Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
LINGKUNGAN:
KELESTARIAN
&
KONSERVASI
Dikoleksi oleh:
Soemarno
PSDL-PPSUB April 2013
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN
Modal alam yang mencapai sekitar seperempat total kekayaan Indonesia tapi
menyusut cepat dan tidak diimbangi dengan investasi yang mencukupi dalam modal
sumber daya manusia atau yang dihasilkan.
Perubahan iklim akan menciptakan sejumlah dampak negatif di Indonesia,
termasuk penurunan produksi panen, risiko banjir yang lebih besar, serta
penyebaran penyakit bawaan vektor yang lebih luas, dengan proyeksi biaya
ekonomi mencapai 2,5-7,0 persen PDB di tahun 2100.
Sanitasi yang buruk diperkirakan telah menimbulkan biaya kesehatan, air,
pariwisata yang besar dan biaya kesejahteraan lain senilai lebih dari $6 miliar di
tahun 2005, atau lebih dari 2 persen PDB tahun itu.
Polusi udara di luar dan dalam ruangan diperkirakan menimbulkan dampak
kesehatan sekitar $5.5 miliar per tahun atau sekitar 1,3 persen PDB (2007).
Penggundulan hutan sejak 2001 telah mencapai lebih dari 1 juta hektare per
tahun. Tingkat ini telah mengalami penurunan dari 2,5 juta hektare per tahun, tapi
masih sangat tinggi dibandingkan dengan negara berhutan tropis lain.
Penggundulan hutan dan konversi lahan gambut menyebabkan degradasi
lingkungan, kerugian kesehatan dan keanekaragaman hayati, serta emisi gas
rumah kaca.
Degradasi lingkungan menimbulkan biaya tinggi untuk Indonesia. Namun, melalui
pemberlakuan undang-undang baru mengenai lingkungan, ketenagalistrikan dan
pengelolaan limbah padat, Indonesia secara jelas berada di jalur menuju masa
depan dengan lingkungan yang lebih lestari, ujar Joachim von Amsberg, Kepal
Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia. Langkah selanjutnya dalam
transformasi ini adalah menyeimbangkan kerangka kerja hukum ini dengan
kapasitas dan insentif yang memadai di semua tingkat pemerintahan, sekaligus
mengambil tindakan adaptasi dan mitigasi yang sesuai untuk mengatasi perubahan
iklim.
Indonesia telah diidentifikasi sebagai salah satu negara Asia yang paling rentan
terhadap bahaya perubahan iklim. Kekeringan, banjir, kenaikan permukaan laut, dan
longsor merupakan bahaya yang akan berdampak pada masyarakat miskin yang
tinggal di pesisir pantai dan bergantung pada pertanian, perikanan dan kehutanan
sebagai sumber penghasilan mereka. Namun, dengan tindakan adaptasi yang
tepat, manfaat tahunan dari menghindari kerusakan akibat perubahan iklim
kemungkinan akan melebihi biaya tahunan tanpa adanya investasi adaptasi sampai
2050.
Media Secara aktif dan terus menerus memeriksa kinerja pemerintah dalam hal
akses.
Meningkatkan perhatian terhadap masalah lingkungan, termasuk
pengambilan keputusan yang kemungkinan memiliki dampak negatif
terhadap lingkungan.
