Вы находитесь на странице: 1из 34

KETAHANAN

LINGKUNGAN:

KELESTARIAN
&
KONSERVASI

Dikoleksi oleh:
Soemarno
PSDL-PPSUB April 2013
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN

Berdasarkan analisis, biaya degradasi lingkungan terhadap perekonomian


Indonesia dapat dirangkum sebagai berikut:

Modal alam yang mencapai sekitar seperempat total kekayaan Indonesia tapi
menyusut cepat dan tidak diimbangi dengan investasi yang mencukupi dalam modal
sumber daya manusia atau yang dihasilkan.
Perubahan iklim akan menciptakan sejumlah dampak negatif di Indonesia,
termasuk penurunan produksi panen, risiko banjir yang lebih besar, serta
penyebaran penyakit bawaan vektor yang lebih luas, dengan proyeksi biaya
ekonomi mencapai 2,5-7,0 persen PDB di tahun 2100.
Sanitasi yang buruk diperkirakan telah menimbulkan biaya kesehatan, air,
pariwisata yang besar dan biaya kesejahteraan lain senilai lebih dari $6 miliar di
tahun 2005, atau lebih dari 2 persen PDB tahun itu.
Polusi udara di luar dan dalam ruangan diperkirakan menimbulkan dampak
kesehatan sekitar $5.5 miliar per tahun atau sekitar 1,3 persen PDB (2007).

Penggundulan hutan sejak 2001 telah mencapai lebih dari 1 juta hektare per
tahun. Tingkat ini telah mengalami penurunan dari 2,5 juta hektare per tahun, tapi
masih sangat tinggi dibandingkan dengan negara berhutan tropis lain.
Penggundulan hutan dan konversi lahan gambut menyebabkan degradasi
lingkungan, kerugian kesehatan dan keanekaragaman hayati, serta emisi gas
rumah kaca.
Degradasi lingkungan menimbulkan biaya tinggi untuk Indonesia. Namun, melalui
pemberlakuan undang-undang baru mengenai lingkungan, ketenagalistrikan dan
pengelolaan limbah padat, Indonesia secara jelas berada di jalur menuju masa
depan dengan lingkungan yang lebih lestari, ujar Joachim von Amsberg, Kepal
Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia. Langkah selanjutnya dalam
transformasi ini adalah menyeimbangkan kerangka kerja hukum ini dengan
kapasitas dan insentif yang memadai di semua tingkat pemerintahan, sekaligus
mengambil tindakan adaptasi dan mitigasi yang sesuai untuk mengatasi perubahan
iklim.

Sumber: diunduh 31 Maret 2012


KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN

Indonesia telah diidentifikasi sebagai salah satu negara Asia yang paling rentan
terhadap bahaya perubahan iklim. Kekeringan, banjir, kenaikan permukaan laut, dan
longsor merupakan bahaya yang akan berdampak pada masyarakat miskin yang
tinggal di pesisir pantai dan bergantung pada pertanian, perikanan dan kehutanan
sebagai sumber penghasilan mereka. Namun, dengan tindakan adaptasi yang
tepat, manfaat tahunan dari menghindari kerusakan akibat perubahan iklim
kemungkinan akan melebihi biaya tahunan tanpa adanya investasi adaptasi sampai
2050.

Perubahan iklim meningkatkan kesulitan dalam mencapai pembangunan yang


berkesinambungan, sekaligus membawa peluang untuk pertumbuhan rendah
karbon dan pembiayaan iklim untuk mitigasi dan adaptasi. Seperti yang disebutkan
dalam pidato Presiden Yudhoyono pada pertemuan G-20 terbaru, hal yang lebih
penting adalah Indonesia benar-benar berkomitmen untuk mencapai kelestarian dan
telah mengambil tindakan
(Timothy H. Brown, Senior Natural Resources Specialist untuk Bank Dunia di
Indonesia).

Mitra internasional seperti Bank Dunia siap membantu Indonesia mencapai


kesinambungan yang lebih besar dan mewujudkan ambisi pertumbuhan rendah
karbon.

Sumber: diunduh 31 Maret 2012


KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN

Country Environmental Analysis:


Pilihan Memperluas Akses ke Tata Kelola Lingkungan

Pemerintah Bekerja bersama pemangku kepentingan lain dalam mengawasi dan


menilai kinerja lembaganya dalam memenuhi akses ke informasi,
partisipasi dan keadilan, serta mendorong adopsi kebijakan yang lebih
menjamin pencapaiannya.
Mendorong proses reformasi hukum yang menyelaraskan situasi de jure
dan de facto.
Menyediakan sistem terintegrasi yang dapat menjamin akses, terutama
untuk kelompok yang terpinggirkan.
Mengembangkan kapasitas lembaganya melalui penugasan staf yang
dilatih secara khusus, penyediaan infrastruktur dan fasilitas yang
diperlukan, serta alokasi pendanaan yang memadai.
Meningkatkan kerja sama dengan media dan LSM, serta pemangku
kepentingan lain yang berpotensi mendorong pencapaian prinsip akses.

Media Secara aktif dan terus menerus memeriksa kinerja pemerintah dalam hal
akses.
Meningkatkan perhatian terhadap masalah lingkungan, termasuk
pengambilan keputusan yang kemungkinan memiliki dampak negatif
terhadap lingkungan.

LSM Memonitor proses reformasi hukum untuk memastikan bahwa


kesenjangan antara situasi de facto dan de jure dapat dijembatani.
Bekerja sama dengan Pemerintah dan pemangku kepentingan lain untuk
mendorong akses yang lebih baik.
Mendorong peningkatan permintaan publik atas akses ke informasi,
partisipasi dan keadilan.
Mengembangkan kapasitasnya sendiri dan kapasitas publik, terutama
kelompok yang terpinggirkan dalam mendapatkan akses ke informasi,
partisipasi dan keadilan.

Sumber:
http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/COUNTRIES/EASTASIAPACIFICEXT/INDONESIAINBAHA
SAEXTN/0,,contentMDK:22395126~pagePK:1497618~piPK:217854~theSitePK:447244,00.html diunduh
31 Maret 2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN

Country Environmental Analysis: Adaptasi Perubahan Iklim

Reaktif/Responsif Proaktif/Antisipatif
Sumber Perlindungan terhadap sumber daya air tanah Penggunaan air daur ulang yang lebih baik
Daya Air Peningkatan pengelolaan dan pemeliharaan Konservasi daerah tangkapan air
sistem pasokan air yang ada Peningkatan sistem pengelolaan air
Perlindungan terhadap daerah tangkapan air Reformasi kebijakan mengenai air termasuk
Peningkatan pasokan air kebijakan irigasi dan penetapan harga
Pengumpulan dan desalinasi air tanah dan air hujan Pengembangan pengendalian banjir dan
pengawasan kekeringan
Pertanian Pengendalian erosi Pengembangan panenan berdaya tahan
Pembangunan bendungan untuk irigasi (terhadap kekeringan, garam, serangga/hama)
Perubahan dalam penggunaan dan aplikasi Penelitian dan pengembangan
pupuk Pengelolaan tanah dan air
Pengenalan panenan baru Diversifikasi dan intensifikasi pangan dan
Pemeliharaan kesuburan tanah tanaman pangan
Perubahan dalam waktu tanam dan panen Tindakan kebijakan, insentif pajak/subsidi, pasar
Pergantian ke tanaman pangan yang berbeda bebas
Program pendidikan dan penjangkauan mengenai Pengembangan sistem peringatan dini
konservasi dan pengelolaan tanah dan air
Kehutanan Peningkatan sistem pengelolaan termasuk Penciptaan taman/cagar alam, lindungan dan
pengendalian penggundulan hutan, reboisasi, koridor keanekaragaman hayati
dan konversi tanah menjadi hutan Identifikasi/pengembangan spesies yang tahan
Promosi pertanian kehutanan untuk meningkatkan terhadap perubahan iklim
barang dan jasa kehutanan Penilaian kerentanan ekosistem yang lebih baik
Pengembangan/peningkatan rencana pengelolaan Pengawasan spesies
kebakaran hutan nasional Pengembangan dan pemeliharaan bank benih
Peningkatan penyimpanan karbon di hutan Sistem peringatan dini kebakaran hutan
Pantai/Laut Perlindungan terhadap infrastruktur ekonomi Pengelolaan zona pantai terintegrasi
Kesadaran masyarakat untuk meningkatkan Perencanaan dan pembagian daerah pantai yang
perlindungan terhadap ekosistem pantai dan laut lebih baik
Pembangunan tembok laut dan penguatan pantai Pengembangan peraturan atas perlindungan
Perlindungan dan konservasi terumbu karang, pantai
hutan bakau, rumput laut, dan tanaman pantai Penelitian dan pengembangan ekosistem
pantai
Kesehatan Reformasi pengelolaan kesehatan masyarakat Pengembangan sistem peringatan dini
Peningkatan kondisi perumbahan dan kehidupan Pengamatan dan pengawasan yang lebih baik
Peningkatan tanggapan darurat terhadap penyakit/vektor
Peningkatan kualitas lingkungan
Perubahan dalam rancangan perkotaan dan
perumahan

