Вы находитесь на странице: 1из 45

ASFIKSIA

GANTUNG (HANGING)
Disusun Oleh :
ELFRIDA JESIKA
Pembimbing :
dr. Ricka Brillianty Zaluchu, Sp.KF

Kepaniteraan Klinik Bagian/SMF Kedokteran Forensik


RSUD Dr. Doris Sylvanus/Fakultas Kedokteran
Universitas Palangka Raya
2017
ASFIKSIA

Asfiksia adalah suatu keadaan yang


ditandai dengan terjadinya gangguan
pertukaran udara pernapasan,
mengakibatkan oksigen darah berkurang
(hipoksia) disertai dengan peningkatan
karbon dioksida (hiperkapnea).
Dengan demikian organ tubuh mengalami
kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik)
dan terjadi kematian.

Secara klinis keadaan asfiksia sering disebut anoksia atau hipoksia


ETIOLOGI ASFIKSIA

1. Penyebab alamiah ( penyakit yang menyumbat saluran pernafasan


atau menimbulkan ganguuan pergerakan paru)

2. Trauma mekanik ( trauma yang menyebabkan emboli dan


sumbatan pada saluran nafas)

3. Keracunan (bahan yang menimbulkan depresi pusat pernapasan)

Penyebab tersering asfiksia dalam konteks forensik adalah jenis asfiksia mekanik,
dibandingkan dengan penyebab yang lain seperti penyebab alamiah ataupun
keracunan
ASFIKSIA MEKANIK
ASFIKSIA MEKANIK
adalah mati lemas yang terjadi bila
udara pernapasan terhalang memasuki
saluran pernapasan oleh berbagai
kekerasan (yang bersifat mekanik,
misalnya:
a. Penutupan lubang saluran pernapasan
bagian atas, seperti pembekapan
(smothering) dan penyumbatan (gagging
dan choking).
b. Penekanan dinding saluran
pernapasan, seperti penjeratan
(strangulation), pencekikan (manual
strangulation, throttling) dan gantung
(hanging).
c. Penekanan dinding dada dari luar
(asfiksia traumatik)
JENIS-JENIS ASFIKSIA MEKANIK

1. Strangulasi 4. Penyumpalan (choking / gaging)


Gantung (hanging)
Penjeratan (strangulation by ligature). 5.Tenggelam (drowning)
Cekikan (manual strangulation).
6.Crush asphyxia (asfiksia trumatik):
2. Sufokasi Tekanan pada dada oleh benda berat.
Berdesakan.
3. Pembengkakpan (smothering)
GEJALA KLINIS

Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat
dibedakan dalam 4 fase, yaitu :
1. Fase dispnea.
Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan C02 dalam
plasma akan merangsang /pusat pernapasan di medula oblongata, sehingga
amplitude dan frekuensi, pernapasan akan meningkat, nadi cepat, tekanan
darah meninggi dan mulai tampak tanda-tanda sianosis terutama pada muka
dan tangan.
2. Fase konvulsi.
Akibat kadar CO2 yang naik maka akan tim-bul rangsangan terhadap
susunan saraf pusat sehingga ter-jadi konvulsl (kejang), yang mula-mula
berupa kejang klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik, dan akhirnya
timbul spasme opistotonik. Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung
menurun, tekanan darah juga menurun. Efek ini berkaitan dengan paralisis
pusat yang lebih tinggi dalam otak akibat kekurangan O2.
3. Fase apnea.
Depresi pusat pernapasan menjadi lebih hebat, pernapasan melemah dan dapat
berhenti. Kesadaran menurun dan akibat relaksasi sfingter dapat terjadi
pengeluaran cairan sperma, urin dan tinja.

4 Fase akhir.
Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernafasan berhenti setelah
kontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut
beberapa saat setelah pernapasan berhenti.
Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi.
Umumnya berkisar antara 4-5 menit. Fase 1 dan 2 berlangsung lebih kurang 3-4
menit, tergantung dari tingkat penghalangan oksigen, bila tidak 100% maka
waktu kematian akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas dan
lengkap
Tanda kardinal (klasik)Asfiksia

Tardieus spot(petechial hemorrages


Ditemukan pada jaringan ikat longgar, seperti kelopak mata , di bawah kulit
dahi kuliat belakang telinga,cicumoral skin, konjungtiva dan sklera mata
selain itu di temukan di permukaan jantung,paru , otak,mukosa laring dan
faring
Kongesti oedem
Terjadi bendungan pada pembuluh darah
Sianosis
Terjadi peningkatan jumlahangka absolut hb tereduksi (HB yang tidak terikat
dengan O2 )
Tetap cairnya darah
Terjadi peningkatan fibrinolisin pada saat kematian
Gambaran Postmortem pada
Asfiksia

