Вы находитесь на странице: 1из 31

KEKERASAN

DALAM
RUMAH
TANGGA
ANGGOTA KELOMPOK

AL FISHA RAHMA 1402450042


MAZAYA YUSRINA ABIDAH
1402450043
RIFZI DEVI NURVITASARI
1402450044
Setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis, dan atau
penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau pe-rampasan kemerdekaan
secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga. (UU RI No. 23 tahun 2004)

PENGERTIAN
BENTUK KDRT
KEKERASAN FISIK
BENTUK KDRT
KEKERASAN PSIKIS
FAKTOR PENYEBAB
KDRT
Strauss A. Murray dalam bukunya yang berjudul
The Vioelence Home
1.Pembelaan atas kekuasaan laki-laki
Laki-laki cenderung menggunakan kekerasan dalam memenuhi
apa yang diinginkan karena hal tersebut dianggap sebagai
haknya, sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita,
sedangkan wanita sendiri juga dianggap tidak mempunyai hak
untuk membela.

2. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi


Laki-laki cenderung membatasi ruang lingkup wanita dalam
hal mencari nafkah karena memiliki tanggung jawab sebagai
pencari penghasilan terlebih wanita dianggap memiliki
kemampuan yang tidak sebanding dengannya sehingga
mengakibatkan adanya ketergantungan. Wanita hanya
diperbolehkan mengurus rumah saja dan ketika suami
kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan
kekerasan.
3. Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja akan menanggung beban sebagai
pengasuh anak. Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan
terhadap anak, maka suami akan menyalahkan istri dan
tejadi KDRT. Hal tersebut juga dipegaruhi suami lebih
memiliki waktu di luar rumah untuk bekerja dibandingkan
mengasuh anak di rumah.

4. Wanita sebagai anak-anak


Laki-laki cenderung memiliki konsep bahwa mereka
memiliki hak terhadap istri sehingga harus dapat
mengendalikan kehidupan. Laki-laki merasa punya hak
untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak
melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi
tertib.
5. Orientasi peradilan pidana pada laki-laki
istri yang mengalami kekerasan oleh
suaminya, diterima sebagai pelanggaran
hukum, sehingga penyelesaian kasusnya
sering ditunda atau ditutup. Alasan yang
lazim dikemukakan oleh penegak hukum
yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami
melakukan kekerasan sepanjang dalam
konteks harmoni keluarga. Alasan lain yakni
jika laki-laki diberi sanksi yang berat maka
sang istri akan mengalami kesulitan dalam
pemenuhan nafkah. Di sisi lain juga
terdapat UU tentang PKDRT yang perlu
ditegakkan guna membela hak wanita
dalam rumah tangga.
Cara Penanggulangan
Kekerasan dalam Rumah
Tangga
Jurnal Indonesia Silfia Hanani dengan
judul Kekerasan dalam Rumah Tangga
dan Upaya Penanggulangannya
Melalui Pendekatan Institusi Lokal dan
Formal

