Вы находитесь на странице: 1из 130

1

CARA PEMERIKSAAN
NEUROLOGI
Tinjauan Mata Kuliah

: Cara pemeriksaan Anamnesis.


: Cara pemeriksaan Kesadaran.
: Cara pemeriksaan Rangsang Meningeal.
: Cara pemeriksaan Saraf Kranialis.
: Cara pemeriksaan sistim Motorik.
: Cara pemeriksaan sistim Sensorik.
: Cara pemeriksaan Refleks.
Isi Anamnesa
2

Keluhan Utama
Riwayat Penyakit sekarang / kronologis
penyakitnya
Riwayat penyakit dahulu (RPD)
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat alergi
Kebiasaan pasien
CARA MELAKUKAN
3
ANAMNESIS .
ANAMNESIS yang baik membawa kita menempuh
setengah jalan kearah diagnosis yang tepat .

Biasanya pengambilan anamnesis mengikuti 2 pola


umum yaitu:

Pasien dibiarkan secara bebas mengemukakan


semua keluhan serta kelainan yang dideritanya.

Pemeriksa ( dokter ) membimbing pasien


mengemukakan keluhannya atau kelainannya
dengan jalan mengajukan pertanyaan tertuju.
CARA MELAKUKAN ANAMNESIS
4

Keluhan utamanya yaitu keluhan yang


mendorong pasien datang berobat ke
dokter.

Kemudian ditelusuri tiap keluhan dengan


mencari Riwayat penyakit yang sedang
dideritanya.

Mulai timbulnya

Krononologi timbulnya gejala gejala.


CARA MELAKUKAN ANAMNESIS

5
Perjalanan penyakitnya dimana perlu ditanyakan :

Lokalisasi keluhan atau kelainan.


Bagaimana sifat keluhan atau kelainan?
Seberapa kerasnya keluhan atau seberapa
besarnya kelainan itu?
Kapan timbulnya dan bagaimana perjalanan
selanjutnya.
Bagaimana mula timbulnya?
Faktor-faktor apakah yang meringankan atau
memperberat keluhan, gejala atau kelainan?
Gejala gejala atau tanda tanda patologik
apakah yang menyertai /mengiringinya?
CARA PEMERIKSAAN
7
KESADARAN .
PEMERIKSAAN KESADARAN:
kwantitatif
kwalitatif.

Cara kwantitatif dengan menggunakan Glasgow


Coma Scale dipandang lebih baik karena
beberapa hal.
Dapat dipercaya.
Sangat teliti dan dapat membedakan kelainannya
hingga tidak terdapat banyak perbedaan antara dua
penilai ( obyektif ).
Dengan sedikit latihan dapat juga digunakan oleh
perawat sehingga observasi mereka lebih cermat.
CARA PEMERIKSAAN KESADARAN .

CARA PEMERIKSAAN KWANTITATIF


(GLASGOW COMA SCALE )

MEMBUKA MATA.
RESPONS VERBAL ( BICARA ).
RESPONS MOTORIK ( GERAKAN ).
PENILAIAN GLASSGOW COMA
9
SCALE (GCS)
TAMPAKAN SKALA NILAI
EYE OPENING SPONTAN 4

DIPANGGIL 3

RANGSANG NYERI 2

TIDAK ADA RESPONSE 1


(DIAM)
10
PENILAIAN GLASSGOW COMA
11
SCALE (GCS)
TAMPAKAN SKALA NILAI
VERBAL ORIENTASI BAIK 5
RESPONSE
JAWABAN KACAU 4

KATA-KATA TIDAK 3
PATUT
(INAPPROPRIATE)
BUNYI TAK BERARTI 2
INCOMPREHENSIBLE

TIDAK BERSUARA 1
PENILAIAN GLASSGOW COMA
12
SCALE (GCS)
MOTOR SESUAI PERINTAH 6
RESPONSE
LOKALISASI NYERI 5

REAKSI PADA NYERI 4

FLEKSI (DEKORTIKASI) 3

EKSTENSI 2
(DESEREBRASI)
TIDAK ADA RESPONSE 1
(DIAM)
13
14
CARA PEMERIKSAAN
RANGSANG MENINGEAL .
20

KAKU KUDUK.
Pemeriksaan dilakukan sbb:
Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah
kepala pasien yang sedang berbaring,
kemudian kepala ditekukkan ( fleksi) dan
diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama
penekukan diperhatikan adanya tahanan.
Bila terdapat kaku kuduk, kita dapatkan
tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.
Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat
CARA PEMERIKSAAN
RANGSANG MENINGEAL .
21

KERNIG SIGN.
Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang
berbaring difleksikan pahanya pada
persendian panggul sampai membuat sudut
90 derajat. Setelah itu tungkai bawah
diekstensikan pada persendian lutut sampai
membentuk sudut lebih dari 135 derajat
terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan
rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut
135 derajat , maka dikatakan kernig sign
positif.
22
CARA PEMERIKSAAN
RANGSANG MENINGEAL .
23

BRUDZINSKI SIGN.
Ini meliputi :
Tanda leher menurut Brudzinski,
Tanda tungkai kontralateral menurut
Brudzinski,
Tanda pipi menurut Brudzinski,
Tanda simfisis pubis menurut Brudzinski
CARA PEMERIKSAAN
RANGSANG MENINGEAL .
24

Tanda Leher menurut Brudzinski


Pasien berbaring dalam sikap terlentang,
dengan tangan yang ditempatkan dibawah
kepala pasien yang sedang berbaring , tangan
pemeriksa yang satu lagi sebaiknya
ditempatkan didada pasien untuk mencegah
diangkatnya badan kemudian kepala pasien
difleksikan sehingga dagu menyentuh dada.
Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala
disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut
dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.
25
CARA PEMERIKSAAN
RANGSANG MENINGEAL .
26

Tanda tungkai kontra lateral menurut


Brudzinski.
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang
akan dirangsang diextensikan pada sendi
lutut, kemudian tungkai atas difleksikan
pada sendi panggul.
Bila timbul gerakan secara reflektorik
berupa fleksi tungkai kontralateral pada
sendi lutut dan panggul ini menandakan
test ini postif.
27
CARA PEMERIKSAAN
RANGSANG MENINGEAL .
28

Tanda pipi menurut Brudzinski.


Penekanan pada pipi kedua sisi tepat
dibawah os zygomaticus akan disusul
oleh gerakan fleksi secara reflektorik
dikedua siku dengan gerakan reflektorik
keatas sejenak dari kedua lengan.
CARA PEMERIKSAAN
RANGSANG MENINGEAL .
29

Tanda simfisis pubis menurut


Brudzinski.

