Вы находитесь на странице: 1из 41

KEMISKINAN DAN DISTRIBUSI

PENDAPATAN

1
Dilema Pembangangunan
Lebih dari empat
dekade terakhir,
debat mengenai
hubungan antara
pertumbuhan
ekonomi
(economic growth),
ketimpangan
(inequality), dan
kemiskinan
(poverty)

2
Konsep lama
Kemiskinan
Pembangunan
&
Ketimpangan

Konsep Baru Growth with


distribution
Kemiskinan
Pembangunan
&
3
Ketimpangan
Fakta menarik yang diungkapkan oleh Bank
Dunia dalam World Development Report
disebutkan bahwa sejumlah negara yang laju
pertumbuhan ekonominya cukup baik ternyata ,
pertumbuhan ekonomi tersebut tidak serta merta
mereduksi kemiskinan.
Kesenjangan distribusi pendapatan bahkan
tetap tak terkoreksi.
Disebutkan bahwa sedikitnya 3 (tiga) milyar
penduduk bumi masih berada dalam kemiskinan
(hanya memperoleh pendapatan kurang dari US$
2 per hari).
Fakta ini setidaknya dimaknai
4
sebagai bentuk
divergensi antara pertumbuhan ekonomi dengan
DISTRIBUSI PENDAPATAN
Jenispendapatan

Property Income,
meliputi sewa (rent),
bunga tabungan (interest
Labor income, paid on saving account),
meliputi upah laba perusahaan
(wages) dan gaji (corporate profit), dan
(salaries), benefit proprietors income atau
serta berbagai disebut juga sebagai
jenis labor income laba perusahaan
lainnya perseorangan.
5
DISTRIBUSI PENDAPATAN
(Pembagian Pendapatan)

Menggambarkan bagian dari pendapatan


yang diterima oleh para pemilik faktor
produksi.

Menggambarkan variabilitas atau dispersi


(penyebaran) pendapatan.

6
SUMBER-SUMBER KETIMPANGAN
Ketidak merataan dalam:
Kepemilikan kekayaan

Labor Income, karena: kemampuan dan keahlian,


intensitas kerja, bidang pekerjaan, dan faktor
lainnya(lingkungan,gizi buruk, tingkat pendidikan,
dsb).
Property Income, karena: life cycle saving,
kewirausahaan (entrepreneurship), warisan dan lain-
lain.

7
Kebijakan Mengurangi Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan

a) Mengubah distribusi pendapatan fungsional melalui


kebijakan yang ditujukan untuk mengubah harga relatif
faktor. Hal ini terutama dimaksudkan untuk mengurangi/
menghilangkan distorsi harga faktor yang merugikan
kelompok miskin.

b) Memperbaiki distribusi pendapatan melalui redistribusi


pemilikan aset secara progresif, yang antara lain dilakukan
melalui land reform, dan pemberian kredit lunak bagi usaha
kecil.

8
Lanjutan
c) Mengurangi bagian pendapatan penduduk golongan atas
(kaya) melalui pajak pendapatan dan pajak kekayaan yang
progresif. Dengan demikian, peningkatan penerimaan negara
hasil pajak itu akan dapat ditujukan pada perbaikan
kesejahteraan kelompok miskin.

d) Meningkatkan bagian pendapatan penduduk golongan


bawah (melarat) melalui pembayaran transfer secara
langsung serta penyediaan barang dan jasa publik atas
tanggungan pemerintah. Hal ini antara lain dilakukan melalui
pembebasan/keringanan pajak bagi kelompok miskin,
tunjangan atau subsidi pangan, bantuan pelayanan
kesehatan, bantuan pelayanan umum lainnya.

