Вы находитесь на странице: 1из 34

FARMASI KLINIK

KELOMPOK 9
ISKA JAYANTI ( 1401095)
NABILA NADA ISLAMI (1601029)
RANI SEPTIANA PUTRI (1601036)
RESTU HIFZIATI UMMI (1601038)
SALEH HAMZAH (1601043)
Drug interaction

modifikasi efek dari suatu obat karena


kehadiran obat lain (Walker dan Edwards,
1999), baik diberikan sebelumnya atau
bersamaan yang dapat memberikan
potensiasi atau antagonisme satu obat oleh
obat lain (Anonim, 2000), dapat
menguntungkan ataupun merugikan
Hasil klinik interaksi obat bisa
berwujud :

Antagonisme
(1+1<2) Idiosinkrasi
Sinergisme
(1+1>2)
Antagonisme (1+1<2)
kegiatan obat pertama dikurangi atau ditiadakan sama sekali oleh obat
kedua yang memiliki khasiat farmakologis yang bertentangan, misalnya
adrenalin dan histamin.

Sinergisme (1+1>2)
adalah kerjasama antara dua obat dan dikenal ada dua jenis, yaitu :

1. Adisi (sumasi). Efek kombinasi adalah sama dengan jumlah kegiatan


dari masing-masing obat (1+1=2), misalnya kombinasi asetosal dan
parasetamol juga trisulfa.
2. Potensiasi (mempertinggi potensi). Kegiatan obat diperkuat oleh
obat kedua (1+1>2). Kedua obat dari kombinasi dapat memiliki
kegiatan yang sama, seperti estrogen dan progesteron,
sulfametoksazol dan trimetoprim, asetosal dan kodein. Atau satu
obat tidak memiliki efek bersangkutan misalnya, analgetika dan
klorpromazin, benzodiazepin atau meprobamat dan alkohol,
penghambat MAO dan amfetamin, dan lain-lain.
Idiosinkrasi adalah peristiwa suatu obat memberikan efek yang secara kualitatif total
berlainan dari efek normalnya. Umumnya hal ini disebabkan oleh kelainan genetika
pada pasien yang bersangkutan. Sebagai contoh disebut anemia hemolitik (kurang
darah akibat terurainya sel-sel darah) setelah pengobatan malaria dengan primaquin
atau derivatnya. Contoh lain adalah pasien yang pada pengobatan dengan
neuroleptika untuk menenangkannya, justru memperlihatkan reaksi yang
bertentangan dan menjadi gelisah serta cemas (Tjay dan Rahardja, 1986).
Sasaran interaksi obat (object drug)

1. Obat 2. Obat
dengan obat dengan
makanan

3. Obat 4. Obat
dengan dengan tes
penyakit laboratorium
1. Obat dengan obat
Dua faktor yang harus dipertimbangkan bila kombinasi antara obat-
obat berpotensi terhadap terjadinya interaksi :
• Apakah interaksi akan terjadi segera setelah atau beberapa saat
setelah pemberian dengan kombinasi terapi?
• Apakah interaksi berpotensi untuk menimbulkan keparahan?

Interaksi obat tergantung pada tingkat keparahannya, maka perlu


memberi informasi kepada pasien untuk melaporkan segera mungkin
bila terjadi gejala yang mengganggu. Tingkat keparahan suatu interaksi
dapat dipengaruhi oleh konsentrasi serum obat sebelum obat yang
berinterksi diberikan atau oleh obat yang memiliki indeks terapi yang
sempit.
Contohnya : interaksi antara teofilin dan eritromisin, interaksi ini dapat
meningkatkan konsentasi serum dan toksisitas teofillin jika dosis
eritromisin besar.
Penghentian salah satu obat mungkin tidak
diperlukan dalam interaksi klinik, bila :
• dosis dapat diubah
• dosis dari salah satu obat atau keduanya dapat
dikurangi
• memonitor keadaan pasien dengan hati-hati.
2. Obat dengan makanan
Tipe interaksi obat dengan makanan masih banyak
belum diketahui dan dimengerti. Tipe interaksi ini
kemungkinan besar dapat mengubah parameter
farmakokinetik dari obat terutama pada proses
absorpsi dan eliminasi, ataupun efikasi dari obat.

Contoh: MAO inhibitor dengan makanan yang mengandung tiramin (keju,


daging, anggur merah) akan menyebabkan krisis hipertensif karena tiramin
memacu pelepasan norepinefrin sehingga terjadi tekanan darah yang tidak
normal (Grahame-Smith dan Arronson, 1992), makanan berlemak
meningkatkan daya serap griseofulvin, pemakaian kontrasepsi oral
membutuhkan vitamin B yang lebih tinggi untuk memperoleh
keadaan normal (Shim dan Mason, 1993).
3. Obat dengan penyakit
Acuan medis seringkali mengacu pada interaksi obat dan penyakit
sebagai kontraindikasi relatif terhadap pengobatan. Kontraindikasi
mutlak merupakan resiko, pengobatan penyakit tertentu kurang secara
jelas mempertimbangkan manfaat terhadap pasiennya (Shimp dan
Mason, 1993).