Sumber:
http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/COUNTRIES/EASTASIAPACIFICEXT/INDONESIAINBAHA
SAEXTN/0,,contentMDK:22395126~pagePK:1497618~piPK:217854~theSitePK:447244,00.html diunduh
31 Maret 2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN
MENJAGA KELESTARIAN LINGKUNGAN, INDOSAT MENANAM 43.000
POHON

Kelestarian lingkungan merupakan tanggung jawab kita bersama, Indosat


berinisiatif untuk turut mengambil peran aktif dengan mendukung program
Pemerintah melalui Program Penanaman 43.000 Pohon ini, yang tidak hanya
menanam namun juga turut memelihara untuk memastikan pohon yang kita tanam
benar-benar tumbuh dan nantinya memberi manfaat bagi masyarakat dan
lingkungan sekitar.
Program yang dilakukan Indosat bekerjasama dengan para mitra serta didukung
oleh Departemen Kehutanan ini telah berhasil menyelesaikan program penanaman
43.000 pohon di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dimulai sejak November 2010, di
beberapa wilayah seperti Jatiluhur, daerah aliran sungai Ciliwung, Citarum,
Cisadane, Cihedeung, dan Ciapus, yang tersebar di 13 Kelurahan dan 1 Kecamatan
di wilayah Jabodetabek dan Jawa Barat.
Berbeda dengan program sejenis lainnya, tidak hanya program penanaman, namun
Indosat akan turut bertanggung jawab dalam program pemeliharaan bersama
dengan masyarakat setempat secara partisipatif pada tahap awal, untuk selanjutkan
kegiatan pemeliharaan akan diserahkan kepada masyarakat secara mandiri.
Penanaman pohon difokuskan pada daerah pinggiran aliran sungai, dimana
berdasarkan data lapangan, daerah sekitar aliran sungai merupakan daerah yang
mengalami kerusakan cukup parah, meliputi kerusakan biofisik dan juga penurunan
kualitas air. Kondisi ini juga semakin menurun dari tahun ke tahun.
Fokus kegiatan penanaman bibit pohon adalah di sepanjang Daerah Aliran Sungai
(DAS) bertujuan untuk turut berperan memelihara kesinambungan ekosistem di
daerah aliran sungai yang rawan banjir.

Program Hijau Indosat


Dalam kesempatan ini, Indosat juga meresmikan program pembibitan dan
pembuatan kompos yang berlokasi di kantor Indosat Daan Mogot. Program ini
telah dilakukan sejak tahun 2008 untuk mendukung berjalannya program
Indonesia Hijau.
Pelaksanaan program Indonesia Hijau juga diterapkan di lingkungan internal
dengan menanam lebih dari 1000 pohon yang apabila telah berkembang baik,
pohon-pohon tersebut secara rutin dialokasikan untuk kebutuhan penghijauan
di kantor Indosat di Jakarta. Disamping itu juga dibuat 400 lubang biopori yang
berfungsi sebagai lubang resapan air di lingkungan Indosat Daan Mogot.
Sumber:
http://chip.co.id/news/read/2011/04/21/582424/Menjaga.Kelestarian.Lingkungan,.Indosat.Menanam.43.000.
Pohon# diunduh 31 Maret 2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN

Solusi alternatif bagi kelestarian lingkungan


Budidaya Sayuran Organik

Sistem pertanian konvensional disinyalir berpotensi mencemari


lingkungan dan kesehatan manusia. Untuk mengatasinya dikembangkan
pertanian organik yang dapat menjadi solusi alternatif bagi kelestarian
lingkungan dan pertanian yang lebih produktif.

Prospek Pertanian Organik di Indonesia

Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan


bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis.
Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk
pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen
dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat
demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan
jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food
safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah
lingkungan (eco-labelling attributes). Preferensi konsumen seperti ini
menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat.

Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik,


kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang
menghormati alam, potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk
pertanian organik dunia meningkat 20% per tahun, oleh karena itu
pengembangan budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada
tanaman bernilai ekonomis tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar
domestik dan ekspor.

(Sumber: BALITBANG PERTANIAN)

Sumber: http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/17/ diunduh 31 Maret 2012


KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN

Hutan Bernilai Koservasi Tinggi


Dalam pengelolaan lingkungan, Perhutani melakukan identifikasi dan evaluasi
terhadap keberadaan High Conservation Value Forest (HCVF) atau Kawasan hutan
bernilai konservasi yang tinggi di wilayah pengelolaan hutannya.

HCVF adalah kawasan-kawasan yang memiliki satu atau lebih ciri-ciri berikut:

1. HCV1 merupakan wilayah-wilayah hutan yang merupakan tempat konsentrasi


nilai-nilai keanekaragaman hayati tinggi (misalnya endemisme, spesies-spesies
langka atau terancam, tempat pengungsian satwa/refugia dan lain-lain), baik
yang memiliki signifikansi nasional, regional maupun global.
2. HCV2 adalah kawasan hutan yang mempunyai tingkat lanskap yang luas yang
penting secara global, regional dan lokal, yang berada di dalam atau
mempunyai unit pengelolaan, dimana sebagian besar populasi species, atau
seluruh species yang secara alami ada di kawasan tersebut berada dalam pola-
pola distribusi dan kelimpahan alami.
3. HCV3 adalah wilayah-wilayah hutan yang berada di dalam, atau mencakup,
ekosistem-ekosistem yang langka atau terancam punah.
4. HCV4 yaitu wilayah-wilayah hutan yang menyediakan fungsi-fungsi dasar
lingkungan alami dalam situasi kritis (misalnya, perlindungan DAS,
pengendalian erosi dan lain-lainnya.)
5. HCV5 adalah wilayah-wilayah hutan yang penting untuk memenuhi kebutuhan
dasar masyarakat lokal (misalnya, pemenuhan subsistensi, kesehatan dan lain-
lainnya.)
6. HCV6 adalah wilayah-wilayah hutan yang penting sebagai identitas budaya
masyarakat lokal (memiliki signifikansi budaya, ekologis, ekonomis atau religi;
teridentifikasi dalam proses bersama masyarakat setempat).

Sumber: http://perumperhutani.com/kelestarian/lingkungan/ diunduh 31 Maret


2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN

Kelola Biodiversity
Perhatian terhadap keanekaragaman hayati flora dan fauna yang terdapat di
kawasan hutan merupakan salah satu komitmen Perhutani dalam mengelola
lingkungan. Kegiatan yang dilakukan adalah Survey potensi biodiversity, penetapan
species interest, penetapan kawasan, dan kegiatan pengelolaan.
Kegiatan survey biodiversity merupakan langkah awal untuk menentukan prioritas
konservasi terhadap keanekaragaman hayati suatu kawasan. Survey biodiversity
dilakukan di Stasiun-stasiun Pemantauan Biodiversity yang berasal berbagai tipe
habitat. Baik di Kawasan Lindung (Hutan Lindung, Sempadan Sungai/Mata
Air/Pantai/Danau, Jurang, Hutan Alam Sekunder (HAS), dan Wana Wisata) ataupun
Kawasan Produksi.

. VEGETASI MANGROVE

Mangrove mempunyai komposisi vegetasi tertentu. Pembentuk kelompok vegetasi


ini adalah berbagai spesies tanaman mangrove yang dapat ber adaptasi secara
fisiologis terhadap lingkungan yang khas, yaitu salinitas tinggi, sedang atau
rendah, tipe tanah yang didominasi lumpur, pasir atau lumpur berpasir, dan
terpengaruh pasang surut sehingga terbentuk zonasi.
Setiap lokasi mangrove mempunyai keanekaragaman vegetasi yang berbeda,
bergantung pada umur mangrove tersebut.
Perbedaan vegetasi tersebut kemungkinan disebabkan oleh perbedaan salinitas.
Pada perairan dengan salinitas tinggi di tepi pantai dijumpai komunitas
Rhizophora apiculata, R. mucronata, Soneratia alba, dan Bruguera gymnorrhiza.
Menurut Kitamura et al. (1997), vegetasi mangrove dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu vegetasi utama, vegetasi pendukung, dan vegetasi asosiasinya. Di
mangrove Pulau Bali dan Lombok ditemukan 17 spesies vegetasi utama, di
antaranya R. apiculata, R. mucronata, B. gymnorrhiza, B. cylindrica, dan
Xylocarpus granatum (vegetasi utama), 13 spesies vegetasi pendukung antara
lain A. aureum, Aegiceras corniculatum, dan A. floridum, serta 19 spesies vegetasi
mangrove asosiasi, misalnya Acanthus sp., Baringtonia sp., Callophyllum sp.,
Calotropis sp., Cerbera sp., Clerodendron sp., dan Derris sp.