9
Daftar orang terkaya Indonesia yang
masuk ke dalam daftar orang kaya Forbes:

146. R Budi Hartono (Djarum, BCA) 6,5 miliar dollar AS


157. Michael Hartono (Djarum, BCA) 6,3 miliar dollar AS
304. Low Tuck Kwong (Bayan Resources) 3,6 miliar dollar AS
377. Martua Sitorus (Wilmar International) 3 miliar dollar AS
418. Sukanto Tanoto (Raja Garuda Mas) 2,8 miliar dollar AS
464. Peter Sondakh (Rajawali Group) 2,6 miliar dollar AS
578. Achmad Hamami & keluarga 2,2 miliar dollar AS
634. Sri Prakash Lohia (Indorama) 2 miliar dollar AS
634. Chairul Tanjung (CT Group) 2 miliar dollar AS
764. Kiki Barki (Harum Energy) 1,7 miliar dollar AS
854. Murdaya Poo (Central Cipta Murdaya) 1,5 miliar dollar AS
913. Edwin Soeryadjaya (Saratoga, Adaro) 1,4 miliar dollar AS
960. Tahir (Mayapada) 1,3 miliar dollar AS
960. Hary Tanoesoedibjo (Bhakti Investama, MNC) 1,3 miliar dollar AS
1015. Garibaldi Thohir (Adaro) 1,2 miliar dollar AS
1075. Theodore Rachmat (Adaro) 1,1 miliar dollar AS
1153. Djoko Susanto (Alfamart) 1 miliar dollar AS

10
Kemiskinan
Kemiskinan
Kondisi dimana
seseorang tidak memiliki
cukup pendapatan,
utamanya untuk
membeli barang-barang
kebutuhan dasar seperti
makan, minum, pakaian,
papan dsb.
Menurut kriteria Bank
Dunia penghasilan
minimal per hari $2.
12
Kondisi Kemiskinan
Selalu menjadi momok bagi perekonomian dunia,
termasuk Indonesia
Dulu hampir semua penduduk Indonesia hidup
miskin (share poverty), sedangkan sekarang
kemiskinan terjadi di tengah masyarakat modern
dan berkelimpahan (affluent society)
Kemiskinan di Indonesia
Tingkat kemiskinan mutlak menurun drastis dalam
dua dasawarsa sebelum krisis ekonomi 1997;
Jumlah penduduk miskin pada 1976 mencapai 54,2 juta
jiwa (40,1 %),
menurun menjadi 40,6 juta jiwa (26,9 %) pada tahun 1981,
35 juta jiwa (21,64 %) pada tahun 1984,
27,2 juta jiwa (15,1 %) pada tahun 1990, dan
22,5 juta jiwa (11,3) pada 1996.
The Vicious Circle of Poverty

Kekurangan Modal

Investasi Rendah Produktivitas


Rendah

Tabungan Rendah Pendapatan Rendah


Indikator Kemiskinan
Terdapat beberapa indikator kemiskinan yang
biasa digunakan, yaitu indikator:
Kemiskinan relatif
Kemiskinan absolut
Kemiskinan kultural, dan
Kemiskinan struktural
Kemiskinan Relatif
Seseorang dikatakan berada dalam kelompok
kemiskinan relatif, jika pendapatannya berada di
bawah pendapatan di sekitarnya, atau dalam
kelompok masyarakat tersebut, ia berada di lapisan
paling bawah.
Bisa jadi meskipun pendapatannya cukup untuk
memenuhi kebutuhan pokok, namun karena
dibanding masyarakat di sekitarnya, pendapatannya
dinilai rendah, ia termasuk miskin.
Amerika Serikat menggunakan indikator kemiskinan
semacam ini.
Kemiskinan Absolut
Dilihat dari kemampuan pendapatan untuk
memenuhi kebutuhan pokok (sandang,
pangan, pemukiman, pendidikan dan
kesehatan).
Jika pendapatan seseorang di bawah
pendapatan minimal untuk memenuhi
kebutuhan pokok, maka ia disebut miskin.
Indonesia menggunakan indikator kemiskinan
jenis ini.
Kemiskinan Kultural

Dikaitkan dengan budaya


masyarakat yang menerima
kemiskinan yang terjadi pada
dirinya, bahkan tidak merespons
usaha-usaha pihak lain yang
membantunya keluar dari
kemiskinan tersebut.
Kemiskinan Struktural
Kemiskinan yang disebabkan struktur dan
sistem ekonomi yang timpang dan tidak
berpihak pada si miskin, sehingga
memunculkan masmalah-masalah struktural
ekonomi yang makin meminggirkan peranan
orang miskin.
Beberapa Pengertian
Kemiskinan
Garis Kemiskinan (Poverty Line)
Badan Pusat Statistik (BPS) mengukur garis
kemiskinan dengan pendekatan konsumsi sejalan
dengan pendekatan Bank Dunia.
Garis kemiskinan tersebut diukur dari kemampuan
membeli bahan makanan ekuivalen dengan 2100
kalori per kapita per hari dan biaya untuk
memperoleh kebutuhan minimal akan barang/jasa,
pakaian, perumahan, kesehatan, transportasi, dan
pendidikan.
Garis Kemiskinan VV. Bhanoji Rao

