Вы находитесь на странице: 1из 114

PENGELOLAAN LAHAN BASAH DAN GAMBUT

UNTUK PERTANIAN BERKELANJUTAN

Oleh :
Agus Hariyanti
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
2014
Orientasi budidaya tanaman adalah produksi
maksimum & mempertahankan sistem produksi yang
berkelanjutan.
Prinsip produksi tanaman adalah meningkatkan
kemampuan yang tinggi dari tanaman untuk
menghasilkan fotosintat dan mengalokasikan
sebagian besar fotosintat ke organ bernilai ekonomi.
Hal ini dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan,
proses fisiologi, teknik budidaya.
Sistem Produksi Tanaman sebenarnya adalah
Subsistem dari Sistem Agribisnis yang menyangkut
pengorganisasian dalam produksi tanaman.
Agribisnis adalah keseluruhan rangkaian pertanian
komersial yang mencakup pengadaan dan
pendistribusian sumberdaya, sarana produksi dan
jasa, kegiatan produksi pertanian, penanganan,
penyimpanan dan transformasi hasil, pemasaran
hasil dan hasil olahan.
TANTANGAN
Meningkatan produk pertanian tanpa merusak sumber daya
lahan dan lingkungan.
Meningkatkan produk pertanian yg mensejahterakan petani.
Menghasilkan produk pertanian yg aman, bermutu, dan
bernilai bagi kunsumen (kualitas).
Meningkatkan produk pertanian per satuan luas (kuantitas).
Menghasilkan produk pertanian dengan harga wajar.
Menghasilkan produk pertanian yang berdaya saing global.
Menjamin ketersediaan produk pertanian secara kontinyu.
PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS

Produksi tanaman adalah sebagaian atau keseluruhan


tanaman yang dimanfaatkan untuk kepentingan manusia.
Produksi tanaman dapat berupa:
Biji, buah, bunga, umbi, daun, batang, akar
Zat atau bahan tertentu seperti getah, zat warna
Keindahan, kenyamanan
Satuan hasil atau daya hasil dinyatakan dalam satuan bobot
(misalnya : kg, ton dsb.) atau volume wadah
Produktivitas : satuan hasil per satuan luas, atau pohon

28/11/2017 6
PENGERTIAN LAHAN BASAH
Lahan basah diambil dari istilah Inggris wetland, yang
menurut Kamus Merriam-Webster (2012) berarti lahan
atau areal seperti rawa atau paya yang kadang-kadang
tergenang oleh air yang dangkal atau yang mempunyai
tanah yang dipenuhi air.
Menurut Ramsar (2012) lahan basah dalam pasal 1.1
dari Konvensi Ramsar menetapkan bahwa lahan basah
adalah daerah paya, rawa, lahan gambut atau perairan,
baik alami maupun buatan, permanen atau sementara,
dengan air yang diam atau mengalir, segar, payau atau
asin, termasuk daerah perairan laut dengan kedalaman
pada saat surut tidak melebihi enam meter.
MANFAAT LAHAN BASAH
Sumber pembangkit energi listrik,
Tempat bercocok tanam,
Tempat memelihara ikan dan ternak,
Mencegah banjir
Mencegah abrasi pantai
Mencegah intrusi air laut
Menghasilkan material alam yang bernilai ekonomis
Sebagai sarana transportasi
Tempat pendidikan dan penelitian
ISU PENGEMBANGAN LAHAN GAMBUT

Perubahan iklim
Emisi gas rumah kaca
Subsidence
Kedalaman drainase
Kesalahan Pengelolaan Lahan Gambut saat ini
menyebabkan Indonesia sebagai salah satu
negara yang menyumbangkan jumlah emisi
Karbon dari pembakaran lahan dan perubahan
peruntukan lahan terbesar di dunia
PENGERTIAN GAMBUT
Gambut diartikan sebagai material atau BO yang tertimbun
secara alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat tidak
mampat, dan tidak atau sedikit sekali mengalami perombakan.
Tanah gambut merupakan tanah hidromorfik yang bahan
asalnya sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan
organik sisa-sisa tumbuhan, dalam keadaan yang selalu
tergenang dan dekomposisinya berlangsung tidak sempurna
sehingga terjadi akumulasi bahan organik membentuk tanah
gambut yang ketebalannya bervariasi .
Dalam kunci taksonomi tanah dikelaskan dalam ordo Histosol.
Pembentukan gambut dimulai dengan adanya cekungan lahan
berdrainase jelek dengan genangan air, sehingga memungkinkan
terjadinya penumpukan bahan organik yang sukar melapuk
Pengisian bertahap

Lapisan tanaman

Tanah mineral

a. Penempatan dan pengisian danau dangkal oleh tanaman air dan vegetasi lahan basah