Sumber: Jurnal Litbang Pertanian, 23(1), 2004

Sumber: http://www.freewebs.com/irwantomangrove/mangrove_konservasi.pdf diunduh 31


Maret 2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN

Pengendalian Dampak

Aktivitas pengelolaan lingkungan meliputi penerapan kaidah-kaidah


konservasi pada penanaman dan rehabilitasi, penetapan kawasan
perlindungan serta pembuatan stasiun pengamat lingkungan (SPL)
terhadap masalah erosi, debit air, sedimentasi, curah hujan serta
biodiversity dan pemantauan bahan beracun berbahaya (B3)

FUNGSI MANGROVE
Mangrove biasanya berada di daerah muara sungai atau estuarin
sehingga merupakan daerah tujuan akhir dari partikel-partikel organik
ataupun endapan lumpur yang terbawa dari daerah hulu akibat adanya
erosi. Dengan demikian, daerah mangrove merupakan daerah yang
subur, baik daratannya maupun perairannya, karena selalu terjadi
transportasi nutrien akibat adanya pasang surut.

Mangrove mempunyai berbagai fungsi.

Fungsi fisiknya yaitu untuk menjaga kondisi pantai agar tetap stabil,
melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya abrasi
dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar.
Fungsi biologis mangrove adalah sebagai habitat benih ikan, udang, dan
kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai sumber
keanekaragaman biota akuatik dan nonakuatik seperti burung, ular, kera,
kelelawar, dan tanaman anggrek, serta sumber plasma nutfah.

Fungsi ekonomis mangrove yaitu sebagai sumber bahan bakar (kayu,


arang), bahan bangunan (balok, papan), serta bahan tekstil, makanan,
dan obat-obatan.

Sumber: Jurnal Litbang Pertanian, 23(1), 2004


http://www.freewebs.com/irwantomangrove/mangrove_konservasi.pdf

Sumber: diunduh 31 Maret 2012


KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN

Pengembangan Hutan Rakyat

Untuk mempercepat terwujudnya pembangunan wilayah Jawa dan


Madura khususnya peningkatan kualitas lingkungan di luar kawasan
hutan, Perum Perhutani sejak tahun 2009 melalui Direktorat Rehabilitasi
& Usaha Hutan Rakyat bekerja mendorong masyarakat menciptakan
peluang bisnis perhutanan rakyat dengan target 2 juta hektar sekaligus
merehabilitasi lahan mereka.

Manfaat pengembangan hutan rakyat antara lain:

1. Perluasan penutupan lahan hutan di wilayah pulau Jawa-Madura,


2. Meningkatkan kualitas biofisik lingkungan,
3. Penurunan tingkat potensi bahaya erosi, laju sedimentasi dan tanah
longsor melalui keberhasilan lahan kritis dan pengelolaaan lahan
berkaidah konservasi,
4. Perbaikan iklim mikro dalam bentuk peningkatan produksi oksigen
dan penyerapan emisi karbon,
5. Peningkatan produktifitas lahan dan pendapatan kesejahteraan
masyarakat melalui pengembangan tanaman kehutanan cepat
tumbuh (FGS), tanaman buah-buahan dan tanaman hortikultura,
6. Peningkatan supply produksi kayu dan pengembangan industrinya,
7. Penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat melalui
pemberdayaan masyarakat,
8. Peningkatan pendapatan perusahaan dan masyarakat.

Sumber: http://perumperhutani.com/kelestarian/hutan-rakyat/ diunduh 31 Maret 2012


KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia :
Konflik Kepentingan Konservasi Lingkungan Hidup dengan Kepentingan
Rakyat - Hari Bumi 2009

Untuk pengelolaan hutan konservasi, seperti taman nasional, cagar alam, taman
buru, hutan wisata dan hutan lindung, dilakukan pengelolaan oleh pemerintah
melalui unit pelaksana teknis sebagai perwakilan pemerintah di lapangan. Sebagian
lokasi kawasan konservasi juga dikelola bersama dengan lembaga konservasi
internasional.

Hingga saat ini pengelolaan hutan konservasi masih sangat jauh dari sisi
pengelolaan hutan oleh rakyat, karena pengertian konservasi sebagai kawasan
yang "steril" dari masyarakat masih menjadi pegangan pemerintah dalam
pengelolaan hutan. Hal tersebut mengakibatkan seringnya terjadi konflik antara
rakyat dengan pengelola kawasan, misalnya di Taman Nasional Komodo, Taman
Nasional Meru Betiri, Taman Nasional Kutai, Taman Nasional Lore Lindu, Taman
Nasional Rawa Aopa Watumoai, Taman Nasional Gunung Halimun, dan beberapa
kawasan konservasi lainnya di Indonesia.

Sumber: http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Pengelolaan%20Kawasan%20Konservasi
%20Indonesia%20:%20Konflik%20Kepentingan%20Konservasi%20Lingkungan%20Hidup%20dengan
%20Kepentingan%20Rakyat%20-%20Hari%20Bumi%202009&&nomorurut_artikel=315 diunduh 31
Maret 2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN
Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia :
Konflik Kepentingan Konservasi Lingkungan Hidup dengan Kepentingan
Rakyat - Hari Bumi 2009

Kekerasan di Hutan : Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Indonesia yang memiliki Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Perlindungan Alam
seluas 23.214.626,57 hektar, dimana sebagian besarnya merupakan Taman
Nasional.
Konsep pengelolaan Taman Nasional sangat sentralistik dan kerap mengabaikan
keberadaan masyarakat adat/lokal yang justru telah hidup di kawasan-kawasan
tersebut secara turun-temurun, dari generasi ke generasi. Hal inilah yang menjadi
titik terjadinya konflik kepentingan antara kepentingan konservasi dan kepentingan
rakyat.
Untuk pengelolaan hutan konservasi, seperti taman nasional, cagar alam, taman
buru, hutan wisata dan hutan lindung, dilakukan pengelolaan oleh pemerintah
melalui unit pelaksana teknis sebagai perwakilan pemerintah di lapangan. Sebagian
lokasi kawasan konservasi juga dikelola bersama dengan lembaga konservasi
internasional. Hingga saat ini pengelolaan hutan konservasi masih sangat jauh dari
sisi pengelolaan hutan oleh rakyat, karena pengertian konservasi sebagai kawasan
yang "steril" dari masyarakat masih menjadi pegangan pemerintah dalam
pengelolaan hutan.

Sementara di tingkat daerah, pengelolaan kawasan konservasi menjadi bagian yang


dianggap tidak penting dan tidak diperhatikan, karena saat ini dipandang bahwa
kawasan konservasi merupakan wewenang pemerintah pusat. Namun untuk
kawasan hutan lindung dan hutan wisata, yang merupakan wewenang pemerintah
daerah, mulai terlihat adanya perhatian pemerintah daerah dalam melakukan
pengelolaan. Pola pengelolaan yang digunakan juga tidak berbeda dengan pola
pengelolaan kawasan konservasi, dimana di dalam kawasan hutan, tidak
dibenarkan rakyat berada di dalam kawasan.

Sumber: http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Pengelolaan%20Kawasan%20Konservasi
%20Indonesia%20:%20Konflik%20Kepentingan%20Konservasi%20Lingkungan%20Hidup%20dengan
%20Kepentingan%20Rakyat%20-%20Hari%20Bumi%202009&&nomorurut_artikel=315 diunduh 31
Maret 2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN

10 Teknologi Pencegah Bumi dari Kehancuran

Ada anggapan dari kaum skeptis bahwa teknologi hanya merusak lingkungan.
Anggapan ini menantang para ilmuwan untuk mengembangkan teknologi yang
ramah lingkungan.