Penekanan pada simfisis pubis akan


disusul oleh timbulnya gerakan fleksi
secara reflektorik pada kedua tungkai
disendi lutut dan panggul.
CARA PEMERIKSAAN
RANGSANG MENINGEAL .
30

Tanda Lasegue.
Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang
berbaring lalu kedua tungkai diluruskan
( diekstensikan ) , kemudian satu tungkai diangkat
lurus, difleksikan pada persendian panggulnya.
Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam
keadaan ekstensi ( lurus ) .
Keadaan normal dapat mencapai sudut 70 derajat
sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah
timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70
derajat maka disebut tanda Lasegue positif.
Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya
diambil patokan 60 derajat.
31
32
CARA PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.

33

SARAF OTAK I ( NERVUS


OLFAKTORIUS ).

Tujuan pemeriksaan : untuk


mendeteksi adanya gangguan
menghidu, selain itu untuk
mengetahui apakah gangguan
tersebut disebabkan oleh gangguan
saraf atau penyakit hidung lokal.
CARA PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.

SARAF OTAK I ( NERVUS OLFAKTORIUS ).


34

Cara pemeriksaan.

Salah satu hidung pasien ditutup, dan pasien


diminta untuk mencium bau-bauan tertentu
yang tidak merangsang .
Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu
dengan jalan menutup lubang hidung yang
lainnya dengan tangan. Sebelumnya periksa
lubang hidung apakah ada sumbatan atau
kelainan setempat, misalnya ingus atau polip.

Contoh bahan yang sebaiknya dipakai


adalah : teh, kopi, tembakau, sabun, jeruk.
CARA PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.

SARAF OTAK I ( NERVUS OLFAKTORIUS ).


35

Anosmia adalah hilangnya daya penghiduan.


Hiposmia adalah bila daya ini kurang tajam
Hiperosmia adalah daya penghiduan yang terlalu
peka.
Parosmia
Parosmi adalah gangguan penghiduan bilamana
tercium bau yang tidak sesuai misalnya minyak kayu
putih tercium sebagai bau bawang goreng.
Jika parosmia dicirikan oleh modalitas olfaktorik yang
tidak menyenangkan, tapi bau yang memuakan
seperti bacin , pesing dsb, maka digunakan istilah lain
yaitu kakosmia.
Baik dalam hal parosmia maupun kakosmia adanya
perangsangan olfaktorik merupakan suatu kenyataan,
hanya pengenalan nya saja tidak sesuai, tetapi bila
tercium suatu modalitas olfaktorik tanpa adanya
perangsangan maka kesadaran akan suatu jenis bau
ini adalah halusinasi, yaitu halusinasi olfaktorik.
36
CARA PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.

37

SARAF OTAK II ( NERVUS OPTIKUS ).

Tujuan pemeriksaan :
Untuk mengukur ketajaman
penglihatan ( visus) dan
menentukan apakah kelainan pada
penglihatan disebabkan oleh
kelainan okuler lokal atau oleh
kelainan saraf.
Untuk mempelajari lapang pandang.
CARA PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.

SARAF OTAK II ( NERVUS OPTIKUS ).


38

Cara pemeriksaan.

1. pemeriksaan penglihatan ( visus )


Ketajaman penglihatan diperiksa dengan :

membandingkan ketajaman penglihatan


pemeriksa dengan jalan pasien disuruh melihat
benda yang letaknya jauh misal jam didinding,
membaca huruf di buku atau koran.

melakukan pemeriksaan dengan menggunakan


kartu Snellen. Pasien diminta untuk melihat
huruf huruf sehingga tiap huruf dilihat pada
jarak tertentu.
CARA PEMERIKSAAN SARAF
KRANIALIS.

39
SARAF OTAK II ( NERVUS OPTIKUS ).

menggunakan jari jari yang digerakkan harus dapat


dilihat dalam jarak 60 meter.
contoh visus = 2/60 pasien hanya dapat melihat
pergerakan jari pada jarak 2 meter

Untuk gerakan tangan harus tampak pada jarak 300


meter. Jika kemampuannya hanya sampai membedakan
adanya gerakan , maka visusnya ialah 1/300. Contoh
Visus = 3/300 pasien hanya dapat melihat pergerakan
tangan pada jarak 3 meter.

Namun jika hanya dapat membedakan antara gelap dan


terang maka visus nya 1/~, bila dengan sinar lampu
masih belum dapat melihat maka dikatakan visus pasien
tersebut adalah nol. Bila hendak melakukan pemeriksaan
pada mata kanan maka mata kiri harus ditutup dengan
telapak tangan kanan dan sebaliknya.
CARA PEMERIKSAAN SARAF
KRANIALIS.

40
SARAF OTAK II ( NERVUS OPTIKUS ).

Bila terdapat gangguan ketajaman


penglihatan apakah gangguan ketajaman
penglihatan yang disebabkan oleh
kelainan oftalmologik ( bukan saraf )
misalnya kornea, uveitis, katarak dan
kelainan refraksi maka dengan
menggunakan kertas yang berlubang kecil
dapat memberikan kesan adanya faktor
refraksi dalam penurunan visus, bila
dengan melihat melalui lubang kecil huruf
bertambah jelas maka faktor yang
berperan mungkin gangguan refraksi.
SARAF OTAK II ( NERVUS OPTIKUS ).

41
pemeriksaan lapang pandang.
Metode Konfrontasi dari Donder (paling
mudah ).
Dalam hal ini pasien duduk atau berdiri
kurang lebih jarak 1 meter dengan
pemeriksa, Jika kita hendak memeriksa
mata kanan maka mata kiri pasien harus
ditutup, misalnya dengan tangannya
pemeriksa harus menutup mata
kanannya.
Kemudian pasien disuruh melihat terus
pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa
harus selalu melihat ke mata kanan
pasien.
SARAF OTAK II ( NERVUS OPTIKUS ).

42

pemeriksaan lapang pandang.


Setelah pemeriksa menggerakkan jari
tangannya dibidang pertengahan antara
pemeriksa dan pasien dan gerakan dilakukan
dari arah luar ke dalam. Jika pasien mulai
melihat gerakan jari jari pemeriksa , ia
harus memberitahu, dan hal ini dibandingkan
dengan pemeriksa, apakah iapun telah
melihatnya. Bila sekiranya ada gangguan
lapangan penglihatan ( visual field ) maka
pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan
tersebut.Gerakan jari tangan ini dilakukan
dari semua jurusan dan masing masing mata
harus diperiksa.
SARAF OTAK II ( NERVUS OPTIKUS ).
43
pemeriksaan lapang pandang.

SKOTOMA : ada bagian bagian visual field yang


buta dimana pasien tidak dapat melihatnya.

Skotoma positif : tanpa diperiksa pasien sudah


merasa adanya skotoma.