Gambut

Tanah mineral

b. Pengisian danau dangkal dengan berbagai jenis gambut

Gambar Pembentukan timbunan tumbuhan air dan vegetasi lahan basah (a) dan
pembentukan gambut topogen dari aneka ragam sisa tanaman (b)
Sumber : Noor, 2001
Luas gambut dunia 400 juta ha
Luas gambut Indonesia 17,2 juta ha terluas
keempat setelah Kanada (170 juta ha), Uni Soviet
(150 juta ha) & Amerika (40 juta ha)
Lahan gambut juga berperan penting sebagai
pengendali iklim global (Carbon Stock).
Di Indonesia menyimpan sekitar 46 Gt karbon
(8-14 % dari karbon gambut dunia)
Kerusakan pada lahan gambut menyebabkan
hilangnya karbon ke udara (PENYEBAB
PEMANASAN GLOBAL).
PERANAN EKOSISTEM GAMBUT

Ekosistem gambut berperan penting dalam


mendukung kegiatan ekonomi dan kelestarian
keanekaragaman kehidupan.
Sumber hasil hutan: kayu dan non kayu
Hasil pertanian
Penyimpan dan pensuplai air
Pengendali banjir
Sebagai habitat flora dan fauna
KEANEKARAGAMAN FLORA PADA HUTAN GAMBUT NUNG
HUTAN GAMBUT NUNG
KAWASAN TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM
KONDISI PEMUKIMAN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM
KAWASAN TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM
KEGIATAN PENELITIAN DI HUTAN GAMBUT NUNG
KAWASAN TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESUBURAN
ALAMIAH GAMBUT
ketebalan lapisan tanah gambut dan tingkat
dekomposisi,
komposisi tanaman penyusunan gambut, dan
tanah mineral yang berada dibawah lapisan
tanah gambut.
Berdasarkan proses dan lokasi
pembentukannya
gambut pantai atau pasang surut, yaitu gambut yang
dominan dipengaruhi oleh pasang surut air laut;
gambut pedalaman, yaitu gambut yang tidak
dipengaruhi oleh pasang surut air laut;
gambut peralihan (transisi), yaitu gambut yang
terdapat di antara gambut pantai dan gambut
pedalaman.
Berdasarkan kedalamannya
(Widjaja-Adhi, 1988)

Tanah bergambut: tanah yang mempunyai ketebalan


gambut kurang dari 50 cm
Gambut dangkal: (50-100 cm),
Gambut sedang (100-200 cm),
Gambut dalam (200-300 cm) dan
Gambut sangat dalam (>300 cm).
PENGUKURAN KEDALAMAN GAMBUT
Berdasarkan tingkat dekomposisinya
(Darmawijaya, 1990)

Fibrik
gambut yg tergolong mentah, dicirikan adanya jaringan yg msh dpt
dikenali, mempunyai tingkat dekomposisi yg sgt rendah sehingga
2/3 volumenya terisi serat, kandungan serat tinggi, yaitu mencapai
66%, bobot isi <0,07/cm3, kadar air tinggi & berwarna coklat.
Hemik
gambut separuh matang, dgn tingkat dekomposisi sedang sehingga
1/3-2/3 volume terisi serat, kandungan serat antara 33-66%, bobot
isi antara 0,07-0,18/cm3, kadar air tinggi dan berwarna lebih kelam.
Saprik
gambut dgn perombakan lanjut dan lebih matang, dgn tingkat
dekomposisinya paling tinggi sehingga <1/3 volume berisi serat,
kandungan serat <33%, bobot isi >0,18 g/cm3, kadar air tidak terlalu
tinggi dan berwarna hitam dan coklat kelam.
BERDASARKAN TINGKAT KESUBURAN GAMBUT
Polak (1949)

gambut eutrofik tingkat kesuburan tinggi


gambut mesotrofik tingkat kesuburan sedang
gambut oligotrofik tingkat kesuburan rendah
PEMBANGIAN GAMBUT SESUAI DENGAN
BAHAN PENYUSUNNYA
(Buckman dan Brady, 1982)

Gambut endapan,
yaitu gambut yang terdiri atas campuran air, herba,
plankton dan sejenisnya.
Gambut berserat,
yaitu gambut yang terdiri dari campuran rumput dan
lumut.
Gambut kayuan,
yaitu gambut yang terdiri dari jenis pohon dan
tumbuhan semak di bawahnya.
Gambut di Indonesia umumnya merupakan
gambut ombrogen, terutama gambut
pedalaman yang terdiri atas gambut tebal dan
miskin akan unsur hara, digolongkan ke dalam
tingkat oligotrofik.

Sedangkan pada gambut pantai pada


umumnya tergolong ke dalam gambut eutrofik
karena adanya pengaruh air pasang surut
relatif lebih subur (topogen)
PENYEBAB KETIDAKBERHASILAN PENGEMBANGAN
PERTANIAN DI LAHAN GAMBUT
1. Perencanaan yg tidak matang
2. Kurangnya penerapan kaidah2 konseravsi
3. Kurangnya pemahaman terhadap perilaku lahan gambut
Kasus: PLG sejuta ha
300.000 ha hutan telah ditebang
Pembutan drainase sepanjang 2.114 km subsidence dan
pengeringan permukaan gambut oksidasi pirit
Menyebabkan banjir dan kekeringan memicu kebakaran lahan
Perilaku sosial menebang kayu & menghanyutkan pada saluran
drainase meningkat.
Berkurangnya keanekaragaman hayati
Perubahan iklim mikro & global
Kanal/saluran primer induk di kawasan eks-PLG
Fire propagation regimes in tropical peatland

