Вы находитесь на странице: 1из 41

LAPORAN KASUS

Syndrom Meniere
Oleh:
Meikristian, S.Ked
FAB 117 008

Dokter Pembimbing
dr. Hygea Talita Patrisia Toemon, Sp.S

Kepanitraan Klinik Bagian/ SMF Neurologi


FK UPR - RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya
Laporan Kasus
Identitas
Nama :Tn. G
Jenis Kelamin : Laki laki
Umur : 35 tahun
Alamat : Desa Lahei
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh sawit
MRS : 18 Juli 2017
No. RM : 26.58.35
Tanggal pemeriksaan: 19 Juli 2017
Anamnesis
(19 Juli 2017)

Keluhan Utama: Pusing berputar

RPS:
Kejang 1 hari SMRS.
Keluhan muncul tiba tiba.
Sebelum kejang : sadar penuh.
Saat kejang: tidak sadar.
Setelah kejang: masih tidak sadar.
Kejang 1 menit
Pada saat kejang, menurut keluarga: badan tegang, mata tertutup
Badan tidak menghentak hentak
Mulut tidak sampai mengeluarkan liur atau busa
Demam (-)
Nyeri kepala (-), pusing (-) sebelum kejang
Setelah kejang: pusing (+)
Keluhan lemah anggota gerak (-)
Anamnesa
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riw. Kejang sebelumnya (+) 3x dalam kurun waktu setahun.

Riw. HT & DM (-)

Riwayat Penyakit pada Keluarga:


Riw. Keluhan serupa (-)

Riwayat kebiasaan:
Riw. Penggunaan obat rutin (-)

Konsumsi alkohol (-)

Rokok (-)
Pemeriksaan Fisik
Status Present Temuan

Keadaan umum Baik


Kesadaran Compos Mentis. GCS: E4V5M6
TTV TD: 110/70 mmHg, DN: 84x/m (regular, isi cukup, kuat angkat),
RR: 18x/m (regular),
T: 36,50C
Cephal Normocephal, jejas (-)
Mata CA(-/-), SI (-/-), Refleks cahaya direk +/+ indirek +/+ pupil isokor
3mm/3/mm
Hidung NCH (-/-), rhinorea (-), Deviasi (-/-)
Telinga Simetris, otorea (-/-)
Mulut Deviasi (-/-), deviasi lidah (-/+)
Collum >KGB (-), Kaku Kuduk (-)
Thorax Inspeksi : Simetris, bentuk normal, retraksi (-)
Pulmo Palpasi : vokal fremitus normal
Perkusi : sonor
Auskultasi : Ves (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Pemeriksaan Fisik
Thorax
Cor Inspeksi : Ictus cordis terlihat di ICS 5 midclavicula sinistra
Palpasi : Ictus cordis terlihat di ICS 5 midclavicula sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen Supel, BU (+) Normal, timpani, Nyeri tekan (-), hepar/ lien tidak teraba
besar
Ekstremitas Atas:
Akral hangat, CRT<2 detik, tremor (-/-), edema (-/-), kekuatan motorik
5/5

Bawah:
Akral hangat, CRT<2 detik, tremor (-/-), edema (-/-), kekuatan motorik
5/5
Pemeriksaan Neurologis
Kesadaran
Kualitatif: Compos mentis
Kuantitatif : GCS E4V5M6
Orientasi
Waktu: normal
Tempat : normal
Orang : normal
Daya ingat kejadian
Baru: normal
Lama : normal
Kemampuan bicara : normal
Sikap tubuh : normal
Cara berjalan : normal
Gerakan abnormal :-
Nervus Cranialis : N. I-XII normal
...Pemeriksaan Neurologis
Kepala : Normocephal
Leher
Sikap: normal
Gerakan : normal
Kaku kuduk: (-)
Bentuk vertebra : cervical (lordosis)
Nyeri tekan vertebra : (-)
Badan
Trofi otot punggung : eutrofi
Trofi otot dada : eutrofi
Nyeri membungkuk badan : -
Bentuk kolumna vertebralis : cervical (lordosis), thorakal (kifosis), lumbal (lordosis),
sacral (kifosis)
Gerakan: normal
Nyeri tekan: -
Sensibilitas: normal
...Pemeriksaan Neurologis
Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Kekuatan 5 5 5 5
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Sensibilitas + + + +
Nyeri - - - -
Termis Normal Normal Normal Normal
Taktil Normal Normal Normal Normal
Reflek fisiologis + + + +