Skotoma negatif: dengan diperiksa pasien baru


merasa adanya skotoma.

Macam macam gangguan visual field antara lain.


hemianopsia ( temporal; nasal ; bitemporalis ; binasal
).
homonymous hemianopsia.
homonymous quadrantanopsia.
total blindness dsb
44
45
46
47
48
49
SARAF OTAK III,IV,VI (NERVUS
OKULOMOTORIUS,TROKLEARIS,ABDUSENS)
50

Fungsi N III,IV,VI saling berkaitan dan


diperiksa bersama sama .
Fungsinya ialah menggerakkan otot mata
ekstraokuler dan mengangkat kelopak
mata. Serabut otonom N III mengatur otot
pupil.

Cara pemeriksaan.
Terdiri dari:
pemeriksaan gerakan bola mata.
pemeriksaan kelopak mata.
pemeriksaan pupil.
SARAF OTAK III,IV,VI (NERVUS
OKULOMOTORIUS,TROKLEARIS,ABDUSENS)
51

1.Pemeriksaan gerakan bola mata.


Lihat ada/tidaknya nystagmus ( gerakan bola
mata diluar kemauan pasien).
Pasien diminta untuk mengikuti gerakan tangan
pemeriksa yang digerakkan kesegala jurusan.
Lihat apakah ada hambatan pada pergerakan
matanya. Hambatan yang terjadi dapat pada satu
atau dua bola mata.
Pasien diminta untuk menggerakan sendiri bola
matanya.

2.Pemeriksaan kelopak mata:


Membandingkan celah mata/fissura palpebralis
kiri dan kanan . Ptosis adalah kelopak mata yang
menutup.
SARAF OTAK III,IV,VI (NERVUS
OKULOMOTORIUS,TROKLEARIS,ABDUSENS)
52

3. Pemeriksaan pupil
Lihat diameter pupil, normal besarnya 3 mm.

Bandingkan kiri dengan kanan ( isokor atau anisokor ).

Lihat bentuk bulatan pupil teratur atau tidak.

Pemeriksaan refleks pupil:


refleks cahaya.
Direk/langsung : cahaya ditujukan seluruhnya kearah
pupil.
Normal , akibat adanya cahaya maka pupil akan mengecil
( miosis ).
Perhatikan juga apakah pupil segera miosis, dan apakah
ada pelebaran kembali yang tidak terjadi dengan segera.
Indirek/tidak langsung: refleks cahaya konsensuil. Cahaya
ditujukan pada satu pupil, dan perhatikan pupil sisi yang
lain.
SARAF OTAK III,IV,VI (NERVUS
OKULOMOTORIUS,TROKLEARIS,ABDUSENS)
53

refleks akomodasi.
caranya : pasien diminta untuk melihat telunjuk
pemeriksa pada jarak yang cukup jauh, kemudian
dengan tiba tiba dekatkanlah pada pasien lalu
perhatikan reflek konvergensi pasien dimana
dalam keadaan normal kedua bola mata akan
berputar kedalam atau nasal.
Reflek akomodasi yang positif pada orang normal
tampak dengan miosis pupil.

refleks ciliospinal.
rangsangan nyeri pada kulit kuduk akan memberi
midriasis ( melebar ) dari pupil homolateral.
keadaan ini disebut normal.
SARAF OTAK III,IV,VI (NERVUS
OKULOMOTORIUS,TROKLEARIS,ABDUSENS)
54

refleks okulosensorik.

rangsangan nyeri pada bola mata/daerah


sekitarnya, normal akan memberikan
miosis atau midriasis yang segera
disusul miosis.
refleks terhadap obat-obatan.
Atropine dan skopolamine akan
memberikan pelebaran pupil/midriasis.
Pilocarpine dan acetylcholine akan
memberikan miosis.
SARAF OTAK V ( NERVUS TRIGEMINUS ).
55

Cara pemeriksaan.
Pemeriksaan motorik.

pasien diminta merapatkan gigi sekuatnya, kemudian


meraba m . masseter dan m. Temporalis. Normalnya
kiri dan kanan kekuatan, besar dan tonus nya sama .
pasien diminta membuka mulut dan memperhatikan
apakah ada deviasi rahang bawah, jika ada
kelumpuhan maka dagu akan terdorong kesisi lesi.
Sebagai pegangan diambil gigi seri atas dan bawah
yang harus simetris.Bila terdapat parese disebelah
kanan , rahang bawah tidak dapat digerakkan
kesamping kiri. Cara lain pasien diminta
mempertahankan rahang bawahnya kesamping dan
kita beri tekanan untuk mengembalikan rahang
bawah keposisi tengah.
SARAF OTAK V ( NERVUS TRIGEMINUS ).

56

Cara pemeriksaan.
Pemeriksaan sensorik.
Dengan kapas dan jarum dapat diperiksa rasa
nyeri dan suhu, kemudian lakukan
pemeriksaan pada dahi, pipi dan rahang
bawah.
Pemeriksaan refleks.
a. Refleks kornea ( asal dari sensorik Nervus
V).

Kornea disentuh dengan kapas, bila normal pasien


akan menutup matanya atau
menanyakan apakah pasien dapat merasakan.
SARAF OTAK V ( NERVUS TRIGEMINUS ).
b. Refleks masseter / Jaw reflex ( berasal dari motorik
60 Nervus V).

Dengan menempatkan satu jari pemeriksa melintang pada


bagian tengah dagu, lalu
pasien dalam keadaan mulut setengah membuka dipukul
dengan hammer refleks
normalnya didapatkan sedikit saja gerakan, malah kadang
kadang tidak ada. Bila ada gerakan nya hebat yaitu
kontraksi m.masseter, m. temporalis, m pterygoideus
medialis yang menyebabkan mulut menutup ini disebut
refleks meninggi.

c. Refleks supraorbital.
supraorbital

Dengan mengetuk jari pada daerah supraorbital,


normalnya akan menyebabkan mata menutup homolateral
(tetapi sering diikuti dengan menutupnya mata yang
lain ).
SARAF OTAK VII ( NERVUS FASIALIS ).
61

Pemeriksaan fungsi motorik.


Pasien diperiksa dalam keadaan istirahat. Perhatikan
wajah pasien kiri dan kanan apakah simetris atau tidak.
Perhatikan juga lipatan dahi, tinggi alis, lebarnya celah
mata, lipatan kulit nasolabial dan sudut mulut.Kemudian
pasien diminta untuk menggerakan wajahnya antara
lain:

Mengerutkan dahi, dibagian yang lumpuh lipatannya tidak


dalam.
Mengangkat alis
Menutup mata dengan rapat dan dicoba buka dengan tangan
pemeriksa.
Moncongkan bibir atau menyengir.
Suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung
tekan kiri dan kanan apakah sama kuat . Bila ada
kelumpuhan maka angin akan keluar kebagian sisi yang
lumpuh.
62
SARAF OTAK VII ( NERVUS
FASIALIS ).
63

Pemeriksaan fungsi sensorik.