Pemeriksaan Luar Pemeriksaan Dalam


Dapat di temukan sianosis pada Darah berwarna lebih gelap dan encer
bibir ujung- ujung jari dan kuku
Busa halus di dalam saluran nafas
Warna lebam mayat(livor matis)
merah Patekie dapat di temukan pada mukosa
usus halus epikardium pada belakang
- kebiruan gelap akan akan jantung daerah aurikuloventrikular
terbentuk lebih cepat subpleura viseralis paru terutama di
lobus pars diafragma fisura
Terdapat busa halus di hidung interlobaris,kulit kepala sebelah dalam
Gambaran perbendungan pada terutama di daerah otot interlobaris,
mata berupa pelebaran pembuluh kulit kepala dalam terutama temporal,
darah konjungtiva bulbi dan mukosa,epiglotis dan daerah subglotis
palpebra berupa bintik-bintik Kelainan-kelainan yang berhubungan
ppendarahan yang dinamakan dgn kekerasan
sebagai thardeus spot
Gantung (Hanging)

Suatu keadaan asfiksia


dimana terjadi konstriksi
dari leher oleh alat penjerat
yang ditimbulkan oleh berat
badan seluruhnya atau
sebagian.
Klasifikasi

Letak simpul/titik gantung

Sempurna tidaknya penggantungan

Motif daripada penggantungan


Berdasarkan letak
simpul/titik gantung
A. Typical Hanging
Adalah penggantungan tubuh
dimana titik gantung (simpul tali)
berada tepat diatas tengah tulang
occipital. Dalam situasi seperti ini
kemungkinan penekanan arteri didaerah
leher maksimum.

B. Atypical Hanging
Adalah semua pengantung tubuh
dengan titik gantung (simpul tali)
berada disemua tempat selain pada
ditengah
occipital.
Berdasarkan sempurna
tidaknya penggantungan
A. Complete hanging B. Partial hanging
seluruh tubuh hanya sebagian atau tubuh
menggantung sempurna. tergantung dengan posisi duduk,
berlutut, tersandar, atau telungkup
Complete Hanging Partial Hanging
Berdasarkan motif dari
penggantungan
A. Suicidal hanging (Bunuh diri)
Bunuh diri (suicide) dapat di
definisikan sebagai : perbuatan merusak
diri sendiri yang berhasil. Sedangkan
perbuatan merusak diri sendiri yang
dilakukan dengan keinginan destruktif,
tetapi tidak nyata atau ragu-ragu (sering
disebut sebagai sikap bunuh diri)
merupakan definisi dari percobaan bunuh
diri (parasuicide).
B. Accidental Hanging (kecelakaan)
Penggantungan yang tidak disengaja ini
dapat dibagi dalam dua kelompok yang
terjadi sewaktu bermain atau bekerja dan
sewaktu melampiaskan nafsu seksual
yang menyimpang (Auto erotic
Hanging).
C. Homicidial Hanging (pembunuhan)
Pembunuhan dengan metode menggantung
korbannya relatif jarang dijumpai, cara ini baru
dapat dilakukan bila korbannya anak-anak atau
orang dewasa yang kondisinya lemah, baik
lemah oleh karena menderita penyakit, dibawah
pengaruh obat bius, alkohol atau korban yang
sedang tidur. Pembunuhan dengan cara
penggantungan sulit untuk dilakukan oleh
seorang pelaku.
Penyebab atau
mekanisme kematian
pada penggantungan
1. Asfiksia. Merupakan penyebab kematian yang paling sering
2. Apopleksia (kongesti pada otak). Tekanan pada pembuluh darah
vena menyebabkan kongesti pada pembuluh darah otak dan
mengakibatkan kegagalan sirkulasi
3. Kombinasi dari asfiksia dengan apopleksia
4. Iskemia serebral. Hal ini akibat penekanan dan hambatan
pembuluh darah arteri yang memperdarahi otak
5. Syok vaso vagal. Perangsangan pada sinus caroticus menyebabkan
henti jantung
6. Fraktur atau dislokasi vertebra servikalis. (Pada korban yang
dihukum gantung). Pada keadaan dimana tali yang menjerat leher
cukup panjang, kemudian korbannya secara tiba-tiba dijatuhkan
dari ketinggian 2 meter maka akan mengakibatkan fraktur atau
dislokasi vertebra servikalis yang akan menekan medulla oblongata
dan mengakibatkan terhentinya pernafasan. Biasa yang terkena
adalah vertebra servikalis ke-2 dan ke-3
Pemeriksaan Kasus
Hanging

