Вы находитесь на странице: 1из 43

BAB 6

KEWAJIBAN KARYAWAN
DAN PERUSAHAAN
Kewajiban
Karyawan
terhadap
Perusahaan
Tiga kewajiban penting
karyawan:

1. Kewajiban ketaatan
2. Kewajiban konfidensialitas
3. Kewajiban loyalitas
Kewajiban ketaatan:
Bagi orang yang mempunyai
ikatan kerja dengan
perusahaan, salah satu
implikasi dari statusnya
sebagai karyawan adalah
bahwa ia harus mematuhi
perintah dan petunjuk dari
atasannya.
Namun demikian, karyawan tidak harus menaati semua
perintah yang diberikan oleh atasannya, karena:

Pertama, karyawan tidak perlu dan malah tidak boleh


mematuhi perintah yang menyuruh dia melakukan sesuatu
yang tidak bermoral.

Kedua, karyawan tidak wajib juga mematuhi perintah


atasannya yang tidak wajar, walaupun dari segi etika tidak
ada keberatan. Yang dimaksudkan dengan perintah yang
tidak wajar adalah perintah yang tidak diberikan demi
kepentingan perusahaan.

Ketiga, karyawan juga tidak perlu mematuhi perintah yang


memang demi kepentingan perusahaan, tetapi tidak sesuai
dengan penugasan yang disepakati, ketika ia menjadi
karyawan di perusahaan itu. Seorang tidak masuk
perusahaan pada umumnya, tapi untuk menjalankan tugas-
tugas yang tertentu.
Salah satu cara untuk menghidari
terjadinya kesulitan seputar
kewajiban ketaatan adalah
membuat job description yang
jelas dan cukup lengkap pada saat
karyawan mulai bekerja di
perusahaan.
Job description harus dibuat
dengan cukup luwes, sehingga
kepentingan perusahaan selalu
bisa diberi prioritas.
Kewajiban konfidensialitas
Kewajiban konfidensialitas
adalah kewajiban untuk
menyimpan informasi yang
bersifat konfidensial dan
karena itu rahasia- yang telah
diperoleh dengan menjalankan
suatu profesi.
Sebagai karyawan ia wajib
menjaga kerahasiaan.

Kewajiban konfidensialitas tidak


saja berlaku selama karyawan
bekerja di perusahaan, tetapi
berlangsung terus setelah ia
pindah kerja.

Konfidensialitas ini terbatas pada


informasi perusahaan.
Apa saja rahasia perusahaan
itu? Misal:
Teknik memproduksi suatu
produk atau formula sebuah
produk.
Rencana perusahaan di waktu
mendatang (terutama
dibidang produksi dan
pemasaran) dan strateginya
saat sekarang.
Alasan etika apa yang
mendasari kewajiban
karyawan harus menyimpan
rahasia perusahaan?
Alasan utama adalah bahwa perusahaan menjadi
pemilik informasi rahasia itu. Membuka informasi
rahasia sama dengan mencuri. Milik tidak terbatas
pada barang fisik saja, tetapi meliputi juga ide, pikiran,
atau temuan dari seseorang. Dengan kata lain, di
samping milik fisik terdapat juga milik intelektual. Jadi,
dasar untuk kewajiban konfidensialitas dari karyawan
adalah intellectual property rights dari perusahaan.

Membuka rahasia perusahaan bertentangan dengan


etika pasar bebas. Kewajiban konfidensialitas terutama
penting dalam sistem ekonomi pasar bebas, di mana
kompetisi merupakan suatu unsur hakiki. Memiliki
informasi tertentu dapat mengubah posisi perusahaan
satu terhadap perusahaan lain dengan drastis,
sehingga membuka rahasia perusahaan akan sangat
mengganggu kompetisi yang fair.
Kewajiban loyalitas
Dengan mulai bekerja di suatu
perusahaan, karyawan harus
mendukung tujuan-tujuan perusahaan,
karena sebagai karyawan ia melibatkan
diri untuk turut merealisasikan tujuan-
tujuan tersebut dan karena itu pula ia
harus menghidari segala sesuatu yang
bertentangan dengannya. Dengan kata
lain, ia harus menghindari apa yang
bisa merugikan kepentingan
perusahaan.
Faktor utama yang bisa
membahayakan terwujudnya
loyalitas adalah konflik
kepentingan (conflict of
interest), artinya konflik antara
kepentingan pribadi karyawan
dan kepentingan perusahaan.
Loyal selalu dikaitkan dengan
setia.
Melaporkan
Kesalahan
Perusahaan
(whistle blowing)
Whistle blowing internal: dimengerti
pelaporan kesalahan di perusahaan
sendiri dengan melewati atasan
langsung.