PBB memperkirakan, hingga tahun 2030 kebutuhan energi akan melonjak sebesar
60 persen. Sebanyak 2,9 miliar manusia akan kekurangan pasokan air. Berikut 10
jenis teknologi yang tergolong dapat mencegah bumi dari kehancuran.

1. Memproduksi minyak secara alami


Ada proses bernama thermo-depolymerization, suatu proses yang sama dengan
bagaimana alam memproduksi minyak. Misalnya limbah berbasis karbon jika
dipanaskan dan diberi tekanan tepat, mampu menghasilkan bahan minyak. Secara
alamiah proses ini menbutuhkan waktu jutaan tahun. Dari eksperiman yang sudah-
sudah, kotoran ayam kalkun mampu memproduksi sekitar 600 pon petroleum.

2. Menghilangkan garam dari air laut.


PBB mencatat, suplai air bersih akan sangat terbatas bagi miliaran manusia pada
pertengahan abad ini. Ada teknologi bernama desalinasi, yakni menghilangkan
kadar garam dan mineral dari air laut sehingga layak diminum. Ini merupakan solusi
yang bisa dilakukan untuk mencegah krisis air. Masalahnya, teknologi ini masih
terlalu mahal dan membutuhkan energi cukup besar. Kini para ilmuwan tengah
mencari jalan agar desalinasi dapat berlangsung dengan energi lebih sedikit. Salah
satu caranya adalah dengan melakukan evaporasi pada air sebelum masuk ke
membran dengan pori-pori mikroskopis.

Source :
Merry Magdalena - Netsains.com
Dikirim oleh Admin
Tanggal 2008-07-23
Jam 07:27:27

Sumber: http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=10%20Teknologi%20Pencegah%20Bumi
%20dari%20Kehancuran&&nomorurut_artikel=90 diunduh 31 Maret 2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN

. 10 Teknologi Pencegah Bumi dari Kehancuran

3. Tenaga Hidrogen.

Bahan bakar hidrogen dianggap sebagai bahan bakar alternatif bebas polusi. Energi
dihasilkan dari perpaduan antara hidrogen dan oksigen. Problemnya adalah
bagaimana hidrogen itu dihasilkan. Molekul seperti air dan alkohol harus diproses
dulu untuk mengekstaksi hidrogen sehingga menjadi sel bahan bakar. Proses ini
juga membutuhkan energi besar. Namun setidaknya ilmuwan sudah mencoba
membuat laptop serta peranti lain dengan tenaga fuel cell.

4. Tenaga surya
Energi surya yang sampai di bumi terbentuk dari photon, dapat dikonversikan
menjadi listrik atau panas. Beberapa perusahaan dan perumahan sudah berhasil
menggunakan aplikasi ini. Mereka memakai sel surya dan termal surya lain sebagai
media pengumpul energi.

5. Konversi Panas Laut


Media pengumpul tenaga surya terbesar di bumi ini adalah air laut. Departemen
Energi Amerika Serikat (AS) menyebut, laut mampu menyerap panas surya setara
dengan energi yang dihasilkan 250 miliar barel minyal per hari. Ada teknologi
bernama OTEC yang mampu mengkonversikan energi termal laut menjadi listrik.
Perbedaan suhu antar permukaan laut mampu menjalankan turbin dan
menggerakan generator. Masalahnya, teknologi ini masih kurang efisien.

6. Energi gelombang laut.


Laut melingkupi 70 persen permukaan bumi. Gelombangnya menyimpan energi
besar yang dapat menggerakkan turbin-turbin sehingga mengasilkan listrik.
Problemnya agak sulit memperkirakan kapan gelombang laut cukup besar sehingga
memproduksi energi yang cukup. Solusinya adalah dengan menyimpan sebagian
energi ketika gelombang cukup besar. Sungai Timur kota New York saat ini sedang
menjadi proyek percobaan dengan enam turbin bertenaga gelombanng air.
Sedangkan Portugis justru sudah lebih dulu mempraktikan teknologi ini dan sukses
menerangi lebih dari 1500 rumah.

Source : Merry Magdalena - Netsains.com


Dikirim oleh Admin ; Tanggal 2008-07-23; Jam 07:27:27
Sumber: http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=10%20Teknologi%20Pencegah%20Bumi
%20dari%20Kehancuran&&nomorurut_artikel=90 diunduh 31 Maret 2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN

. 10 Teknologi Pencegah Bumi dari Kehancuran

7. Menanami atap rumah


Konsep ini diilhami dari Taman Gantung Babilonia yang masuk dalam daftar Tujuh
Keajaiban Dunia. Istana Babilonia terdiri atas atap yang ditanami aneka flora, juga
balkon dan terasnya. Taman atap ini mampu menyerap panas dan mengurangi
karbon dioksida. Bayangkan jika burung-burung dan kupu-kupu berterbangan di
sekitar rumah hijau kita.

8. Bioremediasi
Ada proses bernama bioremediasi, yakni memanfaatkan mikroba dan tanaman
untuk membersihkan kontaminasi. Salah satunya adalah membersihkan kandungan
nitrat dalam air dengan bantuan mikroba. Atau memakai tanaman untuk menetralisir
arsenik dari tanah. Beberapa tumbuhan asli ternyata punya daedah untuk
membersihkan bumi kita dari aneka polusi.

9. Kubur barang-barang perusak


Karbon dioksida adalah faktor utama penyebab pemanasan global. Energy
Information Administration (EIA) mencatat, tahun 2030 emisi karbon dioksida
mencapai 8000 juta metrik ton. Metode paling sederhana untuk menekan
kandungan zat berbahaya itu adalah dengan menguburkan berbagai sumber
penghasil CO2 seperti aneka limbah elektronik berbahaya. Namun ilmuwan masih
belum yakin bahwa gas berbahaya akan tersimpan aman. Tetap saja kelak akan
muncul imbas negatifnya bagi lingkungan.

10. Buku elektronik


Bayangkan, berapa ton kertas dan berapa banyak pohon harus ditebang bagi
seantero dunia jika kita semua harus membeli koran, majalah, novel, buku
pelajaran, buku tulis, kertas faks, sampai tisu toilet. Buku elektronik atau surat
elektronik yang lebih dikenal dengan e-book dan email memberi kontribusi sangat
berarti pada kelangsungan hidup. Dengan teknologi itu, produksi kertas dapat
ditekan, sehingga bahan kita tak perlu menebang terlalu banyak pohon.

Source : Merry Magdalena - Netsains.com


Dikirim oleh Admin Tanggal 2008-07-23
Jam 07:27:27
Sumber: http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=10%20Teknologi%20Pencegah%20Bumi
%20dari%20Kehancuran&&nomorurut_artikel=90 diunduh 31 Maret 2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN

Mengapa Ekosistem Hutan Mangrove (Hutan Bakau) harus diselamatkan


dari Kerusakan Lingkungan

Rusminarto et al. (1984) dalam pengamatannya di areal hutan mangrove di


Tanjung Karawang menjumpai 9 jenis nyamuk yang berada di areal tersebut.

Nyamuk Anopheles sp., nyamuk jenis vektor penyakit malaria, ternyata


semakin meningkat populasinya seiring dengan makin terbukanya
pertambakan dalam areal mangrove. Ini mengindikasikan kemungkinan
meningkatnya penularan malaria dengan makin terbukanya areal-areal
pertambakan perikanan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gunawan dan Anwar (2005) menunjukkan
bahwa tambak tanpa mangrove mengandung bahan pencemar berbahaya
merkuri (Hg) 16 kali lebih tinggi dari perairan hutan mangrove alami dan 14
kali lebih tinggi dari tambak yang masih bermangrove (silvofishery).

WANAMINA
Silvofishery atau Wanamina adalah suatu pola agroforestri yang
digunakan dalam pelaksanaan program perhutanan sosial di kawasan
hutan mangrove. Petani dapat memelihara ikan dan udang atau jenis
komersial lainnya untuk menambah penghasilan, di samping itu ada
kewajiban untuk memelihara hutan Mangrove.

Prinsip silvofishery adalah perlindungan tanaman mangrove dengan


memberikan hasil dari sektor perikanan. Sistem ini mampu menambah
pendapatan masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian hutan
mangrove. Silvofishery yang telah dikembangkan selama ini
menggunakan jenis Rhyzophora sp.

Sumber: http://pengertian-definisi.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-definisi-silvofishery.html
diunduh 31 Maret 2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN

WANAMINA
Pengelolaan terpadu mangrove-tambak diwujudkan dalam bentuk sistem
budidaya perikanan yang memasukkan pohon mangrove sebagai bagian dari
sistem budidaya yang dikenal dengan sebutan wanamina (silvofishery).