Rao menghitung garis kemiskinan dengan


memperhitungkan kebutuhan kalori per hari
minimum yang diperlukan seseorang untuk
hidup layak sebagai dasar, kemudian diambah
lagi dengan keperluan untuk kehidupan dasar
yang sifatnya sosial, misalnya untuk
pemeliharaan kesehatan, sekolah, dsb.
Indikator Kemiskinan Prof Sayoga

Dibedakan antara daerah perkotaan dan


pedesaan.
Garis kemiskinan untuk pedesaan setara
dengan 240 kg beras per kapita per tahun,
sedangkan untuk perkotaan setara dengan
360 kg beras per kapita per tahun.
Garis kemiskinan ditetapkan setelah survei di
seluruh Indonesia pada 1973.
Pergeseran Pengertian Kemiskinan

Pergerseran pengertian kemiskinan dengan


tidak melihat aspek pendapatan dan konsumsi
saja, tetapi juga melihat masalah
ketergantungan, harga diri, kontinuitas
pendapatan dsb.
Pendapat Lain
Mengartikan kemiskinan dengan melihat berbagai
dimensi:
Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar
(sandang, pangan, papan);
Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar
lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih, dan
transportasi)
Tidak adanya jaminan masa depan (karena tidak adanya
investasi untuk pendidikan dan keluarga)
Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual
maupun massal.
Lanjutan

Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan


keterbatasan sumber daya alam;
Tidak dilibatkan dalam kegiatan sosial masyarakat;
Tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata
pencaharian yang berkesinambungan;
Ketidakmampuan berusaha karena cacat fisik maupun
mental;
Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak-
anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga,
janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil)
Faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan
secara umum, antara lain:

Mata pencaharian utama di sektor pertanian.


Adanya perekonomian dualistis.
Kurangnya pengolahan sumber daya alam secara efisien.
Pertumbuhan penduduk yang cepat.
Tingginya angka pengaangguran
Kondisi ekonomi yang terbelakang
Tidak adanya inisiatif untuk berusaha
Adanya kelangkaan alat modal
Rendahnya tingkat penguasaan teknologi
Orientasi ekspor barang primer
29
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Provinsi, 2010

Jumlah Penduduk Miskin (000)


