Вы находитесь на странице: 1из 58

*

* Hernia diafragmatika kongenital (CDH) adalah suatu kondisi


yang ditandai oleh defek diafragma yang menyebabkan
penonjolan isi perut ke dalam rongga toraks sehingga
mengganggu perkembangan normal paru-paru
* Oksigenasi membran ekstrakorporal (ECMO) 
dipertimbangkan setelah kegagalan manajemen medis
konvensional pada bayi yang lahir pada usia kehamilan ≥ 34
minggu atau dengan berat badan >2 kg dengan CDH dan tidak
ada anomali mayor fatal yang terkait
* Seiring kemajuan dalam pengelolaan CDH, survive
keseluruhan telah meningkat dan dilaporkan pada angka 70-
90% pada bayi non-ECMO dan hingga 50% pada bayi yang
menjalani ECMO.

*
* Kondisi ini bisa muncul sebagai lesi tunggal
(terisolir) atau sebagai bagian dari suatu sindrom.
* Insidensi berkisar dari sekitar 0,8 - 5 / 10.000
kelahiran dan bervariasi di seluruh populasi.
* Ada dominasi laki-laki yang sedikit lebih tinggi dan
risiko CDH terisolir yang lebih rendah dilaporkan
pada populasi Afrika-Amerika .
* Mortalitas dan morbiditasnya tetap tinggi
* Bayi CDH juga memiliki masa rawat yang lama di
rumah sakit, serta memerlukan pendekatan
multidisiplin dalam manajemen dan tindak lanjut
setelah pulang dari rumah sakit.

*
* Sebagian besar masih belum jelas dan saat ini masih dianggap
multifaktorial.
* Mayoritas kasus memiliki defek diafragma terisolir yang muncul
dengan hipoplasia pulmonal dan hipertensi pulmonal persisten
pada bayi baru lahir (PPHN).
* Dapat dikaitkan dengan anomali jantung, gastrointestinal,
genitourinari atau dengan aneuploidi kromosom, misalnya
trisomi.
* Beberapa faktor genetic
* Paparan lingkungan
* Defisiensi nutrisi  Studi dalam model tikus menunjukkan
gangguan pada jalur Vitamin A  menghasilkan CDH pada
mayoritas keturunanya.

*
*
Gambar 1. Klasifikasi CDH berdasarkan lokasi
hernia diafragmatika. Jenis hernia yang paling
umum adalah hernia posterior lateral (70-75%)
yang juga dikenal sebagai hernia Bochdalek,
dengan mayoritas terjadi pada sisi kiri (85%) dan
jarang terjadi pada sisi kanan (13%) atau bilateral
(2%). Jenis lain dari hernia adalah defek anterior
atau hernia Morgagni (23-28%) diikuti oleh hernia
sentral yang langka (2-7%).
Gambar 2. Ukuran defek – Ukuran
defek bias bervariasi antara ukuran
kecil (A) hingga agenesis diafragma
(D). Defek B & C dianggap sebagai
jenis moderat hingga besar.
* Dasar embriologis CDH  masih kontroversi.
* Awalnya dianggap bahwa kerusakan terjadi sekunder akibat
kegagalan bagian-bagian yang berbeda dari diafragma untuk
menjadi satu yang menghasilkan paten
kanalis pleuroperitoneal  memungkinkan usus untuk
memasuki cavum torakal ketika kembali dari coelom
ekstraembrionik umbilikus.
* Spekulasi lain adalah bahwa hipoplasia paru-paru mungkin
menjadi faktor penyebab utama dalam patofisiologi hernia
diafragma.
* Jika perkembangan tunas paru terganggu gangguan
perkembangan plat mesenkimal pos hepatik (PHMP) yang
terkait erat dengan perkembangan paru-paru  diafragma
yang rusak .
* Bukti lebih lanjut dari mikroskopi elektron terkait CDH pada
model tikus mendukung fakta bahwa ketika perkembangan
PHMP terganggu, defek diafragma akan terjadi.
* Kelemahan diafragma dapat menyebabkan peristiwa
diafragmatik
* Kejadian diafragma lebih sering terjadi pada sisi kanan dan tidak
berhubungan dengan hipoplasia paru berat.
* Sementara absens diafragma dapat terjadi sehingga
mengakibatkan agenesis diafragmatik dan hipoplasia paru
berat.
* Tanpa memandang basisnya, cacat di diafragma menyebabkan
viscera perut berherniasi ke rongga toraks yang mengakibatkan
perkembangan paru-paru yang abnormal  gerakan pernapasan
janin yang abnormal gangguan
dalam pematangan paru stretch-induced .
* Dengan demikian patofisiologi utama yang
mendasari CDH tampaknya merupakan
kombinasi ketidakmatangan paru dan
hipoplasia yang mengarah ke PPHN. Ini dapat
lebih diperburuk oleh keterbelakangan
perkembangan (underdevelopment) ventrikel
kiri dan hipertrofi ventrikel kanan yang
mengakibatkan disfungsi ventrikel .
* Hipoplasia paru terjadi
pada sisi ipsilateral herniasi, dengan sisi
kontralateral yang terpengaruh ke berbagai
tingkat yang berbeda.