Whistle blowing eksternal:


dimaksudkan pelaporan kesalahan
perusahaan kepada instansi di luar
perusahaan, entah kepada instansi
pemerintah atau kepada masyarakat
melalui media komunikasi.
Pertanyaan etika adalah apakah
pelaporan kesalahan perusahaan
itu boleh dilakukan, karena
dengan jelas bertentangan
dengan kewajiban loyalitas
karyawan terhadap perusahaan?
Dasarnya adalah kewajiban lain
yang lebih mendesak. Harus
dilakukan.
Pelaporan bisa dibenarkan secara moral, bila lima syarat terpenuhi:
Kesalahan perusahaan harus besar
Kesalahan disebut besar menurut Norman Bowie:
Kesalahan perusahaan adalah besar, jika menyebabkan
kerugian yang tidak perlu untuk pihak ketiga (selain
perusahaan dan si pelapor).
Kesalahan bisa dianggap besar juga, bila terjadi pelanggaran
hak-hak asasi manusia
Kesalahan dinilai besar pula, bila dilakukan kegiatan yang
bertentangan dengan tujuan perusahaan
Pelaporan harus didukung oleh fakta yang jelas dan benar
Semua fakta tentang kesalahan harus jelas dan dimengerti
dengan betul oleh si pelapor.
Pelaporan harus dilakukan semata-mata untuk mencegah
terjadinya kerugian bagi pihak ketiga, bukan karena motif lain
Penyelesaian masalah secara internal harus dilakukan dulu,
sebelum kesalahan perusahaan dibawa keluar
Harus ada kemungkinan real bahwa pelaporan kesalahan akan
mencatat sukses
Adanya whistle blowing selalu
menunjukkan bahwa perusahaan
gagal dalam menjalankan
kegiatannya sesuai dengan
tuntutan etika.

Asalkan perusahaan mempunyai


kebijakan etika yang konsisten dan
konsekuen, semua kesulitan sekitar
pelaporan kesalahan tidak perlu
terjadi.
Kewajiban
Perusahaan
terhadap Karyawan
1. Perusahaan tidak boleh
mempraktekkan diskriminasi
2. Perusahaan harus menjamin
kesehatan dan keselamatan kerja
3. Kewajiban memberi gaji yang adil
4. Perusahaan tidak boleh
memberhentikan karyawan
dengan semena-mena
Perusahaan tidak boleh
mempraktekkan diskriminasi

Dalam konteks perusahaan


diskriminasi dimaksudkan:
membedakan antara pelbagai
karyawan karena alasan tidak
relevan yang berakar dalam
prasangka.
Biasanya alasan tidak relevan itu
berakar dalam suatu pandangan
stereotip terhadap ras, agama,
atau jenis kelamin.

Latar berlakang diskriminasi


adalah pandangan rasisme,
sekularianisme, atau seksisme.
Argumentasi etika melawan diskriminasi

1. Dari pihak utilitarisme:Diskriminasi merugikan perusahaan itu


sendiri. Sumber daya manusia menjadi kunci dalam kompetisi di
pasar bebas. Diskriminasi tidak momfokuskan konsekuensi untuk
perusahaan-perusahaan individual, tetapi melihat konsekuensi
untuk masyarakat sebagai keseluruhan. Diskriminasi harus
menjadi suatu kebijakan umum, sebab kalau tidak masyarakat
sangat dirugikan. Diskriminasi selalu harus dianggap tidak etis.
Argumen ini dialaskan atas utilitarisme aturan.

2. Deontologi: diskriminasi melecehkan martabat dari orang


yang didiskriminasi. Tidak menghormati martabat
manusia merupakan suatu pelanggaran etika yang berat.

3. Keadilan: Praktek diskriminasi bertentangan dengan


keadilan, khususnya keadilan distributif atau keadilan
membagi.
Beberapa masalah terkait dengan
diskriminasi
Penilaian terhadap diskriminasi bisa
berubah karena kondisi historis, sosial atau
budaya dalam masyarakat. Masalah
diskriminasi sering ditandai relativitas.

Dalam rangka melawan diskriminasi, sering


ditekankan perlunya reverse discrimination,
diskriminasi terbalik = diskriminasi positif.

