasus/ Entry point
diagnosis

Profilaksis
Terapi TB (DOT)

Dukungan psiko-sosio-ekonomi
IO
Terapi IO
Fase intensif

Pencegahan HIV
ART
PERAWATAN
Fase
lanjutan

Pallatif
52
Perilaku risiko tinggi untuk
HIV
Infeksi
TB
Kel 1:
HIV + dan TB-

Kel 5:
HIV - dan
TB aktif
Kel 2:
HIV + dan
infeksi TB Kel 4:
laten HIV terapi
Kel 3: Berperilaku risiko
HIV + dan TB tinggi dan TB aktif
aktif

53
27 maret 2010
Risiko HIV

Infeksi TB
Kel 1 :
HIV (+) dan TB ()
-BCG (utk anak kecil, HIV
asimptomatik)
-Perawatan HIV / AIDS
berkesinambungan Kel 5:
-Penyuluhan kes utk HIV HIV (-) dan TB
(dan TB), termasuk aktif
skrining utk IMS, promosi -DOTS
kondom dan NAPZA
suntik yg aman
-Pemantauan terus
menerus terhadap TB
aktif Kel 2 :
HIV (+) dan TB laten Kel 4:
Kel 3:
-Profilatksis utk infeksi HIV (-) beresiko dan TB
HIV (+) dan TB aktif
TB aktif
-DOTS
-Perawatan HIV / AIDS -DOTS
-Perawatan HIV / AIDS
berkesinambungan -Penyuluhan kes utk HIV
berkesinambungan
-Penyuluhan kes utk HIV dan TB, termasuk skrining
-Penyuluhan kes utk HIV dan
(dan TB), termasuk utk IMS, promosi kondom
TB, termasuk skrining utk
skrining utk IMS, promosi dan NAPZA suntik yang
IMS, promosi kondom dan
kondom dan NAPZA aman
NAPZA suntik yg aman
suntik yg aman -Kotrimoksasol selama terapi
-Pemantauan terus TB 54
menerus terhadap TB
Terima kasih
selamat berlajar

Вам также может понравиться