*
Gambar 3. Gambaran anatomis dan radiologis CDH – Defek pada diafragma
menyebabkan viscera abdomen mengalami herniasi ke dalam cavum
toraks. Hernia sisi kiri sering terjadi (85%) yang menyebabkan herniasi usus
kecil dan besar bersama dengan organ intra-abdominal solid. Rontgen dada
dan abdomen pra-operatif menunjukkan udara dan cairan yang berisi loop
isi perut di sisi kiri toraks dengan tabung endotrakeal di atas vertebra
torakalis IV mendorong ke arah sisi kanan yang menandakan pergeseran
mediastinum.
* Hipoplasia awalnya dianggap sekunder
akibat kompresi fisik paru-paru oleh isi
perut yang menhentikan perkembangan
paru.
* Baru-baru ini, hipotesis dua-titik telah
diajukan berdasarkan pada model tikus
yang menjelaskan cedera paru pada CDH
(Gambar 4).
* Menurut hipotesis ini, titik awal terjadi
selama tahap organogenesis sehingga
menghasilkan hipoplasia bilateral, diikuti
oleh kompresi paru ipsilateral sekunder
akibat herniasi visera perut pada tahap
selanjutnya.
* Teori ini menjelaskan adanya variabilitas
hipoplasia paru pada sisi
kontralateral. Interferensi ini
menghasilkan penurunan percabangan
bronkiolus dan pembuluh paru
 hipoplasia asinar (acinar hypoplasia)
* Bronchioli terminal menurun dengan
penebalan septa alveolaris. Paru relatif
imatur dan hipoplasia vaskulatur paru
mengarah ke PPHN.
* Dalam CDH :
* total vaskular pulmonal berkurang seiring penurunan jumlah pembuluh
darah per unit paru.
* terjadi remodeling pembuluh darah pulmonal dengan hiperplasia
medial dan ekstensi perifer dari lapisan otot menjadi arteriol kecil

* Kurangnya pembuluh darah paru dan remodelling dari pembuluh darah,


berkontribusi pada komponen PPHN yang ireversibel dalam CDH.
* Setelah lahir, kombinasi hipertensi arteri pulmonal, hipertrofi ventrikel
kanan dan / atau kegagalan, dan hipoplasia ventrikel kiri dengan
hipertensi vena pulmonal mengakibatkan PPHN berat yang tidak responsif
terhadap manajemen konvensional .

*
* Saat janin, duktus arteriosus berfungsi sebagai katup pembatas dan
membatasi regangan ventrikel kanan.
* Setelah lahir, pembuluh darah pulmonal yang terrombak, pada CDH
menyebabkan hipertensi pulmonal dan menyebabkan disfungsi
ventrikel kanan (RV).
* Ini semakin jelas setelah lahir ketika terdapat tekanan berlebihan
pada ventrikel kanan.
* Abnormalitas ventrikel kiri (LV) telah dilaporkan terjadi pada bayi
dengan CDH .
* Ketika dibandingkan dengan neonatus dengan penyebab PPHN lain,
bayi dengan CDH sisi kiri memiliki massa ventrikel kiri yang secara
signifikan lebih rendah ketika dinilai dengan ekokardiografi. Massa
ventrikel kiri yang berkurang, berkontribusi pada hipoplasia LV
fungsional dan dapat menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri
dan hipertensi vena pulmonal (Gambar 5)

*
* Diagnosis prenatal  USG  mendeteksi lebih dari 50% kasus
CDH pada usia kehamilan rata-rata 24 minggu
* USG, ekokardiografi, MRI janin  modalitas diagnostik pranatal
lainnya yang digunakan untuk menilai derajat keparahan dan
keluaran CDH.
* CDH sisi kiri dapat dikarakteristikan oleh adanya massa
heterogen, mungkin berupa lambung yang terisi oleh cairan
atau usus.
* Sebaliknya, CDH sisi kanan terisolir sangat sulit didiagnosis
dengan USG jika hati adalah satu-satunya organ yang
mengalami herniasi.
* Tanda-tanda tidak langsung seperti pergeseran aksis jantung,
identifikasi kandung empedu dan pembuluh darah di hati
menggunakan Doppler dapat membantu diagnosis
* MRI berguna dalam mendeteksi anomali janin ,mengevaluasi
posisi hati dan memberi estimasi volume paru

*
* Kelainan kromosom  trisomi 18, 13 dan 21
* Aneuploidia kromosom  monosomi X, tetrasomi 12
p, tetraploidi 21
* Sindrom Fryns
* Pentalogy of Cantrell, Apert, Brachmann-Cornelia De
Lange, Beckwith- Wiedemann, CHARGE,
CoffinSiris, Goldenhar sequence, Simpson-Golabi-Behmel,
Stickler, Pierre Robin sequence dan VACTERL.