Reflek patologis - - - -

Tremor - - - -
...Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan Khusus :
Lhermitte/ Spurling test (-)

Naffziger test (-)

Valsava test (-)

Kernig sign (-)

Lasegue sign (-)

Tes Bragard (-)

Tes Sicard (-)

Refleks tendon achiles (+) kiri dan kanan


...Pemeriksaan Neurologis
FungsiVegetatif

Miksi : normal

Defekasi : normal

Fungsi Luhur

Bahasa : normal

Afek & emosi : normal

Memori : normal

Kognitif : normal
...Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hb : 13,4 g/dl Na : 139 mmol/L
Ht : 37 % K : 4,2 mmol/L
Eritrosit :5.080.000/uL Ca : 1,27 mmol/L
Trombosit :243.000/uL
Leukosit : 7.270/uL
GDS : 79 mg/dL
Creatinin : 0,92 mg/dL
Problem
Kejang
Diagnosa
Diagnosis Klinis

Obs. Konvulsi

Diagnosis Etiologis

Susp. Epilepsi

Assesment

Obs. Konvulsi e.c Susp. Epilepsi


Terapi
IVFD NaCl 0,9% : D5% 1:1 20 tpm
Inj. Citicolin 2x500 mg (IV)
Inj. Mecobalamin 3x500 mg (IV)
Inj. Sohobion 2x1 amp (IV)
Inj. Ranitidin 2x50 mg (IV)

Per Oral:
Depakote 3x500 mg
Luminal 2x30 mg
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam


TINJAUAN PUSTAKA
Syndrome Meniere
Menieres disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga
dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai
dengan episode berulang dari vertigo yang berlangsung dari
menit sampai hari, disertai dengan tinnitus dan tuli sensorineural
yang progresif.
EPIDEMIOLOGI
Insiden di seluruh dunia penyakit Meniere
adalah sekitar 12 dari setiap 1.000 orang.
Mungkin 100.000 pasien mengembangkan
penyakit Meniere setiap tahun. Meskipun
begitu, 2% dari orang yang tinggal di
Amerika Serikat percaya bahwa mereka
memiliki gejala yang mengindikasikan
diagnosis penyakit Meniere.
FAKTOR RESIKO
Pasien yang berisiko lebih besar termasuk
orang-orang dengan penyakit virus baru
atau infeksi saluran pernapasan, mereka
yang memiliki riwayat alergi, merokok,
stres, kelelahan, atau penggunaan alkohol,
dan pasien yang memakai aspirin.
ETIOLOGI:

Faktor etiologi :
1. Kegagalan penyerapan oleh kantong endolimf,
2. Autoimun
3. Alergi
4. Genetik
5. anatomi dan infeksi virus
PATOFISIOLOGI
Gejala klinis penyakit meniere disebabkan oleh adanya hidrops
endolimfa pada koklea dan vestibulum. Hidrops yang terjadi
mendadak dan hilang timbul disuga disebabkan oleh :
1. Meningkatnya tekanan hidrostatik pada hujung arteri,
2. Berkurangnya tekanan osmtik dalam kapiler,
3. Meningkatnya tekanan osmotic ruang ekstrakapiler,
4. Jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat, sehingga terjadi
penimbunan cairan endolimfa.
Manifestasi Klinis
Terdapat trias atau sindrom Meniere yaitu vertigo, tinnitus
dan tuli sensorineural terutama nada rendah.
1) Serangan pertama sangat berat, yaitu vertigo disertai
muntah. Setiap kali berusaha untuk berdiri dia merasa
berputar, mual dan terus muntah lagi. Hal ini berlangsung
beberapa hari sampai beberapa minggu, meskipun keadaannya
berangsur baik.
2)Pada tuli sensorineural atau tuli saraf, konduksi udara dan
konduksi tulang sama-sama berkurang, sehingga perbandingan
hantarannya biasanya tidak berubah. Pada setiap serangan
biasanya disertai dengan gangguan pendengaran dan dalam
keadaan tidak ada serangan, pendengaran dirasakan baik
kembali.
KEJANG ATONIK
3) Gejala lain yang menyertai serangan adalah
tinitus, yang kadang kadang menetap, meskipun
di luar serangan. Tinnitus ialah persepsi bunyi
berdenging di telinga, yang disebabkan oleh
exsitasi atau iritasi pada alat pendengaran,
sarafnya, inti serta pusat lebih tinggi.
4) Gejala yang lain menjadi tanda khusus adalah
perasaan penuh di dalam telinga.
KEJANG MIOKLONIK