Pemeriksaan post-mortal pada kasus


gantung diri atau hanging
dipengaruhi oleh mekanisme
kematiannya; mekanisme kematian
yang berbeda akan memberikan
gambaran post-mortal yang berbeda
1. Pemeriksaan tempat kejadian
1) Periksa apakah masih hidup atau sudah meninggal
2) Keadaan di TKP (tempat kejadian perkara) : Pada
kasus gantung diri, keadaanya tenang, di ruang atau
tempat tersembunyi atau pada tempat yang sudah tidak
digunakan.
3) Pakaian korban : Pada kasus gantung diri biasa
ditemukan pakaian korban cukup rapih, sering
didapatkan surat peninggalan dan tidak jarang
diberikan alas sapu tangan sebelum alat jerat
dikalungkan ke leher.
4) Adakah alat penumpu seperti bangku dan sebagainya
5) Jumlah lilitan : Semakin banyak jumlah lilitan, dugaan
bunuh diri makin besar
6) Arah serabut tali penggantung:
- Bunuh diri arah serabut tali menuju korban
- Dibunuh terlebih dulu arah serabut sebaliknya
7) Distribusi lebam mayat. Diperiksa apakah sesuai dengan posisi
korban yang tergantung atau tidak.
8) Macam simpul pada jerat di leher
- Simpul hidup : Umumnya pada kasus bunuh diri.
- Simpul mati
Pemeriksaan : Bila dilonggarkan maksimal, apakah dapat
melewati kepala.
Bila dapat biasanya bunuh diri,. Bila tidak, curiga pembunuhan.
9) Jarak ujung jari kaki dengan lantai.
Pada kasus bunuh diri, posisi korban yang tergantung lebih
mendekati lantai, berbeda dengan pembunuhan dimana jarak
antara kaki dan lantai cukup lebar.
10) Letak korban di tempat kejadian
Cara menurunkan korban:
Potong bahan penggantung di luar simpul.
Awalnya buat ikatan pada 2 tempat untuk
mencegah serabut terurai lalu potong diantara
kedua ikatan secara miring untuk memudahkan
rekonstruksi.
11) Bekas serabut tali pada tempat menggantung
dan pada leher diamankan untuk
pemeriksaan lebih lanjut.
12) Bahan penggantung; makin kecil/keras bahan
makin jelas alur jerat yang timbul di leher.
- Tali, kawat, selendang, ikat pinggang
- Seprei yang disambung
Pemeriksaan luar

Kepala:
1. Muka sianotik (vena terjepit) atau
muka pucat (vena dan arteri terjepit)
2. Tanda penjeratan pada leher. Hal ini
sangat penting diperhatikan oleh
dokter, dan keadaannya bergantung
kepada beberapa kondisi :
Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika tali yang
digunakan kecil dibandingkan jika menggunakan tali yang
besar.
Bila alat penjerat mempunyai permukaan yang luas, yang
berarti tekanan yang ditimbulkan tidak terlalu besar tetapi
cukup menekan pembuluh balik, maka muka korban tampak
sembab, mata menonjol, wajah berwarna merah kebiruan dan
lidah atau air liur dapat keluar tergantung dari letak alat
penjerat.
Jika permukaan alat penjerat kecil, yang berarti tekanan yang
ditimbulkan besar dan dapat menekan baik pembuluh balik
maupun pembuluh nadi; maka korban tampak pucat dan
tidak ada penonjolan dari mata.
Alur jerat : bentuk penjeratannya berjalan miring
(oblik atau berbentuk V) pada bagian depan leher,
dimulai pada leher bagian atas di antara kartilago
tiroid dengan dagu, lalu berjalan miring sejajar
dengan garis rahang bawah menuju belakang
telinga. Tanda ini semakin tidak jelas pada bagian
belakang.
Tanda penjeratan atau jejas jerat yang sebenarnya
luka lecet akibat tekanan alat jerat yang berwarna
merah kecoklatan atau coklat gelap dan kulit
tampak kering, keras dan berkilat. Pada perabaan,
kulit terasa seperti perabaan kertas perkamen,
disebut tanda parchmentisasi, dan sering ditemukan
adanya vesikel pada tepi jejas jerat tersebut dan
tidak jarang jejas jerat membentuk cetakan sesuai
bentuk permukaan dari alat jerat.
Pada tempat dimana terdapat simpul tali
yaitu pada kulit dibagian bawah telinga,
tampak daerah segitiga pada kulit
dibawah telinga
Pinggiran berbatas tegas dan tidak
terdapat tanda-tanda abrasi disekitarnya.
Jumlah tanda penjeratan. Kadang-
kadang pada leher terlihat 2 buah atau
lebih bekas penjeratan. Hal ini
menunjukkan bahwa tali dijeratkan ke
leher sebanyak 2 kali.
3. Tanda-tanda asfiksia.
Mata menonjol keluar; oleh karena
pecahnya oleh bendungan kepala, dimana
vena-vena terhambat sedang arteri tidak.
Perdarahan berupa peteki tampak pada
wajah dan subkonjungtiva, pecahnya vena
oleh bendungan dan meningkatnya
permeabilitas pembuluh darah akibat
asfiksia.
Lidah menjulur; tergantung dari letak jerat.
Bila tepat di kartilago tiroid lidah akan
terjulur sedang jika di atasnya lidah tidak
akan terjulur.
Air liur mengalir dari sudut bibir di
bagian yang berlawanan dengan
simpul tali. Keadaan ini
menunjukkan tanda pasti hanging
ante-mortem.
Kedalaman dari bekas penjeratan
menunjukkan lamanya tubuh
tergantung.
Jika korban lama tergantung,
ukuran leher menjadi semakin
panjang.
Anggota gerak
Lebam mayat dan bintik-bintik perdarahan terutama
pada bagian akral dari ekstremitas, sangat tergantung
dari lamanya korban dalam posisi tergantung.
Lebam mayat pada kasus gantung, mengarah kebawah
yaitu kaki, tangan, dan genitalia eksterna.
Posisi tangan biasanya dalam keadaan tergenggam.