Crown fire

Brands
Peat fire
Surface fire Spotting

Peatland

Crown fire Surface fire Peat fire


KENDALA BUDIDAYA PADA LAHAN GAMBUT

kematangan dan ketebalan gambut yang bervariasi,


penurunan permukaan gambut,
rendahnya daya tumpu,
rendahnya kesuburan tanah,
adanya lapisan pirit dan pasir,
pH tanah yang sangat masam,
kondisi lahan gambut yang jenuh air (tergenang) pada
musim hujan dan kekeringan saat kemarau, serta
rawan kebakaran.
KARAKTERISTIK UMUM GAMBUT -1

Umumnya berwarna coklat kemerahan hingga


coklat tua
Kandungan air yang tinggi dan kapasitas
memegang air 15-30 kali dari berat kering,
Rendahnya bulk density (0,05-0,4 g/cm3)
Porositas total diantara 75-95% menyebabkan
terbatasnya penggunaan mesin-mesin pertanian
dan pemilihan komoditas yang akan diusahakan
KARAKTERISTIK UMUM GAMBUT - 2
Apabila gambut mengalami
pengeringan yang berlebihan sehingga
koloid gambut menjadi rusak. Terjadi
gejala kering tak balik (irreversible
drying) dan gambut berubah sifat
seperti arang sehingga tidak mampu lagi
menyerap hara dan menahan air
Gambut akan kehilangan air tersedia
setelah 4-5 minggu pengeringan dan ini
mengakibatkan gambut mudah
terbakar.
KARAKTERISTIK GAMBUT - 3

Kandungan mineral yang rendah


Kandungan bahan organik lebih dari 90%.
Bereaksi masam pH 3 5
N total tinggi tetapi tidak tersedia bagi tanaman
karena rasio C/N yang tinggi
Kandungan hara makro P, K, Mg, Ca, Zn dan B
rendah
Kandungan unsur mikro khususnya Cu, B dan Zn
sangat rendah
KTK tinggi per satuan bobotnya, namun daya sangga
unsur-unsur hara per satuan volume sangat rendah
krn BJI sangat rendah
Tanah gambut di Indonesia sebagian besar bereaksi
masam hingga sangat masam dengan pH kurang dari
4,0.
Hasil penelitian Halim (1987) dan Salampak (1999)
diperoleh nilai kisaran pH H2O (1:5) yaitu tanah
gambut pedalaman Berengbengkel Kalimantan
Tengah sebesar 3,25 hingga 3,75.
Sedangkan pH H2O tanah gambut dari Air Sugihan
Kiri Sumatera Selatan lebih tinggi yaitu sebesar 4,1-
4,3 (Hartatik et al., 2004).
Nilai KTK gambut berkisar antara 100 hingga
300 me/100 g tanah, hal ini disebabkan oleh
muatan negatif bergantung pH yang sebagian
besar dari gugus karboksil dan gugus hidroksil
dari fenol (Driessen dan Soepraptohardjo,
1974).
Menurut Andriesse (1974) dan Driessen
(1978), KTK gambut ombrogen di Indonesia
sebagian besar ditentukan oleh fraksi lignin
dan senyawa humat.
Tanah gambut di Indonesia, terutama tanah
gambut ombrogen mempunyai komposisi
vegetasi penyusun gambut yang didominasi
oleh tumbuhan yang berasal dari bahan
kayu-kayuan.
Bahan kayu-kayuan umumnya banyak
mengandung senyawa lignin yang dalam
proses degradasinya akan menghasilkan asam-
asam fenolat (Stevenson, 1994).
Kandungan kation basa-basa (Ca, Mg, K, dan
Na) umumnya terdapat dlm jumlah rendah
terutama pd gambut tebal.
Semakin tebal gambut, kandungan abu
semakin rendah, kandungan Ca dan Mg
menurun dan reaksi tanah menjadi lebih
masam (Driessen dan Soepraptohardjo, 1974).
Kandungan basa-basa yang rendah disertai
dengan nilai KTK yang tinggi, sehingga
ketersediaan basa-basa menjadi rendah.
Rendahnya kandungan basa-basa pada gambut
pedalaman berhubungan erat dengan proses
pembentukannya yang lebih banyak dipengaruhi oleh
air hujan (Leiwakabessy, 1978).

Kejenuhan basa (KB) tanah gambut pedalaman pada


umumnya sangat rendah. Tanah gambut pedalaman
Berengbengkel Kalimantan Tengah mempunyai nilai
KB kurang dari 10% (Tim Institut Pertanian Bogor,
1974), demikian juga nilai KB tanah gambut dataran
rendah Riau (Suhardjo dan Widjaja-Adhi, 1976).
Unsur fosfor (P) pada tanah gambut sebagian
besar dijumpai dalam bentuk P organik, yang
selanjutnya akan mengalami proses mineralisasi
menjadi P anorganik oleh jasad mikro.