Ditandai dengan kontraksi otot bilateral


simetris yang cepat dan singkat. Kejang
yang terjadi dapat tunggal atau berulang.
KEJANG TONIK-KLONIK
Sering disebut dengan kejang grand mal. Kesadaran hilang
dengan cepat dan total disertai kontraksi menetap dan masif
di seluruh otot. Mata mengalami deviasi ke atas. Fase tonik
berlangsung 10 - 20 detik dan diikuti oleh fase klonik yang
berlangsung sekitar 30 detik. Selama fase tonik, tampak
jelas fenomena otonom yang terjadi seperti dilatasi pupil,
pengeluaran air liur, dan peningkatan denyut jantung.
KEJANG TONIK

Ditandai dengan kaku dan tegang


pada otot. Penderita sering
mengalami jatuh akibat hilangnya
keseimbangan
A. Bangkitan Parsial B. Bangkitan parsial berkembang
menjadi umum

C. Bangkitan Umum
DEFINISI
Epilepsi
Suatu keadaan yg ditandai oleh bangkitan epilepsi berulang,
berselang lebih dari 24 jam yg timbul tanpa provokasi.

Bangkitan epilepsi (epileptic seizure)


Manifestasi klinik yg disebabkan oleh aktivitas listrik otak yg
abnormal dan berlebihan dari sekelompok neuron.
Manifestasi klinik ini terjadi secara tiba-tiba dan sementara
perubahan perilaku yg stereotipik, dpt menimbulkan
gangguan kesadaran, motorik, sensorik, otonom, ataupun
psikis.
Etiologi Epilepsi
Idiopatik: etiologi tdk diketahui, tdk terdapat lesi struktural
di otak, tdk ada defisit neurologik. Diperkirakan: genetik.
Simptomatik: bangkitan epilepsi disebabkan oleh lesi
struktural otak, mis: cedera kepala, infeksi SSP, tumor otak,
dll
Kriptogenik: dianggap simptomatik, tetapi belum diketahui
penyebabnya, ct: West Syndrome, Lennox-Gestaut
Syndrome.
ETIOLOGY OF EPILEPSY BY AGE
(ADAPTED FROM NASHEF)

Tumors, sporadic infections & metabolic dis.