Persentase Penduduk Miskin (%) P1 (%) P2 (%)
Propinsi
Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa
Nangroe Aceh Darussalam
173.4 688.5 861.9 14.65 23.54 20.98 2.83 4.63 4.11 0.79 1.45 1.26
Sumatera Utara 689.0 801.9 1490.9 11.34 11.29 11.31 2.01 2.07 2.04 0.54 0.59 0.57
Sumatera Barat 106.2 323.8 430.0 6.84 10.88 9.50 1.16 1.67 1.49 0.27 0.39 0.35
Riau 208.9 291.3 500.3 7.17 10.15 8.65 0.88 1.89 1.38 0.17 0.57 0.37
Jambi 110.8 130.8 241.6 11.80 6.67 8.34 1.62 0.78 1.05 0.42 0.14 0.23
Sumatera Selatan 471.2 654.5 1125.7 16.73 14.67 15.47 2.72 2.57 2.63 0.71 0.71 0.71
Bengkulu 117.2 207.7 324.9 18.75 18.05 18.30 3.16 2.53 2.75 0.93 0.56 0.69
Lampung 301.7 1178.2 1479.9 14.30 20.65 18.94 2.53 3.14 2.98 0.66 0.75 0.72
Bangka Belitung 21.9 45.9 67.8 4.39 8.45 6.51 0.54 1.28 0.93 0.11 0.33 0.23
Kepulauan Riau 67.1 62.6 129.7 7.87 8.24 8.05 1.25 0.83 1.05 0.33 0.15 0.25
DKI Jakarta 312.2 - 312.2 3.48 - 3.48 0.45 - 0.45 0.11 - 0.11
Jawa Barat 2350.5 2423.2 4773.7 9.43 13.88 11.27 1.64 2.35 1.93 0.44 0.64 0.52
Jawa Tengah 2258.9 3110.2 5369.2 14.33 18.66 16.56 2.09 2.86 2.49 0.50 0.69 0.60
DI Yogyakarta 308.4 268.9 577.3 13.98 21.95 16.83 2.27 3.89 2.85 0.56 1.02 0.73
Jawa Timur 1873.5 3655.8 5529.3 10.58 19.74 15.26 1.53 3.18 2.38 0.37 0.79 0.59
Banten 318.3 439.9 758.2 4.99 10.44 7.16 0.79 1.30 1.00 0.22 0.28 0.24
Bali 83.6 91.3 174.9 4.04 6.02 4.88 0.52 0.96 0.71 0.08 0.22 0.14
Nusa Tenggara Barat552.6 456.7 1009.4 28.16 16.78 21.55 5.65 2.41 3.77 1.63 0.56 1.01
Nusa Tenggara Timur107.4 906.7 1014.1 13.57 25.10 23.03 3.12 5.09 4.74 1.00 1.53 1.43
Kalimantan Barat 83.4 345.3 428.8 6.31 10.06 9.02 0.82 1.31 1.18 0.18 0.27 0.24
Kalimantan Tengah 33.2 131.0 164.2 4.03 8.19 6.77 0.86 1.10 1.02 0.24 0.24 0.24
Kalimantan selatan 65.8 116.2 182.0 4.54 5.69 5.21 0.57 0.77 0.69 0.12 0.22 0.18
Kalimantan Timur 79.2 163.8 243.0 4.02 13.66 7.66 0.57 2.44 1.27 0.12 0.70 0.34
Sulawesi Utara 76.4 130.3 206.7 7.75 10.14 9.10 1.12 1.16 1.14 0.30 0.19 0.24
Sulawesi Tengah 54.2 420.8 475.0 9.82 20.26 18.07 1.81 3.43 3.09 0.45 0.89 0.80
Sulawesi Selatan 119.2 794.2 913.4 4.70 14.88 11.60 0.55 2.55 1.91 0.10 0.68 0.49
Sulawesi Tenggara 22.2 378.5 400.7 4.10 20.92 17.05 1.10 3.80 3.18 0.38 1.04 0.89
Gorontalo 17.8 192.0 209.9 6.29 30.89 23.19 0.88 5.63 4.14 0.17 1.37 1.00
Sulawesi Barat 33.7 107.6 141.3 9.70 15.52 13.58 0.84 1.90 1.55 0.12 0.46 0.35
Maluku 36.3 342.3 378.6 10.20 33.94 27.74 1.36 6.59 5.23 0.27 1.90 1.47
Maluku Utara 7.6 83.4 91.1 2.66 12.28 9.42 0.06 2.07 1.47 0.00 0.46 0.33
Papua Barat 9.6 246.7 256.3 5.73 43.48 34.88 1.14 13.22 10.47 0.36 5.47 4.30
Papua 26.2 735.4 761.6 5.55 46.02 36.80 0.78 11.89 9.36 0.17 4.32 3.37
Indonesia 11097.8 19925.6 31023.4 9.87 16.56 13.33 1.57 2.80 2.21 0.40 0.75 0.58
30
Sebab-sebab Struktural Kemiskinan di
Indonesia
Ketidakmampuan mengelola sumber daya alam
secara maksimal;
Kebijakan ekonomi yang tidak berkomitmen
terhadap penanggulangan kemiskinan dan semata-
mata mengejar pertumbuhan ekonomi (trickle down
effect tidak bekerja)
Kesalahan mendasar dalam asumsi perekonomian
Indonesia adalah pengangguran dan kemiskinan hanya
mungkin diatasi jika ekonomi tumbuh minimal (misalnya)
6,5 %.
Asusmsi demikian salah, karena:
Yang dapat mengatasi pengangguran dan kemiskinan
adalah pertumbuhan ekonomi yang melibatkan
kegiatan ekonomi rakyat yang pelakunya adalah
masyarakat miskin.
Pengangguran dan kemiskinan adalah dua hal berbeda.
Orang yang menganggur belum tentu miskin.