*
* Faktor penentu utama untuk prognosis CDH :
i) keberadaan anomali terkait terutama penyakit jantung 
dimana CDH terisolir umumnya >> baik daripada CDH+anomali
ii) cakupan hipoplasia paru  herniasi yang terjadi sebelum 25
minggu cenderung memiliki hipoplasia paru yang lebih parah
dibandingkan dengan herniasi setelah 25 minggu (Metkus dkk)
(iii) posisi hati Herniasi hati (liver-up) dikaitkan dengan
prognosis yang buruk

*
Gambar 6. Pengukuran Lung to head ratio (LHR) – Teknik ultrasonografi obstetri
digunakan untuk mengukur rasio paru yang dikenal sebagai LHR untuk menilai
derajat keparahan CDH. Lingkar kepala diukur seperti yang ditunjukkan. Area
paru kontralateral dihitung sebagai hasil dari diameter terpanjang dan diameter
tegak lurus paru kontralateral. Rasio area ini terhadap lingkar kepala
menghasilkan LHR. LHR <0,6 telah dikaitkan dengan prognosis yang buruk dan
rasio >1,35 dikaitkan dengan survive
* Rasio LHR sering digunakan pada CDH dengan herniasi hati
untuk memprediksi prognosis
A. LHR dihitung dengan membagi area paru janin (mm2) dengan lingkar kepala janin (mm). Area paru janin biasanya diukur
pada setinggi pandangan empat bilik jantung dengan mengalikan diameter terpanjang paru kontralateral dengan diameter
tegak lurus terpanjangnya. Sebagai alternatif, beberapa ahli kebidanan menelusuri batas paru-paru dan mengukur luas
paru-paru. Lingkar kepala janin diukur dengan elips eletronik terpanjang.
a. LHR >1,35 terkait dengan survive 100%
b. LHR 1,35-0,6 terkait dengan survive 61%
c. LHR <0,6 - tidak ada survive
B. LHR yang diamati terhadap yang diharapkan (O / E LHR) dihitung dengan membagi LHR yang diamati dengan rasio yang
diharapkan menurut untuk usia kehamilan
a. Area paru janin meningkat 16 kali lipat dibandingkan dengan 4 kali lipat peningkatan lingkar kepala antara usia
kehamilan 12 dan 32 minggu.
b. O / E LHR <25% dianggap CDH berat (survive 10% dengan liver-up dan 25% dengan liver-down)
c. O / E LHR <15% dengan liver-up- mortalitas 100%
C. Posisi hati (atau adanya herniasi hati)
a. Herniasi hati dengan LHR <1,0 - mortalitas 60%
b. Hati di toraks – survive 56%;
* Pengelolaan :
• Manajemen Antenatal - Medis
• Manajemen Antenatal - Bedah
• Waktu persalinan
• Manajemen Posnatal
• Ruang persalinan (VK)
• Stabilisasi
• Ventilasi mekanik
• Peran surfaktan
• Pemantauan dan manajemen hemodinamik
• Terapi vasopressor / inotropik
• Manajemen hipertensi pulmonal
• Manajemen postnatal - Bedah
Kortikosteroid antenatal diberikan kepada ibu 
untuk meningkatkan pematangan paru pada
neonatus dengan CDH.

*
* Oklusi trakea: Dalam model kambing CDH dengan paru-paru hipoplastik
yang diinduksi dengan pembedahan, oklusi trakea janin menyebabkan
percepatan pertumbuhan paru.
* Harrison dkk melaporkan uji coba acak berkontrol pertama tentang
oklusi trakea endoskopik janin dengan panduan histerotomi terbuka
Tidak ada perbaikan dalam survive yang diamati ketika dibandingkan
dengan perawatan pasca kelahiran konvensional.
* Junior dkk  melaporkan meta-analisis berbagai studi tentang oklusi
trakea fetoskopik meningkatkan survive neonatus pada 30 hari dan 6
bulan pada pasien dengan CDH berat. Namun, itu terkait dengan angka
ketuban pecah dini yang lebih tinggi dan usia kehamilan saat persalinan
yang menurun hingga 2 minggu
* Operasi invasif minimal baru yang disebut oklusi trakea endoluminal
janin perkutan (fetal endoluminal tracheal occlusion, FETO) sedang
menjalani uji klinis acak dengan perekrutan yang sedang berlangsung.

*
* Waktu persalinan yang optimal untuk bayi dengan CDH masih
kontroversial.
* Stevens dkk.  bayi yang dilahirkan dengan operasi caesar
elektif, kelahiran dini (pada usia kehamilan 37-38 minggu)
dikaitkan dengan lebih sedikit penggunaan ECMO (22 vs 35,5%)
dibandingkan dengan persalinan aterm (pada 39-41 minggu).
* Namun, analisis terbaru  penurunan mortalitas seiring
kehamilan yang semakin tua.
* Di antara 928 bayi dengan CDH dalam tinjauan ini, kematian
neonatus dan bayi menurun dari 25 dan 36% masing-masing pada
usia kehamilan 37 minggu menjadi 17 dan 20% pada usia
kehamilan 40 minggu.
* Kami merekomendasikan persalinan setelah selesai 39 minggu
kehamilan untuk menghindari komplikasi yang terkait dengan
prematuritas dan persalinan aterm dini