Diskriminasi selalu tidak etis, favoritisme


belum tentu karena favoritisme tidak terjadi
karena prasangka buruk melainkan justru
preferensi. Favoritisme bersifat positif.
Untuk menaggulangi akibat
diskriminasi dipakai istilah
affirmative action, aksi afirmatif.
Melalui aksi afirmatif, orang
mencoba mengatasi atau
mengurangi ketertinggalan
golongan yang dulunya
didiskriminasi.

Dasar etika untuk aksi afirmatif


adalah keadilan kompensatoris.
Ada yang menolak aksi afirmatif, karen
kebijakan seperti itu akan
mengakibatkan diskriminasi baru dan
mengakibatkan keresahan dan frustasi
yang tidak perlu dalam masyarakat.

Jalan ketiga menanggulangi


diskriminasi adalah prinsip peluang
yang sama untuk semua orang yang
memenuhi segala syarat dengan cara
yang sama tidak boleh dilewati.
Perusahaan harus menjamin kesehatan dan
keselamatan kerja

Keselamatan kerja bisa terwujud bilamana


tempat kerja itu aman. Dan tempat kerja adalah
aman, kalau bebas dari risiko terjadinya
kecelakaan yang mengakibatkan si pekerja
cedera atau bahkan mati.
Kesehatan kerja dapat direalisasikan karena
tempat kerja dalam kondisi sehat. Tempat kerja
bisa dianggap sehat, kalu bebas dari risiko
terjadinya ganggungan kesehatan atau penyakit
sebagai akibat kondisi kurang baik di tempat
kerja.
Yang menjadi dasar etika etika bagi kewajiban
perusahaan untuk melindungi keselamatan
dan kesehatan para pekerja:
Dasar dalam hak si pekerja. Hak setiap
manusia untuk tidak dirugikan. Hak setiap
manusia untuk hidup.
Dasar dalan deontologi Kant: manusia selalu
harus diperlakukan sebagai tujuan pada
dirinya dan tidak pernah sebagai sarana
belaka.
Dasar dengan suatu argumentasi utilitaristis:
tempat kerja yang aman dan sehat paling
menguntungkan bagi masyarakat sendiri,
khususnya bagi ekonomi negara.
Pimpinan perusahaan sering membela
diri terhadap tuduhan bahwa mereka
kurang memperhatikan keselamatan
dan kesehatan kerja dengan dua
pertimbangan:

Kematian atau kerugian si pekerja


tidak secara langsung disebabkan
oleh tindakan pimpinan perusahaan
dan
Si pekerja menerima risiko kerja
dengan sukarela
Supaya si pekerja sungguh-sungguh bebas
dalam hal ini, syarat yang harus dipenuhi
adalah:
Harus tersedia pekerjaan alternatif, supaya
si pekerja dapat memilih pekerjaan lain
tanpa risiko khusus, walaupun barangkali
dengan pembayaran lebih rendah.
Supaya pekerja dapat mengambil
keputusan bebas, ia harus diberi informasi
tentang risiko yang berkaitan dengan
pekerjaannya.
Perusahaan selalu wajib berupaya, agar
risiko bagi pekerja seminimal mungkin.
Keselamatan dan kesehatan pekerja tidak
pernah boleh dikorbankan kepada kepentingan
ekonomis. Risiko memang tidak selalu bisa
dihindari, tetapi harus dibatasi sampai
siminimal mungkin, walaupun upaya itu bisa
mengakibatkan biaya produksi bertambah.
Pekerja harus menerima risiko itu dengan
bebas, setelah lebih dahulu ia diinformasikan
secukupnya. Pekerja harus diberi imbalan
ekstra untuk mengimbangi risiko, baik dalam
gaji langsung maupun dengan asuransi khusus.
Pekerjaan berisiko hanya bisa ditoleris, jika
menghasilkan produk yang bermanfaat untuk
masyarakat. Membiarkan risiko kerja harus
dinilai tidak etis.
Keselamatan dan kesehatan pekerja tidak
pernah boleh dikorbankan kepada kepentingan
ekonomis. Risiko memang tidak selalu bisa
dihindari, tetapi harus dibatasi sampai
siminimal mungkin, walaupun upaya itu bisa
mengakibatkan biaya produksi bertambah.
Pekerja harus menerima risiko itu dengan
bebas, setelah lebih dahulu ia diinformasikan
secukupnya. Pekerja harus diberi imbalan
ekstra untuk mengimbangi risiko, baik dalam
gaji langsung maupun dengan asuransi khusus.
Pekerjaan berisiko hanya bisa ditoleris, jika
menghasilkan produk yang bermanfaat untuk
masyarakat. Membiarkan risiko kerja harus
dinilai tidak etis.
Dua masalah khusus
Apakah pekerja berhak menolak
tugas-tugas yang berbahaya
Segi etis dari risiko reproduktif
atau risiko untuk keturunan si
pekerja
Apakah pekerja boleh menolak perintah atasan
untuk melaksanakan suatu tugas yang dianggap
terlalu berbahaya?
Kita harus mengacu ke kewajiban karyawan untuk
menaati semua perintah yang wajar dari atasannya.
Karena itu soalnya ialah apakah suatu perintah
untuk mengerjakan tugas berbahaya bisa dianggap
wajar atau tidak. Risiko si pekerja harus tergolong
besar seperti kematian atau cedera serius.