Sebagian besar senyawa P organik berada dalam


bentuk ester ortofosfat, sebagian lagi dalam
bentuk mono dan diester. Ester yang telah
diidentifikasi terdiri atas inositol fosfat, fosfolipid,
asam nukleat, nukleotida, dan gula fosfat, ketiga
senyawa pertama bersifat dominan.
Pada tanah gambut kandungan unsur mikro
umumnya terdapat dalam jumlah yang sangat
rendah, dan dapat menyebabkan gejala
defisiensi bagi tanaman.
Tanah yang berkadar bahan organik tinggi
seperti gambut, sebagian besar hara mikro,
terutama Cu dikhelat cukup kuat oleh bahan
organik sehingga tidak tersedia bagi tanaman
(Kanapathy, 1972).
Grup karboksilat dan fenolat pada tapak reaktif tanah
gambut dapat membentuk senyawa kompleks
dengan unsur mikro, sehingga mengakibatkan unsur
mikro menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Selain itu
adanya kondisi reduksi yang kuat menyebabkan
unsur mikro direduksi menjadi bentuk logamnya
yang tidak bermuatan.
Menurut Driessen (1978) kandungan unsur mikro
tanah gambut pada lapisan bawah umumnya lebih
rendah dibandingkan lapisan atas. Namun dapat juga
kandungan unsur mikro pada lapisan bawah dapat
lebih tinggi apabila terjadi pencampuran dengan
bahan tanah mineral yang ada di lapisan bawah
gambut tersebut.
asam-asam organiknya, yaitu asam humat dan asam
fulvat (Andriesse, 1974; Miller dan Donahue, 1990).
Bahan organik yang telah mengalami dekomposisi
mempunyai gugus reaktif seperti karboksil (COOH)
dan fenol (C6H4OH) yang mendominasi kompleks
pertukaran dan dapat bersifat sebagai asam lemah
sehingga dapat terdisosiasi dan menghasilkan ion H
dalam jumlah banyak.
Diperkirakan bahwa 85 sampai 95% muatan pada
bahan organik disebabkan karena kedua gugus
karboksil dan fenol tersebut.
Dekomposisi bahan organik dalam keadaan anaerob akan
menghasilkan beberapa senyawa dan gas, antara lain adalah
metan, hidrogen sulfida, etilen, asam asetat, asam butirat,
asam laktat, dan asam-asam organik lainnya seperti asam-
asam fenolat.
Sebagian besar dari asam-asam ini bersifat racun bagi
tanaman (Tsutsuki dan Ponnamperuma, 1987, Tsutsuki dan
Kondo, 1995).
Tanah gambut di Indonesia mempunyai kandungan lignin yang
lebih tinggi dibandingkan dengan tanah-tanah gambut yang
berada di daerah yang beriklim sedang (Driessen dan
Suhardjo, 1976; Driessen, 1978). Lignin tersebut akan
mengalami proses degradasi menjadi senyawa humat, dan
selama proses degradasi tersebut akan dihasilkan asam-asam
fenolat (Kononova, 1968).
Beberapa jenis asam fenolat yang umum
dijumpai dalam tanah adalah asam vanilat,
p-kumarat, p-hidroksibenzoat, salisilat, galat,
sinapat, gentisat, dan asam siringat (Tsutsuki,
1984).
Asam-asam fenolat tersebut berpengaruh
langsung terhadap proses biokimia dan fisiologi
tanaman, serta penyediaan hara di dalam tanah.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
asam-asam fenolat bersifat fitotoksik bagi
tanaman dan menyebabkan pertumbuhan
tanaman terhambat (Driessen, 1978; Stevenson,
1994; Tsutsuki, 1984).
Konsentrasi asam fenolat sebesar 0,6-3,0 mM
dapat menghambat pertumbuhan akar padi
sampai 50%, sedangkan pada konsentrasi
0,001 hingga 0,1 mM dapat mengganggu
pertumbuhan beberapa tanaman (Takijima
1960, dalam Tsutsuki, 1984).
Pengaruh asam p-hidroksibenzoat yang
diberikan terus menerus sampai panen dengan
konsentrasi >0,1 mM menurunkan bobot
kering tanaman bagian atas dan biji pada saat
panen (Tadano et al., 1992).
Wang et al. (1967) mendapatkan pada konsentrasi asam
p-hidroksibenzoat sebesar 7-70 Mm dapat menekan
pertumbuhan tanaman jagung, gandum, dan
kacang-kacangan. Sedangkan pada konsentrasi 180 mM tidak
berpengaruh terhadap tanaman tebu, tetapi pada konsentrasi
asam p-hidroksibenzoat 360 mM berpengaruh terhadap
pertumbuhan akar tanaman tebu.