Silvofishery pada dasarnya ialah perlindungan terhadap kawasan mangrove


dengan cara membuat tambak yang berbentuk saluran yang keduanya mampu
bersimbiosis sehingga diperoleh kuntungan ekologis dan ekonomis
(mendatangkan penghasilan tambahan dari hasil pemeliharaan ikan di tambak.

Pemanfaatan mangrove untuk silvofishery saat ini mengalami perkembangan


yang pesat, karena system ini telah terbukti mendatangkan keuntungan bagi
pemerintah dan nelayan secara ekonomis. Fungsi mangrove sebagai nursery
ground sering dimanfaatkan untuk kepentingan pengembangan perikanan
(sivofishery).

Keuntungan ganda telah diperoleh dari simbiosis ini. Selain memperoleh hasil
perikanan yang lumayan, biaya pemeliharaannya pun murah, karena tanpa
harus memberikan makanan setiap hari. Hal ini disebabkan karena produksi
fitoplankton sebagai energi utama perairan telah mampu memenuhi sebagai
energi utama perairan telah mampu memenuhi kebutuhan perikanan tersebut.
Oleh karena itu keberhasilan silvofishery sangat ditentukan oleh produktivitas
fitoplankton.

Sumber: http://pengertian-definisi.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-definisi-
silvofishery.html diunduh 31 Maret 2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN

MODEL SILVOFISHERY ATAU MODEL WANAMINA


Ada tiga model tambak wanamina; model empang parit, komplangan, dan jalur.
Selain itu terdapat pula tambak sistem tanggul yang berkembang di masyarakat.
Pada tambak wanamina model empang parit, lahan untuk hutan mangrove dan
empang masih menjadi satu hamparan yang diatur oleh satu pintu air.
Pada tambak wanamina model komplangan, lahan untuk hutan mangrove dan
empang terpisah dalam dua hamparan yang diatur oleh saluran air dengan dua
pintu yang terpisah untuk hutan mangrove dan empang.

Tambak wanamina model jalur merupakan hasil modifikasi dari tambak


wanamina model empang parit. Pada tambak wanamina model ini terjadi
penambahan saluran-saluran di bagian tengah yang berfungsi sebagai empang.
Sedangkan tambak model tanggul, hutan mangrove hanya terdapat di sekeliling
tanggul. Tambak jenis ini yang berkembang di Kelurahan Gresik dan Kariangau
Kodya Balikpapan.

Berdasarkan 3 pola wanamina dan pola yang berkembang di masyarakat,


direkomendasikan pola wanamina kombinasi empat parit dan tanggul. Pemilihan
pola ini didasarkan atas pertimbangan:
1. Penanaman mangrove di tanggul bertujuan untuk memperkuat tanggul dari
longsor, sehingga biaya perbaikan tanggul dapat ditekan dan untuk produksi
serasah.
2. Penanaman mangrove di tengah bertujuan untuk menjaga keseimbangan
perubahan kualitas air dan meningkatkan kesuburan di areal pertambakan.

Luas permukaan air di dalam tambak budidaya jenis mang-rove yang biasanya
ditanam di tanggul adalah Rhizophora sp. dan Xylocarpus sp. Sedangkan untuk
di tengah/pelataran tambak adalah Rhizophora sp. Jarak tanam mangrove di
pelataran umumnya 1m x 2m pada saat mangrove masih kecil. Setelah tumbuh
membesar (4-5 tahun) mangrove harus dijarangkan.
Tujuan penjarangan ini untuk memberi ruang gerak yang lebih luas bagi
komoditas budidaya. Selain itu sinar matahari dapat lebih banyak masuk ke
dalam tambak dan menyentuh dasar pelataran, untuk meningkatkan kesuburan
tambak.

Sumber: http://pengertian-definisi.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-definisi-
silvofishery.html diunduh 31 Maret 2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN

Mengapa Ekosistem Hutan Mangrove (Hutan Bakau) harus diselamatkan dari


Kerusakan Lingkungan

Mangrove dan Tsunami

Fungsi dan manfaat mangrove telah banyak diketahui, baik sebagai tempat
pemijahan ikan di perairan, pelindung daratan dari abrasi oleh ombak, pelindung
daratan dari tiupan angin, penyaring intrusi air laut ke daratan dan kandungan
logam berat yang berbahaya bagi kehidupan, tempat singgah migrasi burung, dan
sebagai habitat satwa liar serta manfaat langsung lainnya bagi manusia.

Musibah gempa dan ombak besar tsunami yang melanda Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD) dan Pulau Nias akhir tahun 2004 yang lalu telah mengingatkan
kembali betapa pentingnya mangrove dan hutan pantai bagi perlindungan pantai.
Berdasar karakteristik wilayahnya, pantai di sekitar Kota Padang ternyata
merupakan alur yang rawan gempa tsunami; pada lokasi-lokasi yang memiliki hutan
mangrove dan hutan pantai yang relatif baik, cenderung kurang terkena dampak
gelombang tsunami tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketebalan mangrove selebar 200 m dengan


kerapatan 30 pohon/100 m dengan diameter batang 15 cm dapat meredam sekitar
50% energi gelombang tsunami (Harada dan Fumihiko, 2003 dalam Diposaptono,
2005).

Gelombang laut setinggi 1,09 m di Teluk Grajagan, Banyuwangi dengan energi


gelombang sebesar 1.493,33 Joule tereduksi gelombangnya oleh hutan mangrove
menjadi 0,73 m (Pratikno et al., 2002). Hasil penelitian Istiyanto et al. (2003) di
laboratorium menunjukkan bahwa rumpun bakau (Rhizophora spp.) memantulkan,
meneruskan, dan menyerap energi gelombang tsunami yang diwujudkan dalam
perubahan tinggi gelombang tsunami melalui rumpun tersebut.

Keberadaan mangrove di sepanjang pantai dapat memperkecil efek gelombang


tsunami yang menerjang pantai. Vegetasi mangrove, terutama perakarannya dapat
meredam energi gelombang dengan cara menurunkan tinggi gelombang saat
melalui mangrove.

Sumber: diunduh 31 Maret 2012


KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN

Mengapa Ekosistem Hutan Mangrove (Hutan Bakau) harus diselamatkan dari


Kerusakan Lingkungan

MANGROVE DAN SEDIMENTASI

Hutan mangrove mampu mengikat sedimen yang terlarut dari sungai dan
memperkecil erosi atau abrasi pantai. Erosi di pantai Marunda, Jakarta yang tidak
bermangrove selama dua bulan mencapai 2 m, sementara yang berbakau hanya 1
m (Sediadi, 1991).

Penelitian tentnag kecepatan pengendapan tanah di hutan mangrove (Anwar, 1998)


di Suwung Bali dan Gili Sulat Lombok, menunjukkan laju akumulasi tanah 20,6
kg/m/th atau setara dengan 14,7 mm/th (dominasi Sonneratia alba); 9,0 kg/m/th
atau 6,4 mm/th (dominasi Rhizophora apiculata); 6,0 kg/m /th atau 4,3 mm/th (bekas
tambak); dan 8,5 kg/m/th atau 6,0 mm/th (mangrove campuran).

Dengan demikian, rata-rata akumulasi tanah pada mangrove Suwung 12,6 kg/m/th
atau 9 mm/th, sedang mangrove Gili Sulat 8,5 kg/m/th atau 6,0 mm/th. Data lain
menunjukkan adanya kecenderungan terjadinya pengendapan tanah setebal antara
6 sampai 15 mm/ha/th atas kehadiran mangrove.

Informasi ini sangat diperlukan guna mengantisipasi permasalahan sosial atas lahan
timbul di kemudian hari.

Sumber: diunduh 31 Maret 2012


KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN

. Mengapa Ekosistem Hutan Mangrove (Hutan Bakau) harus diselamatkan dari


Kerusakan Lingkungan

MANGROVE DAN SIKLUS HARA

Penelitian tentang gugur daun telah cukup banyak dilakukan. Hasil pengamatan
produksi serasah di Talidendang Besar, Sumatera Timur oleh Kusmana et al. (1995)
menunjukkan bahwa jenis Bruguierra parviflora sebesar 1.267 g/m/th, B. sexangula
1.269 g/m/th, dan 1.096 g/m/th untuk komunitas, B. sexangula-Nypa fruticans.
Pengamatan Khairijon (1999) di hutan mangrove Pangkalan Batang, Bengkalis,
Riau, menghasilkan 5,87 g/0,25m/minggu daun dan ranting R. mucronata atau
setara dengan 1.221 g/m/th dan 2,30 g/0,25m/minggu daun dan ranting Avicennia
marina atau setara dengan 478,4 g/m/th, dan cenderung membesar ke arah garis
pantai.