Penguatan Penguatan
Institusi Institusi
Lokal Formal
Penguatan Institusi Lokal
Keberadaan institusi lokal sangat diperlukan karena
akan dapat menyentuh secara lansung masyarakat
paling bawah, karena tingginya kasus KDRT di Indonesia
tidak terlepas dari minimnya lembaga yang
menanggulangi masalah KDRT. Selain itu, lembaga yang
ada sangat bersifat formal dan korban pun harus
melaporkan permasalahannya secara formal, sedangkan
kesadaran masyarakat untuk melaporkan secara formal
ini masih rendah. Sehubungan dengan itu, pada era
otonomi daerah sekarang sedang terjadi penguatan
insitusi lokal, maka institusi lokal tersebut mempunyai
peranan penting dalam menanggulangi persoalan kasus
KDRT.
Penguatan Institusi Lokal
Peran dari institusi ini tidak hanya menerima
laporan dan menangani kasus KDRT yang ada,
namun juga harus dituntut untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat untuk melapor adanya
tindak kekerasan. Jika terjadi kekerasan pada anak,
lembaga tersebut juga harus bertindak secara aktif.
Institusi diharuskan untuk melakukan pendekatan
kepada setiap keluarga.
Penguatan Institusi Formal
Pendekatan gender merupakan pendekatan yang
sering dipakai dalam menyelesaikan kasus KDRT.
Salah satu keuntungan melihat kasus KDRT dengan
pendekatan gender ini adalah memberikan
ketegasan penyelesaian kasus KDRT melalui jalur
hukum. Perspektif ini pula yang dipakai oleh
Undang-Undang No 23 tahun 2004, di mana
penyelesaian kasus KDRT harus dilakukan dengan
penyentuhan hukum dan penyelesaian lembaga-
lembaga yang bertanggungjawab.
Penguatan Institusi Formal
Oleh sebab itu diperlukan Ruang Pelayanan Khusus
(RPK) di Kepolisian.Artinya, dengan adanya undang-
undang KDRT telah lahir satu institusi khusus di
kepolisian.Hal ini dianggap sebagai salah satu
upaya dalam menyelesaikan kasus KDRT melalui
penyelesaian hukum.Penyelesaian kasus KDRT
melalui jalur hukum ini sebagai upaya untuk
menegakkan hak asasi manusia di Indonesia.
Perlindungan bagi korban
KDRT
UU No. 23 tentang PKDRT bab IV tentang
perlindungan
Pasal 16
disampaikan, bahwa :
Dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam
terhitung sejak mengetahui atau menerima laporan
kekerasan dalam rumah tangga, kepolisian wajib segera
memberikan perlindungan sementara pada korban.
Perlindungan sementara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan paling lama 7 (tujuh) hari sejak korban
diterima atau ditangani.
Dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam
terhitung sejak pemberian perlindungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), kepolisian wajib meminta surat
penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.
Pasal 17
dijelaskan bahwa dalam memberikan perlindungan sementara,
kepolisian dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan, pekerja
sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing rohani untuk
mendampingi korban yang selanjutnya akan dijelaskan tentang
setiap pelayanan pada pasal berikutnya.

Dari undang-undang yang telah disebutkan tentang perlindungan


bagi korban, hal tersebut dinilai cukup untuk menegakkan hak dari
korban. Korban kekerasan pastinya memiliki trauma tersendiri
akibat kekerasan yang telah diterimanya. Untuk itu selain dari
pihak kepolisian yang telah memberikan perlindungan kepada
korban, pihak lain seperti yang telah disebutkan pada pasal 17
juga turut memberikan pendampingan dan memberikan
penyembuhan trauma fisik maupun trauma psikis yang dialami
korban.
Penegakkan hukum UU KDRT ditinjau
dalam perspektif sosiologi hukum
Dalam jurnal Indonesia penulis Zulfatun
Nimah, dalam rangka melihat penegakan
hukum KDRT di Indonesia, tulisan ini memilih
komponen yang ditentukan oleh Soerjono
Soekanto sebagai alat analisis, yaitu :
1. kaidah hukum,
2. fasilitas penegakan hukum,
3. aparat hukum,
4. kesadaran masyarakat dan budaya
hukum.
Kaidah hukum
Secara sosiologis, kaidah UU KDRT dapat diterima
oleh sebagian masyarakat sebagai gagasan
cemerlang untuk menyelesaikan kebuntuan
konflik rumah tangga di muka hukum. Namun
tidak semua masyarakat merasa terwakili
aspirasinya sehingga ikut menyambut baik
berlakunya UU PKDRT ini.
Tidak diterimanya kaidah-kaidah hukum dalam
UU KDRT secara penuh oleh masyarakat mau
tidak mau mempengaruhi upaya penegakan
hukum KDRT. Pengaruh ini antara lain sikap untuk
menerima kekerasan yang dialami sebagai
cobaan atau ujian dari Tuhan yang harus dihadapi
dengan sabar.
Kesabaran yang dimaksud antara lain tidak
mengadukan pelaku KDRT kepada siapapun, apalagi
polisi, berdoa agar pelaku berubah dengan
kesadarannya sendiri, dan juga menasehati pelaku,
pada situasi ini, kaidah hukum dalam UU PKDRT
tidak difungsikan untuk mendapatkan perlindungan
yang maksimal.
Untuk itu perlu adanya penyuluhan mengenai
kaidah hukum dari institusi formal maupun non
formal, sehingga pengetahuan masyarakat
mengenai kekerasan dapat ditingkatkan.
Aparat hukum
Ada sebagian aparat yang mau dan mampu melayani
pengaduan korban KDRT dengan baik, berempati
pada korban sebagai orangyang terampas hak
hukumnya dan secara profesional menjalankan
prosedur perlindungan yang telah ditetapkan. Akan
tetapi, masih banyak ditemukan aparat hukum yang
masih menggunakan paradigma lama, yakni
menolak mengurusi kasus KDRT, menganggap sepele
KDRT. Ada juga aparat yang menganjurkan agar
korban berdamai saja dengan pelaku
Pilihan sikap ini menunjukkan bahwa polisi dalam
menegakkan hukum KDRT tidak semata-mata pada
kaidah hukum yang sudah jadi, melainkan juga
mempertimbangkan aspek-aspek yang lain.
Jika aparat hukum cenderung bersikap seperti
tersebut maka sangat disayangkan dikarenakan
penyelesaian masalah mengenai ekonomi dapat
dilakukan dengan salah satu cara yakni tidak
membuat istri menjadi ketergantungan.
Fasilitas Hukum
Masih banyak warga masyarakat terutama yang
terpinggirkan yang tidak mengetahui apa itu
KDRT, bagaimana hukum mengaturnya,
bagimana menghindarinya serta bagaimana
prosedur meminta perlindungan jika
menyebabkan tidak terungkapnya dan tindak
KDRT yang sebenarnya serta korban belum bisa
dilindungi secara keseluruhan.
Problem lain dari sistem hukum yang ada adalah
kuatnya paradigma provistik dalam proses
penanganan KDRT