Malignant tumours

Congenital & genetic conditions

HS, trauma, genetic


predisposition
alcohol/drug abuse
CVD

0 20 40 60 80
Age (years)
DIAGNOSIS EPILEPSI
PEDOMAN UMUM 3 langkah:
1. Memastikan apakah kejadian yg bersifat parosksismal
adalah mrpk bangkitan epilepsi
2. Apabila BENAR terdpt bangkitan epilepsi, tentukan
Tipe Bangkitan (klasifikasi ILAE 1981)
3. Tentukan Etiologi dan sindroma epilepsi, atau penyakit
epilepsi apa yg diderita pasien (klasifikasi ILAE 1989)
DIAGNOSIS EPILEPSI Pemeriksaan
Penunjang
1. EEG
Rekaman EEG paling berguna pada dugaan suatu
bangkitan.
EEG membantu menunjang diagnosis dan penentuan jenis
bangkitan maupun sindroma epilepsi, dan kadang2 dpt
membantu menentukan prognosis dan penentuan
perlu/tidaknya pengobatan AED.
2. Brain Imaging: CT Scan kepala, MRI, PET, SPECT
3. Laboratorium
Prinsip umum terapi epilepsi:
monoterapi lebih baik mengurangi potensi adverse effect, meningkatkan
kepatuhan pasien, tidak terbukti bahwa politerapi lebih baik dari
monoterapi dan biasanya kurang efektif karena interaksi antar obat justru
akan mengganggu efektivitasnya dan akumulasi efek samping dg politerapi
hindari atau minimalkan penggunaan antiepilepsi sedatif toleransi, efek
pada intelegensia, memori, kemampuan motorik bisa menetap selama
pengobatan
jika mungkin, mulai terapi dgn satu antiepilepsi non-sedatif, jika gagal baru
diberi sedatif atau politerapi
berikan terapi sesuai dgn jenis epilepsinya
Memperhatikan risk-benefit ratio terapi
Penggunaan obat harus sehemat mungkin dan sedapat mungkin
dalam jangka waktu pendek
mulai dengan dosis terkecil dan dapat ditingkatkan sesuai
dg kondisi klinis pasien penting : kepatuhan pasien
ada variasi individual terhadap respon obat antiepilepsi
perlu pemantauan ketat dan penyesuaian dosis
jika suatu obat gagal mencapai terapi yang diharapkan
pelan-pelan dihentikan dan diganti dengan obat lain (jgn
politerapi)
lakukan monitoring kadar obat dalam darah jika
mungkin, lakukan penyesuaian dosis dgn melihat juga
kondisi klinis pasien
Kegagalan pengobatan tergantung dari
beberapa faktor:
Faktor penderita :
ketidak mampuan dalam :
Minum obat
Hidup teratur akibat faktor :
keluarga
lingkungan
pendidikan
Cegah faktor provokasi
Jenis epilepsi
Jenis / dosis obat yg tak tepat / optimal
Obat-obat anti epilepsi
Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+:
Inaktivasi kanal Na menurunkan kemampuan syaraf untuk
menghantarkan muatan listrik
Contoh: fenitoin, karbamazepin, lamotrigin, okskarbazepin, valproat
Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori GABAergik:
agonis reseptor GABA meningkatkan transmisi inhibitori dg
mengaktifkan kerja reseptor GABA contoh: benzodiazepin,
barbiturat
menghambat GABA transaminase konsentrasi GABA meningkat
contoh: Vigabatrin
menghambat GABA transporter memperlama aksi GABA
contoh: Tiagabin
meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal pasien
mungkin dg menstimulasi pelepasan GABA dari non-vesikular pool
contoh: Gabapentin
Penghentian OAE
Penghentian OAE didiskusikan dgn penyandang epilepsi
dan keluarganya setelah bebas bangkitan minimal 2 tahun
Gambaran EEG normal
Harus dilakukan bertahap, umumnya 25% dari dosis
semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan
Bila digunakan lebih dari 1 OAE, maka penghentian
dimulai dari 1 OAE yang bukan utama.
KESIMPULAN
Berdasarkan tanda dan gejala, pasienTn. H (21 tahun) dapat
diduga menderita Kejang yang disebabkan karena epilepsi.
Akan tetapi, untuk dapat lebih memastikan perlu
pemeriksaan penunjang berupa Radiologi (CT-Scan) dan
Elektroensefalografi (EEG).
DAFTAR PUSTAKA
1. Akbar, M. Epilepsy: Penanganan Dini dan Terapi Pemeliharaan. [PPT].
Makassar: Departemen Neurologi Universitas Hasanuddin. 2015
2. Ginsberg L. Lecture Notes: Neurologi. 8 ed. Jakarta: Erlangga; 2008.
3. Silitonga R. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup
Penderita Penyakit Parkinson di Poliklinik Saraf RS dr. Kariadi. Semarang:
Universitas Diponegoro; 2007.
4. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2012.
5. P. Laksono SQea. Persentase Distribusi Penyakit Genetik dan Penyakit Yang
Dapat Disebabkan Oleh Faktor Genetik Di RSUD Serang. 2011;3:5.
6. Baehr MF, Michael. Duu,s Topical Diagnosis in Neurology. 4th ed.
United States of America:Thieme; 2005.
TERIMAKASIH

Вам также может понравиться