Hartley dan Whitehead (1984) mengemukakan bahwa


asam-asam fenolat pada konsentrasi 250 M menurunkan
sangat nyata serapan kalium oleh tanaman barley.
Asam salisilat dan ferulat menyebabkan terhambatnya
serapan kalium dan fosfor oleh tanaman gandum serta asam
ferulat pada konsentrasi 500 hingga 1000 M menurunkan
serapan fosfor pada tanaman kedelai.
PENGARUH BAHAN FITOTOKSIK HASIL DEKOMPOSISI
BAHAN ORGANIK
(Patrick, 1971)

Perubahan permeabilitas sel tanaman, sehingga


asam-asam amino dan bahan lain mengalir keluar
dari sel, nekrosis pada sel akar, menghambat dan
menunda perkecambahan.
Dapat mematikan biji, menghambat pertumbuhan
akar, pertumbuhan tanaman kerdil, mengganggu
serapan hara, klorosis layu, dan akhirnya dapat
mematikan tanaman
Pengaruh buruk dari derivat asam-asam fenolat dapat
dikurangi dengan pemberian kation-kation polivalen
seperti Al, Fe, Cu, Zn (Rachim, 1995; Prasetyo, 1996;
Saragih 1996). Penurunan asam-asam fenolat
disebabkan oleh adanya erapan kation-kation polivalen
oleh tapak reaktif gugus fungsional asam-asam organik
sehingga membentuk senyawa kompleks yang resisten
(Stevenson, 1994). Tapak-tapak reaktif di dalam tanah
gambut berasal dari gugus fungsional asam organik
yang mengandung oksigen (C=O, OH, dan COOH),
terutama dari gugus OH asam fenolat.
Penelitian Saragih (1996) menunjukkan bahwa
kation Fe+3 lebih efektif dan stabil berikatan
dengan senyawa-senyawa organik dalam
gambut dibandingkan dengan kation Al+3,
Ca+2, Cu+2, dan Fe+2. Penggunaan kation Fe
sangat baik bagi pengikatan P sehingga dapat
mengkonservasi dan meningkatkan
ketersediaan P(Rachim, 1995).
PRINSIP PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT
UNTUK BUDIDAYA TANAMAN
Penggunaan lahan gambut utk pertanian tdk bisa
dipisahkan dari kehidupan masyarakat sekitar kawasan
lahan gambut.
Pengelolaannya lebih mengedepankan aspek
konservasi daripada aspek produksi.
Pada prinsipnya pengembangan pembangunan pada
lahan gambut harus menjadi alternatif terakhir.
Kawasan hutan gambut harus tetap dipertahankan
(fungsi ekologis) Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG)
Mengembangkan teknologi pengelolaan lahan
gambut yg ramah lingkungan (rendah emisi:
pembukaan lahan tanpa bakar).
Efesiensi penggunaan lahan (mixed croping).
Mengembangkan BMP pertanian lahan
gambut spesifik lokasi
TEKNIK PENGELOLAAN BUDIDAYA LAHAN GAMBUT

Mengenali dan memahami tipe & perilaku lahan gambut


Memanfaatkan dan menata lahan sesuai dengan tipologinya
dengan tidak merubah lingkungan secara drastis
Minimalisasi konversi dan pembuatan kanal
Menerapkan sistem tata air yang dapat menjamin
kelembaban tanah/menghindari kekeringan di musim
kemarau dan mencegah banjir di musim hujan
Tidak melakukan pembukaan lahan dgn cara bakar
Bertani secara terpadu dengan mengkombinasikan tanaman
semusim dan tanaman tahunan, ternak, dan ikan
Mengolah tanah secara minimum (minimum tillage) dalam
kondisi tanah yang berair atau lembab
Memilih jenis dan varietas tanaman yg sesuai dengan kondisi
lahan & permintaan pasar
Menggunakan bahan amelioran utk memperbaiki kualitas
lahan berbasis sumber daya lokal
Menggunakan pupuk makro & mikro untuk menambah
kesuburan tanah pupuk hayati spesifik lokasi
Meningkatkan penutupan lahan efisiensi radiasi matahari
Dapat memanfaatkan tanaman kacang-kacangan
Untuk penanaman tanaman tahunan di lahan gambut tebal
didahului dengan pemadatan dan penanaman tanaman
semusim untuk meningkatkan daya dukung tanah
Bentuk pertanian terpadu
Berdasarkan kedalaman gambut
Darung et al., 2001 menyatakan bahwa gambut
dengan ketebalan:
(1) kurang dari 0,5 m sesuai bagi penanam padi,
(2) 0,5 - 1,5 m untuk tanaman hortikultura dan
palawija,
(3) 1,5 - 3,0 untuk tanaman perkebunan, dan
(4) ketebalan lebih dari 3,0 m untuk lahan konversi
hutan rawa gambut.
Pemanfaatan lahan gambut untuk areal
pertanian yang berdasarkan kriteria
ketebalannya bagaimanapun harus mengacu
kepada Keppres 32/1990, PP 47/1997 yang
menyatakan bahwa semua areal gambut yang
memiliki kedalaman lebih dari 3 meter, harus
diperuntukkan bagi daerah yang lindungi.
Penataan lahan pasang surut (Widjaya- Adhi, 1995)
SISTEM PERTANAMAN