Hal ini sangat terasa dalam prosedur hukum acara.


Realitas yang bisa ditampilkan sebagai contoh
dalam hal ini adalah ditempuhnya prosedur
konfrontasi antara pelaku dan korban dalam
persidangan.
Kesadaran hukum
Tingkat kesadaran yang lebih tinggi dapat dilihat
pada laporan Komisi Nasional Perempuan. Bahwa
satu tahun sejak diberlakukannya UU PKDRT,
Komnas Perempuan mencatat peningkatan kasus
KDRT yang didata oleh Pengadilan Negeri dan
Pengadilan Agama mengalami peningkatan paling
tinggi dibandingkan jumlah KDRT dari lembaga-
lembaga lain. Oleh karena itu, lembaga-lembaga
tersebut berperan aktif dalam memberikan
penyuluhan tentang kekerasan dalam rumah
tangga.
UPAYA YANG DAPAT
DILAKUKAN
Bersama dengan lembaga pelindungan, tokoh
masyarakat dan kader, bidan dapat memberikan
edukasi mengenai kekerasan dalam rumah
tangga melalui berbagai macam kegiatan
seperti pengajian dan PKK, sehingga para ibu
dan istri lebih paham mengenai hal tersebut.
Memberikan edukasi dan konseling kepada
pasangan pra nikah tentang kekerasan
dikarenakan kekerasan dapat terjadi kepada
siapa saja dalam rumah tangga yang akan
dijalani.
Lebih mengenali tanda-tanda kekerasan yang
dialami korban sewaktu memeriksakan diri.
Kebanyakan para pelaku melakukan
kekerasan fisik pada korban di daerah tubuh
yang tertutup sehingga tak terlihat oleh orang
lain dan para korban cenderung tertutup serta
takut untuk menceritakan apa yang telah
terjadi sehingga bidan dituntut untuk lebih
memahani dan menciptakan kepercayaan
satu sama lain namun tanpa adanya paksaan.
Menciptakan lapangan kerja bagi ibu rumah
tangga atau memberikan keterampilan kepada
istri/ibu rumah tangga agar mereka tidak
bergantung kepada suami.
Mengikutsertakan para suami/ laki-laki di
lingkungan masayarakat untuk melakukan
poskamling tentang adanya kecurigaan
kekerasan di sekitar tempat tinggalnya selain
melakukan poskamling keamanan. Hal tersebut
dapat dilakukan untuk mempersempit
kesempatan pelaku untuk melakukan kekerasan.
TERIMAKASIH

Вам также может понравиться