Bernama lengkap Jarir ibn `Atiyah al-Khatfi al-Tamimi Al-Najdi (Arabic: ) ia lahir pada tahun 650 M ketika Islam berada pada masa pemerintahan Utsman bin Affan. Ia berasal dari suku Kulaib, yakni bagian dari suku Banu Tamim. Ia lama tinggal di al-Yamamah, tetapi kemudian ia banyak menghabiskan waktunya di Damaskus. Di Damaskus inilalh, ia dikenal sebagai salah satu penyair satiris besar pada masa kekhalifahan Bani Umayyah Timur berkat kedekatannya dengan al-Hajjaj bin Yusuf, salah satu Gubernur Irak. Kesastrawananannya menonjol dan populer ketika ia berpolemik dengan beberapa penyair Bani Umayyah lainnya, yakni Farazdaq (Muslim) dan al-Akhtal (Kristen). Sebagai sastrawan, ia banyak menikmati kehidupan bebasnya, terutama pada masa kekhalifahan Abd al-Malik, al-Walid I, serta Umar II. Ia wafat pada tahun 728 M. tiga penyair besar masa itu, yaitu al-Farazdaq, Jarir dan al-Akhtal. Ketiganya hidup semasa bahkan terlibat dalam dialog-satiris dalam puisi-puisi hija yang terus berlanjut hingga alAkhtal meninggal di tahun (w. 92 H/710 H), al-Farazdaq di tahun 110 H/728 M, dan disusul enam bulan kemudian oleh Jarir di tahun yang sama. Masa pemerintahan dinasti umayyah, di mana ketiga penyair ini hidup, dimulai dari tampilnya Muawiyah bin Abi Sufyan memimpin pemerintahan yang bersifat monarkhi tahun 41 H/661 M yang berpusat di Damaskus hingga pemerintahan Marwan bin Muhammad tahun 132 H/750 M kehidupan masyarakat pada masa ini tetap dipengaruhi oleh ruh agama yang bersumber dari al-Quran, baik dari aspek kehidupan intelektualitas maupun aspek politik. Di samping itu, terdapat pula aspek-aspek yang berpengaruh secara luas baik bagi kepentingan Islam secara umum maupun bagi perkembangan sastra secara khusus. Aspek-aspek tersebut disebabkan oleh semakin luasnya wilayah kekuasaan, penyebaran orang Arab ke berbagai daerah taklukan dan proses terjadinya penyerapan kebudayaan baru, pertumbuhan partai-partai politik, munculnya fanatisme golongan. faktor-faktor di atas berpengaruh kuat terhadap perkembangan bahasa dan sastra pada masa kekhalifahan Bani Umayyah Sistem Pemerintahan Munculnya primordialisme Hedonisme Partai Politik dan Sekte Agama faktor yang berpengaruh kuat terhadap perkembangan bahasa dan sastra. Munculnya aliran-aliran politik dan sekte-sekte agama yang berimplikasi pada rekruitmen penyair sebagai pembela keyakinan bagi masing-masing kelompok. Di sini, adu retorika dalam bahasa satiris berubah menjadi pertikaian atau verval contest yang ramai. Banyak peperangan dan fitnah yang terjadi di sentaro negeri. Peristiwa-peristiwa ini diabadikan dalam puisi secara detil, bahkan terkadang para penyair juga terlibat dalam pertikaian tersebut. Perhatian para khalifah terhadap puisi begitu besar, bahkan beberapa khalifah adalah juga penyair yang selalu memotivasi perkembangan puisi, mengkritik dan menjadi penikmat puisi yang loyal. Menghidupkan kembali fanatisme kesukuan. Masing-masing suku mengunggulkan diri sendiri dengan puisi fakhr dan menjatuhkan yang lainnya dengan puisi satire. Maka terjadilah pertikaian antara bani Adnan dan orang-orang Yaman, antara bani Rabiah dan bani Mudar, bani Qais dan bani Tamim. Pertikaian itu dilokalisir dalam pasar al-marbad di Basrah dan pasar al-kinasah di Kufah. Adanya politik azaz manfaat antara khalifah dan para penyair. Di satu pihak para khalifah memanfaatkan penyair untuk dijadikan aparat hegemoni, di pihak lain para penyair mendapatkan fasilitas kemewahan yang berlimpah dan kedudukan yang mulia selama mereka mampu diajak berkompromi untuk berkompetisi dengan verbal contest dalam puisi pujian dan satire. Dengan alasan ini, banyak orang yang menjadikan penyair sebagai profesi yang menjanjikan karena puisi mereka bisa ditukar dengan uang untuk kebutuhan hidup. Di samping itu, terdapat faktor lain yang menjadikan perkembangan sastra pada masa ini lebih baik, yaitu ; Munculnya majelis-majelis kritik sastra. Pada masa ini, terdapat para ahli bahasa dan sastra yang biasa menimbang puisi dan menganalisisnya. Akibatnya, para kritikus ini menempatkan satu penyair di atas yang lain yang berimplikasi dengan usaha para penyair untuk memperbaiki puisinya agar tidak menjadi bahan pelecehan bagi para kritikus Polemik Puisi Satiris Antara Farazdaq, Jarir Ibn Atiyah, dan al-Akhtal # # # # Saya telah menyiapkan pembunuh untuk para penyair, maka saya tuangkan yang paling buncit di antara mereka dengan kendi pertama Ketika saya letakkan setrikaan di atas al-Farazdaq, menjeritlah al-Baits, dan saya potong hidung al-Akhtal, Yang mengangkat langit menghinakan Majasy, dan Ia membangun rumahmu di lembah yang paling bawah, Engkau telah bangun rumah paling jelek dari yang pernah dibangun, maka saya hancurkan rumahmu seperti gunung yazbul