Monokultur
Tumpangsari
Tumpang gilir
Sistem lorong
Sistem terpadu
PENGGUNAAN TRICHODERMA
Trichoderma merupakan cendawan yang ditemukan dalam hampir
semua lahan-lahan pertanian.
Kemampuannya untuk tumbuh ke arah hifa cendawan lain secara
melingkar & menghancurkannya melalui sekresi enzim degradasi
untuk menekan cendawan patogenik.
Merupakan mikroba biodekomposer unggul yg dpt digunakan dlm
dekomposisi BO.
Mikroba tersebut mampu mempercepat proses pengomposan
menjadi sekitar 2-3 minggu.
Ketika kompos tersebut diberikan ke tanah, mikroba akan berperan
untuk mengendalikan organisme patogen penyebab penyakit
tanaman.
Menghasilkan enzim kitinase dan - 1.3-glukanase, dgn proses
antagonis parasitisme
KELEBIHANNYA DALAM MENGENDALIKAN PENYAKIT
TANAMAN

Dapat menekan serangan penyakit layu yang menyerang di


pesemaian
Antagonistik atau parasitik terhadap jamur patogen tular
tanah
Inokulum Trichoderma harzianum dapat mengendalikan
penyakit busuk batang dan busuk akar yang disebabkan
oleh jamur Sclerotium rolfsii.
Dapat menghambat serangan jamur Rhizoctonia solani dan
Phytium sp yang menyerang persemaian tanaman kapri
dan lobak.
TRICHODERMA DALAM PETRIDISH
Tabel 4. Sumbangan Unsur Hara dari berbagai
Mikroorganisme (Santosa, 1998)
Macam Sumbangan Unsur Hara
Tanaman Leguminosae 175 kg/ha/tahun
Legin dan Rhizogin menghemat Urea : 50-75 %
Azolla (padi sawah) menghemat Urea : 50 %
Azotobacter setara 60-70 kg Urea/ha
Azospirilium menghemat Urea : 50-100
kg/ha
Ganggang hijau-biru menghemat Urea : 50-100
kg/ha
Mikoriza menghemat TSP : 70-90 %
Phyllospere (penghuni setara 225 kg Urea/ha
daun)
POLA TANAM TUMPANGSARI JAGUNG
DAN KEDELAI PADA LAHAN GAMBUT
AMELIORASI

Amelioran adalah bahan yang dapat meningkatkan


kesuburan melalui perbaikan kondisi fisik, kimia dan
selanjutnya biologi tanah.
Amelioran dapat berupa bahan organik atau
anorganik.
Contoh bahan amelioran yang sering digunakan
adalah kapur pertanian, abu vulkanis, abu kayu, abu
janjang sawit, abu sekam padi, abu limbah pertanian,
tanah mineral, dan pupuk kotoran hewan.
KRITERIA BAHAN AMELIORAN UNTUK
TANAH GAMBUT
1) Memiliki Kejenuhan Basa (KB) tinggi;
2) Mampu meningkatkan derajat pH secara nyata;
3) Mampu memperbaiki struktur tanah;
4) Memiliki kandungan unsur hara yang banyak atau
lengkap;
5) Mampu mengusir senyawa beracun, terutama asam-
asam organik.
6) Tidak bersifat toksit bagi tanaman
PEMBUATAN ARANG & ABU DARI SERASAH GAMBUT

Pembakaran Terkendali
PENCAMPURAN LUMPUR LAUT DENGAN AIR
PEMBERIAN BAHAN AMELIORAN
Upaya peningkatan produktivitas lahan
gambut melalui teknologi pencampuran
tanah mineral
Tanah mineral dapat menekan aktivitas asam-
asam fenolat tergantung kandungan asam-asam
fenolat dominan pd gambut.
Untuk gambut dari Kalimantan Tengah yang
mengandung asam ferulat lebih tinggi, maka
tanah mineral yang lebih sesuai yg mengandung
besi tinggi.
Gambut Sumatera Selatan yg mengandung asam
phidroksibenzoat yg lebih tinggi, maka pemberian
tanah mineral perlu dikombinasikan dgn
pemberian terusi (sumber Cu).
Petani di Belanda mencampurkan tanah
mineral yg ada di bawah gambut dgn gambut
yg ada diatasnya, tanah mineral diaduk merata
dengan gambut hingga kedalaman 40 cm.
Petani di Rusia mencampurkan tanah mineral
dgn gambut dgn cara menyebarkan tanah
mineral di atas tanah gambut sebanyak 300-
400 m3/ha atau setebal 3-4 cm, kemudian
dibajak agar tanah mineral tercampur rata dgn
tanah gambut.
Soepardi dan Surowinoto (1986) pemberian tanah
mineral sebanyak 60 t/ha mampu meningkatkan
hasil tanaman, hanya saja upaya tsbt harus dibarengi
dgn upaya pemupukan.