*
*
* Penatalaksanaan CDH
• Saat bayi lahir dengan CDH atau terduga CDH, bayi harus dipasangi
tabung orogastrik / nasogastrik dengan suction untuk mencapai
dekompresi usus.
• Ventilasi bag-mask harus dihindari. Mayoritas bayi ini (terutama
dengan diagnosis prenatal CDH) membutuhkan intubasi di ruang
bersalin.
• Oksimeter pulsasi pra-duktus ditempatkan pada ekstremitas kanan
atas sesegera mungkin. Target saturasi oksigen didasarkan pada
pedoman NRP.
• Ventilasi menggunakan T-piece resuscitator lebih disukai untuk
menghindari tekanan udara yang tinggi. Parameter ventilator seperti
yang ditunjukkan pada gambar.
• Gas darah pra ductal dan pemantauan tekanan darah invasif lebih
disukai.
• Nitrat oksida inhalasi sering digunakan untuk pengelolaan PPHN.
• Untuk manajemen tekanan darah, bolus cairan dan agen vasopressor
digunakan berdasarkan parameter pada gambar.
* Persalinan harus dilakukan di pusat-pusat
dengan kemampuan mengelola bayi dengan
CDH dan komplikasi yang terkait CDH.
* Resusitasi di VK didasarkan pada pedoman
program resusitasi neonatal (NRP)

*
* Akses vena sentral atau perifer  untuk pemberian cairan dan obat-
obatan.
* Jalur arteri  memonitor tekanan darah dan untuk mengambil gas darah
diperlukan.
* Meskipun telah menjadi kebiasaan untuk menempatkan jalur arteri
umbilical, mungkin lebih baik untuk mendapatkan jalur arteri preductal
di arteri radial atau ulnaris kanan.
* Nilai jalur arteri umbilikalis mencerminkan tekanan oksigen
arteri postductal (PaO2) dan menyebabkan peningkatan fraksi oksigen
inspirasi (FIO2).
* Tekanan darah sistemik dipertahankan pada angka normal sesuai usia
kehamilan. Saturasi pre-ductal dipertahankan antara 85-95%.
* Rontgen dada diambil untuk menilai kondisi awal paru dan isi dari
herniasi.

*
* Mode ventilasi optimal untuk bayi dengan CDH dan paru
hipoplasia tidak diketahui.
* Banyak pusat memulai ventilasi mekanik konvensional (CMV) untuk
dukungan pernapasan dan mengoptimalkan ventilasi dengan
menyesuaikan PIP dan laju pernapasan.
* Mode CMV dengan PIP yang biasanya di bawah 25 cm H2O dan PEEP
≤ 5 cm H2O menargetkan saturasi preductal > 85%, saturasi post-
ductal > 70% dan PaCO2 45-60 mmHg digunakan untuk memulai
ventilasi. Banyak pusat beralih ke HFOV atau ventilasi jet sebagai
terapi penyelamatan jika target ventilator tidak dapat dicapai
dengan CMV.

*
* Meskipun tidak ada trend yang meningkat dalam penggunaan
surfaktan, masih digunakan pada bayi prematur dengan CDH di
seluruh pusat . Percobaan prospektif diperlukan untuk
mengevaluasi manfaat surfaktan pada bayi dengan CDH. Efek
menguntungkan dari surfaktan tidak dapat dikesampingkan pada
paru prematur dan tidak jelas apakah ada hubungan kausal
langsung antara pemberian surfaktan dan mortalitas pada bayi
dengan CDH.

*
* Pemantauan tekanan darah (TD) invasif lebih disukai daripada
pemantauan non-invasif.
* Saturasi pre dan pos duktal dan detak jantung harus terus
dipantau. Perfusi organ akhir yang optimal adalah tujuan pemantauan
hemodinamik pada bayi dengan CDH.
* Tanda perfusi yang mencukupi termasuk detak jantung dalam kisaran
normal sesuai usia kehamilan, pengisian kapiler normal, output urin >
1,0 ml / kg / jam, pH arteri > 7,2 dan kadar laktat <3-5 mmol / L [71].
* Perawatan disederhanakan berdasarkan fungsi jantung yang dinilai oleh
ekokardiogram dan kebutuhan volume
* Dalam kasus hipovolemia, bolus dengan larutan isotonik seperti 0,9%
normal saline atau larutan Ringer laktat, 10 ml / kg intravena, dapat
diberikan. Resusitasi volume biasanya diikuti oleh terapi vasopressor /
inotropik.

*
* Dopamin adalah obat kardiovaskular yang paling umum digunakan di
NICU dan diberikan sebagai infus yang bertujuan untuk mempertahankan
TD sistemik yang sesuai untuk usia kehamilan.
* Dobutamin lebih disukai pada bayi dengan kontraktilitas miokard yang
buruk.
* Norepinefrin dan epinefrin dapat digunakan sebagai agen lini pertama di
beberapa lembaga sekunder karena memiliki aktivitas vasokonstriktor
yang kuat.
* Infus epinefrin dapat meningkatkan angka laktat dan dapat mengganggu
manajemen .
* Hidrokortison dosis rendah bermanfaat pada hipotensi resisten
vasopressor pada periode postnatal segera.
* Vasopresin dilaporkan efektif dalam menstabilkan hemodinamik sistemik
dalam tinjauan rekam medis retrospektif dengan penurunan rasio
tekanan paru / sistemik, pada pasien dengan CDH