Pada tipe interaksi ini, ada obat-obat yang dikontraindikasikan pada


penyakit tertentu yang diderita oleh pasien.
Misalnya pada kelainan fungsi hati dan ginjal, pada wanita hamil
ataupun ibu yang sedang menyusui (Ganiswarna, 1995). Contohnya
pada wanita hamil terutama pada trimester pertama jangan diberikan
obat golongan benzodiazepin dan barbiturat karena akan
menyebabkan teratogenik yang berupa phocomelia (Tjay dan Rahardja,
2002).
4. Obat dengan tes laboratorium
Interaksi obat dengan tes laboratorium dapat mengubah akurasi
diagnostik tes sehingga dapat terjadi positif palsu atau negatif
palsu. Hal ini dapat terjadi karena interferensi kimiawi.

Misalnya pada pemakaian laksativ golongan antraquinon dapat


menyebabkan tes urin pada uribilinogen tidak akurat (Stockley,
1999), atau dengan perubahan zat yang dapat diukur contohnya
perubahan tes tiroid yang disesuaikan dengan terapi estrogen
(Shimp dan Mason, 1993).
Tipe interaksi

1. Interaksi 3. Interaksi
farmasetis Farmakodinamika

2. Interaksi
Farmakokinetika
1. Interaksi farmasetis
Adalah interaksi fisiko-kimia yang terjadi pada saat obat di formulasikan/
disiapkan sebelum obat di gunakan oleh penderita.
Misalnya interaksi antara obat dan larutan infus IV yang dicampur bersamaan
dapat menyebabkan pecahnya emulsi atau terjadi pengendapan.
Contoh lain : dua obat yang dicampur pada larutan yang sama dapat terjadi reaksi
kimia atau terjadi pengendapan salah satu senyawa, atau terjadi pengkristalan
salah satu senyawa dll.
Bentuk interaksi:
1. Interaksi secara fisik
Misalnya :
• Terjadi perubahan kelarutan
• Terjadinya turun titik beku
2. Interaksi secara khemis
Misalnya :
• Terjadinya reaksi satu dengan yang lain atau terhidrolisisnya suatu obat selama
dalam proses pembuatan ataupun selama dalam penyimpanan.
2. Interaksi Farmakokinetika
Pada interaksi ini obat mengalami perubahan pada :
• Absorbsi
• Distribusi
• Metabolisme
• Ekskresi
Yang disebabkan karena obat/senyawa lain
• Hal ini umumnya diukur dari perubahan pada satu
atau lebih parameter farmakokinetika, seperti
konsentrasi serum maksimum, luas area dibawah
kurva, waktu, waktu paruh, jumlah total obat yang
diekskresi melalui urine, dsb.
3. Interaksi Farmakodinamika
Adalah obat yang menyebabkan perubahan pada
respon pasien disebabkan karena berubahnya
farmakokinetika dari obat tersebut karena obat
lain yang terlihat sebagai perubahan aksi obat
tanpa menglami perubahan konsentrasi plasma.

Misalnya naiknya toksisitas dari digoksin yang


disebabkan karena pemberian secara bersamaan
dengan diuretic boros kalium misalnya furosemid
Obat-obat yang cenderung menyebabkan
Interaksi Obat (praecipitant drug)
1. Obat yang memiliki ikatan obat- protein yang
tinggi.
Obat yang memiliki ikatan obat-protein tinggi
cenderung dominan, akibatnya obat tersebut
dapat mendesak obat lain yang terikat protein
sehingga terbebaskan, akibatnya kadar obat
bebas dalam darah meningkat dengan tajam,
2. Obat-obat yang menstimulasi atau menginhibisi metabolisme obat lain

Interaksi ini merugikan atau menguntungkan tergantung dari sifat obatnya masing-masing
1. Obat aktif adalah metabolitnya
Misalnya :
• Prednison Prednisolon
• Procainamid N-Asetil Procainamid
Maka obat yang menstimulasi metabolisme akan menyebabkan meningkatnya kadar obat
aktif dalam darah
2. Obat aktif adalah obat aslinya
Misalnya : Captoril, furosemid, methyldopa dll
• Maka obat yang menstimulasi metabolisme akan menyebabkan menurunnya kadar
obat aktif dalam darah.