Halim (1987) melakukan pencampuran tanah gambut


Sumatera Selatan dengan tanah mineral berasal dari
tanggul sungai (levee) sebesar 16 t bahan tanah dan
3 ton dolomit + 1,5 ton kalsit serta 80 kg besi per ha
meningkatkan hasil kedelai sebesar 17,7 ku/ha.
Rachim et al. (1991) takaran tanah mineral berpirit sebanyak
20% dr bobot tanah gambut meningkatkan hasil tan. jagung &
padi. Bila takaran campurannya ditingkatkan menjadi 40%,
maka cenderung menurunkan hasil, karena meningkatnya
bobot gabah hampa.
Pemanfaatan lumpur laut dan kapur terhadap peningkatan
produksi kedelai dan jagung pada gambut Kalimantan Barat
menunjukkan bahwa lumpur laut dapat memperbaiki
produktivitas gambut melalui perbaikan sifat-sifat kimia,
antara lain meningkatkan pH, ketersediaan Ca dan Mg,
kejenuhan basa.
Ameliorasi dgn tanah mineral berkadar besi tinggi dpt
mengurangi pengaruh buruk dari asam-asam fenolat
(Salampak, 1999; Mario, 2002; Hartatik, 2003).
Pemberian tanah mineral juga dapat memperkuat ikatan-
ikatan kation dan anion sehingga konservasi terhadap unsur
hara yg berasal dr pupuk menjadi lebih baik.

Kation Fe dari amelioran tanah mineral dapat menciptakan


tapak erapan baru pada gambut sehingga ikatan fosfat
menjadi lebih kuat dan tidak mudah lepas. Kation besi
berperan sebagai jembatan pengikat fosfat pada tapak erapan
reaktif gambut sehingga hara P dari tapak reaktif gambut
dapat dilepaskan secara lambat dan kebutuhan tanaman
dapat dipenuhi.
TUJUAN PENGELOLAAN AIR PADA LAHAN
GAMBUT
Pemanfaatan lahan gambut untuk areal perkebunan
memerlukan suatu perlakuan khusus, yaitu berupa
pengendalian tata air gambut dengan membangun jaringan
drainase yang kompleks.
Pembuatan saluran drainase tersebut perlu dilakukan dengan
perhitungan yang akurat dengan memperhitungkan ketebalan
gambut, kondisi hidrologis dan curah hujan.
Pada prinsipnya pengelolaan bertujuan agar gambut tidak
terlalu kering pada musim kemarau maupun terlalu basah
pada musim penghujan.
PENGATURAN AIR PADA LAHAN BASAH

Membuat saluran drainase untuk membuang kelebihan air


dapat merubah lahan basah menjadi lahan kering.
Tanah yang tiba-tiba kering pada lahan basah mempunyai
pH tanah yang sangat ekstrim rendah.
Keasaman yang ekstrim memiliki banyak konsekuensi kimia
yang buruk terhadap ketersediaan unsur hara.
Menurut McKenzie (2003), pH rendah apalagi ekstrim
rendah akan menurunkan ketersediaan unsur hara makro P
dan K serta unsur hara mikro seperti Mn, Fe, Cu, Zn, dan B.
Pembuatan saluran drainase harus juga diiringi dengan
pembuatan saluran irigasi agar tanah yang kering dapat
segera diberi air.
Tata air makro
Pengelolaan air dalam suatu kawasan yang luas
dengan cara membuat dan mengatur jaringan
reklamasi sehingga keberadaan air bisa dikendalikan.
Pada musim hujan lahan tidak kebanjiran & di musim
kemarau tidak kekeringan.
Pembangunan & pemeliharaannya oleh pemerintah
Tata air mikro
Pengelolaan air pada skala petani
Dalam hal ini, pengelolaan air dimulai dari
pengelolaan saluran tersier serta pembangunan dan
pengaturan saluran kuarter dan saluran lain yang
lebih kecil. Saluran tersier umumnya dibangun oleh
pemerintah tetapi pengelolaannya diserahkan
kepada petani.
Bagian-bagian dari tata air makro
Tata air sistem handil
Tata air sistem garpu
Tata air satu arah
Tata air sistem folder
Pembuatan pintu air
Sistem tata air mikro
KEDALAMAN MUKA AIR TANAH

Setiap jenis tanaman memiliki kedalaman air tanah optimum


dan toleransi terhadap lamanya periode genangan yang
berbeda.
Keberadaan atau tinggi air di saluran, juga merupakan indikasi
dari tinggi muka air tanah,
Dapat diatur melalui pintu air yang dapat menerima atau
mengeluarkan air pasang dari/ke sungai di dekatnya.
Pengaturan tinggi air di dalam saluran disesuaikan dengan
jenis tanaman yang ditanam.
Pengelolaan air skala mikro, yaitu yang berada di tingkat
petani yang meliputi pembuatan saluran-saluran keliling,
pengatusan dan kemalir, tabat, dan pintu air.
Pengelolaan air di lahan gambut terutama dimaksudkan untuk
mempertahankan muka air tanah pada batas layak untuk
tanaman pangan.
Untuk padi, muka air tanah perlu dipertahankan pada jeluk
antara 30 - 40 cm dan untuk palawija 40 - 50 cm di bawah
permukaan tanah.
Untuk tanaman perkebunan muka air perlu lebih dalam
antara 60-70 cm. Pengelolaan air juga penting untuk menjaga
agar tidak terjadi amblesan yang besar.
Sistem tabat lazim digunakan oleh petani tradisional untuk
mempertahankan air selama musim tanam bagi padi lokal
berumur 8 - 10 bulan.