Masalah kedua: pekerjaan bisa membawa risiko


reproduktif atau dalam arti pekerja (pria maupun
wanita) menjadi infertil, atau dalam arti bahwa
pekerja wanita melahirkan bayi yang mempunyai
kelainan akibat kondisi kerja ibunya.
Kewajiban memberi gaji yang adil

Motif paling mendasar untuk


bekerja adalah mendapat imbalan
yang memungkinkan kita untuk
hidup dan menghidupi keluarga.
Akhirnya orang bekerja untuk
mencari nafkah.
Gaji yang adil menurut keadilan distributif

Pandangan liberalisme:
upah atau gaji dapat dianggap adil, bila
merupakan imbalan untuk prestasi. Pandangan ini
melihat masalahnya terutama dari sudut pandang
perusahaan.
Pandangan sosialistis:
dikemukakan dari sudut pandang pekerja. Gaji
baru adil, bila sesuai dengan kebutuhan si pekerja
beserta keluarga. Sosialisme berpendapat pula
bahwa pekerja berhak mengambil bagian dalam
laba perusahaan. Laba adalah nilai lebih yang
dihasilkan dari modal awal.
Prinsip prestasi dan kebutuhan, merupakan
prinsip material bagi keadilan distributif yang
paling penting.
Prinsip bagian yang sama di sini berperanan
juga, gaji semua karyawan memang tidak perlu
sama, tetapi perbedaan juga tidak boleh terlalu
besar. Pemerataan pendapatan adalah tuntutan
etis yang berkaitan dengan prinsip bagian yang
sama itu.
Prinsip-prinsip hak, usaha dan kontribusi kepada
masyarakat iktu serta pula dalam menentukan
gaji yang adil, tetapi hanya melengkapi dua
prinsip pokok prestasi dan kebutuhan.
Menurut Thomas Garrett dan Richart Klonoski, supaya gaji
atau upah adil atau fair ada enam kriteria:

Peraturan hukum

Upah yang lazim dalam sektor industri tertentu atau


daerah tertentu

Kemampuan perusahaan

Sifat khusus pekerjaan tertentu

Perbandingan dengan upah/gaji lain dalam perusahaan

Perundingan upah/gaji yang fair


Senioritas dan imbalan rahasia

Orang yang bekerja lebih lama pada suatu perusahaan atau


instansi mendapat gaji lebih tinggi. Ini suatu penghargaan bagi
kesetiaan si karyawan terhadap perusahaan atau profesinya.
Karyawan senior memiliki pengalaman lebih banyak dan hal itu
pun sering membuat diia menjadi tenaga kerja lebih berharga.

Masalah senioritas pada zaman sekarang sudah tidak relevan
karena zaman modern sekarang lebih memperhatikan prestasi
dan hak. Prinsip pembayaran sama untuk pekerjaan yang
sama melatarbelakanginya.

Praktek pembayaran khusus atau kenaikan gaji yang
dirahasiakan terhadap teman-teman sekerja. Maksudnya
pemberian bonus dan insentif. Harus terbuka kalau untuk
memberi motivasi. Kemungkinan dan Kriteria untuk mendapat
kenaikan gaji atau bonus harus terbuka supaya fair.
Perusahaan tidak boleh memberhentikan
karyawan dengan semena-mena

Ada tiga alasan mengapa perusahaan akan


memberhentikan karyawan:

Alasan internal perusahaan (restrukturisasi,


otomatisasi, merger dengan perusahaan
lain
Alasan eksternal (konyungtur, resesi
ekonomi)
Kesalahan karyawan
Menurut Garrett dan Klonoski, dengan
lebih konkret kewajiban majikan dalam
memberhentikan karyawan:

1. Majikan hanya boleh memberhentikan


karena alasan yang tepat

2. Majikan harus berpegang pada


prosedur yang semestinya

3. Majikan harus membatasi akibat


negatif bagi karyawan sampai
seminimal mungkin.

Вам также может понравиться