• Obat yg menstimulasi Contoh


Antikonvulsan(fenitoin, karbamazepin, fenobarbital); Rifampisin; griseofulvin
• Obat yg menginhibisi contoh :
Allopurinol; kloramfenikol; cimetidine; metronidazol; INH; ciprofloksasin
3. Obat-obat yang mempengaruhi
fungsi Renal
Obat-obat golongan ini dapat mengubah kliren
ginjal obat lain, misalnya obat-obat diuretic.
Ada 5 tingkat signifikansi yang menunjukkan
keberbahayaan suatu interaksi antar obat dengan obat
Keterangan :
• Interaksi signifikansi 1 termasuk interaksi yang
berat/berbahaya dan terdokumentasi dengan baik
• Interaksi signifikansi 2 termasuk interaksi yang
berat/berbahaya sampai sedang dan terdokumentasi dengan
baik
• Interaksi signifikansi 3 termasuk interaksi tidak berbahaya
(ringan) dan terdokumentasi dengan baik
• Interaksi signifikansi 4 termasuk interaksi berat/berbahaya
sampai sedang dengan data kejadian yang sangat terbatas
• Interaksi signifikansi 5 termasuk interaksi tidak berbahaya
(ringan) dengan dokumentasi yang terbatas dan beberapa
interaksi ini belum terbukti secara klinis (Tatro, 2001).
Pelayanan Informasi Obat
(PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan
kegiatan penyediaan dan pemberian informasi,
rekomendasi Obat yang independen, akurat, tidak
bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh
Apoteker kepada dokter, Apoteker, perawat, profesi
kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar
Rumah Sakit
PIO bertujuan untuk:

1. Menyediakan informasi 2. Menyediakan informasi untuk


mengenai Obat kepada membuat kebijakan yang
pasien dan tenaga berhubungan dengan
kesehatan di lingkungan Obat/Sediaan Farmasi, Alat
Rumah Sakit dan pihak Kesehatan, dan Bahan Medis
lain di luar Rumah Sakit; Habis Pakai, terutama bagi
Komite/Tim Farmasi dan Terapi;
1
Menjawab pertanyaan

2
6 Menerbitkan buletin,
Melakukan penelitian leaflet, poster,
newsletter
Kegiatan
PIO
5 meliputi
Melakukan pendidikan 3
berkelanjutan bagi Menyediakan informasi
tenaga kefarmasian bagi Tim Farmasi dan
dan tenaga kesehatan Terapi sehubungan
lainnya; dan dengan penyusunan
4 Formularium Rumah
Bersama dengan Tim Sakit
Penyuluhan Kesehatan
Rumah Sakit (PKRS)
melakukan kegiatan
penyuluhan bagi pasien
rawat jalan dan rawat inap;
Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam PIO

Faktor-faktor yang
perlu diperhatikan
dalam PIO
a. sumber daya manusia
b. tempat
c. perlengkapan
Monitoring Efek Samping
Obat (MESO)

Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan


kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat
yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis
lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan
profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek Samping Obat
adalah reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang
terkait dengan kerja farmakologi
MESO bertujuan:
a. menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin
terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang
b. menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah
dikenal dan yang baru saja ditemukan;
c. mengenal semua faktor yang mungkin dapat
menimbulkan/mempengaruhi angka kejadian dan
hebatnya ESO;
d. meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang idak
dikehendaki; dan
e. mencegah terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak
dikehendaki
Kegiatan pemantauan dan
pelaporan ESO:

1 2
3
Mendeteksi adanya Mengidentifikasi obat-
Mengevaluasi
kejadian reaksi Obat obatan dan pasien
laporan ESO dengan
yang tidak yang mempunyai risiko
algoritme Naranjo;
dikehendaki (ESO); tinggi mengalami ESO

4 5
Mendiskusikan dan Melaporkan ke Pusat
mendokumentasikan ESO Monitoring Efek Samping
di Tim/Sub Komite/Tim Obat Nasional.
Farmasi dan Terapi
Faktor yang perlu
diperhatikan

a. Kerjasama dengan Komite/Tim Farmasi dan


Terapi dan ruang rawat; dan
b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek
Samping Obat.
Konseling
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian
nasihat atau saran terkait terapi Obat dari Apoteker
(konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya.
Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat
inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan
atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan
pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang
efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/atau
keluarga terhadap Apoteker
Secara khusus konseling Obat ditujukan
untuk:
1. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan
pasien;
2. Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien;
3. Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan Obat;
4. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan
penggunaan Obat dengan penyakitnya;
5. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan;
6. Mencegah atau meminimalkan masalah terkait Obat;
7. Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya
dalam hal terapi;
8. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan;
9. Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan Obat
sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan
mutu pengobatan pasien.
Kegiatan dalam konseling Obat meliputi:
1. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien;
2. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang
penggunaan Obat melalui Three Prime Questions;
3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi
kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah
penggunaan Obat;
4. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk
menyelesaikan masalah pengunaan Obat;
5. Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek
pemahaman pasien;
6. dan dokumentasi.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam
konseling Obat:
a. Kriteria Pasien:
1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan
fungsi ginjal, ibu hamil dan menyusui);
2. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis
(TB, DM, epilepsi, dan lain-lain);
3. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan
instruksi khusus (penggunaan kortiksteroid dengan
tappering down/off);
4. Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi
sempit (digoksin, phenytoin);
5. Pasien yang menggunakan banyak Obat (polifarmasi);
6. Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.
b. Sarana dan Peralatan:
1. Ruangan atau tempat konseling;
2. Alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling).

Вам также может понравиться