*
*
* Penatalaksanaan hipertensi pulmonal pada
CDH: vasodilator paru dan nitrit oksida - jalur
prostasiklin - endotelin. AC - asetilkolin, Ca-
kalsium, cAMP - adenosin monofosfat siklik,
cGMP - siklik guanosin monofosfat, COX -
siklooksase, eNOS - sintase oksida nitrat
endotel, ET - endotelin, EP - reseptor
prostaglandin E, IP - reseptor prostasiklin I, NO
- nitrat oksida, PGI - prostaglandin I, sGC -
guanylyl cyclase terlarut, PDE - inhibitor
fosfodiesterase
* PPHN pada bayi CDH adalah sekunder dari hipoplasia paru dan
pembuluh darah yang terpangkas dan mengalami remodeling .
* Hipertensi arteri pulmonal bersama dengan hipoplasia ventrikel kiri
dan hipertrofi ventrikel kanan dan / atau kegagalan yang dipersulit
oleh hipertensi vena pulmonal  PPHN berat yang tidak responsif
terhadap terapi konvensional.
* Karena shunting kanan ke kiri, perbedaan saturasi pra dan pos
duktal dapat diamati.
* Tidak adanya perbedaan, tidak serta merta mengesampingkan adanya
hipertensi pulmonal. Pada beberapa pasien dengan CDH pada fase pos
natal langsung, ada periode singkat oksigenasi yang lebih baik disebut
sebagai "honeymoon period". Namun, kerusakan progresif dalam
oksigenasi umumnya diamati dengan PPHN yang memburuk.
* Ekokardiogram adalah uji non-invasif terbaik untuk menilai fungsi
jantung dan tekanan paru pada bayi dengan CDH dan biasanya
dilakukan dalam 24 jam pertama dan dikelola sesuai kebutuhan.
* Jika saturasi preductal menurun di bawah 85%, penyesuaian
ventilasi dan manajemen hemodinamik diutamakan sebelum
memulai terapi apa pun.
* Langkah-langkah untuk meningkatkan tekanan darah sistemik
dapat meminimalkan shunting kanan-ke-kiri.
* Namun, tidak ada kebutuhan untuk meningkatkan tekanan darah
hingga nilai supranormal jika saturasi preductal tetap di atas
80%.
* Katekolamin, terutama dopamin, selain meningkatkan resistensi
vaskular sistemik juga meningkatkan resistensi vaskular
pulmonal .
* Konsorsium CDH merekomendasikan untuk mempertahankan
tekanan darah arteri pada tingkat normal sesuai usia kehamilan
jika saturasi preductal adalah antara 80 hingga 95%.
* adalah agen pilihan pertama untuk pengobatan hipertensi pulmonal
pada bayi dengan usia kehamilan > 34 minggu. Ini adalah vasodilator
paru selektif dan melemaskan sel otot polos pembuluh darah
pulmonal.
* Kriteria untuk memulai pemberian iNO didasarkan pada tingkat
keparahan PPHN sebagaimana dinilai oleh indeks oksigenasi (OI).
(Catatan: indeks oksigenasi (OI), = Rata-rata tekanan saluran napas x
FiO2 x 100 ÷ PaO2).
* Indeks saturasi oksigen (OSI) adalah cara non-invasif untuk
memperkirakan status oksigenasi dan dapat digunakan tanpa
menggunakan gas darah arteri tetapi memerlukan validasi lebih lanjut.
* Ini dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
Indeks saturasi oksigen (OSI) = Rata-rata tekanan saluran napas x FiO2 x
100 ÷ SpO2 preductal).

*
* Penelitian di masa lalu telah melaporkan mean OI 25 ± 9 sebagai cut
off untuk inisiasi dari iNO.
* Saat ini, pada neonatus dengan PPHN bukan karena CDH, dapat
diterima untuk memulai iNO dengan OI ≥20 dan bukti shunting
kanan-ke-kiri dengan pemeriksaan klinis (perbedaan saturasi pra-
postduktal ≥10%) dan / atau bukti ekokardiografik untuk shunting
kanan ke kiri ekstrapulmoner.
* Dosis awal yang pada penggunaan umum adalah 20 part per million
(ppm) meskipun berbagai dosis telah disebutkan dalam literatur.
* Respons komplit terhadap iNO dianggap sebagai peningkatan rasio
tekanan oksigen arteri (PaO2) menjadi fraksi oksigen inspirasi (FiO2)
dengan terapi ≥20 mmHg pasca iNO .
* Berbeda dengan PPHN dari kondisi selain CDH, iNO tidak
mengurangi kebutuhan untuk ECMO atau kematian dalam
percobaan acak prospektif terhadap bayi dengan CDH.
* Pendekatan ventilasi, pilihan ventilator dan OI saat registrasi
dalam penelitian ini berbeda dari praktik saat ini. Terlepas
dari penelitian negatif ini, iNO terus digunakan di pusat-
pusat tersier AS dalam manajemen bayi dengan CDH tanpa
perubahan dalam pemanfaatan atau mortalitas ECMO.
* Jika tidak ada respon terhadap iNO setelah mengoptimalkan
ventilasi dan status hemodinamik, iNO secara bertahap
dilepas. Beberapa pasien mengalami dekompensasi dan
hipoksemik setelah penghentian iNO. Dalam hal
ini, iNO dilepas ke dalam dosis lebih rendah selama beberapa
jam dan kemudian dihentikan.
* Alasan untuk melanjutkan atau melepas iNO, ketika
tidak ada respon, masih belum jelas.
* Melanjutkan iNO dengan oksigen tinggi bisa merugikan.
* Nitrit oksida adalah radikal bebas dan dapat bergabung
dengan anion superoksida untuk
membentuk peroksinitrit, yang merupakan
vasokonstriktor beracun  terapi iNO yang
berkelanjutan tanpa respons, masih kontroversial.
* Bayi dengan CDH terkoreksi berisiko mengalami
hipertensi pulmonal yang muncul kemudian. Nitrat
oksida inhalasi dapat memainkan peran penting dalam
mengobati eksaserbasi hipertensi pulmonal pada pasien
ini.
* PGE1 telah digunakan pada bayi dengan CDH terutama dalam
situasi gagal jantung kanan.
* Percobaan PGE1 untuk membuka kembali duktus dapat
mengurangi beban pada ventrikel kanan.
* Beberapa kelompok menyarankan untuk memulai infus PGE1
ketika durasi shunting kanan-ke-kiri
melalui duktus arteriosus lebih panjang dari shunting kiri ke
kanan.
* Pada pasien dengan penyakit jantung bawaan yang bergantung
pada duktus yang berhubungan dengan CDH, PGE1 IV diperlukan
untuk mempertahankan patensi duktus.
* PGE1 inhalasi juga digunakan sebagai agen alternatif dalam
mengobati PPHN pada bayi dengan CDH.
* Ini adalah terapi yang tidak disetujui FDA dan memiliki bukti yang
kurang.