Ilustrasi: 1 % pertumbuhan diasumsikan mampu


menampung 200.000-400.000 tenaga kerja baru,
maka pertumbuhan 6.5 % hanya mampu
mempekerjakan 1,3 juta-2,6 juta tenaga kerja dan
tidak ada jaminan bagi penduduk miskin yang
mencapai puluhan juta jiwa.
Dampak ketimpangan dan kemiskinan

Kriminalitas
Konflik sosial
Pendidikan
Produktifitas
Pelayanan Umum

33
Kebijakan Pemerintah untuk
Menanggulangi Kemiskinan
Masa Kolonial: politik etis balas budi.
Masa Orde Baru: terkait dengan program pembangunan
nasional sejak Repelita I-V. Program sektoral yang pernah
dilaksanakan:
BIMAS, INMAS, dan P4K (Departemen Pertanian),
UPPKS (BKKBN),
KUD dan Koperasi Simpan Pinjam (Departemen Koperasi),
UED-SP, BKD dan PKK (Departemen Dalam Negeri),
KUBE (Departemen Sosial)
Wajar 9 tahun (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan) dan
pengembangan Puskesmas (Departemen Kesehatan)
Lanjutan

Mulai Repelita VI diluncurkan Inpres Desa


Tertinggal (IDT), yang meliputi:
Komponen bantuan langsung sebesar Rp 20 juta/desa
sebagai dana bergulir selama 3 tahun;
Bantuan pendampingan pokmas IDT oleh tenaga
pendamping Sarjana Pendamping Purna Waktu (SP2W);
Bantuan pembangunan sarana/prasarana

Untuk masyarakat miskin di kelurahan tidak


tertinggal diluncurkan program Takesra/Kukesra.
Lanutan
Ketika terjadi krisis ekonomi, jumlah penduduk
miskin meningkat tajam karena merupakan
gabungan dari penduduk miskin lama dan penduduk
baru yang bersifat sementara (transient poverty).
Untuk mengatasi masalah ini, dikeluarkan program Jaring
Pengaman Sosial (JPS), yang dibagi dalam empat kelompok
program, yaitu JPS Departemen teknis, JPS prioritas, JPS
sektor-sektor pembangunan dan JPS monitoring
Kekurangan Program
Tidak ada jenjang program lanjutan sehingga
kelompok yang sukses dalam tahapan pertama
susah mengembangkan usaha selanjutnya
Terhambatnya laju pertumbuhan karena sistem
pertanggungjawaban yang saling mengikat
Timing pencairan kredit yang tidak tepat
Kurangnya integrasi dan koordinasi program antar
instansi
Beberapa Kelemahan dalam Program
Penanggulangan Kemiskinan
1) Masih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi makro
daripada pemerataan;
2) Sentralisasi kebijakan daripada desentralisasi;
3) Lebih bersifat karitatif daripada transformatif;
4) Memposisikan masyarakat sebagai objek dan bukan subjek;
5) Cara pandang tentang penanggulangan kemiskinan masih
berorientasi pada charity daripada productivity;
6) Asusmsi permasalahan dan solusi kemiskinan sering
dipandang sama daripada pluralistis.
Paradigma Baru Pemberantasan
Kemiskinan di Indonesia
a) Penerbitan undang-undang pemberantasan
kemiskinan sehingga program pengurangan
kemiskinan lebih diprioritaskan oleh pemerintah
dan masyarakat
b) Program pemberantasan harus bersifat multi-sektor
c) Perencanaan dan pelaksanaan dilakukan bersama
antara masyarakat dan pemerintah sehingga
program sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
potensi aktual masyarakat dapat lebih tergali.
Lanjutan
d) Masyarakat dijadikan subjek dan bukan
sekedar objek program
e) Pertanggungjawaban program tidak saja
pada pemerintah tetapi juga pada
masyarakat
f) Program yang berkesinambungan
g) Ukuran keberhasilan ditentukan berdasarkan
kemampuan masyarakat keluar dari
belenggu kemiskinan.
End of Session

41

Вам также может понравиться