Sumber:
http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/COUNTRIES/EASTASIAPACIFICEXT/INDONESIAINBAHA
SAEXTN/0,,contentMDK:22395126~pagePK:1497618~piPK:217854~theSitePK:447244,00.html diunduh
31 Maret 2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN
Reaktif/Responsif Proaktif/Antisipatif
Sumber Perlindungan terhadap sumber daya air tanah Penggunaan air daur ulang yang lebih baik
Daya Air Peningkatan pengelolaan dan pemeliharaan Konservasi daerah tangkapan air
sistem pasokan air yang ada Peningkatan sistem pengelolaan air
Perlindungan terhadap daerah tangkapan air Reformasi kebijakan mengenai air termasuk
Peningkatan pasokan air kebijakan irigasi dan penetapan harga
Pengumpulan dan desalinasi air tanah dan air hujan Pengembangan pengendalian banjir dan
pengawasan kekeringan
Pertanian Pengendalian erosi Pengembangan panenan berdaya tahan
Pembangunan bendungan untuk irigasi (terhadap kekeringan, garam, serangga/hama)
Perubahan dalam penggunaan dan aplikasi Penelitian dan pengembangan
pupuk Pengelolaan tanah dan air
Pengenalan panenan baru Diversifikasi dan intensifikasi pangan dan
Pemeliharaan kesuburan tanah tanaman pangan
Perubahan dalam waktu tanam dan panen Tindakan kebijakan, insentif pajak/subsidi, pasar
Pergantian ke tanaman pangan yang berbeda bebas
Program pendidikan dan penjangkauan mengenai Pengembangan sistem peringatan dini
konservasi dan pengelolaan tanah dan air
Kehutanan Peningkatan sistem pengelolaan termasuk Penciptaan taman/cagar alam, lindungan dan
pengendalian penggundulan hutan, reboisasi, koridor keanekaragaman hayati
dan konversi tanah menjadi hutan Identifikasi/pengembangan spesies yang tahan
Promosi pertanian kehutanan untuk meningkatkan terhadap perubahan iklim
barang dan jasa kehutanan Penilaian kerentanan ekosistem yang lebih baik
Pengembangan/peningkatan rencana pengelolaan Pengawasan spesies
kebakaran hutan nasional Pengembangan dan pemeliharaan bank benih
Peningkatan penyimpanan karbon di hutan Sistem peringatan dini kebakaran hutan
Pantai/Laut Perlindungan terhadap infrastruktur ekonomi Pengelolaan zona pantai terintegrasi
Kesadaran masyarakat untuk meningkatkan Perencanaan dan pembagian daerah pantai yang
perlindungan terhadap ekosistem pantai dan laut lebih baik
Pembangunan tembok laut dan penguatan pantai Pengembangan peraturan atas perlindungan
Perlindungan dan konservasi terumbu karang, pantai
hutan bakau, rumput laut, dan tanaman pantai Penelitian dan pengembangan ekosistem
pantai
Kesehatan Reformasi pengelolaan kesehatan masyarakat Pengembangan sistem peringatan dini
Peningkatan kondisi perumbahan dan kehidupan Pengamatan dan pengawasan yang lebih baik
Peningkatan tanggapan darurat terhadap penyakit/vektor
Peningkatan kualitas lingkungan
Perubahan dalam rancangan perkotaan dan
perumahan
Sumber:
http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/COUNTRIES/EASTASIAPACIFICEXT/INDONESIAINBAHA
SAEXTN/0,,contentMDK:22395126~pagePK:1497618~piPK:217854~theSitePK:447244,00.html diunduh
31 Maret 2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN
MENJAGA KELESTARIAN LINGKUNGAN, INDOSAT MENANAM 43.000
POHON
HCVF adalah kawasan-kawasan yang memiliki satu atau lebih ciri-ciri berikut:
Kelola Biodiversity
Perhatian terhadap keanekaragaman hayati flora dan fauna yang terdapat di
kawasan hutan merupakan salah satu komitmen Perhutani dalam mengelola
lingkungan. Kegiatan yang dilakukan adalah Survey potensi biodiversity, penetapan
species interest, penetapan kawasan, dan kegiatan pengelolaan.
Kegiatan survey biodiversity merupakan langkah awal untuk menentukan prioritas
konservasi terhadap keanekaragaman hayati suatu kawasan. Survey biodiversity
dilakukan di Stasiun-stasiun Pemantauan Biodiversity yang berasal berbagai tipe
habitat. Baik di Kawasan Lindung (Hutan Lindung, Sempadan Sungai/Mata
Air/Pantai/Danau, Jurang, Hutan Alam Sekunder (HAS), dan Wana Wisata) ataupun
Kawasan Produksi.
. VEGETASI MANGROVE
Pengendalian Dampak
FUNGSI MANGROVE
Mangrove biasanya berada di daerah muara sungai atau estuarin
sehingga merupakan daerah tujuan akhir dari partikel-partikel organik
ataupun endapan lumpur yang terbawa dari daerah hulu akibat adanya
erosi. Dengan demikian, daerah mangrove merupakan daerah yang
subur, baik daratannya maupun perairannya, karena selalu terjadi
transportasi nutrien akibat adanya pasang surut.