Hasil penelitian Halidah (2000) di Sinjai, Sulawesi Selatan menunjukkan adanya


perbedaan produksi serasah berdasar usia tanamannya. R. mucronata 8 tahun
(12,75 ton/ha/th), kemudian 10 tahun (11,68 ton/ha/th), dan 9 tahun (10,09
ton/ha/th), dengan laju pelapukan 74 %/60 hr (tegakan 8 th); 96%/60 hr (tegakan 9
th), dan 96,5%/60 hr (tegakan 10 th).

Hasil penelitian Sukardjo (1995) menunjukkan


guguran serasah mangrove sebesar 13,08
ton/ha/th, yang setara dengan penyumbangan 2
kg P/ha/th dan 148 kg N/ha/th. Nilai ini sangat
berarti bagi sumbangan unsur hara bagi flora dan
fauna yang hidup di derah tersebut maupun
kaitannya dengan perputaran hara dalam
ekosistem mangrove.

Sumber: diunduh 31 Maret 2012


KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN

. Mengapa Ekosistem Hutan Mangrove (Hutan Bakau) harus


diselamatkan dari Kerusakan Lingkungan

MANGROVE DAN PRODUKTIVITAS PERIKANAN

Kebijakan pemerintah dalam menggalakkan komoditi ekspor udang, telah turut


andil dalam merubah sistem pertambakan yang ada dalam wilayah kawasan
hutan. Empang parit yang semula digarap oleh penggarap tambak petani
setempat, berangsur beralih kepemilikannya ke pemilik modal, serta
merubah menjadi tambak intensif yang tidak berhutan lagi (Bratamihardja,
1991). Ketentuan jalur hijau dengan lebar 130 x nilai rata-rata perbedaan
pasang tertinggi dan terendah tahunan (Keppres No. 32/1990) berangsur
terabaikan.

Hasil penelitian Martosubroto dan Naamin (1979) menunjukkan adanya


hubungan yang signifikan antara luasan kawasan mangrove dengan produksi
perikanan budidaya. Semakin meningkatnya luasan kawasan mangrove maka
produksi perikanan pun turut meningkat dengan membentuk persamaan :

Y = 0,06 + 0,15 X
dimana: Y = produksi tangkapan dalam ton/th; X = luasan mangrove dalam
ha.

Hasil penelitian lain yang berkaitan dengan ekonomi menunjukkan bahwa


pembuatan 1 ha tambak ikan pada hutan mangrove alam akan menghasilkan
ikan/udang sebayak 287 kg/tahun, namun dengan hilangnya setiap 1 ha hutan
mangrove akan mengakibatkan kerugian 480 kg ikan dan udang di lepas
pantai per tahunnya (Turner, 1977).

Pengurangan hutan mangrove terutama di areal green belt sudah barang


tentu akan menurunkan produktivitas perikanan tangkapan.

Sumber: diunduh 31 Maret 2012


KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN

Mengapa Ekosistem Hutan Mangrove (Hutan Bakau) harus diselamatkan dari


Kerusakan Lingkungan

MANGROVE DAN INTRUSI AIR LAUT

Mangrove juga mampu dalam menekan laju intrusi air laut ke arah daratan.

Hasil penelitian Sukresno dan Anwar (1999) tentang air sumur pada berbagai jarak
dari pantai, menunjukkan bahwa kondisi air pada jarak 1 km untuk wilayah
Pemalang dan Jepara dengan kondisi mangrove-nya yang relatif baik, masih
tergolong baik; sedangkan pada wilayah Semarang dan Pekalongan, Jawa Tengah
sudah terindikasi adanya intrusi air laut pada jarak 1 km.

Masuknya air laut ke sistem akuifer melalui dua


proses, yaitu intrusi air laut dan upconning. Intrusi
air laut di daerah pantai merupakan suatu poses
penyusupan air asin dari laut ke dalam airtanah
tawar di daratan. Zona pertemuan antara air asin
dengan air tawar disebut interface. Pada kondisi
alami, airtanah akan mengalir secara terus
menerus ke laut. Berat jenis air asin sedikit lebih
besar daripada berat jenis air tawar, maka air laut
akan mendesak air tawar di dalam tanah lebih ke
hulu. Tetapi karena tinggi tekanan piezometric
airtanah lebih tinggi daripada muka air laut,
desakan tersebut dapat dinetralisir dan aliran air
yang terjadi adalah dari daratan kelautan,
sehingga terjadi keseimbangan antara air laut dan
airtanah, sehingga tidak terjadi intrusi air laut.
Intrusi air laut terjadi bila keseimbangan
terganggu. Aktivitas yang menyebabkan intrusi air
laut diantaranya pemompaan yang berlebihan,
karakteristik pantai dan batuan penyusun,
kekuatan airtanah ke laut, serta fluktuasi airtanah
di daerah pantai. Proses intrusi makin panjang
bisa dilakukan pengambilan airtanah dalam
jumlah berlebihan. Bila intrusi sudah masuk pada
sumur, maka sumur akan menjadi asing sehingga
tidak dapat lagi dipakai untuk keperluan sehari-
hari.

Sumber: http://vienastra.wordpress.com/2010/07/06/intrusi-air-laut/ diunduh 31 Maret 2012


KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN

. Mengapa Ekosistem Hutan Mangrove (Hutan Bakau) harus diselamatkan dari


Kerusakan Lingkungan

MANGROVE DAN KESEHATAN

Rusminarto et al. (1984) dalam pengamatannya di areal hutan mangrove di Tanjung


Karawang menjumpai 9 jenis nyamuk yang berada di areal tersebut.

Nyamuk Anopheles sp., nyamuk jenis vektor penyakit malaria, ternyata semakin
meningkat populasinya seiring dengan semakin terbukanya pertambakan dalam
areal mangrove. Hal ini mengindikasikan kemungkinan meningkatnya penularan
malaria dengan semakin terbukanya areal-areal pertambakan perikanan.

Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Gunawan dan Anwar (2005) menunjukkan
bahwa tambak tanpa mangrove mengandung bahan pencemar merkuri (Hg) 16 kali
lebih tinggi daripada perairan hutan mangrove alami dan 14 kali lebih tinggi daripada
tambak yang masih bermangrove (silvofishery).

Sumber: diunduh 31 Maret 2012


KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN
. Mengapa Ekosistem Hutan Mangrove (Hutan Bakau) harus diselamatkan dari
Kerusakan Lingkungan

MANGROVE DAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

Mangrove juga memiliki fungsi ekologis sebagai habitat berbagai jenis satwa liar.
Keanekaragaman fauna di hutan mangrove cukup tinggi, secara garis besar dapat
dibagi dua kelompok, yaitu fauna akuatik seperti ikan, udang, kerang, dan lainnya
serta kelompok terestrial seperti insekta, reptilia, amphibia, mamalia, dan burung
(Nirarita et al., 996).
Gunawan (1995) menemukan 12 jenis satwa melata dan amphibia, 3 jenis mamalia,
dan 53 jenis burung di hutan mangrove Arakan Wawontulap dan Pulau Mantehage
di Sulawesi Utara.
Survey Tim ADB dan Pemerintah Indonesia (1992) menemukan 42 jenis burung
yang berasosiasi dengan hutan mangrove di Sulawesi. Di Pulau Jawa tercatat 167
jenis burung dijumpai di hutan mangrove, baik yang menetap maupun migran
(Nirarita et al., 1996).
Kalong (Pteropus vampyrus), monyet (Macaca fascicularis), lutung (Presbytis
cristatus), bekantan (Nasalis larvatus), kucing bakau (Felis viverrina), luwak
(Paradoxurus hermaphroditus), dan garangan (Herpetes javanicus) juga menyukai
hutan mangrove sebagai habitatnya (Nontji, 1987).
Beberapa jenis reptilia yang hidup di hutan bakau antara lain biawak (Varanus
salvator), ular belang (Boiga dendrophila), ular sanca (Phyton reticulatus), dan jenis-
jenis ular air seperti Cerbera rhynchops, Archrochordus granulatus, Homalopsis
buccata, dan Fordonia leucobalia. Dua jenis katak yang dapat ditemukan di hutan
mangrove adalah Rana cancrivora dan R. limnocharis (Nirarita et al., 1996).
Hutan mangrove juga sebagai habitat beberapa jenis burung yang dilindungi seperti
pecuk ular (Anhinga anhinga melanogaster), bintayung (Freagata andrew-si), kuntul
perak kecil (Egretta garzetta), kowak merah (Nycticorax caledonicus), bangau
tongtong (Leptoptilos javanicus), ibis hitam (Plegadis falcinellus), bangau hitam
(Ciconia episcopus), burung duit (Vanellus indicus), trinil tutul (Tringa guitifer),
blekek asia (Limnodromus semipalmatus), gegajahan besar (Numenius arquata),
dan trulek lidi (Himantopus himantopus) (Sutedja dan Indrabrata, 1992).
Jenis-jenis burung Egretta eulophotes, kuntul perak (E. intermedia), kuntul putih
besar (E. alba), bluwok (Ibis cinereus), dan cangak laut (Ardea sumatrana) juga
mencari makan di dekat hutan mangrove.

