CRS HIRSCHPRUNGS

DISEASE
Disusun Oleh :
Henny Oktavianti Wijaya 12100116248

Preceptor :
Indrianto, dr. SpAn-KIC
Undang Komarudin, dr., Sp An-KIC

INSTALASI ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

RSUD AL-IHSAN BANDUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2016
 Identitas Pasien
Nama : An. R
Umur : 6 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Pangalengan
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 3 November 2016
Tanggal Pemeriksaan : 4 November
2016
 Keluhan utama : nyeri pada bagian perut
Didapatkan dari : Heteroanamnesis

Sejak 3 hari yang lalu pasien mengeluhkan nyeri pada

perutnya dan datang ke rumah sakit. Nyeri dirasakan terus
menerus oleh pasien sampai pasien tidak dapat berangkat ke
sekolah. Nyerinya timbul akibat rasa kembung pada perutnya.
Keluarga pasien mengatakan bahwa anaknya mengalami
kesulitan BAB sejak lahir. Pasien memiliki riwayat muntah yang
berwarna kuning pada saat 5 hari setelah pasien lahir. Kemudian
pasien dibawa ke dokter dan dilakukan pemeriksaan colok dubur
dan didapatkan feces yang menyemprot keluar dalam jumlah
yang banyak dan pasien tidak merasa kembung lagi.
Keluarga pasien tidak mengetahui
apakah adanya keterlambatan
pengeluaran air ketuban berwarna
hijau yang berbau atau tidak dan
menyangkal adanya keluhan yang
sama di keluarganya. Keluarga pasien
juga menyangkal adanya penurunan
nafsu makan dan pertumbuhan yang
terhambat.
 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : sakit ringan
Kesadaran : komposmentis

Tanda vital
tekanan darah :-
nadi: 88
respirasi : 20
suhu : 36,4 C
 PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Kepala : conjunctiva tidak anemic, sclera: tidak
ikterik
Leher : tidak ada pembesaran KGB, JVP tidak
meningkat
Thorax : Cor: suara jantung S1 dan S2 murni
reguler,
Pulmo :
VBS normal kiri=kanan, wheezing (-/-),
rhonki (-/-)
Abdomen:
hepar dan lien: tidak membesar
Terdistensi, lembut, bising usus +
Ekstremitas : Edema (-), CTR<2detik
 Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin
Hb : 11,7
Leukosit : 10.700
Trombosit : 419.000
Hematokrit : 32,6
Eritrosit : 4.18
BNO : tidak tampak kelainan
 Diagnosa klinik :
Hirschprung Disease
HIRSCHPRUNGS DISEASE
Hirschsprung disease (HD) atau
Congenital Aganglionic Megacolon
adalah suatu kelainan kongenital
dimana tidak adanya sel-sel
neuroganglion di myenteric (aurbach
plexus) dan submucosal (meissner
plexus).
Kelainan kongenital ini memanjang ke
arah proksimal dari anorectal junction
dengan panjang yang bervariasi.
EPIDEMIOLOGI

Hirschsprung disease merupakan penyebab

paling sering dari obstruksi lower intestine
pada neonatus.
Angka kejadian pada 1 dalam 5000 lahir
hidup.
Lebih sering terjadi pada bayi laki-laki
dibanding bayi perempuan. Dengan
perbandingan : = 4:1.
Kejadian Hirschsprung disease tidak jarang
pada keadaan prematur.
ETIOLOGI

Hirschsprung disease disebabkan oleh

kelainan inervasi usus, mulai pada internal
anal sphincter dan meluas ke proksimal,
melibatkan panjang usus yang bervariasi.
Tidak adanya sel ganglion pada pleksus
submucosal (Meissner) dan myenteric
(Auerbach) di usus bagian distal.
Dikarenakan adanya kelainan dari genetik:
Defek RET gen di kromosom 10q11, Defek
EDNRB gen di kromosom 13q22, dll.
KLASIFIKASI

Hirschsprung disease diklasifikasikan berdasarkan

luasnya bagian usus yang aganglionik:
Long segment aganglionosis disease melibatkan
descending colon.
Sub total aganglionosis meluas ke mid transverse
colon.
Total colonic aganglionosis seluruh large bowel.
Ultra short-segment (Martines-Almoyna 1978)
hanya 1/3 bawah dari rectum dan anorectum.
Short-segment disease (Swenson 1973) terbatas
hanya pada rectum dan sigmoid.
MANIFESTASI KLINIS

Periode saat lahir:

History of delayed passage of meconium (dalam 48 jam

pertama).
Distensi abdomen

Poor feeding

Greenish vomiting

Periode sesudah lahir:

Konstipasi

Distensi abdomen

Dinding abdomen tipis dengan aktivitas peristaltik yang

dapat diobservasi.
Feces tampak: fluid like, atau dalam bentuk butiran-butiran.