Dubur dan kelamin


Keluarnya mani, darah (sisa haid), urin dan feses akibat
kontraksi otot polos pada saat stadium konvulsi pada
puncak asfiksia.
Hal ini bukan merupakan tanda khas dari hanging dan
keadaan ini tidak selalu menyertai hanging.
Pada wanita labium membesar dan terdapat lebam, dan
Pada laki-laki terjadi pada skrotum
Pemeriksaan
Kepala

dalam
Tanda bendungan pembuluh darah otak
Leher
Jaringan yang berada dibawah jeratan berwarna putih,
berkilat dan perabaan seperti perkamen karena
kekurangan darah, terutama jika mayat tergantung cukup
lama. Pada jaringan dibawahnya mungkin tidak terdapat
cedera lainnya.
Platisma atau otot lain disekitarnya mungkin memar atau
ruptur pada beberapa keadaan. Kerusakan otot ini lebih
banyak terjadi pada kasus hanging yang disertai dengan
tindak kekerasan
Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah
mengalami laserasi ataupun ruptur. Resapan darah hanya
terjadi didalam dinding pembuluh darah.
Fraktur tulang hyoid sering terjadi. Fraktur ini biasanya
terdapat pada hanging yang korbannya dijatuhkan
dengan tali penggantung yang panjang dimana tulang
hyoid mengalami benturan dengan tulang vertebra.
Adanya efusi darah disekitar fraktur menunjukkan
bahwa hangingnya ante-mortem.
Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi. Pada korban diatas
40 tahun, patah tulang ini darap terjadi bukan karena
tekanan alat penjerat tetapi karena terjadinya traksi pada
hanging.
Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas.
Fraktur ini sering terjadi pada korban hukuman gantung
Dada dan perut
Bintik perdarahan pada pleura,
pericard atau peritoneum
Organ-organ dapat mengalami
kongesti atau bendungan darah
Pada pengirisan jantung dan paru
ditemukan darah lebih gelap dan
lebih cair
Gambaran Post-Mortem Korban
Hanging
Ada beberapa hal yang dapat kita jumpai pada
pemeriksaan luar dan dalam pada korban hanging.
Ada 5 bagian tubuh korban yang kita perhatikan saat
melakukan pemeriksaan luar dan dalam, yaitu:

Kepala

Leher

Anggota gerak (lengan dan tungkai)

Dubur

Alat kelamin
Ada 4 bagian kepala korban yang kita
perhatikan saat melakukan pemeriksaan
luar, yaitu:

Muka

Mata

Konjungtiva

Lidah
Gambaran yang ditemukan pada korban
berdasarkan alat penggantung
1. Penampang kecil (tali)
Muka korban hanging (hanging) akan mengalami
sianosis dan terlihat pucat karena vena terjepit. Pucat
yang tampak pada wajah korban disebabkan tekanan alat
penggantung tidak hanya menyebabkan terjepitnya vena,
tetapi tekanan penggantung juga menyebabkan
terjepitnya arteri.
2. Penampang lebar (sarung, sprei)
Mata korban hanging (hanging) melotot akibat terjadinya
bendungan pada kepala korban.wajah korban tampak
kongesti. Hal ini disebabkan oleh terhambatnya vena-
vena kepala tetapi arteri kepala tidak terhambat.
Gambaran post-mortem pada
leher korban hanging
Petechie pada mata sebagai
tanda asfiksia pd kasus
gantung diri
NO Dilihat dari PENCEKIKA GANTUNG PENJERATAN
N
1. Definisi Penekanan Peristiwa Penekanan leher
leher dan jalan dimana seluruh dengan
napas dengan atau sebagian menggunakan
menggunakan dari berat pita/tali/bahan
tangan atau badan sejenis yang
lengan bawah/ seseorang dikencangkan
alat (tongkat ditahan di secara paksa
atau bambu bagian lehernya dengan
pada kasus oleh tali kekuatan jerat
bansdola). sehingga berasal dari
daerah itu tarikan pada
tertekan kedua ujungnya

2. Jenis kasus Hampir selalu Sebagian besar Sebagian besar


kasus bunuh diri pembunuhan
pembunuhan
PENJERATAN
No Dilihat dari PENCEKIKAN GANTUNG
3. Jejas pada Melintang, berupa lingkaran Oblik, tidak Jejas horizontal
leher utuh yang melingkari seluruh berupa di leher, mirip
bagian leher, letaknya dibawah
atau tepat pada kartilago tiroid.
lingkaran utuh dengan jejas
Kuku-kuku jari yang yang akibat gantung
digunakan untuk mencekik melingkari tetapi pada
leher dapat meninggalkan luka- leher, letaknya penjeratan
luka lecet berbentuk bulan diatas kartilago letaknya lebih
sabit kecil. tiroid rendah.

4. Otot leher Memar lebih banyak Memar lebih Memar lebih


sedikit sedikit
5. Jaringan di Lunak dan kemerahan Putih, keras, dan Putih, keras
bawah jejas berkilat
6. Arteri karotis Sering mengalami kerusakan Bisa mengalami Lebih banyak
kerusakan pada vena yang terkena
penggantungan
yang dijatuhkan
dari tempat tinggi.

7. Patah os. Hyoid Dapat dijumpai Sering dijumpai Jarang dijumpai


PENCEKIKAN GANTUNG PENJERATAN
NO Dilihat dari
8. Leher Leher tidak Tertarik dan Tidak berubah
berubah menjadi lebih
panjang
9. Tanda asfiksia Lebih jelas Tidak begitu jelas Lebih jelas
Perbedaan Gantung diri dan gantung
No. Gantung diri Gantung di bunuh
dibunuh
1 Usia. Gantung diri sering Tidak mengenal usia
terjadi pada remaja dan dewasa.
Anak-anak dibawah 10 tahun
dan orang dewasa di atas 50
tahun lebih sering melakukan
gantung diri.
2 Simpul tali biasanya 1 simpul Simpul tali biasa lebih dari 1 pada bagian
yang letaknya pada bagian depan leher dan simpul tali terikat kuat
samping leher, tetapi tergantung
jenis simpul yng dipakai
3 Luka pada tubuh korban Luka-luka pada tubuh korban akibat
biasanya tidak ada perlawanan biasa dapat ditemukan
4 Biasa mayat tergantung pada Pada kasus dibunuh, tempat sulit dicapai
tempat yang mudah di capai dan oleh korban
disekitarnya ditemukan alat yang
digunakan untuk mencapai
tempat tersebut
5. Jika kejadian berlangsung Jika pintu dan jendela terkunci dari luar,
dikamar, dimana pintu dan sudah pasti pembunuhan
jendela dalam keadaan tertutup
dan terkunci dari dalam
6. Tanda-tanda perlawanan tidak Tanda perlawanan biasanya dapat
ditemukan ditemukan, kecuali korban sedang tidur,
tdak sadar, atau anak-anak.
Referensi
Dewi Raditiyani Nawang Wulan, Kunthi Yulianti. Gantung diri: pola luka dan
livor mortis. Universitas Udayana. 2011.
Apuranto, Hariadi, Hoediyanto. 2010. Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal edisi ke-enam. Penerbit Departemen Ilmu kedokteran Forensik dan
Medikolegal FK UNAIR: Surabaya.
Leonardo. Asfiksia Forensik. Cited May 9 th2008. Available at:
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&dn=20080509041548
Chadha PV. Kematian Akibat Asfiksia. Dalam Ilmu Forensik dan Toksikologi.
Edisi kelima. Penerbit:Widya Medika.

Вам также может понравиться