*
* Umumnya digunakan pada orang dewasa dapat berguna dalam
manajemen hipertensi pulmonal pada bayi pasca repair CDH.
* Saat ini, tidak ada bukti untuk mendukung terapi ini, tetapi
beberapa pusat menggunakannya sebagai vasodilator paru lini
kedua.
* Prostacyclin dapat digunakan sebagai agen inhalasi atau agen
intravena.
* Tiga bentuk prostasiklin digunakan dalam manajemen hipertensi
pulmonal (Tabel 2). Epoprostenol (Flolan), Treprostinil (Remodulin)
dan Iloprost inhalasi (Ventavis - analog prostacyclin inhalasi)
disetujui untuk orang dewasa dengan hipertensi arteri paru.

*
* adalah inhibitor fosfodiesterase (PDE) 5 yang menghambat
degradasi siklik guanosin monofosfat (cGMP) yang
menyebabkan vasodilatasi.
* Sildenafil oral meningkatkan oksigenasi dan mengurangi
mortalitas di PPHN di pusat yang memiliki keterbatasan
berupa tidak tersedianya iNO dan ECMO .
* Sildenafil IV terbukti efektif dalam meningkatkan oksigenasi
pada pasien dengan PPHN dengan dan tanpa paparan iNO
sebelumnya .
* Sesuai FDA, kematian tinggi dikaitkan dengan penggunaannya
pada pasien anak (usia 1-17 tahun) yang mengalami
hipertensi arteri pulmonal . Orang tua harus diberitahu
tentang manfaat dan efek samping sildenafil sebelum inisiasi
untuk penggunaan kronis dalam CDH.

*
* adalah inhibitor PDE 3 yang meningkatkan konsentrasi siklik adenosin monofosfat
(cAMP) pada otot polos dan miokardium.
* Obat ini memiliki sifat lusitropik dan inotropik.
* Manfaat milrinone pada anak setelah operasi untuk penyakit jantung kongenital telah
terbukti. Beberapa seri kasus telah menunjukkan milrinone IV efektif dalam
mengobati bayi dengan PPHN yang resisten iNO .
* Terapi milrinone telah digunakan dalam pengelolaan PPHN resisten iNO pada bayi
dengan CDH.
* Hipotensi merupakan masalah klinis dan bayi harus dipantau secara ketat. Meskipun
bukti masih kurang, penggunaan milrinone dalam pengelolaan bayi dengan CDH telah
meningkat .
* Dosis pemuatan / loading dose (50 μg / kg selama 30-60 menit) diikuti oleh dosis
pemeliharaan (0,33 μg / kg per menit dan eskalasi ke 0,66 dan kemudian menjadi 1
μg / kg per menit berdasarkan respons) biasanya digunakan.
* Dosis pemuatan milrinone akan meningkatkan risiko hipotensi, tetapi dapat mencapai
keadaan kadar plasma stabil secara lebih cepat.
* Oleh karena itu, dosis pemuatan tidak dianjurkan dalam situasi hipotensi sistemik
pada pasien dengan CDH. Beberapa dokter memberikan volume bolus sebelum dosis
pemuatan milrinone untuk menghindari hipotensi sistemik.

*
* adalah penyekat reseptor endotelin dan
kadang-kadang digunakan sebagai agen oral
dalam pengelolaan hipertensi pulmonal kronis
pada CDH.
* Ada keterbatasan pengalaman untuk
penggunaannya pada neonatus .
* Tes fungsi hati harus dilakukan selama
penggunaannya.