Dilakukan pada 2/3 bagian lidah depan. Pasien disuruh
untuk menjulurkan lidah , kemudian pada sisi kanan dan
kiri diletakkan gula, asam,garam atau sesuatu yang pahit.
Pasien cukup menuliskan apa yang terasa diatas secarik
kertas.
Bahannya adalah:Glukosa 5 %, Nacl 2,5 %, Asam sitrat 1
%, Kinine 0,075 %.

Sekresi air mata.


Dengan menggunakan Schirmer test ( lakmus merah )
Ukuran : 0,5 cm x 1,5 cm
Warna berubah menjadi Biru : Normal: 10 15 mm ( lama
5 menit ).
SARAF OTAK VIII ( NERVUS KOKHLEARIS,
NERVUS VESTIBULARIS
64

Pemeriksaan N. Kokhlearis.
Fungsi N. Kokhlearis adalah untuk pendengaran.
a. Pemeriksaan Weber.
Maksud nya membandingkan transportasi
melalui tulang ditelinga kanan dan kiri
pasien.Garpu tala ditempatkan didahi pasien,
pada keadaan normal kiri dan kanan sama keras
( pasien tidak dapat menentukan dimana yang
lebih keras ).

Pendengaran tulang mengeras bila pendengaran


udara terganggu, misal: otitis media kiri , pada
test weber terdengar kiri lebih keras. Bila
terdapat nerve deafness disebelah kiri , pada
test weber dikanan terdengar lebih keras .
65
SARAF OTAK VIII ( NERVUS KOKHLEARIS,
NERVUS VESTIBULARIS
66

Pemeriksaan N. Kokhlearis.
b. Pemeriksaan Rinne.
Maksudnya membandingkan pendengaran
melalui tulang dan udara dari pasien.
Pada telinga yang sehat, pendengaran
melalui udara didengar lebih lama dari pada
melalui tulang.
Garpu tala ditempatkan pada planum mastoid
sampai pasien tidak dapat mendengarnya
lagi. Kemudian garpu tala dipindahkan
kedepan meatus eksternus. Jika pada posisi
yang kedua ini masih terdengar dikatakan
test positip.
Pada orang normal test Rinne ini positif. Pada
Conduction deafness test Rinne negatif.
67
SARAF OTAK VIII ( NERVUS KOKHLEARIS,
NERVUS VESTIBULARIS
68

Pemeriksaan N. Kokhlearis.
Fungsi N. Kokhlearis adalah untuk pendengaran.

c. Pemesiksaan Schwabach.
Pada test ini pendengaran pasien dibandingkan dengan
pendengaran pemeriksa yang dianggap normal. Garpu
tala dibunyikan dan kemudian ditempatkan didekat
telinga pasien. Setelah pasien tidak mendengarkan
bunyi lagi, garpu tala ditempatkan didekat telinga
pemeriksa. Bila masih terdengar bunyi oleh pemeriksa,
maka dikatakan bahwa Schwabach lebih pendek ( untuk
konduksi udara ). Kemudian garpu tala dibunyikan lagi
dan pangkalnya ditekankan pada tulang mastoid pasien.
Disuruh ia mendengarkan bunyinya. Bila sudah tidak
mendengar lagi maka garpu tala diletakkan ditulang
mastoid pemeriksa. Bila pemeriksa masih
mendengarkan bunyinya maka dikatakan Schwabach
( untuk konduksi tulang ) lebih pendek.
Test Pendengaran dengan garputala 512 MHz

Normal Tuli Konduktif Tuli Sensorik


69 Kiri ** Kiri **

Weber Ki = Ka >Telinga sakit >Telinga


Ki > Ka Normal
Ka > Ki
Rinne Udara > Tulang > Tulang &
Tulang Udara Udara **
(+) (-) (-)
Scwabach Membanding Hantaran Hantaran
kan : Pasien tulang udara
& Dokter memendek memendek

** Terganggu
Pemeriksaan N. Vestibularis.
a. Pemeriksaan dengan test kalori.
70
Bila telinga kiri didinginkan ( diberi air dingin )
timbul nystagmus kekanan. Bila telinga kiri
dipanaskan ( diberi air panas ) timbul nystagmus
kekiri. Nystagmus ini disebut sesuai dengan
fasenya yaitu : fase cepat dan fase pelan, misalnya
nystagmus kekiri berarti fase cepat kekiri.
Bila ada gangguan keseimbangan maka perubahan
temperatur dingin dan panas memberikan reaksi.

b. Pemeriksaan past pointing test.


Pasien diminta menyentuh ujung jari pemeriksa
dengan jari telunjuknya, kemudian dengan mata
tertutup pasien diminta untuk mengulangi.
Normalnya pasien harus dapat melakukannya.
Pemeriksaan N. Vestibularis.
.
71 c. Test Romberg .
Pada pemeriksaan ini pasien berdiri dengan kaki
yang satu didepan kaki yang lainnya. Tumit kaki
yang satu berada didepan jari kaki yang lainnya,
lengan dilipat pada dada dan mata kemudian
ditutup. Orang yang normal mampu berdiri dalam
sikap Romberg yang dipertajam selama 30 detik
atau lebih.

d. Test melangkah ditempat ( Stepping test ).


Pasien disuruh berjalan ditempat, dengan mata
tertutup , sebanyak 50 langkah dengan kecepatan
seperti jalan biasa.Selama test ini pasien diminta
untuk berusaha agar tetap ditempat dan tidak
beranjak dari tempatnya selama test berlangsung.
Dikatakan abnormal bila kedudukan akhir pasien
beranjak lebih dari 1 meter dari tempatnya semula,
atau badan terputar lebih dari 30 derajat.
SARAF OTAK IX & X( NERVUS
GLOSOFARINGEUS & NERVUS VAGUS)
72

Cara pemeriksaan:
Pasien diminta untuk membuka mulut dan
mengatakan huruf a . Jika ada gangguan
maka otot stylopharyngeus tak dapat terangkat
dan menyempit dan akibatnya rongga hidung
dan rongga mulut masih berhubungan sehingga
bocor. Jadi pada saat mengucapkan huruf a
dinding pharynx terangkat sedang yang lumpuh
tertinggal, dan tampak uvula tidak simetris
tetapi tampak miring tertarik kesisi yang sehat.
Pemeriksa menggoreskan atau menyentuh
dinding pharynx kanan dan kiri dan bila ada
gangguan sensibilitas maka tidak terjadi refleks
muntah.
SARAF OTAK XI ( NERVUS
AKSESORIUS ).
73

Cara pemeriksaan.
Memeriksa tonus dari m. Trapezius.
Dengan menekan pundak pasien dan
pasien diminta untuk mengangkat
pundaknya.
Memeriksa m. Sternocleidomastoideus.
Pasien diminta untuk menoleh kekanan dan
kekiri dan ditahan oleh pemeriksa ,
kemudian dilihat dan diraba tonus dari m.
Sternocleidomastoideus.
SARAF OTAK XII ( NERVUS
HIPOGLOSUS ).
74

Cara pemeriksaan.
Dengan adanya gangguan pergerakan lidah, maka kata-

kata tidak dapat diucapkan dengan baik hal demikian


disebut: dysarthria.
Dalam keadaan diam lidah tidak simetris, biasanya

tergeser kedaerah lumpuh karena tonus disini menurun.