Fungsi fisiknya yaitu untuk menjaga kondisi pantai agar tetap stabil,
melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya abrasi
dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar.
Fungsi biologis mangrove adalah sebagai habitat benih ikan, udang, dan
kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai sumber
keanekaragaman biota akuatik dan nonakuatik seperti burung, ular, kera,
kelelawar, dan tanaman anggrek, serta sumber plasma nutfah.
Untuk pengelolaan hutan konservasi, seperti taman nasional, cagar alam, taman
buru, hutan wisata dan hutan lindung, dilakukan pengelolaan oleh pemerintah
melalui unit pelaksana teknis sebagai perwakilan pemerintah di lapangan. Sebagian
lokasi kawasan konservasi juga dikelola bersama dengan lembaga konservasi
internasional.
Hingga saat ini pengelolaan hutan konservasi masih sangat jauh dari sisi
pengelolaan hutan oleh rakyat, karena pengertian konservasi sebagai kawasan
yang "steril" dari masyarakat masih menjadi pegangan pemerintah dalam
pengelolaan hutan. Hal tersebut mengakibatkan seringnya terjadi konflik antara
rakyat dengan pengelola kawasan, misalnya di Taman Nasional Komodo, Taman
Nasional Meru Betiri, Taman Nasional Kutai, Taman Nasional Lore Lindu, Taman
Nasional Rawa Aopa Watumoai, Taman Nasional Gunung Halimun, dan beberapa
kawasan konservasi lainnya di Indonesia.
Sumber: http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Pengelolaan%20Kawasan%20Konservasi
%20Indonesia%20:%20Konflik%20Kepentingan%20Konservasi%20Lingkungan%20Hidup%20dengan
%20Kepentingan%20Rakyat%20-%20Hari%20Bumi%202009&&nomorurut_artikel=315 diunduh 31
Maret 2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia :
Konflik Kepentingan Konservasi Lingkungan Hidup dengan Kepentingan
Rakyat - Hari Bumi 2009
Indonesia yang memiliki Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Perlindungan Alam
seluas 23.214.626,57 hektar, dimana sebagian besarnya merupakan Taman
Nasional.
Konsep pengelolaan Taman Nasional sangat sentralistik dan kerap mengabaikan
keberadaan masyarakat adat/lokal yang justru telah hidup di kawasan-kawasan
tersebut secara turun-temurun, dari generasi ke generasi. Hal inilah yang menjadi
titik terjadinya konflik kepentingan antara kepentingan konservasi dan kepentingan
rakyat.
Untuk pengelolaan hutan konservasi, seperti taman nasional, cagar alam, taman
buru, hutan wisata dan hutan lindung, dilakukan pengelolaan oleh pemerintah
melalui unit pelaksana teknis sebagai perwakilan pemerintah di lapangan. Sebagian
lokasi kawasan konservasi juga dikelola bersama dengan lembaga konservasi
internasional. Hingga saat ini pengelolaan hutan konservasi masih sangat jauh dari
sisi pengelolaan hutan oleh rakyat, karena pengertian konservasi sebagai kawasan
yang "steril" dari masyarakat masih menjadi pegangan pemerintah dalam
pengelolaan hutan.
Sumber: http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Pengelolaan%20Kawasan%20Konservasi
%20Indonesia%20:%20Konflik%20Kepentingan%20Konservasi%20Lingkungan%20Hidup%20dengan
%20Kepentingan%20Rakyat%20-%20Hari%20Bumi%202009&&nomorurut_artikel=315 diunduh 31
Maret 2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN
Ada anggapan dari kaum skeptis bahwa teknologi hanya merusak lingkungan.
Anggapan ini menantang para ilmuwan untuk mengembangkan teknologi yang
ramah lingkungan.
PBB memperkirakan, hingga tahun 2030 kebutuhan energi akan melonjak sebesar
60 persen. Sebanyak 2,9 miliar manusia akan kekurangan pasokan air. Berikut 10
jenis teknologi yang tergolong dapat mencegah bumi dari kehancuran.