Tabat dibuka pada akhir musim kemarau atau menjelang


musim hujan untuk mengeluarkan unsur dan senyawa racun
berupa asam-asam organik dan ion-ion logam lainnya.

Sistem tabat ini memberikan peluang bagi pengembangan


padi sekaligus perbaikan mutu lahan, terutama dalam
menurunkan kadar unsur pencemaran (Al, Fe, dan H2S).
Dalam budidaya palawija, pembuatan saluran pengatusan
keliling dan kemalir di lahan gambut dari hasil penelitian
terbukti dapat memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah serta
hasil tanaman jagung dan kedelai.
Dimensi ukuran saluran kemalir lebar 40 cm, dalam 30-50 cm,
dengan jarak antara kemalir 9 m.
Penerapan sistem pengatusan dangkal untuk pengembangan
tanaman palawija di lahan pasang surut Tipe B Unit Tatas,
Kapuas (Kalimantan Tengah) dan Tipe C Unit Barambai
(Kalimantan Selatan) memberikan hasil kedelai rata-rata
sebesar 1,99 ton/ha, kacang tanah 1,53 - 2,70 ton/Ha, dan
jagung 4,32 - 4,69 ton/Ha (Sarwani et al., 1994).
Sistem tata air mikro satu arah pada lahan pasang surut tipe C
Pengelolaan air tingkat mikro atau tingkat petani ini
dianjurkan menerapkan sistem tata air satu arah agar
mengurangi kontak dengan senyawa racun.
Pintu air yang dipasang di muara saluran tersier (handil)
dapat bersifat semi-otomatis (aeroflapgate) yang bersifat
membuka ke dalam (tersier) untuk pintu air irigasi dan
membuka ke luar untuk pintu air drainasi/pengatusan.
Hasil penelitian pada lahan pasang surut Tipe B Kapuas
Kalimantan Tengah menunjukkan penerapan sistem tata air
satu arah dapat meningkatkan hasil padi. Hasil padi juga
dipengaruhi oleh mutu air yang dipergunakan.
Sistem tata air mikro satu arah pada lahan pasang surut tipe A dan B
Hasil padi pada sistem tata air satu arah dan dua arah
Unit Tatas, Kapuas
Hasil penelitian Vadari et al. (1990) bahwa dari tiga sumber air
yang digunakan, ternyata air dari saluran sekunder/kanal
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan air
dari hutan galam atau dari hujan yang dikonservasi, masing-
masing memberikan hasil padi 2.04, 1.45, dan 1.35 t/ha.
Mutu air dari hutan galam kurang baik karena mempunyai pH
3.29, kadar Fe 1.69 cmol/l, Al 1.24 cmol/l, dan SO4 5.88 cmol/l
(Klepper et al., 1992) dibandingkan dengan air saluran
sekunder yang mempunyai pH 3.65, kadar Fe 0.92 cmol/l, Al
0.89 cmol/l, dan SO4 3.66 cmol/l.
Mutu air sungai yg belum memasuki saluran sekunder
umumnya lebih baik dibandingkan dengan yang ada di
saluran primer atau sekunder.
Air sungai yg mempunyai mutu lebih baik dapat menetralkan
senyawa atau unsur logam dan asam organik yang bersifat
racun sebagai hasil pengatusan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan muka air
dapat meningkatkan produktivitas lahan akibat perbaikan
sifat-sifat kimia dan kesuburan lahan yang antara lain
meningkatnya pH tanah dan menurunnya kadar ion-ion toksis.
Hal serupa ditunjukkan hasil penelitian Harsono (2010) pada
lokasi lahan rawa UPT Delta Upang, Delta Saleh, Kab
Banyuasin dan UPT Delta Sugihan Kanan, Kab Ogan Ilir,
Sumatera Selatan .
Hasil penerapan sistem tata air satu arah dan dua arah, Delta
Telang, Delta Saleh dan Delta Upang, Sumatera Selatan
BAHAN BACAAN
PENUNJANG
TUGAS
Mereview jurnal penelitian terkait pengelolaan lahan
gambut untuk kegiatan budidaya tanaman
Analisis kritis diperlukan untuk mengomentari sistem
yang telah dilakukan:
Apakah sistem pengelolaannya berkelanjutan
Apa kelemahannya, apa kelebihannya
Gimana seharusnya
Tugas dipresentasikan minggu depan di depan kelas
menggunakan power point
Dibuat juga tulisannya maksimal 5 lembar
Sifat dan ciri fisika tanah gambut yang
berguna bagi penentuan strategi
pengembangan lahan untuk budidaya
tanaman pertanian diantaranya adalah
ketebalan gambut, lapisan bawah gambut,
subsidence (penurunan permukaan tanah),
kerapatan lindak gambut, kadar lengas
gambut daya hantar hidrolik dan
permeabilitas, dan sifat kering tak balik
gambut.

Вам также может понравиться