*
* Oksigenasi membran ekstrakorporal (ECMO) dianggap sebagai
pilihan terakhir yang menyelamatkan nyawa untuk bayi yang lahir
pada usia kehamilan ≥ 34 minggu atau dengan berat > 2 kg yang
memiliki CDH dan tanpa anomali fatal mayor setelah manajemen
medis konvensional menemui kegagalan.
* Bukti kuat untuk ECMO masih kurang meskipun jumlah bayi dengan
CDH yang menjalani perawatan ECMO belum menurun.
* Kriteria seleksi untuk ECMO bervariasi di berbagai pusat dan tetap
kontroversial. Para ahli di konsorsium Euro telah menerbitkan
kriteria untuk ECMO. Ada variabilitas institusional yang memadai,
tetapi pendekatan berikut ini dirasa masih masuk akal :
(a) Ketidakmampuan mempertahankan saturasi preductal > 85% atau
saturasi postductal > 70% bersama dengan
(b) peningkatan PaCO2 dan asidosis respiratorik dengan pH >28 cm
H2O atau MAP >17 cm H2O untuk mencapai saturasi >85%,
(c) delivery oksigen yang tidak adekuat dengan asidosis metabolik,
(d) hipotensi sistemik yang resisten terhadap terapi cairan dan
pressor yang menghasilkan output urin <0,5 ml/kg/jam selama
12-24 jam dan
(e) OI yang tetap meningkat >40.
* ECMO Venoarterial (VA) lebih disukai dalam situasi gangguan
kardiovaskular.
* Ada pergeseran ke arah peningkatan penggunaan ECMO venovenous
(VV) pada pasien dengan CDH dan memiliki angka mortalitas yang
sebanding.
* Secara fungsional ECMO VA memiliki keuntungan berupa menurunkan
beban di sisi kanan jantung. Namun, ECMO VV memungkinkan darah
beroksigen mengalir melalui sirkulasi paru dengan menghasilkan
peningkatan vasodilatasi pulmonal sambil mempertahankan arteri
karotid.
* Selain itu, mempertahankan aliran pulsatil dengan darah beroksigen,
dapat meningkatkan perfusi koroner dan fungsi jantung dengan ECMO
VV. Kegagalan ECMO VV dan peralihan ke ECMO VA mungkin
diperlukan pada beberapa pasien.
* Durasi pengobatan pada ECMO masih menjadi subyek perdebatan. Data
retrospektif Congenital Diaphragmatic Hernia Study Group dari 1995-
2004 menunjukkan peningkatan survivepada bayi yang dirawat selama 9
hari dibandingkan dengan 14 hari.
* Sebuah penelitian retrospektif terhadap satu institusi yang dilakukan
selama 19 tahun menyimpulkan bahwa pada pasien dengan CDH berat,
peningkatan fungsi paru hingga cukup untuk dilepas dari ECMO, dapat
memakan waktu 4 minggu atau lebih lama dan mungkin membutuhkan
ECMO kedua sebagai alternative .
* Penelitian ini melaporkan angka survive berdasarkan durasi ECMO yang
dijalankan sebagai 56% selama 2 minggu, 46% selama 3 minggu, 43%
untuk 4 minggu setelah kelangsungan hidup turun menjadi 15%. 44%
(7/16) bayi yang dirawat pada run kedua ECMO selamat.
* Data registri ELSO
menunjukkan peningkatan mortalitas untuk ECMO
dengan durasi >2 minggu. Durasi ECMO yang panjang adalah prediktor
kematian.
* Ketika mempertimbangkan repair CDH, ahli
bedah menghadapi tiga pertanyaan: a) apa
manfaatnya; b) kapan waktu yang optimal; dan
c) pendekatan apa yang terbaik.