Source :
Merry Magdalena - Netsains.com
Dikirim oleh Admin
Tanggal 2008-07-23
Jam 07:27:27
Sumber: http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=10%20Teknologi%20Pencegah%20Bumi
%20dari%20Kehancuran&&nomorurut_artikel=90 diunduh 31 Maret 2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN
3. Tenaga Hidrogen.
Bahan bakar hidrogen dianggap sebagai bahan bakar alternatif bebas polusi. Energi
dihasilkan dari perpaduan antara hidrogen dan oksigen. Problemnya adalah
bagaimana hidrogen itu dihasilkan. Molekul seperti air dan alkohol harus diproses
dulu untuk mengekstaksi hidrogen sehingga menjadi sel bahan bakar. Proses ini
juga membutuhkan energi besar. Namun setidaknya ilmuwan sudah mencoba
membuat laptop serta peranti lain dengan tenaga fuel cell.
4. Tenaga surya
Energi surya yang sampai di bumi terbentuk dari photon, dapat dikonversikan
menjadi listrik atau panas. Beberapa perusahaan dan perumahan sudah berhasil
menggunakan aplikasi ini. Mereka memakai sel surya dan termal surya lain sebagai
media pengumpul energi.
8. Bioremediasi
Ada proses bernama bioremediasi, yakni memanfaatkan mikroba dan tanaman
untuk membersihkan kontaminasi. Salah satunya adalah membersihkan kandungan
nitrat dalam air dengan bantuan mikroba. Atau memakai tanaman untuk menetralisir
arsenik dari tanah. Beberapa tumbuhan asli ternyata punya daedah untuk
membersihkan bumi kita dari aneka polusi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gunawan dan Anwar (2005) menunjukkan
bahwa tambak tanpa mangrove mengandung bahan pencemar berbahaya
merkuri (Hg) 16 kali lebih tinggi dari perairan hutan mangrove alami dan 14
kali lebih tinggi dari tambak yang masih bermangrove (silvofishery).
WANAMINA
Silvofishery atau Wanamina adalah suatu pola agroforestri yang
digunakan dalam pelaksanaan program perhutanan sosial di kawasan
hutan mangrove. Petani dapat memelihara ikan dan udang atau jenis
komersial lainnya untuk menambah penghasilan, di samping itu ada
kewajiban untuk memelihara hutan Mangrove.
Sumber: http://pengertian-definisi.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-definisi-silvofishery.html
diunduh 31 Maret 2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN
WANAMINA
Pengelolaan terpadu mangrove-tambak diwujudkan dalam bentuk sistem
budidaya perikanan yang memasukkan pohon mangrove sebagai bagian dari
sistem budidaya yang dikenal dengan sebutan wanamina (silvofishery).
Keuntungan ganda telah diperoleh dari simbiosis ini. Selain memperoleh hasil
perikanan yang lumayan, biaya pemeliharaannya pun murah, karena tanpa
harus memberikan makanan setiap hari. Hal ini disebabkan karena produksi
fitoplankton sebagai energi utama perairan telah mampu memenuhi sebagai
energi utama perairan telah mampu memenuhi kebutuhan perikanan tersebut.
Oleh karena itu keberhasilan silvofishery sangat ditentukan oleh produktivitas
fitoplankton.
Sumber: http://pengertian-definisi.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-definisi-
silvofishery.html diunduh 31 Maret 2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN
Luas permukaan air di dalam tambak budidaya jenis mang-rove yang biasanya
ditanam di tanggul adalah Rhizophora sp. dan Xylocarpus sp. Sedangkan untuk
di tengah/pelataran tambak adalah Rhizophora sp. Jarak tanam mangrove di
pelataran umumnya 1m x 2m pada saat mangrove masih kecil. Setelah tumbuh
membesar (4-5 tahun) mangrove harus dijarangkan.
Tujuan penjarangan ini untuk memberi ruang gerak yang lebih luas bagi
komoditas budidaya. Selain itu sinar matahari dapat lebih banyak masuk ke
dalam tambak dan menyentuh dasar pelataran, untuk meningkatkan kesuburan
tambak.
Sumber: http://pengertian-definisi.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-definisi-
silvofishery.html diunduh 31 Maret 2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN
Fungsi dan manfaat mangrove telah banyak diketahui, baik sebagai tempat
pemijahan ikan di perairan, pelindung daratan dari abrasi oleh ombak, pelindung
daratan dari tiupan angin, penyaring intrusi air laut ke daratan dan kandungan
logam berat yang berbahaya bagi kehidupan, tempat singgah migrasi burung, dan
sebagai habitat satwa liar serta manfaat langsung lainnya bagi manusia.
