0 оценок0% нашли этот документ полезным (0 голосов)
52 просмотров16 страниц
Deep vein thrombosis (DVT) occurs when a blood clot forms in a deep vein, usually in the leg. Part of the clot can break off and travel to the lungs, causing a pulmonary embolism. DVT affects 350,000 to 900,000 people per year in the United States. Risk factors include recent injury, surgery, prolonged sitting or immobility, cancer, family history of clotting disorders, pregnancy, birth control pills, and age over 65. Diagnosis involves tests such as D-dimer levels, imaging like ultrasound, CT, or venography. Treatment consists of blood thinners to prevent further clotting and embolisms. Complications can include bleeding, pulmonary e
Deep vein thrombosis (DVT) occurs when a blood clot forms in a deep vein, usually in the leg. Part of the clot can break off and travel to the lungs, causing a pulmonary embolism. DVT affects 350,000 to 900,000 people per year in the United States. Risk factors include recent injury, surgery, prolonged sitting or immobility, cancer, family history of clotting disorders, pregnancy, birth control pills, and age over 65. Diagnosis involves tests such as D-dimer levels, imaging like ultrasound, CT, or venography. Treatment consists of blood thinners to prevent further clotting and embolisms. Complications can include bleeding, pulmonary e
Deep vein thrombosis (DVT) occurs when a blood clot forms in a deep vein, usually in the leg. Part of the clot can break off and travel to the lungs, causing a pulmonary embolism. DVT affects 350,000 to 900,000 people per year in the United States. Risk factors include recent injury, surgery, prolonged sitting or immobility, cancer, family history of clotting disorders, pregnancy, birth control pills, and age over 65. Diagnosis involves tests such as D-dimer levels, imaging like ultrasound, CT, or venography. Treatment consists of blood thinners to prevent further clotting and embolisms. Complications can include bleeding, pulmonary e
Revalina Hutami 1310211 179 What Is Deep Vein Thrombosis (DVT)?
Deep Vein Thrombosis, or DVT,
occurs when a large blood clot forms in a vein in your body, usually the leg. Sometimes part of the clot breaks off and travels through the bloodstream to your lungs. This is called a Pulmonary Embolism, or PE, and can be fatal. How Many People Are Affected by Deep Vein Thrombosis (DVT)?
From 350,000 to 900,000 per
year That's more than the number of new cases of either breast cancer or prostate cancer during 2012.2
1CDC Public Health Grand Rounds, 2013
2United States Cancer Statistics (USCS) Am I at Risk for Deep Vein Thrombosis (DVT)?
Deep Vein Thrombosis (DVT) can
happen to anybody. Risk factors include: Recent serious injury such as a broken bone Recent surgery Sitting or lying down for long periods of time Having active cancer Am I at Risk for Deep Vein Thrombosis (DVT)? 1
Other things that can put you
at risk for DVT include: Having a family history of blood clotting disorders Being pregnant or recently giving birth Taking birth control that contains estrogen (such as pills, patches, or rings) or hormone replacement therapy Am I at Risk for Deep Vein Thrombosis (DVT)? 2
A few more things that can put you
at risk for DVT include: Being over age 65 Being overweight Sitting during travel longer than 4 hours Diagnosis Berdasarkan anamnesis didapatkan adanya keluhan nyeri pada kaki dan edema dan adanya beberapa faktor resiko terjadinya trombosis vena dalam seperti pada umur lanjut, obesitas, infeksi, immobilisasi, penggunaan kontrasepsi, tembakau, dan perjalanan dengan pesawat terbang serta adanya riwayat trauma. Berdasarkan pemeriksaan fisis didapatkan 1. Edema yang biasanya unilateral 2. Nyeri dan nyeri tekan pada kaki 3. Distensi vena 4. Demam 5. Flegmasia cerulean dolens 6. Flegmasia alba dolens Pemeriksaan Penunjang 1. Tes Darah a) Tes D-dimer Plasma D-dimer adalah spesifik turunan dari fibrin, yang dihasilkan ketika fibrin terdegradasi oleh plasmin, jadi konsentrasinya meningkat pada pasien dengan tromboembolisme vena. Walaupun sensitive untuk tromboembolisme vena, konsentrasi yang tinggi D-dimer tidak cukup spesifik untuk membuat suatu diagnosis karena d-dimer juga dapat meninggi pada kelainan seperti keganasan, kehamilan dan setelah operasi. b) Protein S, protein c, antithrombin III, faktor V, prothrombin, antifosfolipid antibody, dan kadar hemosistein. Defisiensi terhadap beberapa faktor ini merupakan suatu keadaan abnormal yang menyebabkan terjadinya hiperkoagulasi. 2. Imaging (pencitraan) a) Venografi Merupakan suatu pemeriksaan gold standard untuk menegakkan diagnose trombosis vena dalam dengan menggunakan kontras. Prosedur ini invasif tetapi resikonya kecil terhadap suatu reaksi alergi atau trombosis vena. b) CT-Scan dan MRI Dengan Ct-Scan dapat menunjukkan adanya trombosis vena dalam dan jaringan lunak sekitar tungkai yang membengkak. Sedangkan MRI sangat sensitif dan dapat mendiagnostik kecurigaan adanya trombosis pada vena iliaka atau vena cava inferior. c) Ultrasonografi Merupakan suatu pemeriksaan yang non invasif, tetapi ultrasonografi bukan suatu pemeriksaan yang memuaskan untuk menegakkan diagnosis trombosis vena pada tungkai. Ultrasonografi mempunyai tiga teknik dalam penggunaannya sebagai berikut: Kompresi ultrasound : dengan memberikan tekanan pada lumen pembuluh darah jika tidak ada sisa lumen saat dilakukan tekanan ini mengindikasikan bahwa tidak adanya trombosis pada vena. Dupleks ultrasonografi : karakteristik aliran darah dinilai dengan menggunakan pulsasi signal Doppler. Aliran darah yang normal terjadi secara spontan dan fasik dengan pernapasan. Ketika pola fasik tidak ada, ini mengindikasikan adanya obstruksi dari aliran vena. Colour flow duplex : menggunakan teknik dupleks ultrasonografi tetapi dengan tambahan warna pada Doppler sehingga dengan mudah mengidentifikasi pembuluh darah. Penatalaksanaan Terapi ditujukan pada upaya menghentikan proses koagulasi darah, mencegah terjadinya emboli paru, dan pembentukan trombus baru, diberikan heparin intravena atau trombolitik selama beberapa hari, dan sediaan penghambat agregasi trombosit atau warfarin selama beberapa bulan. Pencegahan terjadinya tromboemboli vena terdiri dari pemberian antikoagulan kepada penderita risiko tinggi misalnya heparin subkutis dosis rendah. Penanganan trombosis vena dalam secara umum terbagi atas : a) Antikoagulan Penanganan trombosis vena dalam tergantung atas lokasi trombus. Trombus pada vena tungkai dapat ditangani tanpa antikoagulan, khususnya jika trombus berkembang sebagai akibat kejadian yang tidak teridentifikasi seperti trauma atau pembedahan. Trombus vena dalam pada daerah proksimal tungkai harus ditangani dengan antikoagulan untuk mencegah penyebaran trombus dan emboli paru. Terapi dimulai dengan menggunakan heparin secara intravena, dengan tujuan mencapai APTT lebih dari dua kali waktu control. b) Pembedahan c) Bebat stoking Pasien dengan trombosis vena dalam harus memakai bebat stoking dan rata-rata menurunkan angka kejadian terjadinya sindrom post trombotik. Pemakaian ini dianjurkan karena dapat meringankan rasa nyeri dan bengkak. Komplikasi 1. Perdarahan diakibatkan oleh penggunaan terapi antikoagulan. 2. Emboli paru Ini dapat terjadi beberapa jam maupun hari setelah terbentuknya suatu bekuan darah pada pembuluh darah di daerah tungkai. Gejalanya berupa nyeri dada dan pernapasan yang singkat. 3. Sindrom post trombotik Terjadi akibat kerusakan katup pada vena sehingga seharusnya darah mengalir keatas yang dibawa oleh vena menjadi terkumpul pada tungkai bawah. Ini mengakibatkan nyeri, pembengkakan dan ulkus pada kaki. Prognosis Kira-kira 20% pasien dengan DVT yang tidak ditangani dapat berkembang menjadi emboli paru, dan 10-20% dapat menyebabkan kematian. Dengan antikoagulan terapi angka kematian dapat menurun hingga 5 sampai 10 kali