Bila lidah dijulurkan maka lidah akan membelok kesisi

yang sakit.
Melihat apakah ada atrofi atau fasikulasi pada otot

lidah .
Kekuatan otot lidah dapat diperiksa dengan menekan

lidah kesamping pada pipi dan dibandingkan


kekuatannya pada kedua sisi pipi.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
75

Pemeriksaan sistim motorik sebaiknya


dilakukan dengan urutan urutan tertentu
untuk menjamin kelengkapan dan
ketelitian pemeriksaan.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.

76
1. Pengamatan.
Gaya berjalan dan tingkah laku.

Simetri tubuh dan ektremitas.

Kelumpuhan badan dan anggota gerak. dll.

2. Gerakan Volunter.
Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas
permintaan pemeriksa, misalnya:
Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu.
Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti.
Mengepal dan membuka jari-jari tangan.
Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul.
Fleksi dan ekstensi artikulus genu.
Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki.
Gerakan jari- jari kaki.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.
77

3. Palpasi otot.
Pengukuran besar otot.

Nyeri tekan.

Kontraktur.

Konsistensi ( kekenyalan ).

Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada.

Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal:


meningitis, HNP.
Kelumpuhan jenis UMN ( spastisitas ).
Gangguan UMN ekstrapiramidal ( rigiditas ).
Kontraktur otot.

Konsistensi otot yang menurun terdapat pada.


Kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot.
Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di motor end plate.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.

78
4. Perkusi otot.
Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi

yang bersifat setempat dan berlangsung


hanya 1 atau 2 detik saja.
Miodema : penimbunan sejenak tempat yang

telah diperkusi ( biasanya terdapat pada


pasien mixedema, pasien dengan gizi buruk ).

Miotonik : tempat yang diperkusi menjadi


cekung untuk beberapa detik oleh karena
kontraksi otot yang bersangkutan lebih lama
dari pada biasa.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.

79

5. Tonus otot.
Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang
hendak diperiksa kemudian ekstremitas tersebut
kita gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi
siku dan lutut . Pada orang normal terdapat
tahanan yang wajar.

Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali


( dijumpai pada kelumpuhan LMN).
Hipotoni : tahanan berkurang.
Spastik : tahanan meningkat dan terdapat
pada awal gerakan , ini dijumpai pada
kelumpuhan UMN.
Rigid : tahanan kuat terus menerus
selama gerakan misalnya pada Parkinson.
80
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.

81

6. Kekuatan otot.
Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot,

untuk memeriksa kekuatan otot ada dua


cara:
Pasien disuruh menggerakkan bagian
ekstremitas atau badannya dan pemeriksa
menahan gerakan ini.
Pemeriksa menggerakkan bagian
ekstremitas atau badan pasien dan ia
disuruh menahan.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.

Cara menilai kekuatan otot :


82

Dengan menggunakan angka dari 0-5.


0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh
total.
1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak
didapatkan
gerakan pada persendiaan yang harus digerakkan
oleh
otot tersebut.
2 : Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu
melawan gaya berat ( gravitasi ).
3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula
mengatasi sedikit tahanan yang diberikan.
5 : Tidak ada kelumpuhan ( normal ).
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.
84 Anggota gerak atas.
Pemeriksaan otot oponens digiti kuinti ( C7,C8,T1,saraf ulnaris)
Pemeriksaan otot aduktor policis ( C8,T1 , saraf ulnaris ).
Pemeriksaan otot interosei palmaris ( C8,T1,saraf ulnaris ).
Pemeriksaan otot interosei dorsalis ( C8,T1, saraf ulnaris ).
Pemeriksaan abduksi ibu jari.
Pemeriksaan otot ekstensor digitorum (C7,8,saraf radialis ).
Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian atas ( C5-C8).
Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian bawah ( C5-C8).
Pemeriksaan otot latisimus dorsi ( C5-C8, saraf subskapularis).
Pemeriksaan otot seratus aterior ( C5-C7,saraf torakalis ).
Pemeriksaan otot deltoid ( C5,C5, saraf aksilaris ).
Pemeriksaan otot biseps ( C5,C6, saraf muskulokutaneus ).
Pemeriksaan otot triseps ( C6-C8, saraf radialis ).
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.
85

Anggota gerak bawah.


Pemeriksaan otot kuadriseps femoris ( L2-
L4,saraf femoralis ).
Pemeriksaan otot aduktor ( L2-L4, saraf
obturatorius ).
Pemeriksaan otot kelompok hamstring (
L4,L5, S1,S2,saraf siatika ).
Pemeriksaan otot gastroknemius ( L5,S1,
S2,saraf tibialis ).
Pemeriksaan otot fleksor digitorum longus (
S1, S2, saraf tibialis
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.
86

7. Gerakan involunter.
Gerakan involunter ditimbulkan oleh gejala

pelepasan yang bersifat positif, yaitu


dikeluarkan aktivitas oleh suatu nukleus
tertentu dalam susunan ekstrapiramidalis
yang kehilangan kontrol akibat lesi pada
nukleus pengontrolnya. Susunan
ekstrapiramidal ini mencakup kortex
ekstrapiramidalis, nuklues kaudatus, globus
pallidus, putamen, corpus luysi, substansia
nigra, nukleus ruber, nukleus ventrolateralis
thalami substansia retikularis dan serebelum.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.

87

Tremor saat istirahat : disebut juga tremor


striatal, disebabkan lesi pada corpus
striatum ( nukleus kaudatus, putamen,
globus pallidus dan lintasan lintasan
penghubungnya ) misalnya kerusakan
substansia nigra pada sindroma Parkinson.
Tremor saat bergerak ( intensional ) :
disebut juga tremor serebellar, disebabkan
gangguan mekanisme feedback oleh
serebellum terhadap aktivitas kortes
piramidalis dan ekstrapiramidal hingga
timbul kekacauan gerakan volunter.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
88

Khorea : gerakan involunter pada ekstremitas,


biasanya lengan atau tangan, eksplosif, cepat
berganti sifat dan arah gerakan secara tidak
teratur, yang hanya terhenti pada waktu tidur.
Khorea disebabkan oleh lesi di corpus striataum,
substansia nigra dan corpus subthalamicus.
Athetose : gerakan involenter pada ektremitas,
terutama lengan atau tangan atau tangan yang
agak lambat dan menunjukkan pada gerakan
melilit lilit , torsi ekstensi atau torsi fleksi pada
sendi bahu, siku dan pergelangan tangan.
Gerakan ini dianggap sebagai manifestasi lesi di
nukleus kaudatus.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
89

Ballismus: gerakan involunter otot proksimal


ekstremitas dan paravertebra, hingga
menyerupai gerakan seorang yang
melemparkan cakram. Gerkaan ini
dihubungkan dengan lesi di corpus
subthalamicus, corpus luysi, area prerubral
dan berkas porel.
Fasikulasi: kontrasi abnormal yang halus dan
spontan pada sisa serabut otot yang masih
sehat pada otot yang mengalami kerusakan
motor neuron. Kontraksi nampak sebagai
keduten keduten dibawah kulit.
90
92
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
93

Myokimia: fasikulasi benigna. Frekwensi


keduten tidak secepat fasikulasi dan
berlangsung lebih lama dari fasikulasi.
Myokloni : gerakan involunter yang
bangkit tiba tiba cepat, berlangsung
sejenak, aritmik, dapat timbul sekali saja
atau berkali kali ditiap bagian otot skelet
dan pada setiap waktu, waktu bergerak
maupun waktu istirahat.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
94

8. Fungsi koordinasi.
Tujuan pemeriksaan ini untuk menilai

aktivitas serebelum. Serebelum adalah pusat


yang paling penting untuk mengintegrasikan
aktivitas motorik dari kortex, basal ganglia,
vertibular apparatus dan korda spinalis. Lesi
organ akhir sensorik dan lintasan lintasan
yang mengirimkan informasi ke serebelum
serta lesi pada serebelum dapat
mengakibatkan gangguan fungsi koordinasi
atau sering disebut Cerebellar sign
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
95

Macam-macam pemeriksaan Cerebellar


sign
Test telunjuk hidung.
Test jari jari tangan.
Test tumit lutut.
Test diadokinesia berupa: pronasi supinasi,
tapping jari tangan.
Test fenomena rebound.
Test mempertahankan sikap.
Test nistagmus.
Test disgrafia.
Test romberg.
96
97
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
98

Test romberg positif: baik dengan mata terbuka


maupun dengan mata tertutup , pasien akan
jatuh kesisi lesi setelah beberapa saat
kehilangan kestabilan ( bergoyang goyang ).
Pasien sulit berjalan pada garis lurus pada
tandem walking, dan menunjukkan gejala jalan
yang khas yang disebut celebellar gait
Pasien tidak dapat melakukan gerakan volunter
dengan tangan,lengan atau tungkai dengan
halus. Gerakan nya kaku dan terpatah-patah.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
99

Gait dan Station.


Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila keadaan
pasein memungkinkan untuk itu. Harus
diperhitungkan adanya kemungkinan kesalahan
interpretasi hasil pemeriksaan pada orang orang tua
atau penyandang cacat non neurologis. Pada saat
pasien berdiri dan berjalan perhatikan posture,
keseimbangan , ayunan tangan dan gerakan kaki
dan mintalah pasien untuk melakukan.
Jalan diatas tumit.
Jalan diatas jari kaki.
Tandem walking.
Jalan lurus lalu putar.
Jalan mundur.
Hopping.
Berdiri dengan satu kaki.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
100

Macam macam Gait:


Hemiplegik gait: gaya jalan dengan kaki yang lumpuh
digerakkan secara sirkumduksi.
Spastik ( scissors gait ): gaya jalan dengan sirkumduksi
kedua tungkai, misalnya spastik paraparese.
Tabetic gait: gaya jalan pada pasien tabes dorsalis.
Steppage gait: gaya jalan seperti ayam jago, pada
paraparese flaccid atau paralisis n. Peroneus.
Waddling gait: gaya berjalan dengan pantat dan
pinggang bergoyang berlebihan, khas untuk kelemahan
otot tungkai proksimal, misalnya otot gluteus.
Parkinsonian gait: gaya berjalan dengan sikap tubuh
agak membungkuk, kedua tungkai berfleksi sedikit
pada sendi lutut dan panggul. Langkah dilakukan
setengah diseret dengan jangkauan yang pendek-
pendek.
101
102
103
104
105
106
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
SENSORIK.
107

Jenis-Jenis pemeriksaan sensorik yang sering


digunakan.
1. Sensibilitas eksteroseptif atau protopatik.
Terdiri dari:
Rasa nyeri.
Rasa suhu
Rasa raba.
2.Sensibilitas proprioseptif.
rasa raba dalam.
3.Sensibilitas diskriminatif
daya untuk mengenal bentuk/ukuran.
daya untuk mengenal /mengetahui berat sesuatu
benda dsb.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
SENSORIK.
108

Tujuan pemeriksaan sensorik


Menetapkan adanya gangguan sensorik.
Mengetahui modalitasnya.
Menetapkan polanya.
Menyimpulkan jenis dan lokasi lesi yang
mendasari gangguan sensorik yang
akhirnya dinilai bersama sama dengan
pemeriksaan motorik , kesadaran dll.
109
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
SENSORIK.
110

Tahap Pemeriksaan.
Test untuk rasa raba halus.
Alat pemeriksa : kapas.
Cara pemeriksaan:
permukaan dientuh dengan ujung ujung kapas tersebut.

dari atas ke bawah/ sebaliknya.

Dibandingkan kanan dan kiri.

Yang perlu diingat:


Daerah lateral kurang peka dari medial.

Ada daerah-daerah erotogenik : leher, sekitar mammae,


genetalia.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM SENSORIK.
Tahap Pemeriksaan.
111

Test untuk rasa nyeri superficial.


Alat pemeriksa : jarum bundel

Cara pemeriksaan : jarum diletakkan tegak lurus dan cara


sama spt diatas.

Test untuk rasa suhu.


Alat pemeriksa :
Botol/tabung berisi air panas : suhu 40-45 derajat celcius.
Botol/tabung berisi air dingin : suhu 10-15 derajat celcius.

Cara pemeriksaan :
Botol botol tersebut harus kering betul.
Bagian tubuh yang tertutup pakaian lebih sensitif dari
bagian tubuh yang terbuka.
Pada orang tua sering dijumpai hipestesia yang fisiologik.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM SENSORIK.
Tahap Pemeriksaan.

112

Test untuk rasa sikap.


Alat pemeriksa : bagian tubuh pasien
sendiri.
Cara pemeriksaan :
Tempatkan salah satu lengan/tungkai pasien

pada suatu posisi tertentu, kemudian suruh


pasien untuk menghalangi pada lengan dan
tungkai.
Perintahkan untuk menyentuh dengan ujung

ujung telunjuk kanan, ujung jari kelingking


kiri dsb.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
SENSORIK. Tahap Pemeriksaan.
113

Test untuk rasa gerak/posisi sendi.


Alat pemeriksan : sendi sendi/jari jari
tangan kaki pasien
Cara pemeriksaan: pegang ujung jari
jempol kaki pasien dengan jari telunjuk dan
jempol jari tangan pemeriksa dan gerakkan
keatas kebawah maupun kesamping kanan
dan kiri, kemudian pasien diminta untuk
menjawab posisi ibu jari jempol nya berada
diatas atau dibawah atau disamping
kanan /kiri.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
SENSORIK. Tahap Pemeriksaan.
114

Test untuk rasa getar.


Alat pemeriksa : garpu tala
Cara pemeriksaan:
Garpu tala digetarkan dulu/diketuk pada
meja atau benda keras lalu letakkan
diatas ujung ibu jari kaki pasien dan
mintalah pasien menjawab untuk
merasakan ada getaran atau tidak dari
garputala tersebut.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
SENSORIK. Tahap Pemeriksaan.
115

Test untuk diskriminatif.


Alat pemeriksa : kunci, mata uang logam, kancing , jarum
bundel.

Cara pemeriksaan :
Rasa stereognosis.

Dengan mata tertutup pasien diminta untuk mengenal


benda benda yang disodorkan kepadanya.

Rasa diskriminasi 2 titik.


Lidah : 1 mm.
Ujung jari tangan : 2 7 mm.
Telapak tangan : 8 12 mm
Dorsum manus : 20-30 mm
Dada : 40 mm
Paha : 70 75 mm.
Jari kaki : 3 8 mm.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
SENSORIK. Tahap Pemeriksaan.
116

Test untuk diskriminatif.


Rasa Gramestesia.
Untuk mengenal angka, aksara, bentuk yang
digoreskan diatas kulit pasien,
misalnya ditelapak tangan pasien.

Rasa Barognosia.
Untuk mengenal berat suatu benda.
Rasa topognosia.
Untuk mengenal tempat pada tubuhnya yang
disentuh pasien.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
SENSORIK. Tahap Pemeriksaan.
117

Test untuk mengetahui lokalisasi rasa nyeri.


Tindakan untuk mengetahui adanya kelainan di
daerah tulang belakang servikal.
distraksi servikal.
kompresi servikal : tindakan Lhermitte.
tindakan valsava.
test menelan.
Tindakan dari Tinel: untuk mengetahui tanda
kesemuten akibat lesi susunan saraf
perifer.Dengan melakukan penekanan pada saraf
perifer:
Bila hasil ya: timbul rasa nyeri ini berarti terjadi lesi irritatif.
Bila hasil nya timbul kesemuten ini berarti adanya
regenerasi saraf perifer.
Modifikasi test Laseque yaitu:
Test dari Bragard :Straight Leg Raising Test
118
kemudian diikuti dengan dorsofleksi kaki .
Tanda laseque test akan positif pada derajat
yang lebih kecil.

Test dari OCONNEL = test laseque silang.


Nyeri timbul pada pangkal N. Ishiadikus
yang sehat pada waktu dilakukan SLRS test.

Bowtring Sign.
Penekanan pada fossa Poplitea diatas
N.ishiadikus menimbulkan rasa sakit
dipunggung atau kaki.
119

Test untuk membangkitkan rasa nyeri di sendi


panggul/sakroiliaka.
Test dari Patrick = F-AB-BR-E Sign.
Tumit / maleolus tungkai yang sakit diletakkan
pada tungkai yang lain kemudian diadakan
penekanan pada lutut yang difleksikan itu
kemudian timbul gerakan fleksi, abduksi, ekso
rotasi dan ekstensi dan ini akan menimbulkan
rasa nyeri di sendi panggul yang ada
kelainannya.
Test dari contra Patrick.
Dilakukan tindakan kebalikan dari test Patrick lalu
timbul pula rasa nyeri di sendi sakroiliaka.
Test Homan
120
Pasien dibaringkan terlentang dan tungkai
diluruskan lalu kaki didorsofleksikan pada sendi
pergelangan kaki lalu timbul rasa nyeri dibetis.
Pasien berbaring terlentang, tungkai diluruskan
lalu lakukan palpasi pada betis dan sekitarnya
kemudian timbul rasa nyeri.

Test dari NAFSIGER - VIETS.


Pasien terlentang /berdiri kemudian dilakukan
penekanan pada kedua v. Jugularis sampai pasien
merasa kepalanya penuh sekitar 1,5- 2,5 menit ,
bila tekanan intrakranial meningkat timbul rasa
nyeri radikuler yang makin bertambah.
Nomenklatur untuk pemeriksaan
121
sensorik.
Rasa eksteroseptif.

Hilangnya rasa raba : ANESTESIA.


Berkurangnya rasa raba : HIPESTESIA.
Berlebihnya rasa raba : HIPERTESIA.

Rasa Nyeri.
Hilangnya rasa nyeri : ANALGESIA.
Berkurangnya rasa nyeri : HIPALGESIA.
Berlebihnya rasa nyeri : HIPERGESIA.
122
Nomenklatur untuk pemeriksaan sensorik.
Rasa suhu.
Hilangnya rasa suhu :
THERMOANESTHESIA.
Berkurangnya rasa suhu : THERMOHIPESTHESIA.
Berlebihnya rasa suhu :
THERMOHIPERESTHESIA.

Rasa abnormal dipermukaan tubuh.


kesemuten : PARESTHESIA.
nyeri panas dingin yang tidak keruan :
DISESTHESIA
Rasa PROPIOSEPTIF = RASA RABA DALAM.
a. rasa gerak : KINESTHESIA.
123
b. rasa sikap : STATESTESIA.

c. rasa getar : PALESTHESIA.

d. rasa tekan : BARESTHESIA.