Musibah gempa dan ombak besar tsunami yang melanda Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD) dan Pulau Nias akhir tahun 2004 yang lalu telah mengingatkan
kembali betapa pentingnya mangrove dan hutan pantai bagi perlindungan pantai.
Berdasar karakteristik wilayahnya, pantai di sekitar Kota Padang ternyata
merupakan alur yang rawan gempa tsunami; pada lokasi-lokasi yang memiliki hutan
mangrove dan hutan pantai yang relatif baik, cenderung kurang terkena dampak
gelombang tsunami tersebut.
Hutan mangrove mampu mengikat sedimen yang terlarut dari sungai dan
memperkecil erosi atau abrasi pantai. Erosi di pantai Marunda, Jakarta yang tidak
bermangrove selama dua bulan mencapai 2 m, sementara yang berbakau hanya 1
m (Sediadi, 1991).
Dengan demikian, rata-rata akumulasi tanah pada mangrove Suwung 12,6 kg/m/th
atau 9 mm/th, sedang mangrove Gili Sulat 8,5 kg/m/th atau 6,0 mm/th. Data lain
menunjukkan adanya kecenderungan terjadinya pengendapan tanah setebal antara
6 sampai 15 mm/ha/th atas kehadiran mangrove.
Informasi ini sangat diperlukan guna mengantisipasi permasalahan sosial atas lahan
timbul di kemudian hari.
Penelitian tentang gugur daun telah cukup banyak dilakukan. Hasil pengamatan
produksi serasah di Talidendang Besar, Sumatera Timur oleh Kusmana et al. (1995)
menunjukkan bahwa jenis Bruguierra parviflora sebesar 1.267 g/m/th, B. sexangula
1.269 g/m/th, dan 1.096 g/m/th untuk komunitas, B. sexangula-Nypa fruticans.
Pengamatan Khairijon (1999) di hutan mangrove Pangkalan Batang, Bengkalis,
Riau, menghasilkan 5,87 g/0,25m/minggu daun dan ranting R. mucronata atau
setara dengan 1.221 g/m/th dan 2,30 g/0,25m/minggu daun dan ranting Avicennia
marina atau setara dengan 478,4 g/m/th, dan cenderung membesar ke arah garis
pantai.
Y = 0,06 + 0,15 X
dimana: Y = produksi tangkapan dalam ton/th; X = luasan mangrove dalam
ha.
Mangrove juga mampu dalam menekan laju intrusi air laut ke arah daratan.
Hasil penelitian Sukresno dan Anwar (1999) tentang air sumur pada berbagai jarak
dari pantai, menunjukkan bahwa kondisi air pada jarak 1 km untuk wilayah
Pemalang dan Jepara dengan kondisi mangrove-nya yang relatif baik, masih
tergolong baik; sedangkan pada wilayah Semarang dan Pekalongan, Jawa Tengah
sudah terindikasi adanya intrusi air laut pada jarak 1 km.
Nyamuk Anopheles sp., nyamuk jenis vektor penyakit malaria, ternyata semakin
meningkat populasinya seiring dengan semakin terbukanya pertambakan dalam
areal mangrove. Hal ini mengindikasikan kemungkinan meningkatnya penularan
malaria dengan semakin terbukanya areal-areal pertambakan perikanan.
Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Gunawan dan Anwar (2005) menunjukkan
bahwa tambak tanpa mangrove mengandung bahan pencemar merkuri (Hg) 16 kali
lebih tinggi daripada perairan hutan mangrove alami dan 14 kali lebih tinggi daripada
tambak yang masih bermangrove (silvofishery).
Mangrove juga memiliki fungsi ekologis sebagai habitat berbagai jenis satwa liar.
Keanekaragaman fauna di hutan mangrove cukup tinggi, secara garis besar dapat
dibagi dua kelompok, yaitu fauna akuatik seperti ikan, udang, kerang, dan lainnya
serta kelompok terestrial seperti insekta, reptilia, amphibia, mamalia, dan burung
(Nirarita et al., 996).