Sumber: diunduh 31 Maret 2012


KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN

PERIKANAN DAN REHABILITASI MANGROVE

Pembuatan 1 ha tambak ikan pada hutan mangrove alam akan menghasilkan


ikan/udang sebayak 287 kg/tahun, namun dengan hilangnya setiap 1 ha hutan
mangrove akan mengakibatkan kerugian 480 kg ikan dan udang di lepas pantai per
tahunnya (Turner, 1977).

Keberadaan hutan mangrove sangat penting bagi produktivitas perikanan pada


perairan bebas. Dalam mengakomodasi kebutuhan lahan dan lapangan pekerjaan,
hutan mangrove dapat dikelola dengan model silvofishery atau wanamina yang
dikaitkan dengan program rehabilitasi pantai dan pesisisr.

Kegiatan silvofishery berupa empang parit pada kawasan hutan mangrove, terutama
di areal Perum Perhutani telah dimulai sejak tahun 1978. Empang parit ini pada
dasarnya adalah semacam tumpangsari pada hutan jati, di mana ikan dan udang
sebagai pengganti tanaman polowijo, dengan jangka waktu 3-5 tahun masa kontrak
(Wirjodarmodjo dan Hamzah, 1984).

Semula, empang parit ini hanya berupa parit selebar 4 m yang disisihkan dari tepi
areal kegiatan reboisasi hutan mangrove, sehingga keluasannya mencapai 10-15%
dari total area garapan. Jarak tanam 3 m x 2 m, dengan harapan 4-5 tahun
kemudian, tajuk tanaman sudah saling menutup (Perum Perhutani Jawa Barat,
1984).
Sejak tahun 1990 dibuat sistem pola terpisah (komplangan) dengan 20 % areal
untuk budidaya ikan dan 80% areal untuk hutan dengan pasang surut bebas.

Sumber: diunduh 31 Maret 2012


KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN

. Perikanan dan Rehabilitasi Mangrove

Dari sistem silvofishery semacam ini dengan pemeliharaan bandeng dan udang liar
dapat dihasilkan keuntungan sebesar Rp 5.122.000,-/ha/tahun untuk 2 kali panen
setiap tahun (Perum Perhutani, 1995). Dalam membandingkan pola silvofishery di
Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, pola komplangan menunjukkan perbandingan
relatif lebih baik daripada pola empang parit, baik dalam hal produktivitas perairan
maupun pertumbuhan mutlak, kelangsungan hidup maupun biomassa bandeng
yang dipelihara pada masing-masing pola (Sumedi dan Mulyadhi, 1996). Selisih
pertumbuhan mutlaknya hanya 9,6 g sedangkan biomassanya 7,1 kg/m3

Hasil ini berbeda dengan penelitian Poedjirahajoe (2000) yang mengemukakan


bahwa justru pola empang parit menghasilkan bandeng pada usia 3 bulan dengan
berat rata-rata 1 kg lebih berat dibandingkan dengan pola komplangan. Namun
demikian, kedua sistem ini turut membantu dalam meningkatkan income petani
petambak. Masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan mangrove dengan sistem ini
cukup besar. Data dari KPH Purwakarta menunjukkan bahwa dari luas areal
mangrove seluas 14.535 ha dapat melibatkan sebanyak 4.342 KK dalam kegiatan
silvofoshery (Perhutani Purwakarta, 2005).

Menurut data Badan Litbang Pertanian (1986),


kontribusi dari usaha budidaya tambak dengan luas
total 208.000 ha dapat menghasilkan 129.279 ton ikan
dan udang yang apabila ditaksir, nilainya melebihi dari
Rp 138 milyar. Kegiatan ini pun dilaporkan dapat
menyerap tenaga kerja sebanyak 117.034 KK yang
sudah barang tentu dapat memberikan penghasilan
yang lebih baik bagi petani kecil.

Sumber: diunduh 31 Maret 2012


KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN

MANGROVE DAN PARIWISATA

Wanawisata mangrove dapat dijumpai di lokasi wisata alam Sinjai (Sulawesi


Selatan), Muara Angke (DKI), Suwung, Denpasar (Bali), Blanakan dan Cikeong
(Jawa Barat), dan Cilacap (Jawa Tengah).

Hutan mangrove mempunyai obyek wisata yang berbeda dengan obyek wisata alam
lainnya. Karakteristik hutannya yang berada di peralihan antara darat dan laut
memiliki beragam keunikan dan keindahan. Para wisatawan juga memperoleh
pelajaran tentang lingkungan langsung dari alam.
Misalnya, Pantai Padang, Sumatera Barat, memiliki kawasan hutan mangrove
seluas 43,80 ha, berpotensi untuk dijadikan daerah wisata.

Kegiatan wana wisata mangrove ini mampu memberikan pendapatan langsung bagi
pengelola melalui penjualan tiket masuk dan parkir, juga mampu menumbuhkan
perekonomian masyarakat di sekitarnya dengan menyediakan lapangan kerja dan
kesempatan berusaha, seperti membuka warung makan, menyewakan perahu, dan
menjadi pemandu wisata.

Sumber : Chairil Anwar dan Hendra Gunawan


Foto : http://ujangawis.googlepages.com
Dikirim oleh Admin
Tanggal 2009-01-27
Jam 16:43:04

Sumber: http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Mengapa%20Ekosistem%20Hutan
%20Mangrove%20%28Hutan%20Bakau%29%20harus%20diselamatkan%20dari%20Kerusakan
%20Lingkungan&&nomorurut_artikel=269 diunduh 31 Maret 2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN

RESTORASI LINGKUNGAN
Setiap individu manusia mencintai lingkungan hidupnya, tempat ia tinggal.
Lingkungan hidup merupakan tempat sejak kecil dimana mereka dilahirkan dan
berinteraksi social, dalam lingkungan itu juga terdapat unsur-unsur seperti: tanah,
udara, api, dan air yang merupakan kebutuhan vital manusia.

Manusia juga mencintai tumbuh-tumbuhan dan binatang karena hampir 90%


kehidupan manusia ditopang oleh makhluk hidup itu. Oleh karena itu, sah-sah saja
jika manusia diperbolehkan memanfaatkan tumbuhan dan satwa itu. Hanya saja
tidak boleh berlebihan dan merusak daya dukung yang ada.

Selama ini, niat dan maksud baik yang telah dilakukan oleh berbagai pihak untuk
melakukan upaya pemulihan lingkungan patut diberi apresiasi. Hal ini dapat
dibuktikan dengan diberikannya penghargaan Kalpataru untuk Bangka Belitung dan
beberapa penghargaan lain seperti Adipura dan Adiwiyata.

Kalpataru merupakan sebuah penghargaan yang diberikan Presiden kepada orang


yang telah berjasa terhadap lingkungannya. Artinya, seseorang yang bisa menjadi
pioneer atau leader untuk melakukan sebuah gerakan atau inovasi terhadap
lingkungan yang bermanfaat untuk hajat hidup orang banyak berhak mendapatkan
penghargaan itu.

Sebuah penghargaan seyogyanya tidak hanya dijadikan masalah siapa yang


pantas atau siapa yang tidak untuk mendapatkannya. Namun seharusnya sebuah
penghargaan dimaknai sebagai sebuah penyemangat agar mau berlomba-lomba
untuk memperbaiki dan melakukan rehabilitasi, konservasi dan restorasi lingkungan
hidup.

Written By : Merry Christina


Mahasiswi Sosiologi UBB
ID Facebook. mey_mocca[At]yahoo.com

Sumber: http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Mengapa%20Ekosistem%20Hutan
%20Mangrove%20%28Hutan%20Bakau%29%20harus%20diselamatkan%20dari%20Kerusakan
%20Lingkungan&&nomorurut_artikel=269 diunduh 31 Maret 2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN

RESTORASI LINGKUNGAN
Bangka Belitung adalah sebuah wilayah yang lingkungannya butuh restorasi.
Kerusakan alam lingkungan Bangka Belitung harusnya menjadi perhatian seluruh
kalangan masyarakat. Selama ini yang terlihat hanya gerakan dari para pencinta
lingkungan saja, namun bukan sebuah gerakan yang lahir dari kesadaran seluruh
masyarakat terutama masyarakat yang melakukan eksploitasi secara besar-besaran
terhadap lingkungan.

Kearifan untuk menjaga lingkungan nampaknya belum terkonstruksi dalam mindset


juga mindstream masyarakat. Kepedulian dan kepekaan terhadap lingkungan hanya
terlihat sedikit orang yang baru sadar pentingnya untuk selalu menjaga ekosistem
yang ada. Hutan, laut, dan daratan merupakan sirkulasi pembantu hidupnya
lingkungan dan manusia. Bayangkan jika salah satu sirkulasi rusak dan tidak
berjalan?

Sesungguhnya dipercayai bahwa kearifan local yang dimiliki oleh masyarakat


mampu untuk tetap menjaga ekosistem lingkungan. Bahwa pantangan-pantangan
atau mitos yang ditelurkan oleh masyarakat ampuh untuk melindungi alam agar
tetap terjaga. Ini bukan berbicara takhayul, namun ada sebuah upaya untuk
kelestarian lingkungan yang lahir dari masyarakat berupa kearifan local.

Sejauh ini, restorasi yang dilakukan oleh para pencinta lingkungan nampaknya
hanya sebatas pemulihan, reklamasi, dan penanaman. Seharusnya ada sebuah
upaya yang dilakukan agar restorasi tidak hanya berhenti dan selesai sampai disitu.
Contohnya selama ini jika melakukan penanaman mangrove maka selesai
penanaman akan ditinggalkan begitu saja tanpa ada konservasi lanjut yang
dilakukan. Contoh lain jika melakukan penanaman pohon maka hanya menanam
saja, setelah itu tidak ada upaya pemeliharaan terhadap pohon tersebut karena
hanya dibiarkan tanpa dirawat dan dipelihara.

Written By : Merry Christina


Mahasiswi Sosiologi UBB
ID Facebook. mey_mocca[At]yahoo.com

Sumber: http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Mengapa%20Ekosistem%20Hutan
%20Mangrove%20%28Hutan%20Bakau%29%20harus%20diselamatkan%20dari%20Kerusakan
%20Lingkungan&&nomorurut_artikel=269 diunduh 31 Maret 2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN

RESTORASI LINGKUNGAN
Nampaknya isu seputar lingkungan merupakan hal yang hangat untuk
diperbicangkan. Dimana seluruh kalangan berlomba-lomba untuk mendapatkan
label cinta lingkungan. Sejujurnya sebuah hal yang positif melakukan sebuah aksi
atau gerakan sadar dan peduli lingkungan. Tapi jangan merupakan upaya untuk
mendapatkan sesuatu, melakukan pencintraan, atau lain sebagainya.

Keseimbangan ekosistem lingkungan merupakan hal yang paling urgent untuk


menjadi perhatian kita bersama. Harapan untuk merasakan kembali hijaunya
Bangka Belitung yang dulu menjadi kerinduan semua elemen masyarakat. Mudah-
mudahan pemerintah memiliki inisiatif untuk melakukan sebuah upaya restorasi
yang berkelanjutan. Misalnya membuat undang-undang atau kebijakan peraturan
daerah tentang pemeliharaan lingkungan, mengkampanyekan sustainable society,
melembagakan kembali kearifan-kearifan local tradisional yang dulunya dimiliki oleh
masyarakat, edukasi konservasi terhadap anak-anak sekolah dan melahirkan
sebuah wisata yang mengajak turis local maupun mancanegara untuk melakukan
penanaman disetiap jengkal daratan yang rusak kemudian melakukan pungutan
uang pemeliharaan terhadap tanaman tersebut sehingga mendapatkan perawatan.
Ada sebuah kenang-kenangan yang mereka tinggalkan saat meninggalkan Bangka
Belitung dan saat mereka kembali, mereka masih dapat melihat tanaman mereka.
Ini juga merupakan sebuah upaya agar mereka bisa kembali datang berkunjung ke
Bangka Belitung.

Pengelolaan dan pemeliharaan lingkungan alam jangan hanya dipandang dalam


kacamata yang saling berbenturan dengan kepentingan ekonomi. Upaya-upaya
pengelolaan harus dilihat dalam kerangka keharmonisan, baik keharmonisan antar
satu generasi dengan generasi selanjutnya. Pada saat ini kita harus sudah mulai
membangun kesadaran ekologis, yaitu kesadaran lingkungan untuk mewujudkan
keberlanjutan lingkungan hidup bagi generasi mendatang.

Written By : Merry Christina


Mahasiswi Sosiologi UBB
ID Facebook. mey_mocca[At]yahoo.com

Sumber: http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Mengapa%20Ekosistem%20Hutan
%20Mangrove%20%28Hutan%20Bakau%29%20harus%20diselamatkan%20dari%20Kerusakan
%20Lingkungan&&nomorurut_artikel=269 diunduh 31 Maret 2012
KELESTARIAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN

UPAYA PELESTARIAN MANGROVE


Tanaman mangrove mempunyai fungsi yang sangat penting secara ekologi dan
ekonomi, baik untuk masyarakat lokal, regional, nasional maupun global.
Dengan demikian, keberadaan sumber daya mangrove perlu diatur dan ditata
pemanfaatannya secara bertanggung jawab sehingga kelestariannya dapat
dipertahankan. Inoue et al. (1999) melaporkan bahwa di Indonesia terdapat sekitar
75 spesies vegetasi mangrove yang tersebar di 27 propinsi.

Menurut Suryati et al. (2001), beberapa vegetasi mangrove seperti Osbornia


octodonta, Exoecaria agalocha, Acanthus ilicifolius, Avicennia alba, Euphatorium
inulifolium, Carbera manghas, dan Soneratia caseolaris mengandung zat bioaktif
yang dapat dijadikan bahan untuk penanggulangan penyakit bakteri pada budi daya
udang windu (Suryati, E., Gunarto, Rosmiati, A. Panrerengi, dan A. Tenriulo. 2001.
Pemanfaatan bioaktif tanaman mangrove untuk mereduksi penyakit pada budi daya udang
windu. Laporan Hasil Penelitian Tahun 2001. Balai Penelitian Perikanan Pantai, Maros).

Daerah pantai termasuk mangrove mendapat tekanan yang tinggi akibat


perkembangan infrastuktur, pemukiman, pertanian, perikanan, dan industri, karena
60% dari penduduk Indonesia bermukim di daerah pantai. Diperkirakan sekitar
200.000 ha mangrove di Indonesia mengalami kerusakan setiap tahun (Inoue, Y., O.
Hadiyati, H.M. Afwan Affendi, K. R. Sudarma, and I.N. Budiana. 1999. Sustainable
management models for mangrove forest. Japan International Cooperation Agency, hlm.
46).
Fungsi mangrove sangat strategis, semakin meluasnya kerusakan yang terjadi,
mendorong beragam upaya pelestarian mangrove dilakukan dengan berbagai cara.
Dalam budi daya udang, misalnya, harus diterapkan teknik budi daya yang ramah
mangrove, artinya dalam satu hamparan tambak harus ada hamparan mangrove
yang berfungsi sebagai biofilter dan tandon air sebelum air masuk ke petakan
tambak. Upaya penghutanan kembali tepi perairan pantai dan sungai dengan
tanaman mangrove perlu dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat,
seperti yang dilakukan oleh masyarakat Tongke-Tongke, Sulawesi Selatan.
Untuk meningkatkan produktivitas mangrove tanpa merusak keberadaannya dapat
dikembangkan budi daya sistem silvo-fishery misalnya untuk pematangan atau
penggemukan kepiting bakau, pentokolan benur windu, pendederan nener bandeng,
dan pembesaran nila merah. Di perairan sungai di kawasan mangrove dapat
dijadikan lahan budi daya ikan dengan sistem karamba apung terutama untuk ikan
kakap, kerapu lumpur, nila merah, dan bandeng.

Sumber: http://www.freewebs.com/irwantomangrove/mangrove_konservasi.pdf diunduh 31


Maret 2012
KELESTARIAN
LINGKUNGAN

Вам также может понравиться