Tumbuh kembang anak terhambat, ditandai dengan sulitnya

naik berat badan

DIAGNOSIS

Diagnosis Hirschsprung disease bisa dengan

beberapa cara, antara lain:
Manometri
Manometri anorektal mengukur tekanan
sfingter ani interna saat balon dikembangkan
di rectum.
Normal pengembangan rektum mengawali
reflex penurunan tekanan sfingter interna.
Pada HD tekanan gagal menurun,
 Foto rontgen (BNO)
Adanya daerah peralihan antara
kolon proksimal yang melebar
normal dan kolon distal tersumbat
dengan diameter yg lebih kecil
karena usus besar yang tanpa
ganglion tidak berelaksasi.
 Barium enema
Barium yang tertinggal di dalam colon,
meningkatkan kecurigaan terhadap penyakit
hirschsprung walaupun daerah peralihan tidak
didapatkan
Menentukan luasnya aganglionosis sebelum
pembadahan dan dalam mengevaluasi
penyakit lain yang ada bersama dengan
obstruksi usus besar pada neonates.
Biopsy seluruh lapisan rectum dapat dilakukan
pada saat operasi untuk memastikan diagnosis
dan derajat keterlibatan.
Penatalaksanaan
Untuk mengobati gejala obstipasi
dan mencegah enterokolitis :
Bilasan kolon dengan cairan garam
fisiologis pada segmen aganglionik.
Kolostomi pada daerah yang
ganglioner.
Penatalaksanaan
Membuang segmen aganglionik
dan mengembalikan kontinuitas usus
bisa dikerjakan dengan opersasi
definitif bila berat badan bayi sudah
cukup ( > 9 kg) atau bayi berusia 6 -
12 bulan.
3 pilihan dasar operasi
Cara Swenson
memotong segmen aganglion dan
melakukan anastomosis kolon
proksimal yang normal dengan
rektum 1 cm diatas garis batas.
Operasi ini secara teknis sulit.
 Cara Duhamel
menciptakan rektum baru, dengan
menarik turun usus besar yang
berinervasi normal kebelakang
rektum aganglion. Rektum baru ini
mempunyai setengah aganglionik
anterior dengan sensasi normal dan
setengah ganglionik posterior
dengan propulsi normal.
 3. Cara Soave
Merupakan prosedur endorectal
pullthrough.
Meliputi pengupasan mukosa rektum yang
tidak
berganglion dan membawa kolon yang
berinervasi normal ke lapisan otot yang
terkelupas tersebut.
Terdapat tiga prosedur definitive pull-through yang sering
dipakai, yaitu : Soave ( endorektal ), Duhamel-Martin
( rektorektal ), Swenson ( rektosigmodektomi).
Operasi dengan akses minimal

Dengan semakin berkembangnya

ilmu kedokteran laparoskopik, telah
banyak operator yang mulai
menggunakan teknik laparoskopik
untuk terapi hirschsprung.

Sebenarnya merupakan modifikasi

dari prosedur Soave.
 Tindakan operasi meliputi biopsi untuk
menentukan zona transisi, mobilisasi rektum ke
bawah refleksi peritoneum dan diseksi mukosa
dari bawah.

Rektum kemudian dibuat prolaps keluar anus dan

anastomosis dilakukan dari bawah.

Dengan prosedur ini masa hospitalisasi menjadi

lebih pendek dan outcome kurang lebih
mendekati hasil yang dicapai dengan prosedur
biasa.

Tindakan laparoskopik untuk teknik Duhamel dan

Swenson juga telah dilakukan dan hasil yang
dilaporkan juga sangat memuaskan.
Prognosis
Pada umumnya prognosis Hirschsprung
cukup baik.
Kebanyakan pasien dengan Hirschsprung
akan mengalami defekasi yang baik
setelah operasi.
Tetapi dalam persentase kecil dilaporkan
terdapat beberapa pasien memiliki
gangguan dalam defekasi atau mengalami
konstipasi ringan.
Angka mortalitas dari komplikasi operasi
sekitar 20%.