Gunawan (1995) menemukan 12 jenis satwa melata dan amphibia, 3 jenis mamalia,
dan 53 jenis burung di hutan mangrove Arakan Wawontulap dan Pulau Mantehage
di Sulawesi Utara.
Survey Tim ADB dan Pemerintah Indonesia (1992) menemukan 42 jenis burung
yang berasosiasi dengan hutan mangrove di Sulawesi. Di Pulau Jawa tercatat 167
jenis burung dijumpai di hutan mangrove, baik yang menetap maupun migran
(Nirarita et al., 1996).
Kalong (Pteropus vampyrus), monyet (Macaca fascicularis), lutung (Presbytis
cristatus), bekantan (Nasalis larvatus), kucing bakau (Felis viverrina), luwak
(Paradoxurus hermaphroditus), dan garangan (Herpetes javanicus) juga menyukai
hutan mangrove sebagai habitatnya (Nontji, 1987).
Beberapa jenis reptilia yang hidup di hutan bakau antara lain biawak (Varanus
salvator), ular belang (Boiga dendrophila), ular sanca (Phyton reticulatus), dan jenis-
jenis ular air seperti Cerbera rhynchops, Archrochordus granulatus, Homalopsis
buccata, dan Fordonia leucobalia. Dua jenis katak yang dapat ditemukan di hutan
mangrove adalah Rana cancrivora dan R. limnocharis (Nirarita et al., 1996).
Hutan mangrove juga sebagai habitat beberapa jenis burung yang dilindungi seperti
pecuk ular (Anhinga anhinga melanogaster), bintayung (Freagata andrew-si), kuntul
perak kecil (Egretta garzetta), kowak merah (Nycticorax caledonicus), bangau
tongtong (Leptoptilos javanicus), ibis hitam (Plegadis falcinellus), bangau hitam
(Ciconia episcopus), burung duit (Vanellus indicus), trinil tutul (Tringa guitifer),
blekek asia (Limnodromus semipalmatus), gegajahan besar (Numenius arquata),
dan trulek lidi (Himantopus himantopus) (Sutedja dan Indrabrata, 1992).
Jenis-jenis burung Egretta eulophotes, kuntul perak (E. intermedia), kuntul putih
besar (E. alba), bluwok (Ibis cinereus), dan cangak laut (Ardea sumatrana) juga
mencari makan di dekat hutan mangrove.
Kegiatan silvofishery berupa empang parit pada kawasan hutan mangrove, terutama
di areal Perum Perhutani telah dimulai sejak tahun 1978. Empang parit ini pada
dasarnya adalah semacam tumpangsari pada hutan jati, di mana ikan dan udang
sebagai pengganti tanaman polowijo, dengan jangka waktu 3-5 tahun masa kontrak
(Wirjodarmodjo dan Hamzah, 1984).
Semula, empang parit ini hanya berupa parit selebar 4 m yang disisihkan dari tepi
areal kegiatan reboisasi hutan mangrove, sehingga keluasannya mencapai 10-15%
dari total area garapan. Jarak tanam 3 m x 2 m, dengan harapan 4-5 tahun
kemudian, tajuk tanaman sudah saling menutup (Perum Perhutani Jawa Barat,
1984).
Sejak tahun 1990 dibuat sistem pola terpisah (komplangan) dengan 20 % areal
untuk budidaya ikan dan 80% areal untuk hutan dengan pasang surut bebas.
Dari sistem silvofishery semacam ini dengan pemeliharaan bandeng dan udang liar
dapat dihasilkan keuntungan sebesar Rp 5.122.000,-/ha/tahun untuk 2 kali panen
setiap tahun (Perum Perhutani, 1995). Dalam membandingkan pola silvofishery di
Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, pola komplangan menunjukkan perbandingan
relatif lebih baik daripada pola empang parit, baik dalam hal produktivitas perairan
maupun pertumbuhan mutlak, kelangsungan hidup maupun biomassa bandeng
yang dipelihara pada masing-masing pola (Sumedi dan Mulyadhi, 1996). Selisih
pertumbuhan mutlaknya hanya 9,6 g sedangkan biomassanya 7,1 kg/m3
Hutan mangrove mempunyai obyek wisata yang berbeda dengan obyek wisata alam
lainnya. Karakteristik hutannya yang berada di peralihan antara darat dan laut
memiliki beragam keunikan dan keindahan. Para wisatawan juga memperoleh
pelajaran tentang lingkungan langsung dari alam.