*
* Pertanyaan pertama
sebagian besar literatur mendukung gagasan bahwa reduksi isi
viseral dari rongga toraks dan penutupan defek diafragma
penting untuk jangka panjang tetapi memberikan manfaat
langsung yang sedikit bagi pasien.
Reduksi isi herniasi kembali ke perut memungkinkan ekspansi
paru yang terkompresi tidak menghasilkan perbaikan yang segera
pada PPHN dan hipoksemia. Bagaimanapun Hipertensi pulmonal
adalah proses penyakit “rate-limiting” dalam CDH dan jarang
sekali reduksi / repair hernia saja, secara signifikan
meningkatkan keluaran.
Hal ini sangat penting karena stres operasi bedah sering kali
cukup berat hingga menginduksi krisis hipertensi pulmonal pada
pasien yang sakit, dan jika dilakukan pada pasien ketika berada
di ECMO, dapat menyebabkan komplikasi perdarahan yang berat.
* Waktu repair CDH yang optimal bisa sulit ditentukan, terutama
pada pasien yang membutuhkan ECMO.
* Untuk pasien yang tidak membutuhkan ECMO, perbaikan
biasanya diperkirakan tidak lebih cepat dari 48-72 jam setelah
lahir, dengan asumsi bahwa pembuluh darah paru pasien tidak
begitu terganggu untuk menimbulkan risiko dekompensasi
postoperasi yang signifikan.
* Sekali seorang pasien membutuhkan ECMO, proses keputusan
menjadi lebih sulit.
* Umumnya ada tiga pendekatan:
1. untuk repair dini, segera setelah inisiasi ECMO (biasanya <72 jam);
2. repair tertunda, sering dilakukan sebagai operasi harapan terakhir
dalam pengaturan ketidakmampuan untuk melepas ECMO;
3. repair setelah dekanulasi.
Data tentang pengaruh waktu repair terhadap hasil masih terhambat
oleh jumlah keterbatasan, desain retrospektif, heterogenitas kelompok
pasien, dan dengan demikian tidak berfungsi dengan baik untuk
menginformasikan keputusan dengan cara yang dapat digeneralisasikan
dan dapat diandalkan.
Pada stroke yang luas, keluaran terbaik tampaknya ditemukan pada
pasien yang menjalani repair setelah dekanulasi (secara teknis, ini dapat
diperbaiki sehari sebelum dekanulasi dilakukan, tetapi pada pasien yang
telah membaik dengan ECMO).
Setelah ini, pasien tersebut menjalani repair segera setelah kanulasi
lebih baik daripada yang menjalani repair setelah beberapa minggu
dengan ECMO.
Repair dalam perawatan medis dan pencegahan perdarahan saat
menggunakan ECMO, dan meningkatkan sirkuit ECMO, telah membantu
mengurangi beberapa komplikasi perdarahan yang mematikan dari repair
dengan ECMO
* Repair CDH dapat dilakukan melalui pendekatan toraks atau abdomen,
dan dapat dilakukan dengan cara terbuka atau minimal invasif.
* Hasil jangka panjang bergantung, yang mungkin paling penting, pada
karakteristik cacat diafragma.
* Ada kecenderungan peningkatan menuju repair torakoskopik, yang
dianggap meminimalkan rasa sakit dan jaringan parut pasca operasi
serta mempercepat pemulihan. Beberapa seri telah menunjukkan
angka rekurensi yang lebih tinggi melalui pendekatan torakoskopik,
meskipun ini mungkin telah mendapat bias anatomis tidak
menguntungkan dalam angka yang lebih tinggi dan kurva pembelajaran
yang inheren.
* Pasien dengan agenesis diafragmatik akan membutuhkan
pemasangan patch untuk menutup cacat diafragma (Gambar 9a & b).
Ini biasanya terbuat dari bahan sintetis (Goretex ® adalah yang paling
populer) tapi juga telah berkembang minat baru dalam menggabungkan
bahan sintetis dengan lapisan biologis tambahan dalam upaya untuk
menyokong repair dan mendorong pertumbuhan jaringan asli untuk
stabilitas jangka panjang.
* Terakhir, beberapa kelompok menekankan baiknya manfaat penutupan
flap otot autologus pada defek.

*
* Gambar 9. a. Hernia
diafragmatika sisi kiri
menunjukkan paru kiri,
tepi otot inferior
diafragma yang
hipoplastik, dan viscera
yang tereduksi. b. Patch
prosthesis – patch Gore-
Tex yang digunakan untuk
menutup defek.
* Bayi dengan CDH secara jangka panjang menghadapi masalah pernafasan,
masalah nutrisi, keterlambatan perkembangan saraf, rekurensi hernia dan
kelainan ortopedi.
* American Academy of Pediatrics (AAP) mengeluarkan pedoman untuk
menindaklanjuti bayi yang dipulangkan dengan CDH
* Morbiditas pernapasan yang ada meliputi penyakit paru kronis, rebound
pulmonary hypertension, penyakit paru obstruktif dan infeksi.
* Pengobatan dengan ECMO dan perbaikan patch dikaitkan dengan morbiditas
paru yang lebih signifikan dengan kekuatan otot inspirasi yang menurun.
* Remaja yang bertahan sering menghadapi penyakit obstruktif ringan hingga
sedang yang membutuhkan terapi bronkodilator seiring dengan kekuatan otot
inspirasi mereka yang lemah .
* Masalah gizi yang bias terjadi meliputi refluks gastroesofageal, keengganan
untuk makan via oral, asupan makan dengan tabung gastrostomi dan kegagalan
untuk berkembang.
* Berbagai masalah neurologis dan perkembangan yang ada bias dimulai dari
ketidakmampuan fisik hingga keterlambatan neurokognitif serta fungsional.
* Kehilangan pendengaran umum terjadi pada bayi-bayi ini . Deformitas ortopedi
seperti pektus dan skoliosis terlihat pada pasien pasca repair CDH.

*
* Meskipun etiologi CDH dan manajemen PPHN masih belum
jelas, selama beberapa dekade terakhir, laporan telah
menunjukkan tren peningkatan survive pada bayi dengan
CDH.
* Dengan kemajuan medis dan bedah dalam pengelolaan
CDH, survive keseluruhan yang dilaporkan adalah 70-90%
* Dengan ECMO, angka survive ada pada sekitar 50% dengan
pusat yang berbeda yang melaporkan kriteria dan
keluaran yang berbeda.
* Beberapa faktor seperti prematuritas, ECMO, kelainan
terkait (terutama jantung), kebutuhan untuk
transportasi, keparahan PPHN, dan jenis repair, dapat
mempengaruhi keluaran dan survive bayi dengan CDH

Вам также может понравиться