Rasa DISKRIMINATIF.
Mengenal bentuk dan ukuran sesuatu dengan jalan
perabaan: STEREOGNOSIS.
Mengenal dan mengetahui berat sesuatu :
BAROGNOSIS.
Mengenal tempat yang diraba : TOPESTESIA,
TOPOGNOSIS.
Mengenal angka, aksara,bentuk yang digoreskan di
atas kulit : GRAMESTESIA.
Mengenal diskriminasi 2 titik : DISKRIMINASI SPASIAL.
Mengenal setiap titik dan daerah tubuh sendiri :
AUTOTOPOGNOSIS.
PEMERIKSAAN REFLEKS.
124

Hasil pemeriksaan refleks merupakan informasi penting


yang sangat menentukan. Penilaian refleks selalu berarti
penilaian secara banding antara sisi kiri dan sisi kanan.
Respon terhadap suatu perangsangan tentu tergantung
pada intensitas. Oleh karena itu refleks kedua belah
tubuh yang dapat dibandingkan harus merupakan hasil
perangsangan yang berintensitas sama.
Refleks fisiologis yang dibangkitkan untuk pemeriksaan
klinis meliputi refleks superficial dan refleks tendon atau
periosteum. Pada penderita penyakit syaraf tertentu
dapat dibandingkan refleks patologis atau juga refleks
primitif. Dari penilaian terhadap refleks fisiologis dan
patologis ini kita dapat memperkirakan letak / jenis lesi.
Refleks superficial
125
Refleks dinding perut :
Stimulus : Goresan dinding perut daerah,
epigastrik, supraumbilical, infra Umbilical dari
lateral ke medial.

Respons: kontraksi dinding perut


Afferent : n. intercostal T 5 7 ( epigastrik )
n. intercostal T 7 9 ( supra umbilical )
n. intercostal T 9 11 ( umbilica )
n. intercostal T 11 L 1 ( infra
umbilical )
n. iliohypogastricus
n. ilioinguinalis
Efferent : idem
Refleks superficial
126

Refleks cremaster :
Stimulus : goresan pada kulit paha
sebelah medial dari atas ke bawah

Respons : elevasi testis Ipsilateral


Afferent : n. ilioinguinal ( L 1-2 )
Efferent : n. genitofemoralis
Refleks fisiologis ( tendon / periosteum )
127
Refleks biseps ( B P R ) :
Stimulus : ketokan pada jari pemeriksa yang
ditempatkan pada
tendon m. biseps brachii, posisi lengan setengah
ditekuk pada sendi siku.

Respons : fleksi lengan pada sendi siku


Afferent : n. musculucutaneus ( c 5-6 )
Efferenst : idem

Refleks triceps ( T P R ) :
Stimulus : ketukan pada tendon otot triseps brachii,
posisi lengan
fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi
Respons : extensi lengan bawah disendi siku
Afferent : n. radialis ( C 6-7-8 )
Efferenst : idem
Refleks fisiologis ( tendon / periosteum )
128
Refleks periosto radialis :
Stimulus : ketukan pada periosteum ujung distal os radii, posisi
lengan setengah fleksi dan sedikit pronasi
Respons : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi
karena kontraksi m. brachioradialis
Afferent : n. radialis ( C 5-6 )
Efferenst : idem

Refleks periosto ulnaris :


Stimulus : ketukan pada periosteum procesus styloigeus ulnea,
posisi lengan setengah fleksi dan antara pronasi supinasi.
Respons : pronasi tangan akibat kontraksi m. pronator
quadratus
Afferent : n. ulnaris ( C B-T1 )
Efferent : idem
Refleks fisiologis ( tendon / periosteum )
129
Refleks patella ( K P R ) :
Stimulus : ketukan pada tendon patella
Respons : ekstensi tungkai bawah karena
kontraksi m. quadriceps Femoris.
Efferent : n. femoralis ( L 2-3-4 )
Afferent : idem

Refleks achilles ( A P R )
Stimulus : ketukan pada tendon achilles
Respons : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.
gastrocnemius
Efferent : n. tibialis ( L. 5-S, 1-2 )
Afferent : idem
Refleks fisiologis ( tendon / periosteum )
130

- Klonus lutut :
Stimulus : pegang dan dorong os patella ke
arah distal
Respons : kontraksi reflektorik m. quadriceps
femoris selama stimulus berlangsung.

- Klonus kaki :
Stimulus : dorsofleksikan kaki secara
maksimal, posisi tungkai fleksi di sendi
lutut.
Respons : kontraksi reflektorik otot betis
selama stimulus berlangsung.
Refleks patologis
131

- Babinski
Stimulus : penggoresan telapak kaki bagian
lateral dari posterior ke anterior.
Respons : ekstensi ibu jari kaki dan
pengembangan (fanning) jari jari kaki.

- Chaddock
Stimulus : penggoresan kulit dorsum pedis bagian
lateral,
sekitar malleolus lateralis dari posterior ke anterior.
Respons : seperti babinski
Refleks patologis
132

- Oppenheim
Stimulus : pengurutan crista anterior
tibiae dari proksimal ke distal
Respons : seperti babinski

- Gordon
Stimulus : penekanan betis secara
keras
Respons : seperti babinski
Refleks patologis

133 - Schaffer
Stimulus : memencet tendon achilles secara keras
Respons : seperti babinski

- Gonda
Stimulus : penekukan ( planta fleksi) maksimal jari kaki
keempat
Respons : seperti babinski

- Stransky
Stimulus : penekukan ( lateral ) maksimal jari kaki kelima
Respons : seperti babinski

- Rossolimo
Stimulus : pengetukan pada telapak kaki
Respons : fleksi jari jari kaki pada sendi interphalangealnya
Refleks patologis
134

- Mendel - Bechterew
Stimulus : pengetukan dorsum pedis pada
daerah os cuboideum
Respons : seperti rossolimo

- Hoffman
Stimulus : goresan pada kuku jari tengah
pasien
Respons : ibu jari, telunjuk dan jari jari
lainnya berefleksi
Refleks patologis
135
- Tromner
Stimulus : colekan pada ujung jari tengah pasien
Respons : seperti Hoffman

- Leri
Stimulus : fleksi maksimal tangan pada pergelangan
tangan sikap lengan diluruskan dengan bagian
ventral menghadap keatas
respons : tidak terjadi fleksi di sendi siku

- Mayer
Stimulus : fleksi maksimal jari tengah pasien kearah
telapak tangan.
Respons : tidak terjadi oposisi ibu jari.
Refleks Primitif

136

- Sucking refleks
Stimulus: sentuhan pada bibir
Respons : gerakan bibir, lidah dan rahang
bawah seolah olah menyusu

- Snout refleks
Stimulus : ketukan pada bibir atas
Respons : kontraksi otot otot disekitar
bibir / dibawah hidung (menyusu)
Refleks Primitif
137

- Graps refleks
Stimulus : penekanan / penempatan jari si
pemeriksa pada telapak tangan pasien.
Respons : tangan pasien mengepal

- Palmo mental refleks


Stimulus : goresan ujung pena terhadap
kulit telapak tangan bagian Thenar.
Respons : kontraksi otot mentalis dan
orbicularis oris ipsilateral.
138

Вам также может понравиться