Misalnya, Pantai Padang, Sumatera Barat, memiliki kawasan hutan mangrove
seluas 43,80 ha, berpotensi untuk dijadikan daerah wisata.
Kegiatan wana wisata mangrove ini mampu memberikan pendapatan langsung bagi
pengelola melalui penjualan tiket masuk dan parkir, juga mampu menumbuhkan
perekonomian masyarakat di sekitarnya dengan menyediakan lapangan kerja dan
kesempatan berusaha, seperti membuka warung makan, menyewakan perahu, dan
menjadi pemandu wisata.
Sumber: http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Mengapa%20Ekosistem%20Hutan
%20Mangrove%20%28Hutan%20Bakau%29%20harus%20diselamatkan%20dari%20Kerusakan
%20Lingkungan&&nomorurut_artikel=269 diunduh 31 Maret 2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN
RESTORASI LINGKUNGAN
Setiap individu manusia mencintai lingkungan hidupnya, tempat ia tinggal.
Lingkungan hidup merupakan tempat sejak kecil dimana mereka dilahirkan dan
berinteraksi social, dalam lingkungan itu juga terdapat unsur-unsur seperti: tanah,
udara, api, dan air yang merupakan kebutuhan vital manusia.
Selama ini, niat dan maksud baik yang telah dilakukan oleh berbagai pihak untuk
melakukan upaya pemulihan lingkungan patut diberi apresiasi. Hal ini dapat
dibuktikan dengan diberikannya penghargaan Kalpataru untuk Bangka Belitung dan
beberapa penghargaan lain seperti Adipura dan Adiwiyata.
Sumber: http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Mengapa%20Ekosistem%20Hutan
%20Mangrove%20%28Hutan%20Bakau%29%20harus%20diselamatkan%20dari%20Kerusakan
%20Lingkungan&&nomorurut_artikel=269 diunduh 31 Maret 2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN
RESTORASI LINGKUNGAN
Bangka Belitung adalah sebuah wilayah yang lingkungannya butuh restorasi.
Kerusakan alam lingkungan Bangka Belitung harusnya menjadi perhatian seluruh
kalangan masyarakat. Selama ini yang terlihat hanya gerakan dari para pencinta
lingkungan saja, namun bukan sebuah gerakan yang lahir dari kesadaran seluruh
masyarakat terutama masyarakat yang melakukan eksploitasi secara besar-besaran
terhadap lingkungan.
Sejauh ini, restorasi yang dilakukan oleh para pencinta lingkungan nampaknya
hanya sebatas pemulihan, reklamasi, dan penanaman. Seharusnya ada sebuah
upaya yang dilakukan agar restorasi tidak hanya berhenti dan selesai sampai disitu.
Contohnya selama ini jika melakukan penanaman mangrove maka selesai
penanaman akan ditinggalkan begitu saja tanpa ada konservasi lanjut yang
dilakukan. Contoh lain jika melakukan penanaman pohon maka hanya menanam
saja, setelah itu tidak ada upaya pemeliharaan terhadap pohon tersebut karena
hanya dibiarkan tanpa dirawat dan dipelihara.
Sumber: http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Mengapa%20Ekosistem%20Hutan
%20Mangrove%20%28Hutan%20Bakau%29%20harus%20diselamatkan%20dari%20Kerusakan
%20Lingkungan&&nomorurut_artikel=269 diunduh 31 Maret 2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN
RESTORASI LINGKUNGAN
Nampaknya isu seputar lingkungan merupakan hal yang hangat untuk
diperbicangkan. Dimana seluruh kalangan berlomba-lomba untuk mendapatkan
label cinta lingkungan. Sejujurnya sebuah hal yang positif melakukan sebuah aksi
atau gerakan sadar dan peduli lingkungan. Tapi jangan merupakan upaya untuk
mendapatkan sesuatu, melakukan pencintraan, atau lain sebagainya.
Sumber: http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Mengapa%20Ekosistem%20Hutan
%20Mangrove%20%28Hutan%20Bakau%29%20harus%20diselamatkan%20dari%20Kerusakan
%20Lingkungan&&nomorurut_artikel=269 diunduh 31 Maret 2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN